Anda di halaman 1dari 9

Focus:

Jurnal Pekerjaan Sosial e ISSN: 2620-3367 Vol. 4 No. 1 Hal : 97-105 Juli 2021

REINTEGRASI SOSIAL KORBAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL


ANAK DI P2TP2A DKI JAKARTA

Ervani Faradillah Rahman1; Hery Wibowo2


1
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran;
2
Pusat Studi CSR, Kewirausahaan Sosial dan Pengembangan Sosial, Jl. Raya Bandung-
Sumedang KM. 21 Jatinangor, 45363
ervani18001@mail.unpad.ac.id1; hery.wibowo@unpad.ac.id2

ABSTRAK
Kekerasan seksual tidak hanya terjadi dikalangan orang dewasa melainkan anak-anak dapat
menjadi korban dari kekerasan seksual. Dengan angka kasus yang semakin meningkat,
Departemen Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Kesehatan, dan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) sebagai upaya memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak
korban tindak kekerasan. Adapun tahapan yang dilakukan setelah pemberian layanan dianggap
selesai yaitu reintegrasi sosial. Penelitian ini membahas mengenai pemahaman yang menyeluruh
dari Reintegrasi Sosial Korban Kasus Kekerasan Seksual Anak di P2TP2A DKI Jakarta. Penelitian
ini dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif guna memberikan pemahaman yang menyeluruh
mengenai topik yang dibahas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
pelaksanaan reintegrasi sosial saat dan sebelum pandemi, tahapan tertentu dari pelaksanaan
reintegrasi sosial, serta terdapat peluang dan hambatan dari pelaksanaan reintegrasi sosial di
P2TP2A DKI Jakarta.

Kata Kunci: Reintegrasi Sosial, Kekerasan Seksual Anak, P2TP2A DKI Jakarta

ABSTRACT

Sexual violence does not only occur among adults but children can become vixtims of sexual
violence. With the increasing number of cases, Department of State Minister for Women’s
Empowerment, Minister of Health, and Head of the Indonesian National Police established the
Integrated Service Center for the Empowerment of Women and Children (P2TP2A) as an effort
to provide services for women and children victims of violence. The stages that are carried out
after the provision of service are complete is social reintegration. This study discusses a
comprehensive understanding of the social reintegration of victims of child sexual violence in
P2TP2A DKI Jakarta. This study was conducted using descriptive qualitative methods in order o
provide a comprehensive understanding of the topic discussed. The results showed that there
were differences in the implementation of social reintegration during and before pandemic,
certain stages of the implementation of social reintegration, and opportunities and obstacles of
the implementation of social reintegratiom in P2TP2A DKI Jakarta.

Key Words: Social Reintegration, Child Sexual Violence, P2TP2A DKI Jakarta.

97
Focus:
Jurnal Pekerjaan Sosial e ISSN: 2620-3367 Vol. 4 No. 1 Hal : 97-105 Juli 2021

PENDAHULUAN perempuan dan anak, maka Departemen


Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan,
Kekerasan seksual semakin hari Menteri Kesehatan, dan Kepala Kepolisian
terjadi semakin intensif tidak hanya pada Negara Republik Indonesia membentuk
kalangan dewasa tetapi sudah merambah ke lembaga khusus sebagai upaya pelayanan
kalangan anak-anak. Anak menjadi kepada perempuan dan anak yaitu Pusat
kelompok yang rentan menjadi korban Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
kekerasan seksual sebab masyarakat Perempuan dan Anak (P2TP2A) (Tamimi &
memposisikan kedudukan anak sebagai Humaedi, 2017). Berdasarkan informasi dari
sosok yang lemah, tidak berdaya, dan KEMENPPPA, P2TP2A merupakan pusat
memiliki ketergantungan kepada orang pelayanan yang terintegrasi dalam upaya
dewasa disekitarnya. Sejalan dengan yang pemberdayaan perempuan di berbagai
dikemukakan oleh Human Rights Reference bidang pembangunan, serta perlindungan
dalam Hanifah, Santoso, dan Asiah (2019), perempuan dan anak dari berbagai jenis
disebutkan bahwa kelompok rentan seperti diskriminasi dan tindak kekerasan yang
para pengungsi, Internally Displaced Persons dibentuk oleh pemerintah atau berbasis
(IDPs), kaum minoritas, para pekerja masyarakat, dan dapat berupa pusat
migran, indigenous people, anak-anak, dan rujukan, pusat konsultasi usaha, pusat
kaum perempuan menjadi lebih beresiko konsultasi kesehatan reproduksi, pusat
terlanggar hak-haknya dan lebih mudah konsultasi hukum, pusat krisis terpadu
menjadi korban dalam situasi yang (PKT), pusat pelayanan terpadu (PPT), pusat
merugikan. Syahputra (2018) turut pemulihan trauma (trauma center), pusat
menyatakan bahwa pelecehan seksual penanganan krisis perempuan (women crisis
terhadap anak diakibatkan oleh adanya center), pusat pelatihan, pusat informasi
penyimpangan hasrat seksual serta kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK),
fisik yang dimiliki anak tidak memungkinkan rumah aman (shelter), rumah singgah, atau
untuk melawan. bentuk lainnya.
Berdasarkan data dari Sistem P2TP2A dibentuk dengan misi khusus
Informasi Online Perlindungan Perempuan untuk memberikan pelayanan bagi
dan Anak (Simfoni PPA), sepanjang 1 Januari perempuan dan anak korban tindak
hingga 31 Juli 2020 tercatat ada 4116 kasus kekerasan yang meliputi upaya promotif,
kekerasan pada anak di Indonesia. Dari kuratif, dan rehabilitatif. Setiap upaya yang
seluruh jumlah tersebut, jika dirincikan dilaksanakan diselenggarakan secara
terdapat 2556 korban kekerasan seksual, komprehensif berjejaring dengan instansi
1111 korban kekerasan fisik, 979 korban pemerintah dan masyarakat terkait dalam
kekerasan psikis, 346 korban penelantaran, rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
73 korban tindak pidana perdagangan orang khususnya perempuan dan anak korban
(TPPO) dan 68 korban eksploitasi. Sebanyak kekerasan. Seluruh layanan bagi perempuan
3296 korban anak perempuan dan 1319 dan anak korban kekerasan menjadi
korban anak laki-laki. Data tersebut tanggungan pemerintah sebagai salah satu
menunjukkan bahwa angka yang paling bentuk kepedulian dan tanggung jawab
tinggi yaitu angka korban kekerasan seksual kepada masyarakat yang membutuhkan.
dan kekerasan lebih banyak dialami oleh
korban anak perempuan. Hasil penelitian oleh Afnita, Bahri,
dan Rosita (2019) menyatakan bahwa upaya
Dengan mempertimbangkan angka pembinaan yang dilakukan oleh P2TP2A
kasus yang terus meningkat dan sebagai dalam menangani kasus terbagi kedalam tiga
upaya memberikan perlindungan kepada

98
Focus:
Jurnal Pekerjaan Sosial e ISSN: 2620-3367 Vol. 4 No. 1 Hal : 97-105 Juli 2021

tahapan yaitu pencatatan, identifikasi mengenai Reintegrasi Sosial Korban Kasus


intervensi yang diperlukan hingga Kekerasan Seksual Anak di P2TP2A DKI
dilanjutkan dengan pemberian layanan. Jakarta dengan prosedur ilmiah untuk
Layanan yang diberikan meliputi layanan menjawab masalah aktual (Sugiyono, 2011).
kesehatan, layanan konseling, layanan Melalui pendekatan yang telah dijabarkan,
hukum, dan rehabilitasi sosial. Setelah peneliti mencoba menggambarkan realitas
pemberian layanan dianggap selesai maka sosial secara apa adanya dan tidak berdasar
dilanjutkan dengan melakukan pemulangan atas hipotesis. Tujuannya adalah
dan reintegrasi sosial. Berdasarkan Pasal 92 memberikan penjelasan dan pemahaman
ayat (3) UU No. 11 Tahun 2012 tentang yang menyuluruh secara luas dan mendalam
SPPA, Reintegrasi sosial diartikan sebagai mengenai Reintegrasi Sosial Korban Kasus
sebuah proses penyiapan anak, anak sebagai Kekerasan Seksual Anak di P2TP2A DKI
korban, dan/atau anak sebagai saksi untuk Jakarta.
dapat kembali ke dalam lingkungan keluarga
dan lingkungan masyarakat (Aprilianda, REINTEGRASI SOSIAL
2017). Pelaksanaan reintegrasi sosial bagi
anak korban kekerasan penting dilakukan Reintegrasi sosial merupakan upaya
sebagai upaya mengembalikan kepercayaan penyatuan kembali klien dengan pihak
diri anak, memberikan jaminan pemenuhan keluarga, keluarga pengganti, atau
hak-hak anak, melindungi anak dari masyarakat yang dapat memberikan
persoalan sosial lain, serta mengembangkan perlindungan dan pemenuhan bagi klien.
potensi sosialnya sebagai generasi penerus Proses ini terdiri dari komponen yang
bangsa (Yuningsih & Dwimawanti, 2021). berbeda, termasuk tinggal dilingkungan yang
aman dan terlindungi, akses terhadap
Berdasarkan latar belakang yang standar hidup yang layak, kesejahteraan
telah diuraikan diatas, maka penulis akan mental dan fisik, kesempatan untuk
melakukan pembahasan dan penelitian yang pengembangan pribadi, pengembangan
lebih mendalam mengenai gambaran sosial dan ekonomi, dan akses kepada
Reintegrasi Sosial Korban Kasus Kekerasan dukungan sosial dan dukungan emosional.
Seksual Anak di P2TP2A DKI Jakarta. Dengan adanya reintegrasi sosial, korban
kekerasan seksual anak dapat kembali pada
METODE PENELITIAN lingkungan sosialnya dan kembali
menjalankan aktivitas kehidupannya sehari-
Penelitian ini menggunakan jenis
hari (KEMENPPA, 2010; Surtees, 2017 dalam
penelitian studi deskriptif dengan
Primayanti, 2019)
pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian
Reintegrasi sosial diartikan sebagai
kualitatif mengenai Reintegrasi Sosial Korban
proses pembentukan norma-norma dan nilai-
Kasus Kekerasan Seksual Anak di P2TP2A
nilai baru untuk menyesuaikan diri dengan
DKI Jakarta digunakan sebagai strategi
lembaga kemasyarakatan yang telah
inquiri yang menekankan pada pencarian
mengalami perubahan. Berdasarkan yang
makna mengenai suatu fenomena secara
dikemukakan oleh Meyer Nimkoff dan
alamiah dan holistik, yang disajikan secara
William F. Ogburn dalam buku karya Niniek
naratif dengan tujuan menafsirkan
Sri Wahyuni dan Yusniati yang berjudul
fenomena yang terjadi tanpa campur tangan
Manusia dan Masyarakat, syarat berhasilnya
manusia (Yusuf, 2003; Moleong, 2013;
pelaksanaan reintegrasi sosial ialah bahwa
Ghony & Almanshur, 2012). Metode
tiap warga masyarakat merasa saling dapat
deskriptif juga digunakan pada penelitian ini
mengisi kebutuhan antara satu sama lain,
guna menjabarkan data yang diperoleh
tercapainya konsensus (kesepakatan)

99
Focus:
Jurnal Pekerjaan Sosial e ISSN: 2620-3367 Vol. 4 No. 1 Hal : 97-105 Juli 2021

mengenai nilai dan noma-norma sosial, dan dilakukan dengan adanya ancaman,
norma-norma berlaku cukup lama dan paksaan, suap, tipuan bahkan tekanan yang
konsisten. tidak harus melibatkan kontak badan antara
Berdasarkan Pasal 92 ayat (3) UU No. pelaku dengan anak sebagai korban
11 Tahun 2012 tentang SPPA, Reintegrasi melainkan dalam bentuk perkosaan ataupun
sosial diartikan sebagai sebuah proses pencabulan.
penyiapan anak, anak sebagai korban, Menurut Lyness dalam Maslihah
dan/atau anak sebagai saksi untuk dapat (2006), kekerasan seksual anak meliputi
kembali ke dalam lingkungan keluarga dan tindakan meyentuh atau mencium organ
lingkungan masyarakat (Aprilianda, 2017). seksual anak, tindakan seksual atau
Pelaksanaan reintegrasi sosial bagi anak pemerkosaan terhadap anak,
korban kekerasan penting dilakukan sebagai memperlihatkan media/benda porno,
upaya mengembalikan kepercayaan diri menunjukkan alat kelamin pada anak, dan
anak, memberikan jaminan pemenuhan hak- sebagainya. Jenis kekerasan tersebut dibagi
hak anak, melindungi anak dari persoalan kedalam dua kategori berdasarkan identitas
sosial lain, serta mengembangkan potensi pelaku yaitu; 1. Familial Abuse dimana
sosialnya sebagai generasi penerus bangsa kekerasan seksual yang terjadi berada
(Yuningsih & Dwimawanti, 2021). didalam keluarga inti atau pelaku dan korban
Disisi lain, dalam pendekatan ilmu masih dalam hubungan darah. Hal ini
kesejahteraan sosial, untuk mencapai termasuk sesorang yang menjadi pengganti
keberhasilan reintegrasi sosial dibutuhkan orang tua seperti ayah tiri, kekasih, ataupun
berbagai upaya seperti: 1. Bimbingan pengasuh. 2. Extra Familial Abuse diartikan
kesiapan dan peran serta masyarakat, 2. sebagai kekerasan yang dilakukan oleh
Bimbingan sosial hidup masyarakat, 3. orang lain diluar keluarga korban. Relasi ini
Bimbingan Pembinaan Bantuan Stimulan biasanya anak dibujuk kedalam situasi
Usaha Produktif (SUP), 4. Bimbingan usaha dimana pelecehan tersebut dilakukan
atau kerja produktif, dan 5. Penyaluran dengan adanya imbalan tertentu yang tidak
(Sakidjo, 2002; Wahyuni & Yusniati, 2007; didapat oleh anak di dalam relasi keluarga.
Pramuwito, 1996 dalam Asisah & Nurhayati, Dalam melakukan kekerasan seksual
2017). Tahapan reintegrasi merupakan salah anak, terdaat tahapan yang dilakukan oleh
satu upaya pegembalian hak-hak klien sebab pelaku sebagai upaya mencoba mengukur
korban kekerasan seksual seringkali kenyamanan korban. Ketika korban
diberikan stigma negatif terhadap menuruti, maka kekerasan akan berlanjut
keberadaannya sehingga kurang bebas dan intensif. Tahapan tersebut berupa: 1.
dalam beraktivitas sosial (Muhammad, Nudity (dilakukan oleh orang dewasa); 2.
2019). Disrobing (orang dewasa membuka pakaian
di depan anak); 3. Genital Exposure
KEKERASAN SEKSUAL ANAK (dilakukan oleh orang dewasa); 4.
Observation of the child (saat mandi,
Kekerasan seksual terhadap anak
telanjang, dan saat membuang air); 5.
diartikan oleh End Child Prostitution in Asia
Mencium anak yang memakai pakaian
Tourism (ECPAT) Internasional dalam Sari
dalam; 6. Fondling (Meraba-raba dada
(2009) sebagai hubungan atau interaksi
korban, alat genital, paha, dan bokong); 7.
antara seorang anak dengan orang yang
Masturbasi; 8. Fellatio (stimulasi pada penis,
lebih tua atau orang dewasa seperti orang
korban atau pelaku sendiri); 9. Cunnilingus
asing, saudara sekandung atau orang tua
(stimulasi pada vulva atau area vagina, pada
yang memposisikan anak sebagai pemuas
korban atau pelaku); 10. Digital Penetration
kebutuhan seksual pelaku. Kekerasan ini

100
Focus:
Jurnal Pekerjaan Sosial e ISSN: 2620-3367 Vol. 4 No. 1 Hal : 97-105 Juli 2021

(pada anus atau rectum); 11. Penile korban tindak kekerasan, setiap pelayanan
Penetration (pada vagina); 12. Digital yang diberikan kepada korban diawali
penetration (pada vagina); 13. Penile dengan proses aduan kasus lewat call center
penetration (pada anus atau rectum); 14. pada jam kerja yaitu 7.30-16.00 di hari kerja.
Dry intercourse (mengelus-elus penis pelaku Setiap aduan yang diterima oleh call center
atau area genital lainnya, paha, atau bokong akan dikelola terlebih dahulu untuk
korban (Sgroi dalam Tower, 2002). menentukan apakah diperlukan
Penyebab dari terjadinya kekerasan penjangkauan atau dapat dialihkan pada
seksual anak dapat dilihat dari sisi pelaku kantor pusat. Pada beberapa kasus perlu
maupun sisi korban. Dari sisi pelaku, dilakukan penjangkauan oleh pendamping
kekerasan seksual anak kerap terjadi karena korban dimana mereka menjemput atau
adanya faktor kelainan saraf atau peyakit mendatangi tempat dimana korban berada.
kejiwaan sehingga tidak mampu
mengendalikan emosional dan nafsu seksual, Pada pelayanan kasus kekerasan
ringannya sanksi yang dikenakan kepada seksual anak, pendamping korban
pelaku memberikan kesempatan pada berkoordinasi dengan stakeholder yang
pelaku untuk mengulangi perbuatannya, berada dilingkungan terdekat korban
serta adanya motif balas dendam sebagai misalnya RT, RW, maupun tokoh masyarakat
akibat dari masa lalu pelaku yang mengalami guna menjauhkan korban dari adanya
pelecehan seksual pada masa kanak-kanak ancaman pelaku akibat aduan kasus yang
sehingga denda tersebut dilampiaskan dilakukan. Tahap selanjutnya yang dilalui
kepada anak-anak lain. Jika dilihat dari sisi adalah dilakukan asesmen awal untuk
korban, kekerasan seksual anak terjadi mengetahui kronologi dari kasus yang
akibat dari ketidakpedulian dan kurangnya dilaporkan. Pada tahap ini termasuk juga
pemahaman mengenai bentuk-bentuk mempertimbangkan harapan atau
kekerasan sehingga kekerasan seksual kebutuhan yang dinyatakan oleh korban
terjadi tanpa disadari oleh korban, sebagai klien untuk menentukan pelayanan
keengganan pihak keluarga korban untuk apa saja yang selanjutnya diberikan. Hal
melaporkan kasus yang terjadi akibat pelaku tersebut dilakukan sebab pelayanan yang
merupakan kerabat korban sehingga kasus diberikan kepada klien harus berdasar atas
yang terjadi diangap sebagai aib keluarga, kebutuhan persetujuan dari klien. Pelayanan
minimnya bukti dan saksi serta sulitnya yang dapat diberikan berupa pendampingan
meminta keterangan dari anak yang menjadi ke kepolisian, pendampingan psikis,
korban sehingga apparat penegak hukum pendampingan fisik berupa visum, maupun
mengalami kesulitan dalam menindaklanjuti pengobatan medis.
kasus tersebut, dan pada beberapa kasus Hasil dari penjangkauan yang
hakim tidak menjatuhkan vonis pidana dilakukan oleh pendamping korban untuk
secara maksimal terhadap pelaku sehingga selanjutnya diserahkan kepada manager
pihak korbandan keluarga merasa tidak kasus sebagai pemegang penuh aduan
mendapatkan keadilan (Aryani, 2016). kasus. Manager kasus dapat menentukan
Plan of Treatment yang beradasar pada
PELAYANAN KORBAN KASUS kebutuhan dan persetujuan klien untuk
KEKERASAN SEKSUAL ANAK DI P2TP2A melanjutkan pada tahap pelayanan
DKI JAKARTA selanjutnya. Manager kasus dapat membuat
Sejalan dengan visi dan misi agenda dengan para profesi terkait seperti
dibentuknya P2TP2A yaitu memberikan konseling psikologis dengan psikologi
pelayanan kepada perempuan dan anak ataupun konsultasi hukum dengan advokat

101
Focus:
Jurnal Pekerjaan Sosial e ISSN: 2620-3367 Vol. 4 No. 1 Hal : 97-105 Juli 2021

yang tersedia di P2TP2A. Jika pelayanan kegiatan yang dilakukan dekat dengan
dirasa sudah memenuhi kebutuhan klien, lingkungan masyarakat sehingga pada saat
maka manager kasus memiliki keputusan pandemi reintegrasi sosial hanya dapat
untuk melakukan terminasi. Terminasi dapat diakses di P2TP2A pusat sebagai upaya
terjadi atas putusan klien maupun putusan mengurangi kontak fisik. Dari pendamping
dari profesi yang terlibat dalam penanganan korban yang berjumlah 22 orang dan
aduan kasus. Pelayanan dapat diberhentikan tersebar disetiap pos pegaduan, saat ini
ketika klien sudah merasa aman dan pendamping korban yang ditugaskan hanya
kebutuhannya sudah terpenuhi ataupun berjumlah 5 orang di tingkat provinsi yang
profesi pemberi layanan merasa bertanggung jawab di 5 kota di DKI Jakarta.
pelayanannya sudah mencukupi kebutuhan Adapun pos pengaduan yang tersebar
klien. Sebelum dilakukannya terminasi, berjumlah 2 di pos pengaduan Jakarta Pusat,
terdapat tahap persiapan pemulangan klien 2 pos pengaduan di Jakarta Utara, 6 pos
korban kekerasan seksual anak dimana pengaduan di Jakarta Barat, 5 pos
lingkungan sekitar klien dipersiapkan untuk pengaduan di Jakarta Timur, dan 4 pos
dapat memberikan rasa aman dan nyaman. pengaduan di Jakarta Selatan. Pada kasus
Hal tersebut dicapai dengan upaya kekerasan seksual anak, tidak setiap kasus
reintegrasi sosial. dilakukan tahap reintegrasi sosial. Tahap ini
dilakukan ketika adanya permintaan serta
REINTEGRASI SOSIAL KORBAN KASUS persetujuan dari klien pada tahap kontrak
KEKERASAN SEKSUAL ANAK DI P2TP2A dilembar pernyataan pemberian pelayanan
DKI JAKARTA selama menjadi klien di P2TP2A.
Reintegrasi sosial yang dilaksanakan Selanjutnya, tahapan reintegrasi
di P2TP2A dilakukan sebelum pemulangan sosial yang dilakukan di P2TP2A DKI Jakarta
klien dan merupakan upaya untuk diawali dengan mendatangi stakeholder
memastikan klien dapat diterima yang berada di masyarakat terdekat klien
dilingkungan rumahnya serta lingkungan seperti RT, RW, maupun tokoh masyarakat.
masyarakat tempat tinggal klien. Reintegrasi Hal ini dilakukan sebab pada fakta di
sosial yang dilakukan pada korban kekerasan lapangan, ketika kasus kekerasan seksual
seksual anak dilakukan sebab lingkungan anak terjadi maka informasi kejadian akan
sangat mempengaruhi dalam proses cepat tersebar di lingkungan terdekat klien.
pemulihan. Sehingga pihak stakeholder sudah
Reintegrasi sosial yang dilakukan di mengetahui lebih dulu mengenai informasi
P2TP2A DKI Jakarta pada faktanya masih kasus yang terjadi. Langkah selanjutnya
berjalan tetapi belum adanya peraturan yang dilakukan ialah rembug warga dan
tertulis sebab masih berada dalam proses hanya melibatkan stakeholder saja dan
pengajuan pada pihak pusat. Reintegrasi diskusi tidak dilakukan secara terbuka sebab
sosial yang dilakukan bersifat pendampingan isu yang ditangani merupakan isu yang
dimana hingga tahun 2019, reintegrasi sosial sensitif sehingga informasi kejadian tidak
dilakukan di setiap pos pengaduan dengan tersebar lebih luas lagi. Kegiatan yang
pendamping korban yang tersebar dilakukan adalah pendamping korban
dibeberapa wilayah tetapi pada tahun 2020- memberikan edukasi mengenai proses yang
2021 sudah tidak berlaku lagi atau dengan dilakukan oleh P2TP2A DKI Jakarta dalam
kata lain pendamping korban tidak melayani menangani masalah klien dan sudah sejauh
reintegrasi sosial di pos pengaduan karena mana pelayanan yang diberikan kepada klien
kondisi pandemi. Hal tersebut dilakukan serta apa yang harus dilakukan oleh pihak
karena reintegrasi sosial merupakan stakeholder sebagai upaya pemulihan klien.

102
Focus:
Jurnal Pekerjaan Sosial e ISSN: 2620-3367 Vol. 4 No. 1 Hal : 97-105 Juli 2021

Hal yang difokuskan dalam edukasi tersebut klien. Selain itu, hambatan lain yang
adalah menguatkan adanya sikap non- dirasakan khususnya dimasa pandemi adalah
judgmental terhadap klien khususnya kasus keterbatasan jumlah pendamping korban
kekerasan seksual anak yang sudah meluas yang saat ini bertugas. Hal ini menjadi salah
dan diketahui banyak pihak. Penyadaran satu hambatan sebab re-integrasi sosial
masyarakat mengenai sikap non- bukan hanya menghubungkan klien dengan
judgemental dibutuhkan sehingga klien masyarakat saja, melainkan diperlukan
dapat hidup dengan aman dan nyaman pendalaman mengenai kasus yang dialami
terlebih lagi di lingkungan terdekat tempat klien. Dengan keterbatasan pendamping
tinggal klien. Pelaku dari kekerasan seksual korban disetiap provinsi, maka pendamping
anak juga tidak dilibatkan dalam proses korban yang bersangkutan memiliki
reintegrasi sosial sebab seringkali korban tanggung jawab pada setiap kasus
mengingat kembali kejadian yang dialami kekerasan seksuak anak yang terjadi di
ketika melihat kehadiran pelaku sehingga wilayahnya.
tokoh yang dilibatkan adalah orang-orang
yang dipercaya dapat melindungi klien dalam KESIMPULAN
proses pemulihan klien.
P2TP2A DKI Jakarta merupakan
Pada pelaksanakan reintegrasi sosial pusat pelayanan yang terintegrasi dalam
kasus kekerasan seksual anak, tidak hanya upaya memberikan pelayanan bagi
pendamping korban yang terlibat melainkan perempuan dan anak korban tindak
melibatkan profesi dibidang lain seperti kekerasan dengan tiga tahapan yaitu
hukum dan psikolog sehingga informasi yang pencatatan, identifikasi, dan intervensi.
diperoleh dapat diintegrasikan. Informasi Setelah intervensi dilakukan dan dianggap
yang disampaikan kepada stakeholder selesai, maka dilanjutkan dengan
pelaksanaan reintegrasi sosial juga pemulangan dan reintegrasi sosial.
menyangkut mengenai informasi apa saja Reintegrasi sosial merupakan upaya
yang sudah disampaikan kepada klien oleh penyatuan kembali klien dengan pihak
setiap profesi yang menangani klien keluarga, keluarga pengganti, atau
bersangkutan. masyarakat yang dapat memberikan
perlindunngan dan pemenuhan bagi klien
Terdapat adanya peluang dan korban kekerasan seksual anak. Reintegrasi
hambatan dari pelaksanaan reintegrasi sosial sosial dilakukan sebelum pemulangan klien
di P2TP2A DKI Jakarta yaitu sebagai dan dilakukan untuk memastikan klien dapat
peluang, terdapat keeratan yang dibangun diterima kembali di lingkungan tempat
dengan tokoh masyarakat berdampak pada tinggalnya. Terdapat perbedaan dalam
terungkapnya kasus lain yang membutuhkan pelaksanaan reintegrasi sosial di P2TP2A
layanan sebab klien pada kondisi tertentu saat pandemi dan sebelum pandemi dimana
enggan untuk melaporkan kasus yang saat pandemi pendamping korban berjumlah
dialami. Sehingga memberikan peluang sangat terbatas dengan 5 orang yang
kepada P2TP2A DKI Jakarta untuk bertanggung jawab di setiap wilayah DKI
mengetahui korban Kasus terhadap Jakarta. Tahapan reintegrasi sosial dimulai
Perempuan dan Kasus terhadap Anak. Disisi dengan mendatangi stakeholder yang
lain, hambatan yang dihadapi yaitu terdapat dianggap dapat melindungi dan memberikan
kemungkinan petugas yang mendatangi rasa aman terhadap klien lalu dilanjutkan
klien bertemu dengan pelaku, sebab sebisa dengan rembug warga. Terdapat peluang
mungkin pelaku tidak menyadari kehadiran serta hambatan yang dihadapi yaitu
petugas yang memberikan layanan terhadap terbangunnya kepercayaan dari tokoh

103
Focus:
Jurnal Pekerjaan Sosial e ISSN: 2620-3367 Vol. 4 No. 1 Hal : 97-105 Juli 2021

masyarakat serta hambatan yang dihadapi Kompas.com. 2020. Kementerian PPPA:


yaitu kemungkinan bertemu dengan pelaku Sejak Januari hingga Juli 2020 ada 2556
kekerasan seksual anak dan keterbatasan Korban kekerasan Seksual. Diperoleh dari
sumber daya manusia saat pandemi. https://nasional.kompas.com/read/2020/08/
24/11125231/kementerian-pppa-sejak-
DAFTAR PUSTAKA januari-hingga-juli-2020-ada-2556-anak-
Afnita, E., Bahri, S., & Rosita, D. (2019). korban. Diperoleh pada 7 Mei 2021.
UPAYA P2TP2A BANDA ACEH DALAM Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
MELAKUKAN PEMBINAAN ANAK KORBAN Perlindungan Anak Republik Indonesia.
KEKERASAN SEKSUAL. JIMBK: Jurnal Ilmiah https://www.kemenpppa.go.id/index.php/p
Mahasiswa Bimbingan & Konseling, 4(4). age/glosary/21/P. Diperoleh pada 7 Mei
Aprilianda, N. (2017). Perlindungan anak 2021.
korban kekerasan seksual melalui Maslihah, Sri. (2006). “Kekerasan Terhadap
pendekatan keadilan restoratif. Arena Anak: Model Transisional dan Dampak
hukum, 10(2), 309-332. Jangka Panjang”. Edukid: Jurnal Pendidikan
Aryani, N. M. (2016). Perlindungan Hukum Anak Usia Dini.I (1).25-33.
terhadap Anak sebagai Korban Kekerasan Muhammad, L. (2019). PERAN PEMBIMBING
Seksual di Provinsi Bali. Kertha KEMASYARAKATAN DALAM MENINGKATKAN
Patrika, 38(1). BIMBINGAN KEMANDIRIAN DI BALAI
Asisah, S. (2017). Eksplorasi Program PEMASYARAKATAN KELAS I JAKARTA
Reintegrasi Sosial pada Warga Binaan di SELATAN. Ristekdik: Jurnal Bimbingan dan
Lembaga Pemasyarakatan Konseling, 4(2), 178-189.
Narkotika. EMPATI: Jurnal Ilmu Primayanti, D. (2019). Proses Reintegrasi
Kesejahteraan Sosial, 6(1), 23-38. Korban Human Trafficking Yayasan Kusuma
Ghony, D., & Almanshur, F. 2012. Metode Bongas di Bongas Indramayu (Doctoral
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz dissertation).
Media. Sari, A. P. (2009). Penyebab Kekerasan
Hanifah, H., Santoso, M. B., & Asiah, D. H. S. Seksual terhadap Anak dan Hubungan
(2019). ANAK SEBAGAI KELOMPOK RENTAN Pelaku dengan Korban. Diunduh dari
YANG TERDAMPAK KONFLIK BERSENJATA http://kompas.com/index.php/read/
DAN SITUASI KEKERASAN LAINNYA. Focus: xml/2009/01/28/
Jurnal Pekerjaan Sosial, 2(1), 97-108. Syahputra, R. (2018). Penanggulangan
Moleong, L. J. 2013. Metode Penelitan Terhadap Tindakan Kekerasan Seksual pada
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Anak Ditinjau dari Undang-Undang
Perlindungan Anak. Lex Crimen, 7(3).
Tamimi, S. F., & Humaedi, S. (2017).
MANAJEMEN KASUS TINDAK KEKERASAN Sugiyono. 2017. Metode Penelitian
ANAK DI PUSAT PELAYANAN TERPADU Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK Alfabeta.
P2TP2A PROVINSI DKI JAKARTA. Prosiding Tower, Cynthia Crosson. (2002).
Penelitian dan Pengabdian kepada Understanding Child Abuse and Neglect.
Masyarakat, 4(1), 115-120. Boston: Allyn & Bacon

104
Focus:
Jurnal Pekerjaan Sosial e ISSN: 2620-3367 Vol. 4 No. 1 Hal : 97-105 Juli 2021

Yuniningsih, T., & Dwimawanti, I. H. (2021).


Peran Stakeholder Dalam Upaya Reintegrasi
Sosial Kasus Kekerasan Pada Anak di Kota
Semarang. Jurnal Ilmu Administrasi Negara
ASIAN (Asosiasi Ilmuwan Administrasi
Negara), 9(1), 249-260.
Yusuf, A. M. 2014. Kuantitatif, Kualitatif, dan
Penelitian Gabungan. Jakarta: Prenadamedia
Group.

105

Anda mungkin juga menyukai