Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

adalah perairan laut, oleh karna itu Indonesia dikenal sebagai Negara Maritim.

Perairan laut di Indonesia kaya akan keanekaragaman tumbuhan laut seperti, padang

lamun, rumput laut, dan jenis tumnuhan laut lainnya.

Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial umtuk dimanfaatkan adalah

rumput laut, dimana secara ekologis rumput laut mempunyai fungsi penting. Di

perairan laut yang telah dimanfaatkan masyarakat Indonesia sebagai mata pencarian,

rumput laut merupakan salah satu komoditas sumber daya laut yang memberi nilai

ekonomis yang tinggidan mudah dibudidayakan.

Eucheuma cottonii atau kappaphycus alvarizi adalah salah satu jenis jenis

rumput laut yang banyak dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya di berbagai Negara

Asia termasuk Indonesia. Indonesia telah meningkatkan produksi rumput laut jenis

dari 25.000 ton pada tahun 2001 menjadi 55.000 ton pada tahun 2004 dan

diperikirakan 80.000 ton pada tahun 2005 (Mc.Hugh, 2006). Echeuma merupakan

karagenan jenis kappa. Karagenan yang dihasilkan oleh teksti, cat dan meteri dasar

dari aromatic diffuser (Chapman dan Chapman dalam Aslan,1991).


Faktor utama keberhasilan kegiatan rumput laut adalah pemilihan lokasi tepat.

Penentuan budidaya rumput laut dan kondisi perairan harus disesuaikan dengan

metode budidaya yang akan kita gunakan. Tumbuhan laut termasuk makroalga atau

rumput laut berinteraksi dengan lingkungan fisika kimianya. Di antara faktor

lingkungan tersebut adalah ketersediaan cahaya, suhu, salinitas, arus dan ketersediaan

nutrien (Lobban and Harrison, 1997). Oleh karena itu faktor fisika kimia perairan

menjadi salah satu penentu keberhasilan budidaya rumput laut. Parameter lingkungan

yang menjadi penentu lokasi yang tepat untuk budidaya rumput laut adalah kondisi

lingkungan fisika yang meliputi kedalaman, kecerahan,suhu, kecepatan arus, Muatan

Padatan Tersuspensi (MPT) atau Total Suspended Solid (TSS), dan lingkungan kimia

yang meliputi salinitas, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut, nitrat dan fosfat.

Pulau Mantang, Kecematan Mantang, Kabupaten Bintan memiliki sumber daya

pesisir yang cukup luas dan sangan potensi serta akses yang cukup terhadap tahapan

pembangunan. Dalam kenyataan wilayah pesisir secara dinamis memerlukan suatu

pengelolaha secara khusus yang dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan

sekaligus memperlihatkan potensi dan kemampuan lingkungan sebagai ekosistem

berkelanjutan.

Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut oleh masyarakat yang berada di Pulau

Mantang, saat ini masih sangat sederhana dan bersekala kecil, sehingga menyebabkan

pemanfaatan sumber daya perairan yang baik pada suatu daerah, dilihat dari

sumberdaya perairannya cukup bagus bila dikelolah dengan baik, hal tersebut sangat
mendukung pengelolaan potensi di bidang kelautan, salah satu potensinya yaitu

budidaya rumput laut.

Untuk membuat suatu alternative pemecehan masalah pada skripsi ini disini

dibuatlah sistem pendukung keputusan multikriteria, karna proses pembudidayaan

rumput laut ini menggunakan beberapa kriteria. Sistem pendukung keputusan (SPK)

secara umum didefinisikan sebagai sebuah sistem yang mampu memberikan

kemampuan baik kemampuan pemecahan masalah maupun kemampuan

pengkomunikasian untuk semi-tersetruktur. Menurut Permana (Herman Julius, 2005)

bahwa sistem pendukung keputusan didefinisikan sebagai sebuah sistem yang

mendukung kerja seorang menejer maupun sekelompok manerjer dalam memecahkan

masalah dengan cara memberikan informasi maupun usulan menuju pada keputusan

tertentu.

Sistem pendukung keputusan mulitikriteria ini bias menggunakan berbagai

mecam metode, yaitu Simple Weighting Addtive Weighting Method (SAW), Weight

Product (WP), Elimanition and Choice Translation Reality (ELECTRE), Technique

for Order Preference by Similarity to Ideal Solusion (TOPSIS), Preference Ranking

Organization Method For Enrichment Evalution (PROMETHEE), dan Analitiv

Hierarchy Process (AHP). Sudah banyak yang membangun sistem pendukung

keputusan multikriteria dengan metode-metode tersebut. Setelah mencari dan

melakukan perbandingan dengan melakukan studi literature dari beberapa metode

tersebut, maka sistem pendukung keputusan yang akan dibangun ini menggunakan

metode ELECTRE dan PROMETHEE.


Metode ELECTRE dan PROMETHEE digunakan pada proses budidaya rumput

laut, karna pada metode ELECTRE dan PROMETHEE pengambilan keputusan

menentukkan skala atau bobot kriteria memiliki batasan dengan nilai kriteria yang

sudah ditentukan.

Dalam penelitian ini diterapkan dengan metode ELECTRE dan PROMETHEE

untuk melakukan perhitungan dengan melaui sistem yang akan dibuat, maka penulis

mengangkat tema penelitian yaitu “Sistem Pengambilaan Keputusan Untuk

Penetuan Lokasi Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Electre dan

Promethee ”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian

adalah bagaimana membangun sebuah sistem penentuan lokasi budidaya rumput laut

dengan Metode ELECTRE dan PROMETHEE.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan aplikasi sistem penentuan lokasi budidaya rumput laut

dengan metode ELECTRE dan PROMETHEE.

2. Menerapkan metode ELECTRE dan PROMETHEE dalam proses

perhitungan untuk menentukan lokasi yang baik dengan variable yang

sudah ditentukan.
1.4 Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian , maka batasan masalah

dalam tugas akhir ini adalah :

1. Sistem hanya menginput beberapan variabel penetuan lokasi rumput laut

yang sudah dilakukan oleh peneltian sebelumnya, yaitu kondisi lingkungan

fisika yang meliputi Keterlindungan, Faktor Pembatas, kedalaman,

kecerahan, suhu, dan lingkungan kimia yang meliputi salinitas, derajat

keasaman (pH), Oksigen terlarut (DO), dan subtrat

2. Data yang digunakan adalah data hasil penelitian oleh Mahasiwa Fakultas

Kelautan tahun 2012-2013.

1.5 Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan melakukan penelitian ini dapat diambil beberapa manfaat

sebagai berikut :

1. Dapat membantu dalam menentukan lokasi budidayaan rumput laut agar

lebih efisien dangan metode ELECTRE dan PROMETHEE.

2. Mempemudah pembudidayaan rumput laut agar lebih hati-hati dalam

pemilihan lokasi untuk pembudidayaan rumput laut.


1.6 SistematikaPenulisan

Penulisan TA ini akan lebih baik sempurna jijka sistematika penulisanya

selanjutnya disusun sebagai barikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi mengenain latar belakang pemilihan judul “ Sistem

Pengambilan keputusan untuk mementukan lokasi budi daya rumput laut

dengan metode electre dan promoethee “, rumusan masalah, tujuan

penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II KAJIAN LITERATUR

Bab ini memaparkan hasil kajian literatur yang barupa kajian terdahulu

dan peneliti yang memberikan ide-ide dari penelitian yang dilakukan,

serta dijelaskan juga landasan teori dalam penyusuna penelitian.

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Bab metodelogi penelitian ini menjelaskan tentang objek penelitian,

metode pengumpulan data, alat dan bahan penelitian, model

pengembangan sistem yang digunakan dalam penyelesaian masalah

penelitian.

BAB IV PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI

Bab ini menejelaskan perancangan dan pengelolahan data dari aplikasi

yang dibuat secara umum sampai pada implementasinya.


BAB V ANALISA PEMBAHASAN

Jika hasildata telah dilakukan, maka data tersebut akan dibahas untuk

menghasilkan tujuan yang diharapkan.

BAB VI PENUTUP

Pada bab ini berisi kesimpulan isi dari keseluruhan uraian bab-bab

sebelumnya, dan saran-saran dari hasil diperoleh dan diharapkan dapat

bermanfaat dalam pengembangan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Pada bagian ini berisi sumber-sumber yang digunakan sebagai

pendukung pada tugas akhir ini.

LAMPIRAN

Pada bagian ini berisi lampiran-lampiran terdapat pada tugas akhri ini.
BAB II

KAJIAN LITERATUR

2.1 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa

hasil penelitian terdahulu antara lain:

J. P. Brans And Ph. Vincke, 1985 A Preference Ranking Organisation Method

The Promethee Prinsip Untuk Keluarga Baru Dari Metode Outranking Diberikan.

Tujuan Utama Yang Diusulkan Pendekatan Promethee Harus Mudah Dipahami

Mungkin Oleh Pembuat Keputusan. Itu Adalah Berdasarkan Ekstensi Dari Gagasan

Kriteria. Enam Kemungkinan Ekstensi Dianggap. Ini Ekstensi Dapat Dengan Mudah

Diidentifikasi Oleh Pengambil Keputusan Karena Parameter Yang Didefinisikan

(Paling Banyak 2) Memiliki Makna Ekonomi. Sebuah Outranking Grafik Dihargai

Dibangun Dengan Menggunakan Indeks Preferensi. Dua Kemungkinan Dianggap

Untuk Memecahkan Masalah Dengan Menggunakan Peringkat Ini Grafik Dihargai.

Promethee I Menyediakan Preorder Parsial Dan Promethee Ii Total Preorder Pada Set

Tindakan Yang Mungkin.

Anita Devi Setiyawati, 2010 Metode Eelctre ini dapat digunakan dalamsistem

pendukung keputusan pembelian barang, ada beberapa kriteria yang digunakan oleh

Danco Variasi. Kriteria tersebut antara lain, jumlah penjualan barang pada proide
sebelumnya dan laba yang didapat dari penjualan tersebut, ketersedian stok barang di

gudang, besarnya modal yang dialokasikan untuk melakukan pembelian. Untuk

mengatasi permasalahan yang dihadapi tersebut, maka perlu dibuat suatu aplikasi

yang dapat membantu Danco Variasi dalam menentukan prioritas pembelian atau

pemesanan barang, sehingga Danco Variasi dapat melakukan pembelian barang

sesuai kebutuhan.

Dony Novaliendry, 2009 Sekolah Manajement Informatikan Komputer

(STMIK) Indonesia Padang adalah perguruan tinggi yang mengalami perkembangan

jumlah total mahasiswa yang signitifkan. Sabagai contoh, pada tahun 2001, jumlah

mahasiswa adalah 250 orang, sedangkan pada tahun 2002, jumlah mahasiswa adalah

650 orang. Dengan kondisi seperti ini para pengelolah STMIK Indonesia memerlukan

suatu sistem untuk menetukan jenis media promosi yang memang sesuai dan layak

untuk digunakan. Sistem tersebut diharapkan dapat digunakan untuk membantu

manajement tingkat atas dalam memilih jenis media promosi yang tepat digunakan

dan memiliki nilai manfaat yang lebih dari lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk

membuat suatu aplikasi Sistem Pendukung Keputusan dalam proses penetuan media

promosi di Sekolah Tinggi Manajement Informatikan (STMIK) Indonesia Padang

dengan menggunakan metode Promethee. Sistem ini diharapkan dapat membantu

pihak manajemnet tingakt atas dalam pengambilan keputusan untuk menentukan

media promosi yang akan digunakan berkaitan dengan peneriamaan mahasiswa baru.
2.2 Landasan Teori

2.2.1 Sistem Pendukung Keputusan

Menurut little Sistem Pendukung Keputusan atau Decision Support System

(DSS) adalah suatu sistem informasi berbasis komputer yang menghasilkan berbagai

alternative keputusan untuk membantu menejement dalam menangani berbagai

permasalahaan yang terstruktur ataupun tidak terstruktur dangan mengunakan dan

dan model. Kata berbasis komputer merupakan kata kunci, karna hampir tidak

mungkin membangun SPK tanpa memanfaatkan komputer sebagai alat bantu,

terutama untuk menyimpan data serta mengelolah model (Daihani, 2001).

Ada dasarnya Sistem Pendukung Keputusan ini merupakan pengembangan

lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi yang dirancang

sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan pemakaiannya. Sifat interaktif ini

dimaksudkan untuk memudahkan intergrasi antara berbagai komponen dalam proses

pengambilan keputusan seperti prosedur, kebijakan, teknik analisis, serta pengalaman

dan wawasan manajerial guna membentuk suatu kerangka keputusan yang bersifat

fleksibel (Suryadi, 1998).

 Ciri-ciri Decision Support System (DSS)

Menurut (Kosasi, 2002) adapun ciri-ciri sebuah DSS seperti yang ditrumuskan

oleh Alters Keen adalah sebagai berikut:

1. DSS ditujukan untuk membantu pengambilan keputusan-keputusan yang

kurang terstruktur dan umumnya dihadapi ileh para manajer yang berada di

tingkat puncak.
2. DSS merupakan gabungan antara kumpulna model kualitatif dan kumpulan

data.

3. DSS memiliki fasilitas interaktif yang dapat mempermudah hubungan

antara manusia dengan komputer.

4. DSS bersifat luwes dan dapat menyelesaikan dengan perubahan-perubahan

yang terjadi.

 Karakteristik, Kemampuan dan Keterbatasan SPK

Banyakanya definisi yang dikemukann mengenai pengertian dan penerapan dari

sebuah DSS atau SPK, sehingga menyebabkan terdapat banyak sekali pandangan

mengenai sistem tersebut. Terdapat sejumlah karakteristik dan kamampuan (Kosasi,

2002) yaitu:

Karakteristik DSS

1. Mendukung seluruh kegiatan organisasi.

2. Mendukung beberapa keputusan yang saling berintaksi.

3. Dapat digunakan berulang kali.

4. Terdapat dua komponen utama, yaitu data dan model.

5. Menggunakan data eksternal dan internal.

Kemampuan DSS

1. Menunjang pembuatan keputusan manajemen dalam mengenai masalah semi

terstruktur dan tidak terstruktur.

2. Membantu menejer berbagai tingkatan mulai dari manajemen tingkat atas

sampai manajemen tingkat bawah.


3. Menunjang pembuatan keputusan secara kelompok maupun perorangan.

4. Menunjang pembuatan keputusan yang saling bergantungan dan berurutan.

5. Menunjang tahap-tahap pembuatan keputusan antra lain intelligensi, desain,

choice, implementation.

6. Menunjang berbagai bentuk proses pembuatan keputusan dan jenis

keputusan.

7. Kemampuan untuk melakukan adaptasi setiap saat dan bersifat fleksibel.

8. Kemudahan melakukan interaksi sistem.

9. Mudah dikembangakan oleh pemakai.

10. Kemampuan melakukan pengaksesan berbagai sumber dan format data.

Di samping berbagai karakteristik dan kemampuan seperti dikemukakan di atas ,

SPK juga memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya adalah (Daihani, 2001) yaitu:

1. Ada beberapa kemampuan manajemen dan bakat manusia yang tidak dapat

dimodelkan.

2. Kemapuan suatu SPK terbatas pada pembedaharaan pengetahuan yang

dimilikinya (pengetahuan dasar serta model dasar).

3. Proses-proses yang dapat dilakukan oleh SPK biasanya tergantung juga

pada kemampuan perangkat lunak dan digunakannya.

4. SPK tidak memiliki kemapuan yang dimiliki oleh manusia, karna walau

bagaimananpun canggihnya suatu SPK, hanyalah suatu kumpulan

perangkat keras, perangakat lunak dan sistem oprasi yan tidak dilengkapi

dengan kemampuan berpikir.


 Komponen-komponen Sistem Pendukung Keputusan

Sistem pendukung Keputusan terdiri dari tiga komponen utama atau subsistem

(Daihani, 2001) yaitu:

1. Subsistem data (Data Subsystem)

Subsistem data merupakan komponen SPK penyesia data bagi sistem.

Data dimaksud dismpan dalam database yang diorganisasikan oleh suatu

sistem dengan sistem manajemen pangkalan data (database management

System/ DBMS). Melalui pangkalan data inilah dapat diambil dan diekstrasi

dengan cepat.

2. Subsistem Model (Model Subsystem)

Model merupakan peniruan dari alam nyata. Hal ini yang perlu

diperhatikan adalah pada setiap model yang disimpan hendaknya ditambahkan

rincian keterangan dan penjelasan yang komprehensif mengenai model yang

dibuat, sehingga penggunsa atau perancang :

a. Mampu mebuat model yang baru secara mudah dan cepat

b. Mampu mengakses dan mengeintrasikan subrutin model

c. Mampu menghubungkan model dengan yang lain melalui pangglan data

d. Mampu mengolah model base dengan fungsi manajemen yang analog

dengan manajemen database (seperti mekanisme untuk menyimpan,

membuat dialog, menghubungkan, dan mengakses model).


3. Subsistem Dialog (User system Interface)

Keunikan lain dari SPK adalah adanya fasilitas yang mampu

mengintegrasiakan sistem terpasang dangan penguna secara interaktif.

Melalui subsistem dialog inilah sistem diartikulasikan dan

diimplementasikan sehingga pengguna dapat berkomunikasi dengan sistem

yang dirancang. Fasilitas yang dimiliki oleh subsistem ini dapat dibagi

menjadi tiga komponen (Daihani, 2001) yaitu:

a. Bahasa aktif (Action Language), perangkat yang digunakan untuk

berkomunikasi dengan sistem, seperti keyboard, joystick, panel-panel

sentuh lain, perintah suara key funcation lainya.

b. Bahasa tampilan (presentation language). Perangkat yang digunakan

sebagai sarana untuk menampilkan sesuatu, seperti printer, grafik display,

plotter, dan lainnya.

c. Basis pengetahuan (Knowladge Base) perangkat yang harus diketahui

pengguna agar pemakain sistem bias efektif.

 Tahapan Proses Pengambilan Keputusan

Menurut Simon ada 4 tahap yang harus dilalui dalam proses pengambilan

keputusan(Daihani, 2001) yaitu:

1. Penelusuran (Intellingence)

Tahap ini merupakan tahap pendefinisian masalah serta identifikasi

informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi

serta keputusan yang akan diambil.


2. Perancangan (design)

Tahap ini merupakan tahap analisa dalam kaitan mencari atau merumuskan

alternatif-alternatif pemecahan masalah.

3. Pemilihan (choise)

Yaitu memilih alternatif solusi yang diperkirakan paling sesuai.

4. Implementasi (implementation)

Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil.

2.2.2 Multi Creteria Decision Making (MCDM)

Menurut Nacthnebel oleh Ziller (2008 : 1), MCDM bertujuan memilih

alternatif terbaik dari suatu set alternatif yang harus memenuhi beberapa kriteria.

Serta sebagaimana yang dikemukan Howard oleh Ziller (2008 :1) MCDM sebagai

produser sistematis untuk mengubah suatu keputusan masalah kompleks dengan

urutan langkah-langkah tertentu yang dapat membantu pengambilan keputusan dalam

sebuah keputusan rasional.

MCDM mwemiliki beberapa proses, Jung oleh Ziller (2008 :1), mengusulkan

proses sebagai berikut :

1. Membangun model untuk menjelaskan sistem terdtruktur, komponen, dan

interaksi antar kriteria.

2. Definisi tujuan.

3. Soesifikasi kriteria yang relavan untuk mengindetifikasikan tujuan diingikan

dan tidak diingikan.


4. Meciptakan dan mengindentifikasi alternative yang mungkin.

5. Mencoba alternative pilihan yang ada, apakah sudah mampu memenuhi

tujuan yang akan dicapai.

6. Menganalisa dampak alternative pilihan yang ada.

7. Menimbang dan mengurutkan dari alternatif pilihan dengan preferensi

pengambilan keputusan.

2.2.3 Elimanation and Choise Expressing Reality (ELECTRE)

Menurut Janko dan Bernoider (2005 :11), electre merupakan salah satu metode

pengambilan multikriteria berdasarkan pada konsep outranking dengan mengunakan

perbandingsn berpasang dari alternatif-alternatif berdasakan setiap kriteria yang

sesuai.

Metode electre digunakan pada kondisi dimana alternative yang kurang sesuai

dengan kriteria dieleminasi, dan alternatif yang sesuai dapat dihasilkan. Dengan kata

lain, electre digunakan untuk kasus-kasus dengan alternatif namun hanya sedikit

kriteria yang dilibatkan.

Suatu alternatif dikatakan mendominasi alternatif dikatakan mendominasi

alternatif yang lainnya jika satu atau lebih kriterianya melebihi (dibandingkan dengan

kreteria dari alternative yang lain ) dan sama dengan kriteria dan alternatif lain yang

tersisa (Kusumadewi dkk, 2006).


Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyelesain masalah menggunakan

metode electre adalah sebagai berikut :

1. Normalisasi matrik keputusan.

Dalam prosedur ini, setiap atribut diubah menjadi nilai yang comparable.

Setiap normalisasi dari nilai dapat dilakukan dengan Rumus:

xij
¿ , untuk i=1,2,3 , … mdan j=1,2,3..
n
……………………(1)
√ ∑,
i=1

Sehingga didapat matriks R hasil normalisasi,

r 11 r 12 ⋯ r 12

[ ]
R= r 12 r 22 ⋯ r 12 ………………………………………(2)
r m 1 r m 2 … r mn

R adalah matriks yang telah dinormalisasi, dimana m menyatakan

alternatif, n menyatakan kriteria dan adalah normalisasi pengukuran

pilihan dari alternatif ke-i dalam hubungannya dengan kriteria ke-j.

2. Pembobotan pada matrik yang telah dinormalisasi.

Setelah di normalisasi, setiap kolom dari matrik R dikalikan dengan

bobot-bobot (wj) yang ditentukan oleh pembuat keputusan. Sehingga,

weighted normalized matrix adalah V=RW yang ditulis dalam Rumus ini:
v11 v12 … v1n w1r11 W2r12 … Wnr1n

v22 … W2r22 … Wnr2n


V v21 r2n = RW= w1r21
= … …
vm1 vm2 … vmn W1rm1 W2rm2 … Wnrmn

Dimana W adalah

w1 0 0 0

w1 … n
W = v21 r2n =dan ∑ ¿1…………………………………….(3)
… w
0 0 0 w1

3. Menentukan concordance dan discordance set.

Untuk setiap pasang dari alternatif k dan l ( k,l = 1,2,3,…,m dan k≠ l )

kumpulan kriteria J dibagi menjadi dua subsets, yaitu concordance dan

discordance

Bilamana sebuah kriteria dalam suatu termasuk concordance rumus adalah :

Ckl = { j, ykj≥ ylj }, untuk j = 1,2,3,…,n

Sebaliknya, komplementer dari subset ini adalah discordance rumus yaitu bila

Dkl = { j, ykj < ylj }, untuk j = 1,2,3,…,n

4. Hitung matriks concordance dan discordance.


a. Concordance

Untuk menentukan nilai dari elemenelemen pada matriks

concordance adalah dengan menjumlahkan bobotbobot yang termasuk

dalam subset concordance, secara matematisnya



adalah pada Rumus: Ckl=∑ Wj
jcw

Sehingga matrik concordance yang dihasilkan adalah :

- c12 c13 … C1n

- … … c2n
C c21
= … …………………………………………..(4)
cm1 cm2 cm3 … -

b. Discordance

Untuk menentukan nilai dari elemenelemen pada matriks discordance

adalah dengan membagi maksimum selisih nilai kriteria yang termasuk

dalam subset discordance dengan maksimum selisih nilai seluruh kriteria

yang ada, secara matematisnya adalah rumus :

dkl= max {[vmn-vmn-1n)}; m, n €Dkl


dkl= …………………………………………..(5)
max {[vmn-vmn-1n)}; m, n =1, 2, 3…

Sehingga diperoleh matrik discordance :


- d12 d13 … d1m

- d23 … d2m
D = d21 …………………………………………..(6)

dm1 dm2 dm3 … -

5. Menentukan matrik dominan concordance dan discordance.

a. Concordance

Matrik dominan concordance dapat dibangun dengan bantuan nilai

threshold, yaitu dengan membandingkan setiap nilai elemen matriks

concordance dengan nilai threshold.

Dengan nilai threshold rumus adalah :

m m

Nilai threshold (C )
∑ ¿ 1 ∑ ¿ 1 Ckl …………………………………………..(7)
k k
¿
m ( m−1 )

dan nilai setiap elemen matriks F sebagai matriks dominan concordance


ditentukan sbb :

Fkl= 1 , jika Ckl ≥ c

0 , jika Ckl < c

b. Discordance
Untuk membangun matriks dominan discordance juga menggunakan

bantuan nilai threshold rumus yaitu :

m m

∑ ¿ 1 ∑ ¿ 1 Dkl …………………………………………..(8)
Nilai threshold ( D) k k
¿
m ( m−1 )

Dan nilai setiap elemen untuk matriks G sebagai matriks dominan

discordance ditentukan sebagai berikut :

Fkl= 1 , jika Dkl ≥ d

0 , jika Dkl < d

6. Menentukan aggregate dominance matrix.

Langkah selanjutnya adalah menentukan aggregate dominance matrix

sebagai matriks E, yang setiap elemennya merupakan perkalian antara

elemen matriks F dengan elemen matriks G rumus sebagai berikut :

ekl = f kl - g kl
…………………………………………..(9)

7. Eliminasi alternatif yang less favourable.

Matriks E memberikan urutan pilihan dari setiap alternatif, yaitu bila ekl

= 1 maka alternatif Ak merupakan pilihan yang lebih baik daripada Al.

Sehingga baris dalam matriks E yang memiliki jumlah ekl = 1 paling

sedikit dapat dieliminasi. Dengan demikian alternatif terbaik adalah yang

mendominasi alternatif lainnya.


2.2.4 Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evalution

(PROMETHEE)

Promethee adalah suatu metode penentuan urutan (prioritas) dalam analisis

multikriteria. Masalah pokoknya adalah kesederhanaan, kejelasan, dan kestabilan.

Dugaan dari dominasasi kriteria yang digunakan dalam Promethee adalah

penggunaan nilai dalam hubungan outrangking. Semua parameter yang dinyatakan

mempunyai pengaruh nyata menurut pandangan ekonomi (Brans et. al, 1986).

Promethee menyediakan kepada user untuk menggunakan data secara langsung

dalam bentuk tabel multikriteria sederhana. Promethee mempunyai kemampuan

untuk menangani banyak perbandingan, pengambil keputusan hanya mendefenisikan

skala ukurannya sendiri tanpa batasan, untuk mengindikasi prioritasnya dan

preferensi untuk setiap riteria dengan memusatkan pada nilai (value), tanpa

memikirkan tentang metode perhitungannya.

Metode Promethee menggunakan kriteria dan bobot dari masing-masing

kriteria yang kemudian diolah untuk menentukan pemilihan alernatif lapangan, yang

hasilnya berurutan berdasarkan prioritasnya. Penggunaan metode Promethee dapat

dijadikan metode untuk di bidang pemasaran, sumber daya manusia, pemilihan

lokasi, atau bidang lain yang berrhubungan dengan pemilihan alternatif.


Fungsi Preferensi

Dalam promethee disajikan enam bentuk fungsi preferensi kriteria. Hal ini tentu

saja tidak mutlak, tetapi bentuk ini cukup baik untuk beberapa kasus. Untuk

memberikan gambaran yang lebih baik terhadap area yang tidak sama, digunakan

fungsi selisih nilai kriteria antara alternative H(d) dimana hal ini mempunyai

hubungan langsung pada fungsi preferensi P.

Tipe Preferensi Kriteria kriteria


1. KriteriaUmum H (d)
-
(usual criterion)

d
0
2. Kriteria Quasi H (d)
q

d
-q 0
3. Kriteria Linier p
H (d)
1

d
-q 0
4. Kriteria Level q,p
H (d)
1
1/2

d
-p -q 0 q p
0
5. Kriteria Linier q,p
H (d)
dangan area yang 1
berbeda

d
-q 0
6. Kriteria Gaussian H(d) -
1

H (d)
0

Penetuan Leaving Flow, Entring Flow, dan Net Flow

Leaving flow adalah jumlah nilai garis lengkung yang memiliki arah menjauh

dari simpul a dan ini merupakan karakter pengukuran outranking Penentuan setiap

simpul dalam grafik nilai outranking adalah berdasarkan leaving flow, dengan

menggunakan Persamaan
1
+¿ ( a) = ∑ φ(a , x)¿
n−1 x∈ A ……………………………………………(1)

Dimana:

(a, x) = menunjukkan preferensi alternatif a lebih baik dari x.

N = jumlah nilai

Secara simetris dapat ditentukan entering flow dengan menggunakan Persamaan

1
ø (a)= ∑ φ( a , x ) ……………………………………………...(2)
n−1 x∈ A

Sehingga pertimbangan penentuan net flow diperoleh dengan menggunakan

Persamaan
−¿(a )¿

ø=∅+¿ (a )−∅ ……………………………………………………(3)


¿

2.3 Budidaya Rumput Laut

Rumput laut Eucheuma adalah penghasil yang baik dan bermutu dibandingkan

dengan jenis-jenis lainnya ( Mubarak 1978; dan Mubarak Wahyuni 1981). Jenis ini

telah dikenal msyrakat Kepulauan Riau dan panen alam telah lama dilakukan

(Sudrajat, 1986) dan produk bentuk kering di ekspor ke luar negeri. Karna kegiatan in

tidak menjamin produksi secara terus menerus maka kegiatan penanamanya telah

dirintis sejak akhir tahun 1990-an, dan tetapi hasilnya ,masih belum

menggembirakan.di samping itu , karna kebutuhan terus meningkat maka kegiatan

budidaya terus dilakukan (Doty 1973; Mubarak dan Wahyuni 1981).

Menurut (Aslan, 2006 dalam Farid A, 2008), budidaya rumput laut untuk jenis

Eucheuma Cottoni mempunyai syarat substrat yang stabil dangan dasar perairan
kuran karang kasar dan pasir,dan pasir berlumpur, dan terlindungi dari ombak yang

kuat serta umumnya didaerah terumbu karang.

Oleh karna itu lokasi dan teknik budidayanya masih merupakan hal yang harus

dikembangkan,. Salah satunya adalah dangan menggunakan metode lepas dasar.

Metode ini pada umumnya dilakukan pada lokasi yang memiliki subtract dasar

karang berpasir dengan pecahan karang. Jenis Eucheuma Cottoni dan Gracilaria

dapat ditanam.

Syarat lokasi budidaya untuk setiap jenis rumput laut berbeda karna, ketika kita

memilih lokasi budidaya harus memperhatikan syarat hidup rumput laut yang akan

dibudidayakan. Contohnya, lokasi untuk budidaya rumput laut ialah sebagai berikut:

1. Lokasi harus bebas dari pengaruh angin topan dan pencemaran ( dari

industry atau rumah tangga).

2. Tidak mengalami fluktuasi salinitas yang besar

3. Harus mengandung makananuntuk pertumbuhan rumput laut

4. Mudah dijangkau oleh sumber tenaga kerja

Faktor lain yang harus diperhatikan adalah salinitas, temparattur, organisme,

penggangu, pencemaran dan alur pelayaran. Lokasi yang dekat dengan muara sungai

sebaiknya tidak dipilih karna suplay air tawar dapat merusak tanaman dan endapan

(lumpur) serat dapat menutupi permukaan talus tanaman.


Ada beberapa parameter yang dapat menetukan lokasi-lokasi budidaya yang

baik yaitu:

1. Keterlindungan

Bagi budidaya rumput laut diperlukan tempat yang cukup terlindung dari

tiuopan angin dan ombak yang kuat

2. Faktor Pembatas

Faktor pembatas ialah faktor yang ditemukan dalam penelitian yang

menyebabkan suatu lokasi tidak dapat dijadikan pembudidayaan beberapa

faktor yaitu jalur pelayaran, bangunan air, pelabuhan, buangan limbah.

3. Suhu

Suhu air yang optimal untuk proses fotosintesis Eucheuma terjadi pada

intensitas cahaya yang tinggi dengan suhu berksar 20-28 0C. (Mubarak et al,1990).

Suhu perairan yang baik untuk kehidupan rumput laut 29,5-30,4 0C (Farid A, 2008).

Menurut (DKP, 2006) suhu yang baik untuk kehidupan rumput laut berkisar 20-26.

4. Kecerahan

Semakin tinggi kecerahan suatu perairan maka semakin dalam dayatembus

cahaya metahari ke suatu perairan. Hal ini mengakibatkan lapisan produktif lebih

tebal dan produktivitas primer semakin tinggi. Tampakan (jarak pandang kedalaman)

dengan alat sechidisk mencapai 2-5 meter. Kondisi ini dibutuhkan agar cahaya

matahari dapat mencapai tanaman untuk peruses fotosintesis. (Anggadiredja, 2009).

Kecerahan perairan untuk kehidupan rumout laut 100cm, ( Farid A, 2008). Menurut
(DKP,2006) kecerahan yang baik untuk kehidupan rumput laut berkisar antara 2-5

meter.

5. Kedalaman

Lokasi budidaya rumput laut yang cocok dengan kedalaman air pada saat surut

terendah minimal 0,40 meter sampai kedalaman dimana sinar matahari masih dapat

mencapai tanaman dan petani mampu melakukan kegiatan. Metode budidaya yang

akan digunakan akan sangat ditentukan oleh kedalaman air dilokasi budidaya.

(Anggadiredja, 2009). Kedalaman yang baik untuk kelangsungan hiduprumput laut

berkisar antara 1,28-1,46 meter (Farid A, 2008), menurut (DKP, 2006) kedalaman

yang baik untuk kehidupan rumput laut berkisar antara 0,3-0,6 meter, pada waktu

surut terendah untuk metode lepas dasar berkisar 2-15.

6. Salinitas

Salinitas (kandiungan garam NaCI dalam air) untuk pertumbuhan rumput laut

Eucheuma sp yang optmal berkoisar antara 28-34 ppt. Oleh karna itu, lokasi budidaya

diusahakan yang jauh dari sumber air tawar seperti dakat muara sungai karna dapat

menurunkan salinitas air (Mubarak 1990). Menurut (Aziz 1992, dalam Farid A,

2008), salinitas perairan yang cukup baik bagi kehidupan rumput laut perairan

Indonesia adalah 18-35%. Salinitas perairan untuk kehidupan rumput laut berkisar
0/00
32,2-32,6 (Farid A, 2008). Menurut (DKP, 2006) salinitas yang baik untuk

kehidupan rumput laut berkisar antara 28-35 ppt.


7. Derajat Keasaman (pH)

Lokasi yang dipilih sebaiknya memiliki pH 7,3 – 8,2. Ketika air laut surut,

lokasi tersebut masih digenangi air sedalam 30 – 60 cm sehingga penyerapan

makanan dapat berlangsung terus dan tanaman terhindar dari keruskaan akibat sinar

matahari. ( Taurino, Herti dan Lusi, 2006). Menurut ( Zantika dan Angkasa 1994,

dalam Farid A, 2008), derajat keasaman bagi rumput laut yang banyak ditanam

dikepulauan Seribu berkisar antara 7 – 9, sedangkan untuk jenis Eucheuma Cottonni

adalah7,3 – 8,2, hal ini mendorong proses-proses pembokaran bahan organic dalam

air menjadi mineral yang dapat di asimilasikan oleh tumbuhna. pH perairan yang

baik untuk kehidupan rumput laut berkisar 7,3 - 7,4 (Farid A, 2008).

8. Oksigen Terlarut (DO)

Menurut Dapartemen Pertanian (1998) faktor yang perlu diperhatikan atau

pertimbangkan dalam pemeliharaan rumput laut adalah oksigen terlarut berkisar

3 – 8 mg/1. (Lamidi, 1991), oksigen terlarut yang optimum untuk budidaya rumpout

laut berkisar antara 6,19 – 7,19 ppm.

9. Subtrat

Menurut (Aslan, 2006) budidaya rumput laut untuk jenis Eucheuma Cottonni

mempunyai syarat subtrat yang stabil dengan dasar perairan karang kasar dan pasir,

dan pasirberlumpur, dan terlindung dari ombak yang kuat serta umumnya didaerah

terumbu karang.
2.4 Analisis Spesial

Penentuan pembobotan dan skoring dilakukan untuk memberikan nilai pada

kriteria yang mendukung pada kegiatan budidaya. Penentuan bobot tiap-tiap kriteria

didasarkan pertimbangan kepada seberapa besar kontribusi masing-masing kriteria

terhadap hasil akhir.

Analisis budidaya pesisir dilakukan dengan teknik penetapan (parameter dan

kriteria) parameter yang berpengaruh dalam kriteria menentukan kesesuaian lahan

budidaya masuk pada kelas sangat sesuai, tetapi yang memiliki faktor pembatas dan

masih bisa dilakukan kegiatan budidaya diberikan pada kelas sesuai dan kawasan

yang banyak memiliki faktor pembatas diberikan pada klas (N) kriteria yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut diberikan skor tertinggi dapat dilihat

pada tabel sebagai berikut.


no bobot skor
1 Kondisi dasar perairan /substrat 20
S1(pasir dan patahan terbuka) 2

S2 (Pasir dan lumpur) 2

S3( pasir atau lumpur) 1


2 Faktor Pembatas 20

S1(tidak ada) 3

S3( ada ) 1

3 Keterlindungan 20

S1(Semi terbukaa) 3

S2 (Terbuka) 2

S3( Lumpur) 1
4 Kedalaman 20

S1(0,4 m) 3

S2 (0,3 – 06 dan 1,28 -1, 46 m) 2

S3( < 0,3 – >1,46 m) 1

5 Salinitas 10

S1( 33,2 – 33,6 ppt) 3

S2 (>18 - <32,2 ppt) 2

S3( < 18 dan > 35 ppt) 1

6 Derajat keasaman 10

S1(7,3 - 7,4) 3

S2 (7,4 – 8,2) 2

S3( < 7,3 – >8,2) 1

7 Kecerahan 10

S1(2-5 ) 3

S2 (1-2 ) 2

S3( < 0,9 - >6 ) 1

8 Oksigen terlarut 10

S1(6 – 7 ppm) 3

S2 (>3 – 6,8 ppm) 2

S3( < 3 - > 8 ppm) 1


Kelas Kesesuian

Penentuan nilai total digunakan rumus :

N = (Σ Bi x Si)/(Keseluruhan Bobot)

Keterangan :

N = Total Nilai

Bi = Bobot Pada Tiap Kriteria

Si = Skor Pada Tiap Keriteria

Penentuan nilai kelas kesesuaian kawasan budidaya Rumput Laut, adalah :

Dari perhitungan menggunakan rumus diatas dihasilkan selang interval kelas

sebesar 0,65 dengan nilai N.min sebesar 1.00 dan N.max sebesar 2.97. Masing -

masing kelas dapat ditetepkan selang dari bobot nilainya sebagai berikut:

Sangat sesuai : Nilai 2,32 – 2,97

Sesuai : Nilai 1,66 – 2,31

Tidak sesuai : Nilai 1,00 – 1,65

Dalam penelitian ini kawasan budidaya dibagi dalam tiga kelas sebagai berikut:

Kelas S1 : Sangat Sesuai


Daerah ini sangat sesuai untuk kawasan budidaya rumput laut karena parameter pada

perairan sangat baik dan tidak dijumpai faktor pembatas yang sangat berpengaruh

untuk pertumbuhan Rumput Laut.

Kelas S2: Sesuai

Daerah ini sesuai untuk kawasan budidaya dimana parameter-parameter perairannya

masih dikatakan baik untuk budidaya rumput laut karena lokasi perairannya masih

terbebas dari pengaruh angin topan dan hempasan gelombang serta mudah dijangkaw

oleh sumber tenaga kerja.

Kelas (N) : Tidak Sesuai

Daerah ini tidak sesuai dengan literatur kesesuaian lahan budidaya, dikarenakan

memiliki faktor pembatas yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan Rumput

Laut.

Intersect Kelas Sangat Sesuai (S1)

Setelah daerah kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut didapatkan, bagi daerah

yang sangat sesuai dibuat coverage dinamakan S1. Tujuannya agar mendapatkan

suatu daerah yang mempunyai kesesuaian yang sangat baik, dan inilah daerah yang

sesuai untuk budidaya rumput laut.


BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data

3.1.1 Studie Literatur


Studi literatur yang dilakukan yaitu dengan melakukan studi dari buku-buku

pustaka dan jurnal yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, juga melalui artikel-

artikel dari internet.

3.1.2 Wawancara

Metode ini dilakukan dengan mewawancarai langsung kepada Mahasiswa

Kelautan yang sebelumnya sudah meneliti dan mempunyai data tentang budidaya

rumput laut yang dilakukan di Pulau Mantang, Kecematan Mantang, Kabupaten

Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.

3.2 Metode Pengembangan Sistem

Pada tahap pengembangan sistem terdiri dari proses-proses yang terstruktur

yaitu analis, desain, kode, pengujian. Metode pengembangan ini dikenal dengan

model Skuensial Linier menurut Roger S. Pressman. Untuk desain modelvskuensial

linier dilihat pada gambar

analysis design code test

Berikut penjelasan bagaimana metode pengembangan sistem yang digunakan dalam


sistem ini, yaitu :
1. Analysis

Tahap ini menguraikan kebutuhan sistem yang utuh menjadi komponen-


komponen sistem untuk mengetahui bagaimana sistem dibangun dan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan sistem yang sudah ada sehingga dapat dijadikan
masukan dan pertimbangan dalam penyusunan sistem yang baru. Pada tahap ini, hal
yang dilakukan adalah mencari dan mempelajari referensi tentang produksi benih
ikan dan data kriteria dalam produksi benih
2. Design

Tahap ini merupakan tahap perancangan sistem. Tahap design menggunakan


flowchart berfungsi untuk menyatakan aliran algoritma atau proses sehingga
memberi solusi dalam penyelesaian masalah yang ada di dalam proses atau algoritma
tersebut. Sementara DFD (Data Flow Diagram ) digunakan untuk menganalisa
sistem yang akan dibangun.
3. Code

Tahap ini adalah penerjemah rancangan dalam tahap desain kedalam bahasa
pemrograman php.
4. Test
Tahap ini merupakan uji coba terhadap program yang dibangun. Sehingga
analisis hasil implementasi yang didapat dari sistem disesuaikan dengan kebutuhan
sistem tersebut. Jika penerapan sistem sudah berjalan dengan lancar, maka sistem
dapat diimplementasikan.

3.3 Alat Bantu Penelitian

Pada penelitian ini, untuk menganalisa sistem yang akan dibangun maka
digunakan DFD (Data Flow Diagram).
Perangkat keras yang digunakan :

a. Processor :pentium(R) CPU B950 @2.10GHz (2CPUs), ~2.0GHz


b. Memori :1024 MB
c. VGA :285 MB

Perangkat lunak yang digunakan :

1. Sistem operasi : Microsoft Windows 7 Ultimate 32-bit (6.1, Build 7600)


2. Netbeans 7.2
3. MySQL

3.5 Karangka Pikir Penelitian

Berikut adalah kerangka pikir peneliti dalam melakukan penelitian


mulai Perancangan Sistem

Perumusan Penerapan
studi literatur Perancangan DFD
Perancangan Database
Perancangan Aplikasi
tidak
Identifikasi
masalah Pengujian

Identifikasi
kebutuhan data Validasi
ya
Focus kerja /
pengolahan
Analisa dan
Tambahan

Kesimpulan

selesai

BAB IV

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI


Pada bab ini akan dijelaskan kebutuhan data serta proses perancangan sistem

dari perangkat lunak yang dibangun. Dimulai dari analisa kebutuhan, desain

(perancangan), implementasi serta pengujian sistem.

4.1 Perancangan Sistem

Menentukan kinerja sistem dibutuhkan tahap pada perancangan sistem. Hal

ini sangat diutamakan untuk mendeskripsikan alur dari jalan kinerja pada aplikasi.

Tahap perancangan sistem memikirkan tahap-tahap pengolahan data yang akan

dipaparkan pada analisis perancangan sistem.

4.2 Analisa Perancangan

Anda mungkin juga menyukai