Disusun oleh :
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 1. OUTLINE BAHAN AJAR
LAMPIRAN 2. NASKAH LENGKAP SUBJUDUL PADA BAHAN AJAR
BAB 1
LATAR BELAKANG
Ada beragam bahan bacaan diantaranya bentuk buku, baik yang digunakan
untuk sekolah maupun perguruan tinggi, contohnya buku referensi, modul ajar, buku
praktikum, bahan ajar, dan buku teks pelajaran. Jenis-jenis buku tersebut tentunya
digunakan untuk mempermudah peserta didik untuk memahami materi ajar yang ada
di dalamnya. Bahan ajar atau modul ialah sumber belajar yang disusun oleh dosen/tim
dosen pada satu mata kuliah yang menjadi pedoman bagi mahasiswa dalam kegiatan
belajar dan bagi dosen dalam melaksanakan evaluasi hasil pembelajaran dalam bentuk
buku. Menurut Widodo dan Jasmadi dalam Lestari, 2013:1) bahan ajar adalah
seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran,
metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan
menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi
atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya. Pengertian ini menjelaskan
bahwa suatu bahan ajar haruslah dirancang dan ditulis dengan kaidah intruksional
karena akan digunakan oleh guru untuk membantu dan menunjang proses
pembelajaran. Bahan atau materi pembelajaran pada dasarnya adalah “isi” dari
kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik/subtopik dan
rinciannya (Ruhimat, 2011:152).
Analisis Sediaan Farmasi adalah salah satu mata kuliah yang harus diambil oleh
mahasiswa Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
pada semester 4 yang merupakan mata kuliah wajib. Oleh karena itu, dalam upaya
untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap mata kuliah ini dan juga
menerapkan metode Student Centre Learning sebagai amanat undang-undang dalam
proses pembelajaran, maka perlu disusun Bahan Ajar untuk mata kuliah Analisis
Sediaan Farmasi.
BAB 2
METODE PELAKSANAAN
Tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah menyusun Bahan Ajar untuk mata
kuliah Analisis Sediaan Farmasi. Bahan Ajar ini kemudian akan dicetak oleh Penerbit
yang memiliki keanggotaan sebagai IKAPI dan buku yang telah disusun berlabel
ISBN (International Standard Book Number).
Tahap awal pelaksanaan kegiatan adalah penyusunan rancangan pembelajaran
dan pengumpulan materi dengan memanfaatkan berbagai sumber pustaka yang ada.
Proses selanjutnya adalah pembuatan komponen buku ajar dengan menggunakan
berbagai referensi, baik jurnal, buku, laporan, prosiding, artikel dan sebagainya.
Penyelesaian bahan ajar dengan menyertakan seluruh komponen buku ajar yaitu
prakata, daftar isi, batang tubuh buku yang teridi dari bab atau bagian beserta tujuan
belajar, daftar pustaka, glosarium, indeks dan biodata penulis. Setelah itu proses
editing dan pembuatan cover agar lebih menarik yang akan dibantu oleh tenaga
profesional. Selanjutnya, bahan ajar yang sudah jadi akan diterbitkan oleh penerbit.
Modul ini akan diuji pada mahasiswa peserta kuliah Analisis Sediaan Farmasi agar
nantinya dapat dikembangkan dan disempurnakan pada masa yang akan datang.
Tahap akhir adalah penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan.
BAB 3
KELAYAKAN PELAKSANA
Bulan Ke -
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1 Penyusunan Rancangan Pembelajaran dan
Pengumpulan Materi
2 Penyusunan komponen bahan ajar
3 Pengeditan komponen bahan ajar
4 Proses cetak
5 Penyusunan Laporan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit Kenaikan Jabatan Fungsional Dosen Ke Lektor Kepala
Dan Guru Besar. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional , Jakarta.
Ika Lestari. 2013. Pengembangan bahan ajar berbasis Kompetensi Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan . Padang: Akadenia Permata.
http://lp3.unsrat.ac.id/
LAMPIRAN 1. OUTLINE BAHAN AJAR
BAB VII
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT
merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan
kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis
tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung
oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat
dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa
murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat
yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
adalah metode kromatografi paling sederhana dan banyak digunakan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan
untuk melaksanakan pemisahan dan analisis sampel dengan metode KLT cukup sederhana yaitu sebuah
bejana tertutup (chamber) yang berisi pelarut dan plat (lempeng) KLT. Pengerjaan dengan KLT pada
mulanya dilakukan dengan menotolkan sampel pada salah satu ujung fase diam (lempeng KLT) sehingga
membentuk noda (Spot). Setelah kering, lempeng dicelupkan ke dalam chamber yang telah berisi fase gerak
(pelarut tunggal ataupun campuran dua sampai empat pelarut murni) dengan posisi noda di bawah dan sejajar
di permukaan datar. Pemilihan fase diam dan fase yang tepat memvisualisasikan campuran komponen
senyawa kimia pada sampel bermigrasi sesuai pergerakan fasa gerak melalui fasa diam dengan kecepatan
yang berbeda-beda sehingga memberikan pemisahan yang sempurna. Proses pergerakan (migrasi sampel)
disebut dengan pengembangan kromatogram (elusi).
Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-masing komponen dalam
fase diam dan fase gerak. Berbagai mekanisme pemisahan terlibat dalam penentuan kecepatan migrasi.
Kecepatan migrasi komponen sampel tergantung pada sifat fisika kimia dari fase diam, fase gerak dan
komponen sampel. Retensi dan selektivitas kromatografi juga ditentukan oleh interaksi antara fase diam,
fase gerak dan komponen sampel yang berupa ikatan hidrogen, pasangan elektron donor atau pasangan
elektron-akseptor, ikatan ion- ion, ikatan ion-dipol, dan ikatan van der Waals.
Pengambilan sampel, pengawetan, dan pemurnian sampel adalah masalah umum untuk KLT dan
metode kromatografi lainnya. Sebagai contoh, pengembangan KLT biasanya tidak sepenuhnya
melarutkan kembali analit yang berada dalam lempeng kecuali dilakukan pemurnian sebelumnya (clean
up). Metode clean up paling sering dilakukan pada ekstraksi selektif dan kromatografi kolom. Dalam
beberapa kasus zat/senyawa perlu dikonversi dahulu sebelum dianalisis dengan KLT. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan turunan senyawa yang lebih cocok untuk proses pemisahan, deteksi, dan / atau
kuantifikasi. KLT dapat mengatasi sampel yang terkontaminasi, seluruh kromatogram dapat dideteksi,
mempersingkat proses perlakuan sampel sehingga hemat waktu dan biaya. Kehadiran pengotor atau
partikel yang terjerap dalam sorben fase diam tidak menjadi masalah, karena lempeng hanya digunakan
sekali (habis pakai).
Deteksi senyawa menjadi mudah ketika senyawa secara alami dapat berwarna atau berberfluoresensi
atau menyerap sinar UV. Namun, perlakuan penambahan pereaksi penampak noda dengan penyemprotan
atau pencelupan terkadang diperlukan untuk menghasilkan turunan senyawa yang berwarna atau
berfluoresensi. Pada umumnya senyawa aromatik terkonjugasi dan beberapa senyawa tak jenuh dapat
menyerap sinar UV. Senyawa-senyawa ini dapat dianalisis dengan KLT dengan fase diam yang
diimpregnasi indikator fluoresensi dan deteksi dapat dilakukan hanya dengan pemeriksaan di bawah sinar
UV 254 nm.
Pada KLT, identifikasi awal suatu senyawa didasarkan pada perbandingan nilai Rf dibandingkan Rf
standar. Nilai Rf umumnya tidak sama dari laboratorium ke laboratorium bahkan pada waktu analisis
yang berbeda dalam laboratorium yang sama, sehingga perlu dipertimbangkan penggunaan Rf relatif
yaitu nilai Rf noda senyawa dibandingan noda senyawa lain dalam lempeng yang sama. Faktor-faktor
yang menyebabkan nilai Rf bervariasi meliputi dimensi dan jenis ruang, sifat dan ukuran lempeng, arah
aliran fase gerak, volume dan komposisi fase gerak, kondisi kesetimbangan, kelembaban, dan metode
persiapan sampel KLT sebelumnya.
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter
partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata- rata partikel fase diam dan semakin sempit
kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme
sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi. Beberapa fase diam yang umum
digunakan disajikan pada tabel berikut.
Tabel . Jenis-jenis fase diam dan tujuan pengguanaan
Penjerap Mekanisme Penggunaan
Sorpsi
Silica Gel Adsorpsi Asam amino,
hidrokarbon,
vitamin, alkaloid
Silica Partisi termodifikasi Senyawa-senyawa
modifi
kasi non polar
dengan hidrokarbon
Serbuk selulosa Partisi Asam amino,
nukleotida,
karbohidrat
lemak
Selulosa Penukar ion Pertukaran Ion Asam nukleat,
nukleotida, halide
dan ion-ion logam
kompleks logam
β-siklodekstrin Interaksi Campuran
adsorpsi enansiomer
stereospesifik
Pemilihan fase gerak umumnya berdasar pada studi pustaka dan coba-coba (trial and error).
Sistem eluen yang paling sederhana yaitu campuran 2 pelarut organik karena daya elusi
campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat
terjadi secara optimal. Cara memilih dan mengoptimasi fase gerak dapat dilakukan dengan
beberapa panduan, diantaranya:
a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik
yang sensitif.
b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8
untuk memaksimalkan pemisahan.
c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak
akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai Rf.
Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar
seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
d. Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase
geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan
sedikit asam etanoat atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang
bersifat basa dan asam.
Volume sampel yang ditotolkan ke lempeng KLT paling sedikit 0,5 µL dengan tujuan untuk
memperoleh roprodusibilitas. Volume sampel yang ditotolkan boleh lebih besar 2-10 µL namun
harus dilakukan secara bertahap yaitu dengan cara pengerringan antar totolan. Teknik aplikasi
sampel bisa dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a. Cara manual
Sebelum aplikasi sampel pada lempeng KLT, posisi awal penotolan diberi tanda berupa titik
dengan pensil dan akhir elusi ditandai berupa garis. Sedapat mungkin penandaan tidak merusak
sorben KLT. Alat aplikasi manual yang paling banyak digunakan adalah pipet mikro kapiler
(microcaps). Dengan cara mencelupkan pipet kapiler mikro, larutan secara otomatis akan mengisi
ruang dalam pipet mikro kapiler. Setelah terisi tempelkan pipet pada permukaan lempeng KLT
maka larutan sampel akan berpindah dari pipet kapiler menuju sorben lempeng KLT. Penggunaan
syringe lebih dipilih dibandingkan pipet kapiler pada beberapa kondisi :
- Bila pelarut yang digunakan memiliki berat jenis tinggi, misalnya kloroform atau metilen
klorida, sehingga cairan cenderung keluar dari pipet kapiler ketika pipet kapiler dalam posisi
vertikal.
- Bila pelarut yang digunakan sangat mudah menguap (titik didih 40-60 ° C) misalnya n-
heksana, petroleum eter atau dietil eter. Gaya kapiler tidak dapat mengisi ruang pipet kapiler
secara reprodusibel.
- Bila sampel mengandung surfaktan yang dapat mengurangi tegangan permukaan pipet kapiler
sehingga pengisian ruang dalam pipet kapiler tidak reprodusibel
- Bila sampel berupa cairan kental yang sulit mengalir dalam
pipet kapiler. Pengeluaran larutan dari pipet kapiler juga tidak
bisa sempurna karena masih ada larutan yang menempel pada
dinding dalam pipet kapiler sehingga volume sampel yang
dikeluarkan juga tidak reprodusibel.
- Bila pelarut yang digunakan sulit menguap (titik didih ≥
100oC) misalnya air. Pengeluaran larutan dari pipet kapiler
juga tidak bisa sempurna karena masih ada larutan yang
menempel pada dinding dalam pipet kapiler sehingga volume
sampel yang dikeluarkan juga tidak reprodusibel.
Gambar berikut merupakan alat aplikasi sampel secara manual.
b. Cara semiotomatis
Cara semiotomatis dapat dilakukan pada sampel dengan
ditotolkan pada lapisan permukaan lempeng tepat sesuai
dengan yang diinginkan, menggunakan dosis kecil dan tidak
merusak lapisan lempeng. Sebagai contoh alat untuk aplikasi
penotolan dengan volume yang konstan pada KLT adalah
Nanomat 4 dengan pemegang kapiler. Dengan alat Nanomat,
ukuran noda yang dihasilkan pada lempeng KLT adalah
sama. Pada pemegang kapiler (cappilary holder) yang
berperan adalah magnet permanen. Cara menotolkan sampel
yaitu kepala aplikator ditekan, pipet akan menyentuh lapisan
lempeng pada tekanan konstan kemudian pipet dibuang
(sekali pakai). Volume bisa sampai 50-230 nl untuk KLTKT.
Ketinggian ujung jarum suntik pada Nanomat disesuaikan
sedemikian rupa sehingga tidak menyentuh lempeng KLT.
Untuk aplikasi lempeng KLTKT, digunakan nano-pipet (100
atau 200 nl). Pipet ini lebih akurat, namun, sorben rentan
terhadap kerusakan. Peralatan semi/otomatis yang lain yaitu
Linomat (camag) dapat digunakan untuk menerapkan larutan
sampel dalam bentuk noda atau pita. Teknik ini
direkomendasikan untuk analisis kuantitatif. Meskipun
tingkat akurasi yang mungkin dengan aplikasi manual (± 1-
2% standar deviasi relatif), noda dan pita yang dihasilkan dari
aplikasi teknik otomatis akan lebih baik dengan pemisahan
yang terukur. Alat tersebut dapat menotolkan sampel
menggunakan syringe dengan kecepatan yang konstan dan
teknik spray.
a. Cara otomatis
Untuk sistem yang sepenuhnya otomatis, mempunyai
program yang dapat menyimpan kondisi elusi dalam
komputer. Aplikasi noda dan pita dapat diprogram, dengan
nomor aplikasi dan posisi ukuran yang detail. Noda dapat
diaplikasikan baik dengan teknik ini atau dengan cara
kontak langsung. Sampel disiapkan dalam vial dengan
septum segel. Menurut program pra-set, lengan mesin ATS
akan bergerak dari vial larutan sampel ke dalam syringe dan
ditransfer pada lempeng KLT, kemudian kromatografi akan
melakukan pemisahan dan menghasilkan noda. Pada
aplikasi larutan sampel, lengan mesin ATS akan bergerak
ke syringe dan menuju vial dan dicuci menggunakan pelarut
yang sesuai. Setelah itu syringe dibilas untuk aplikasi
berikutnya. Beberapa software memungkinkan digunakan
untuk memvalidasi instrument. Volume dosis dapat
divalidasi menggunakan standard.
7.5 Pengembangan (Elusi) sampel
7.8 Nilai Rf