Anda di halaman 1dari 31

USULAN

PENYUSUNAN BAHAN AJAR


MK. ANALISIS SEDIAAN FARMASI
(Kur.2013 - FAR 2304 )

Disusun oleh :

SRI SUDEWI, S.Si.,M.Sc NIP. 198109022012122001


Prof. Dr. JULIUS PONTOH, M.Si NIP.195102131976031001

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


APRIL 2018
DAFTAR ISI

BAB 1. LATAR BELAKANG

BAB 2. METODE PELAKSANAAN

BAB 3. KELAYAKAN PELAKSANA

BAB 4. ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 1. OUTLINE BAHAN AJAR
LAMPIRAN 2. NASKAH LENGKAP SUBJUDUL PADA BAHAN AJAR
BAB 1
LATAR BELAKANG

Ada beragam bahan bacaan diantaranya bentuk buku, baik yang digunakan
untuk sekolah maupun perguruan tinggi, contohnya buku referensi, modul ajar, buku
praktikum, bahan ajar, dan buku teks pelajaran. Jenis-jenis buku tersebut tentunya
digunakan untuk mempermudah peserta didik untuk memahami materi ajar yang ada
di dalamnya. Bahan ajar atau modul ialah sumber belajar yang disusun oleh dosen/tim
dosen pada satu mata kuliah yang menjadi pedoman bagi mahasiswa dalam kegiatan
belajar dan bagi dosen dalam melaksanakan evaluasi hasil pembelajaran dalam bentuk
buku. Menurut Widodo dan Jasmadi dalam Lestari, 2013:1) bahan ajar adalah
seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran,
metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan
menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi
atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya. Pengertian ini menjelaskan
bahwa suatu bahan ajar haruslah dirancang dan ditulis dengan kaidah intruksional
karena akan digunakan oleh guru untuk membantu dan menunjang proses
pembelajaran. Bahan atau materi pembelajaran pada dasarnya adalah “isi” dari
kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik/subtopik dan
rinciannya (Ruhimat, 2011:152).
Analisis Sediaan Farmasi adalah salah satu mata kuliah yang harus diambil oleh
mahasiswa Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
pada semester 4 yang merupakan mata kuliah wajib. Oleh karena itu, dalam upaya
untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap mata kuliah ini dan juga
menerapkan metode Student Centre Learning sebagai amanat undang-undang dalam
proses pembelajaran, maka perlu disusun Bahan Ajar untuk mata kuliah Analisis
Sediaan Farmasi.
BAB 2
METODE PELAKSANAAN

Tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah menyusun Bahan Ajar untuk mata
kuliah Analisis Sediaan Farmasi. Bahan Ajar ini kemudian akan dicetak oleh Penerbit
yang memiliki keanggotaan sebagai IKAPI dan buku yang telah disusun berlabel
ISBN (International Standard Book Number).
Tahap awal pelaksanaan kegiatan adalah penyusunan rancangan pembelajaran
dan pengumpulan materi dengan memanfaatkan berbagai sumber pustaka yang ada.
Proses selanjutnya adalah pembuatan komponen buku ajar dengan menggunakan
berbagai referensi, baik jurnal, buku, laporan, prosiding, artikel dan sebagainya.
Penyelesaian bahan ajar dengan menyertakan seluruh komponen buku ajar yaitu
prakata, daftar isi, batang tubuh buku yang teridi dari bab atau bagian beserta tujuan
belajar, daftar pustaka, glosarium, indeks dan biodata penulis. Setelah itu proses
editing dan pembuatan cover agar lebih menarik yang akan dibantu oleh tenaga
profesional. Selanjutnya, bahan ajar yang sudah jadi akan diterbitkan oleh penerbit.
Modul ini akan diuji pada mahasiswa peserta kuliah Analisis Sediaan Farmasi agar
nantinya dapat dikembangkan dan disempurnakan pada masa yang akan datang.
Tahap akhir adalah penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan.
BAB 3
KELAYAKAN PELAKSANA

Pada dasarnya Universitas Sam Ratulangi memiliki infrastruktur dan


sumberdaya manusia di bidang Analisi Sediaan Farmasi yang relatif memadai dan
terus dikembangkan. Program Penyusunan Bahan Ajar diprakarsai oleh Lembaga
Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan (LP3) Unsrat yang bertugas memberikan
pelayanan kepada dosen dalam bidang desain dan pengembangan pendidikan,
pendidikan dan latihan, media dan sumber belajar, konsultasi dan kerjasama, serta
pengembangan jaringan kerja yang relevan. Salah satunya Buku ajar yang merupakan
buku pegangan untuk suatu matakuliah yang ditulis dan disusun oleh pakar bidang
terkait dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan secara resmi dan
disebarluaskan .
Dosen penyusun modul ini adalah dosen pengajar di Program Studi Farmasi
FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado yang dipercayakan untuk mengampu
salah satu mata kuliah yaitu Analisis Sediaan Farmasi. Dengan beberapa bukti
kelayakan yang dapat dibuktikan melalui sertifikat AA dan PEKERTI yang
diselenggarakan oleh LP3 UNSRAT pada Tahun 2013.
Tim Prof. Dr. Julius Pontoh, M.Si, merupakan dosen jurusan Kimia FMIPA
yang memiliki rekam jejak di penelitian sehingga kapabilitasnya memadai. Sebagai
tim teaching dalam mata kuliah Analisis Sediaan Farmasi di Program Studi Farmasi
FMIPA Universitas Sam Ratulangi.
BAB 4
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1. Anggaran Biaya


Tabel 4.1. Ringkasan Anggaran Biaya

No Kompon Biaya yang diusulkan (Rp)


en
1 Pengayaan materi (referensi, jurnal, buku 1.000.000
dsb)
2 Proses editing 1.000.000
3 Biaya Cetak (min 100 eks buku) 5.000.000
4 Pengiriman naskah dari penerbit 2.000.000
5 Laporan 500.000
6 Lain-lain 500.000
Jumlah Rp. 10.000.000

4.2. Jadwal Kegiatan


Tabel 4.2. Jadwal Kegiatan Penyusunan Modul E-learning Multimedia

Bulan Ke -
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1 Penyusunan Rancangan Pembelajaran dan
Pengumpulan Materi
2 Penyusunan komponen bahan ajar
3 Pengeditan komponen bahan ajar
4 Proses cetak
5 Penyusunan Laporan
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit Kenaikan Jabatan Fungsional Dosen Ke Lektor Kepala
Dan Guru Besar. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional , Jakarta.

Ika Lestari. 2013. Pengembangan bahan ajar berbasis Kompetensi Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan . Padang: Akadenia Permata.

http://lp3.unsrat.ac.id/
LAMPIRAN 1. OUTLINE BAHAN AJAR

BAB I : PREPARASI SAMPEL


Tujuan : Menjelaskan tentang preparasi sampel dan tekniknya, yaitu:
Belajar 1.1 Menjelaskan preparasi sampel
1.2 Menjelaskan teknik ekstraksi
1.3 Menjelaskan filtrasi
1.4 Menjelaskan homogenisasi
1.5 Mnjelaskan lisisdan dialisis
1.6 Menjelaskan inaktivasi enzim
1.7 Menjelaskan modifikasi kimiawi dan enzimatik
1.8 Menjelaskan preparasi sampel untuk analisis asam lemak
1.9 Menjelaskan preparasi sampel untuk analisis asam amino dengan
KCKT
BAB II : SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
Tujuan : Menjelaskan tentang spektrofotometri UV-Vis, yaitu:
Belajar 2.1. Menjelaskan pengertian Spektrofotometri UV-Vis
2.2. Menjelaskan prinsip kerja spektrofotometri UV-Vis
2.3. Menjelaskan Bagian-bagian Spektrofotometri UV-Vis
2.4. Menjelaskan Hukum Lambert-Beer
2.5. Menjelaskan pergeseran panjang gelombang
2.6. Menjelaskan transisi elektronik
2.7. Menjelaskan penggunaan spektrofotometri UV-Vis dalam sediaan
farmasi
BAB III : SPEKTROFLUOROMETRI
Tujuan : Menjelaskan tentang spektrofluorometri
Belajar 3.1. Menjelaskan pengertian spektrofluorometri
3.2. Menjelaskan prinsip kerja spektrofluorometri
3.3. Menjelaskan Bagian-bagian spektrofluorometri
3.4 Menjelaskan preparasi sampel dengan spektrofluorometri
3.5.Menjelaskan penggunaan spektrofluorometri dalam sediaan farmasi
BAB IV : SPEKTROSKOPI IR
Tujuan : Menjelaskan tentang spektroskopi IR;
Belajar 4.1. Menjelaskan pengertian spektroskopi IR
4.2. Menjelaskan prinsip kerja spektroskopi IR
4.3. Menjelaskan instrumentasi spektroskopi IR
4.4. Menjelaskan absorpsi pita IR
4.5. Menjelaskan vibrasi molekul dan ikatan
4.6. Menjelaskan preparasi dan penanganan sampel pada spektroskopi IR
4.7. Menjelaskan penggunaan spektroskopi IR dalam sediaan farmasi
BAB V : VALIDASI METODE ANALISIS
Tujuan : Menjelaskan tentang validasi metode analisis dan parameternya;
Belajar 5.1. Menjelaskan pengertian validasi metode analisis
5.2. Menjelaskan presisi
5.3. Menjelaskan akurasi
5.4. Menjelaskan linieritas dan daerah kerja
5.5. Menjelaskan LOD dan LOQ
5.6. Menjelaskan kekuatan dan ketangguhan metode
5.7. Menjelaskan penggunaan validasi metode analisis dalam sediaan
farmasi
BAB VI : SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
Tujuan : Menjelaskan tentang spektrofotometri serapan atom
Belajar 6.1. Menjelaskan pengertian spektrofotometri serapan atom
6.2. Menjelaskan prinsip kerja spektrofotometri serapan atom
6.3.Menjelaskan proses absorbsi pada serapan atom
6.4. Menjelaskan Bagian-bagian Spektrofotometri serapan atom
6.5. Menjelaskan penggunaan spektrofotometri serapan atom dalam sediaan
farmasi
BAB VII : KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Tujuan : Menjelaskan tentang kromatografi lapis tipis (KLT)
Belajar 7.1. menjelaskan pengertian KLT
7.2. Menjelaskan fasa diam
7.3. Menjelaskan fase gerak
7.4. Menjelaskan aplikasi sampel
7.5. Menjelaskan elusi sampel
7.6. Menjelaskan soeben fasa diam
7.7. Menjelaskan deteksi noda
7.8. Menjelaskan perhitungan nilai Rf
7.9. Menjelaskan penggunaan KLT dalam sediaan farmasi
BAB VIII : KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
Tujuan : Menjelaskan tentang kromatografi cair kinerja tinggi
Belajar 8.1. Menjelaskan pengertian kromatografi cair kinerja tinggi
8.2. Menjelaskan prinsip kerja kromatografi cair kinerja tinggi
8.3. Menjelaskan fasa gerak
8.4. Menjelaskan fasa diam
8.5. Menjelaskan kolom
8.6. menjelaskan persamaan Van Deemter
8.7. Menjelaskan instrumentasi kromatografi cair kinerja tinggi
8.8. Menjelaskan optimasi pada kromatografi cair kinerja tinggi
8.8. Menjelaskan penggunaan KCKT dalam sediaan farmasi
BAB IX : KROMATOGRAFI GAS (KG)
Tujuan : Menjelaskan tentang kromatografi gas
Belajar 9.1. Menejelaskan pengertian kromatografi gas
9.2. Menjelaskan prinsip kerja kromatografi gas
9.3. Menjelaskan fasa gerak
9.4. Menjelaskan fasa diam
9.5. Menjelaskan detektor
9.6. Menjelaskan optimasi pada kromatografi gas
9.7. Menjelaskan instrumentasi pada kromatografi gas
9.8. Menjelaskan penggunaan KG dalam sediaan farmasi
LAMPIRAN 2. NASKAH LENGKAP SUBJUDUL PADA BAHAN AJAR

BAB VII
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

7.1 pengertian Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT
merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan
kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis
tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung
oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat
dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa
murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat
yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
adalah metode kromatografi paling sederhana dan banyak digunakan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan
untuk melaksanakan pemisahan dan analisis sampel dengan metode KLT cukup sederhana yaitu sebuah
bejana tertutup (chamber) yang berisi pelarut dan plat (lempeng) KLT. Pengerjaan dengan KLT pada
mulanya dilakukan dengan menotolkan sampel pada salah satu ujung fase diam (lempeng KLT) sehingga
membentuk noda (Spot). Setelah kering, lempeng dicelupkan ke dalam chamber yang telah berisi fase gerak
(pelarut tunggal ataupun campuran dua sampai empat pelarut murni) dengan posisi noda di bawah dan sejajar
di permukaan datar. Pemilihan fase diam dan fase yang tepat memvisualisasikan campuran komponen
senyawa kimia pada sampel bermigrasi sesuai pergerakan fasa gerak melalui fasa diam dengan kecepatan
yang berbeda-beda sehingga memberikan pemisahan yang sempurna. Proses pergerakan (migrasi sampel)
disebut dengan pengembangan kromatogram (elusi).
Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-masing komponen dalam
fase diam dan fase gerak. Berbagai mekanisme pemisahan terlibat dalam penentuan kecepatan migrasi.
Kecepatan migrasi komponen sampel tergantung pada sifat fisika kimia dari fase diam, fase gerak dan
komponen sampel. Retensi dan selektivitas kromatografi juga ditentukan oleh interaksi antara fase diam,
fase gerak dan komponen sampel yang berupa ikatan hidrogen, pasangan elektron donor atau pasangan
elektron-akseptor, ikatan ion- ion, ikatan ion-dipol, dan ikatan van der Waals.
Pengambilan sampel, pengawetan, dan pemurnian sampel adalah masalah umum untuk KLT dan
metode kromatografi lainnya. Sebagai contoh, pengembangan KLT biasanya tidak sepenuhnya
melarutkan kembali analit yang berada dalam lempeng kecuali dilakukan pemurnian sebelumnya (clean
up). Metode clean up paling sering dilakukan pada ekstraksi selektif dan kromatografi kolom. Dalam
beberapa kasus zat/senyawa perlu dikonversi dahulu sebelum dianalisis dengan KLT. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan turunan senyawa yang lebih cocok untuk proses pemisahan, deteksi, dan / atau
kuantifikasi. KLT dapat mengatasi sampel yang terkontaminasi, seluruh kromatogram dapat dideteksi,
mempersingkat proses perlakuan sampel sehingga hemat waktu dan biaya. Kehadiran pengotor atau
partikel yang terjerap dalam sorben fase diam tidak menjadi masalah, karena lempeng hanya digunakan
sekali (habis pakai).
Deteksi senyawa menjadi mudah ketika senyawa secara alami dapat berwarna atau berberfluoresensi
atau menyerap sinar UV. Namun, perlakuan penambahan pereaksi penampak noda dengan penyemprotan
atau pencelupan terkadang diperlukan untuk menghasilkan turunan senyawa yang berwarna atau
berfluoresensi. Pada umumnya senyawa aromatik terkonjugasi dan beberapa senyawa tak jenuh dapat
menyerap sinar UV. Senyawa-senyawa ini dapat dianalisis dengan KLT dengan fase diam yang
diimpregnasi indikator fluoresensi dan deteksi dapat dilakukan hanya dengan pemeriksaan di bawah sinar
UV 254 nm.
Pada KLT, identifikasi awal suatu senyawa didasarkan pada perbandingan nilai Rf dibandingkan Rf
standar. Nilai Rf umumnya tidak sama dari laboratorium ke laboratorium bahkan pada waktu analisis
yang berbeda dalam laboratorium yang sama, sehingga perlu dipertimbangkan penggunaan Rf relatif
yaitu nilai Rf noda senyawa dibandingan noda senyawa lain dalam lempeng yang sama. Faktor-faktor
yang menyebabkan nilai Rf bervariasi meliputi dimensi dan jenis ruang, sifat dan ukuran lempeng, arah
aliran fase gerak, volume dan komposisi fase gerak, kondisi kesetimbangan, kelembaban, dan metode
persiapan sampel KLT sebelumnya.

7.2 Fasa Diam

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter
partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata- rata partikel fase diam dan semakin sempit
kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme
sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi. Beberapa fase diam yang umum
digunakan disajikan pada tabel berikut.
Tabel . Jenis-jenis fase diam dan tujuan pengguanaan
Penjerap Mekanisme Penggunaan
Sorpsi
Silica Gel Adsorpsi Asam amino,
hidrokarbon,
vitamin, alkaloid
Silica Partisi termodifikasi Senyawa-senyawa
modifi
kasi non polar

dengan hidrokarbon
Serbuk selulosa Partisi Asam amino,
nukleotida,
karbohidrat

Alumina Adsorpsi Hidrokarbon, ion


logam, pewarna
makanan, alkaloid

Kieselgur Partisi Gula, asam-asam

lemak
Selulosa Penukar ion Pertukaran Ion Asam nukleat,
nukleotida, halide
dan ion-ion logam

Gel Sephadex Eksklusi Polimer, protein,

kompleks logam
β-siklodekstrin Interaksi Campuran
adsorpsi enansiomer
stereospesifik

7.3 Fase Gerak (Eluen)

Pemilihan fase gerak umumnya berdasar pada studi pustaka dan coba-coba (trial and error).
Sistem eluen yang paling sederhana yaitu campuran 2 pelarut organik karena daya elusi
campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat
terjadi secara optimal. Cara memilih dan mengoptimasi fase gerak dapat dilakukan dengan
beberapa panduan, diantaranya:
a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik
yang sensitif.
b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8
untuk memaksimalkan pemisahan.
c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak
akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai Rf.
Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar
seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
d. Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase
geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan
sedikit asam etanoat atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang
bersifat basa dan asam.

7.4 Aplikasi (Penotolan) Sampel

Volume sampel yang ditotolkan ke lempeng KLT paling sedikit 0,5 µL dengan tujuan untuk
memperoleh roprodusibilitas. Volume sampel yang ditotolkan boleh lebih besar 2-10 µL namun
harus dilakukan secara bertahap yaitu dengan cara pengerringan antar totolan. Teknik aplikasi
sampel bisa dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a. Cara manual

Sebelum aplikasi sampel pada lempeng KLT, posisi awal penotolan diberi tanda berupa titik
dengan pensil dan akhir elusi ditandai berupa garis. Sedapat mungkin penandaan tidak merusak
sorben KLT. Alat aplikasi manual yang paling banyak digunakan adalah pipet mikro kapiler
(microcaps). Dengan cara mencelupkan pipet kapiler mikro, larutan secara otomatis akan mengisi
ruang dalam pipet mikro kapiler. Setelah terisi tempelkan pipet pada permukaan lempeng KLT
maka larutan sampel akan berpindah dari pipet kapiler menuju sorben lempeng KLT. Penggunaan
syringe lebih dipilih dibandingkan pipet kapiler pada beberapa kondisi :
- Bila pelarut yang digunakan memiliki berat jenis tinggi, misalnya kloroform atau metilen
klorida, sehingga cairan cenderung keluar dari pipet kapiler ketika pipet kapiler dalam posisi
vertikal.
- Bila pelarut yang digunakan sangat mudah menguap (titik didih 40-60 ° C) misalnya n-
heksana, petroleum eter atau dietil eter. Gaya kapiler tidak dapat mengisi ruang pipet kapiler
secara reprodusibel.
- Bila sampel mengandung surfaktan yang dapat mengurangi tegangan permukaan pipet kapiler
sehingga pengisian ruang dalam pipet kapiler tidak reprodusibel
- Bila sampel berupa cairan kental yang sulit mengalir dalam
pipet kapiler. Pengeluaran larutan dari pipet kapiler juga tidak
bisa sempurna karena masih ada larutan yang menempel pada
dinding dalam pipet kapiler sehingga volume sampel yang
dikeluarkan juga tidak reprodusibel.
- Bila pelarut yang digunakan sulit menguap (titik didih ≥
100oC) misalnya air. Pengeluaran larutan dari pipet kapiler
juga tidak bisa sempurna karena masih ada larutan yang
menempel pada dinding dalam pipet kapiler sehingga volume
sampel yang dikeluarkan juga tidak reprodusibel.
Gambar berikut merupakan alat aplikasi sampel secara manual.

Gambar . Alat aplikasi


sampelsecara manual
1. Pipet Eppendorf dengan syringe 10 µl
2. Microcapillary 5µl dengan holder
3. Pipet aplikasi (50µl)
4. Microcapllary 1-µl dengan holder
5. Unimetric syringe (50µl)

b. Cara semiotomatis
Cara semiotomatis dapat dilakukan pada sampel dengan
ditotolkan pada lapisan permukaan lempeng tepat sesuai
dengan yang diinginkan, menggunakan dosis kecil dan tidak
merusak lapisan lempeng. Sebagai contoh alat untuk aplikasi
penotolan dengan volume yang konstan pada KLT adalah
Nanomat 4 dengan pemegang kapiler. Dengan alat Nanomat,
ukuran noda yang dihasilkan pada lempeng KLT adalah
sama. Pada pemegang kapiler (cappilary holder) yang
berperan adalah magnet permanen. Cara menotolkan sampel
yaitu kepala aplikator ditekan, pipet akan menyentuh lapisan
lempeng pada tekanan konstan kemudian pipet dibuang
(sekali pakai). Volume bisa sampai 50-230 nl untuk KLTKT.
Ketinggian ujung jarum suntik pada Nanomat disesuaikan
sedemikian rupa sehingga tidak menyentuh lempeng KLT.
Untuk aplikasi lempeng KLTKT, digunakan nano-pipet (100
atau 200 nl). Pipet ini lebih akurat, namun, sorben rentan
terhadap kerusakan. Peralatan semi/otomatis yang lain yaitu
Linomat (camag) dapat digunakan untuk menerapkan larutan
sampel dalam bentuk noda atau pita. Teknik ini
direkomendasikan untuk analisis kuantitatif. Meskipun
tingkat akurasi yang mungkin dengan aplikasi manual (± 1-
2% standar deviasi relatif), noda dan pita yang dihasilkan dari
aplikasi teknik otomatis akan lebih baik dengan pemisahan
yang terukur. Alat tersebut dapat menotolkan sampel
menggunakan syringe dengan kecepatan yang konstan dan
teknik spray.
a. Cara otomatis
Untuk sistem yang sepenuhnya otomatis, mempunyai
program yang dapat menyimpan kondisi elusi dalam
komputer. Aplikasi noda dan pita dapat diprogram, dengan
nomor aplikasi dan posisi ukuran yang detail. Noda dapat
diaplikasikan baik dengan teknik ini atau dengan cara
kontak langsung. Sampel disiapkan dalam vial dengan
septum segel. Menurut program pra-set, lengan mesin ATS
akan bergerak dari vial larutan sampel ke dalam syringe dan
ditransfer pada lempeng KLT, kemudian kromatografi akan
melakukan pemisahan dan menghasilkan noda. Pada
aplikasi larutan sampel, lengan mesin ATS akan bergerak
ke syringe dan menuju vial dan dicuci menggunakan pelarut
yang sesuai. Setelah itu syringe dibilas untuk aplikasi
berikutnya. Beberapa software memungkinkan digunakan
untuk memvalidasi instrument. Volume dosis dapat
divalidasi menggunakan standard.
7.5 Pengembangan (Elusi) sampel

Elusi atau pengembangan KLT dipengaruhi oleh chamber yang


digunakan dan kejenuhan dalam chamber. Metode pengembangan yang
dipilih tergantung tujuan analisis yang ingin dicapai dan ketersediaan
alat di laboratorium. Terdapat beberapa jenis metode pengembangan
KLT :
a. Metode pengembangan satu dimensi

Umumnya pengembangan kromatogram yang dihasilkan


dari analisis KLT menggunakan satu dimensi yang dapat
digunakan untuk tujuan kuantitatif. Beberapa jenis
metode pengembangan satu dimensi, yaitu:
1. Metode pengembangan non linier (melingkar)

Metode pengembangan melingkar hampir tidak


pernah digunakan saat ini untuk analisis KLT kecuali
untuk penelitian yang menggunakan pengembangan
melingkar untuk tujuan tertentu. Pengembangan
melingkar pertama kali dilakukan dalam cawan petri
yang berisi fase gerak dan sebuah sumbu
ditempelkan pada lempeng KLT yang diletakkan
diatas cawan. Chamber U (Camag) adalah chamber
yang digunakan untuk pengembangan melingkar,
tetapi instrumen ini tidak lagi tercantum dalam
katalog Camag. Kromatogram melingkar juga dapat
dihasilkan dengan menggunakan metode preparatif
yang modern, misalnya, dengan alat OPLC (Over
pressure layer cromatography) dan
micropreparative RPC (Rotation planar
kromatography).
2. Metode pengembangan linier

Dalam banyak khasus, untuk mendapatkan


kromatogram KLT yang bagus dipilih metode
pengembangan linier. Metode pengembangan linier
yang paling sering digunakan adalah metode
pengembangan menaik (ascending). Metode ini
dilakukan dengan cara memasukkan eluen dalam
chamber, setelah chamber jenuh, ujung lempeng
bagian bawah direndam ke dalam eluen dalam
chamber. Eluen bermigrasi dari bawah lempeng
menuju keatas dengan gaya kapilaritas. Sebaliknya
pada pengembangan menurun (descending) eluen
bergerak dari atas menuju ke bawah.
Gambar 2.15 Pengembangan menaik (ascending) dan
menurun (descending)
3. Metode pengembangan horisontal

Kebalikan dari pengembangan linier, pada


pengembangan horizontal lempeng KLT dimasukkan
ke dalam chamber terlebih dahulu. Kemudian setelah
eluen dimasukkan, strip kaca didorong sehingga
menempel pada lempeng KLT sehingga eluen akan
bergerak melewati lempeng KLT. Pada chamber
horizontal CAMAG dimungkinkan pengembangan
dengan dua arah yang berlawanan. Masing-masing
kompartemen eluen terisi eluen dan eluen bergerak
menuju ke pusat lempeng. Ketika dua garis depan
eluen bertemu maka secara otomatis pengembangan
akan berhenti.

4. Metode pengembangan kontinyu


Pengembangan kontinyu (pengembangan terus menerus)
dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak secara
terus- menerus pada lempeng KLT melalui suatu wadah
(biasanya alas tangki) melalui suatu lapisan dan dibuang
dengan cara tertentu pada ujung lapisan.
5. Pengembangan gradien

Pengembangan ini dilakukan dengan menggunakan


komposisi fase gerak yang berbeda-beda. Lempeng
yang berisi analit dapat dimasukkan ke dalam bejana
kromatografi yang berisi fase gerak tertentu lalu
komponen fase gerak selanjutnya ditambahkan sedikit
demi sedikit ke dalam bejana dan diaduk sampai
homogen. Tujuan utama sistem ini adalah untuk
mengubah polaritas fase gerak.

b. Pengembangan dua dimensi

Pengembangan dua dimensi ditujukan untuk


identifikasi senyawa dalam sampel multikomponen.
Pengembangan dua dimensi disebut juga
pengembangan dua arah. Pengembangan dua dimensi
ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi
(pemisahan) sampel ketika komponen-komponen solut
mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama,
karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana
dalam sampel asam-asam amino. Selain itu, adanya
dua sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat
digunakan secara berurutan pada suatu campuran
tertentu sehingga memungkinkan untuk melakukan
pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas
yang berbeda. Pengembangan dua dimensi dilakukan
dengan cara lempeng dielusi dengan eluen pertama.
Setelah elusi selesai lempeng dikeringkan kemudian
dielusi kembali dengan eluen kedua dengan arah
migrasi eluen yang berbeda. Eluen kedua dapat
berupa eluen yang sama dengan eluen pertama atau
eluen yang berbeda dengan eluen pertama. Proses
pengembangan dua dimensi ditunjukkan pada gambar
berikut.
Gambar 2.19 Prosedur pengembangan dua dimensi

7.6 Sorben Fasa Diam


Pemilihan fase diam pada KLT didasarkan pada sifat fisika
kimia komponen sampel yang akan dipisahkan meliputi
polaritas, kelarutan, kemampuan mengion, berat molekul,
bentuk dan ukuran analit. Sifat fisika kimia tersebut berperan
penting dalam menentukan mekanisme pemisahan dalam
KLT. Sorben fase diam pada KLT dapat berupa senyawa
anorganik maupun organik. Sorben anorganik misalnya
alumunium oksida, silikon oksida, magnesium karbonat,
kalsium karbonat, dan lain-lain. Sedangkan sorben organik
misalnya pati dan selulosa. Partikel-partikel sorben berbentuk
butiran halus tersebut dilapiskan pada penyangga padat
seperti pelat kaca, plastik atau alumunium.
Silika gel adalah sorben yang paling populer (64%),
diikuti oleh selulosa (9%), dan alumina (3%). Sejak 1973
silika gel merupakan sorben yang paling banyak digunakan,
tetapi perubahan yang nyata telah terjadi dengan munculnya
sorben dengan fase kimia terikat yang telah membuka
berbagai kemungkinan baru pemisahan. Fase diam yang lebih
baru tersebut cenderung digunakan untuk mengatasi masalah
pemisahan dimana resolusi komponen sampel adalah kecil
atau komponen sampel tidak dapat terpisah. Dalam penentuan
pemilihan sorben dapat merujuk pada kumpulan pustaka
tentang KLT yang terdapat dalam bibiliografi (camag).
Bila prinsip pemisahan berdasarkan polaritas komponen
sampel maka dalam pemilihan sorben perlu dipertimbangkan
kelarutan komponen sampel apakah hidrofilik atau
hidrofobik, apakah bahan bersifat basa, asam ataupun netral
dan apakah sampel dapat bereaksi dengan sorben atau eluen.
Berdasarkan pertimbangan polaritas komponen sampel,
sorben dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Sorben untuk sampel bersifat lipofilik digunakan
aluminium oksida, silika, asetylated cellulose, poliamida,
2. Sorben untuk sampel bersifat hidrofilik digunakan
selulosa, selulosa penukar ion, kieselguhr, poliamide and
silika fase terbalik yang dimodifikasi.
7.7 Deteksi Noda
Deteksi lempeng KLT dapat dilakukan secara langsung
maupun dengan instrumen. Untuk noda yang berwarna
deteksi noda dapat dilakukan dengan visualisasi langsung
pada lempeng KLT dengan menggunakan cahaya matahari,
atau dapat dibantu dengan menggunakan lampu UV yang
memberikan pencahayaan pada panjang gelombang tertentu.
Untuk noda yang tidak berwarna beberapa jenis visualisasi
dari zona kromatografi diperlukan untuk mengdeteksi noda
hasil kromatografi. Sebagian besar senyawa akan menyerap
sinar UV atau sinar tampak atau fluoresensi tetapi beberapa
senyawa membutuhkan visualisasi yang sesuai untuk
mengamati noda hasil kromatografi. Visualisasi dapat
dilakukan dengan cara penyemprotan atau pencelupan ke
dalam pereaksi penampak noda. Karena sorben yang
digunakan pada lempeng KLT umumnya bersifat inert maka
reaksi kimia dapat dilakukan di atas lempeng tanpa
terpengaruh lapisan sorben. Berbagai macam pereaksi kimia
telah digunakan untuk mendeteksi zona kromatografi dengan
penampakan hasil yang baik. Beberapa pereaksi yang disebut
sebagai pereaksi universal digunakan untuk
memvisualisasikan berbagai senyawa yang berbeda struktur
molekulnya. Termasuk dalam kelompok pereaksi ini adalah
pelarut asam dan uap amonia, fluorescein, diklorofluoresein,
dan yodium. Adapun beberapa pereaksi dapat digunakan
dalam teknik destruktif (destructive techniques). Teknik ini
menyebabkan kerusakan pada senyawa yang akan
meninggalkan noda yang tampak pada lapisan kromatografi.
Sebaliknya ada teknik non destruktif (nondestructive
tekniques) yang memungkinkan deteksi senyawa dalam zona
kromatografi tanpa merubah sorben lempeng atau zona
kimianya. Termasuk dalam teknik non destruktif adalah sinar
tampak dan UV, dan kadang-kadang dengan penggunaan
yodium atau amonia uap. Dua pereaksi terakhir dalam banyak
kasus “reaksi” dimasukkan dalam reaksi reversibel. Pereaksi
lainnya yang merupakan kelompok gugus spesifik dan dapat
digunakan untuk mendeteksi gugus senyawa, seperti alkohol,
aldehid, keton, ester, atau asam. Pereaksi ini disebut
kelompok pereaksi gugus spesifik.

7.8 Nilai Rf

Perhitungan nilai Rf didasarkan atas rumus :


Rf=

Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka

menyatakan nilai Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang

cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8.


Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat
dibandingkan dengan harga-harga standar. Senyawa standart biasanya
memiliki sifat-sifat kimia yang mirip dengan senyawa yang dipisahkan
pada kromatogram. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan
noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf
yaitu :
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya .
3. tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
4. Pelarut (dan derajat kemurnianya) fase bergerak.
5. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang
digunakan.
6. teknik percobaan.
7. jumlah cuplikan yang digunakan.
8. Suhu.
9. Kesetimbangan.

7.9 Penggunaan KLT dalam Analisis Sediaan Farmasi


Dalam sediaan kosmetika, Kosmetika sudah dikenal
orang sejak zaman dahulu kala. Di Mesir 3500 tahun sebelum
Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal
dari tumbu- tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya
tanah liat, Lumpur, arang,.penggunaan susu, akar, daun, kulit
pohon, rempah, minyak bumi, madu dan lainya sudah menjadi
hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat saat itu. Kosmetik
mengandung komposisi dari berbagai logam berat semacam timah
dan air keras yang dicairkan dalam beberapa campuran bahan
yang mengandung minyak seperti minyak cocou. Sebagian bahan
pewarna yang digunakan juga mengandung unsur-unsur yang
diproses dari minyak tanah. Semua bahan tersebut adalah bahan-
bahan oksidat yang berbahaya bagi kulit . Penyerapan yang
dilakukan pori-pori kulit terhadap bahan-bahan tersebut dapat
menimbulkan peradangan dan alergi. Bila penggunaan bahan-
bahan kosmetik ini terus dipakai , dapat berbahaya bagi sel-sel
yang berada di darah, hati dan ginjal. BPOM menyebutkan bahwa
dari hasil pengawasan Badan POM RI pada tahun 2005 dan 2006
di beberapa provinsi, ditemukan 27 (dua puluh tujuh) merek
kosmetik yang mengandung bahan yang dilarang digunakan
dalam kosmetik yaitu: Merkuri (Hg), Hidrokuinon >2%, zat
warna Rhodamin B dan Merah. Analisis sediaan kosmetik yang
mengandung hidrokuionon dapat dievaluasi menggunakan KLT
menggunakan fasa gerak campuran toluen: asam asetat glasial
(4:1). Sampel kosmetik yang diduga mengandung hidrokuionn
dan senyawa murni (standar hidrokuionon) ditotolkan
berdampingan pada plat KLT dan dielusi dengan fase gerak
toluen: asam asetat glasial (4:1) lalu dikeringkan dan diamati di
bawah sinar UV254. Kandungan hidrokuinon pada sampel
kosmetik tersebut bisa diketahui apabila nilai Rf pada salah satu
komponen kimia di sampel kosmetik tersebut sama dengan nilai
Rf pada standar murni hidrokuinon.

Anda mungkin juga menyukai