Anda di halaman 1dari 15

Fluktuasi harga batu bara

Fluktuasi ialah Secara harfiah, fluktuasi merupakan perubahan naik turunnya


suatu variabel. Beberapa berpendapat dari perspektif ekonomi misalnya, fluktuasi
berarti tidak teraturnya pergerakan harga dari suatu barang.

Tidak hanya itu, dalam arti lainnya ternyata fluktuasi juga bisa diartikan sebagai
bentuk perubahan yang terus menerus terjadi.

Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fluktuasi adalah suatu


gejala yang memperlihatkan keadaan dari naik turunnya harga.

Selain itu, ketidakpastian perubahan harga ini terjadi akibat adanya pengaruh permintaan dan
penawaran. Dalam hal ini, bisa diartikan fluktuasi sebagai ketidaktetapan dan goncangan harga.

1.BATU BARA
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang
dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk
melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan nitrogen
dan oksigen Wikipedia

Batubara - bahan bakar fosil - adalah sumber energi terpenting untuk pembangkitan listrik dan
berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja dan semen. Namun demikian, batubara
juga memiliki karakter negatif yaitu disebut sebagai sumber energi yang paling banyak
menimbulkan polusi akibat tingginya kandungan karbon. Sumber energi penting lain, seperti gas
alam, memiliki tingkat polusi yang lebih sedikit namun lebih rentan terhadap fluktuasi harga di
pasar dunia. Dengan demikian, semakin banyak industri di dunia yang mulai mengalihkan fokus
energi mereka ke batubara.

BATUBARA DI INDONESIA

Produksi & Ekspor Batubara Indonesia

Indonesia adalah salah satu produsen dan eksportir batubara terbesar di dunia. Sejak
tahun 2005, ketika melampaui produksi Australia, Indonesia menjadi eksportir terdepan
batubara thermal. Porsi signifikan dari batubara thermal yang diekspor terdiri dari jenis
kualitas menengah (antara 5100 dan 6100 cal/gram) dan jenis kualitas rendah (di bawah
5100 cal/gram) yang sebagian besar permintaannya berasal dari Cina dan India.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral Indonesia, cadangan batubara Indonesia diperkirakan habis kira-kira dalam 83
tahun mendatang apabila tingkat produksi saat ini diteruskan.

Berkaitan dengan cadangan batubara global, Indonesia saat ini menempati peringkat ke-9
dengan sekitar 2.2 persen dari total cadangan batubara global terbukti berdasarkan BP
Statistical Review of World Energy. Sekitar 60 persen dari cadangan batubara total
Indonesia terdiri dari batubara kualitas rendah yang lebih murah (sub-bituminous) yang
memiliki kandungan kurang dari 6100 cal/gram.

Ada banyak kantung cadangan batubara yang kecil terdapat di pulau Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi dan Papua, namun demikian tiga daerah dengan cadangan batubara
terbesar di Indonesia adalah:

1. Sumatra Selatan
2. Kalimantan Selatan
3. Kalimantan Timur

Industri batubara Indonesia terbagi dengan hanya sedikit produsen besar dan banyak
pelaku skala kecil yang memiliki tambang batubara dan konsesi tambang batubara
(terutama di Sumatra dan Kalimantan).

Sejak awal tahun 1990an, ketika sektor pertambangan batubara dibuka kembali untuk
investasi luar negeri, Indonesia mengalami peningkatan produksi, ekspor dan penjualan
batubara dalam negeri. Namun penjualan domestik agak tidak signifikan karena konsumsi
batubara dalam negeri relatif sedikit di Indonesia. Toh dalam beberapa tahun terakhir terjadi
peningkatan penjualan batubara domestik yang pesat karena pemerintah Indonesia
berkomitmen terhadap program energi ambisiusnya (menyiratkan pembangunan berbagai
pembangkit listrik, yang sebagian besar menggunakan batubara sebagai sumber energi
karena Indonesia memiliki cukup banyak cadangan batubara). Selain itu, beberapa
perusahaan pertambangan besar di Indonesia (misalnya penambang batubara Adaro
Energy) telah berekspansi ke sektor energi karena harga komoditas yang rendah
membuatnya tidak menarik untuk tetap fokus pada ekspor batubara, sehingga menjadi
perusahaan energi terintegrasi yang mengkonsumsi batubara mereka sendiri.

Ekspor batubara Indonesia berkisar antara 70 sampai 80 persen dari total produksi
batubara, sisanya dijual di pasar domestik.
2. Harga bb di bulan SEPTEMBER

2.1 Ini Penyebab Harga Batu Bara Acuan Meroket Hingga US$150,03 per Ton
Kenaikan permintaan pasar ekspor serta meningkatnya harga gas alam untuk pembangkit listrik
dunia dinilai menjadi penyebab naiknya harga batu bara acuan (HBA) menjadi US$150,03 per
ton pada September 2021.

Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung
Pribadi menyebut bahwa permintaan dari China bahkan melebihi kemampuan produksi
domestiknya.

dua faktor turunan turut memengaruhi pergerakan HBA yaitu, supply dan demand.

Faktor supply dipengaruhi oleh cuaca, teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis
di supply chain seperti kereta, tongkang maupun loading terminal.

faktor demand atau permintaan dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turut berkorelasi
dengan kondisi industri, kebijakan impor dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti
LNG, nuklir dan hidro.
Sempat melandai pada Februari–April 2021, HBA mencatatkan kenaikan beruntun pada
periode Mei–Juli 2021 hingga menyentuh angka US$115,35 per ton di Juli 2021. Kenaikan
tersebut terus konsisten hingga September 2021 dengan mencatatkan rekor tertinggi baru.

Sebagai informasi, HBA adalah harga yang diperoleh dari rata-rata Indonesia Coal Index (ICI),
Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC) dan Platt's 5900 pada
bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total
Moisture 8 persen, Total Sulphur 0,8 persen, dan Ash 15 persen. Dia menjelaskan bahwa
terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi

2.2

3. Harga bb di bulan OKTOBER

3.1 Meroket, Pemerintah Tetapkan HBA Batu Bara Oktober 2021 Sebesar US$161,63 per Ton
Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan
harga batu bara acuan (HBA) menjadi US$161,63 per metrik pada Oktober 2021. Angka itu
dipengaruhi oleh permintaan batu bara yang terus meningkat di China akibat naiknya
kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik yang melampaui kapasitas pasokan domestik.
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung
Pribadi mengatakan bahwa kebutuhan batu bara meningkat untuk keperluan pembangkit listrik
yang melampaui kapasitas pasokan batu bara domestik. “Juga meningkatnya permintaan batu
bara dari Korea Selatan dan kawasan Eropa, seiring dengan tingginya harga gas alam,”
katanya dalam keterangan resmi, Selasa (5/10/2021).

HBA pada Oktober 2021 sendiri naik sekitar US$11,60 per metrik ton dibandingkan dengan
HBA September 2021, yakni US$150,03 per metrik ton. Sebagai informasi, HBA adalah harga
yang diperoleh dari rerata Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX),
Globalcoal Newcastle Index (GCNC) dan Platt`s 5900 pada bulan sebelumnya dengan kualitas
yang disetarakan pada kalori 6.322 kcal/kg GAR, total moisture 8 persen, total sulphur 0,8
persen, dan ash 15 persen.

Sempat melandai pada Februari–April 2021, HBA mencatatkan kenaikan beruntun pada
periode Mei–September 2021. Kenaikan tersebut terus konsisten hingga Oktober 2021 dengan
mencatatkan rekor tertinggi baru.

Setidaknya terdapat dua faktor turunan yang mempengaruhi pergerakan HBA, yaitu supply dan
demand. Pada faktor turunan supply dipengaruhi oleh cuaca, teknis tambang, kebijakan negara
pemasok, hingga teknis di supply chain, seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
Sementara itu, untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun
berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor dan kompetisi dengan komoditas energi
lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro. Nantinya, HBA Oktober ini akan dipergunakan pada
penentuan harga batu bara pada titik serah penjualan secara free on board di atas kapal
pengangkut (FOB Vessel).

3.2 Harga Batu Bara Amblas 20,8 Persen, Ini Biang KeladinyaA
Setelah mengalami lonjakan harga dalam beberapa pekan terakhir, harga batu bara
amblas 20,86 persen dalam sepekan terkahir (18-22 Oktober 2021).

IDXChannel - Setelah mengalami lonjakan harga dalam beberapa pekan terakhir,  harga
batu bara amblas 20,86 persen dalam sepekan terkahir (18-22 Oktober 2021).

Menilik pasar derivatif acuan ICE Newcastle untuk kontrak November 2021,  batu
bara anjlok -20,86 persen selama sepekan, meskipun ditutup naik (4,97 persen) pada
Jumat (22/10) di harga USD191/ton.

Namun, performa 'batu hitam' dalam sebulan masih positif (6,20 persen), tiga bulan
(42,48 persen), dan year to date (139,50 persen).

Sebagai perbandingan untuk kontrak Oktober 2021 yang berakhir pada 29 Oktober 2021
mendatang, harga batu bara ICE Newcastle menurun (-4,17 persen) dalam sepekan di
harga USD230.
Dalam sebulan, batu bara (Okt 2021) masih positif (25,85 persen), tiga bulan (67,27
persen), dan year to date (187,32 persen), naik tajam sepanjang tahun ini.

Seperti diketahui, kenaikan harga batu bara global berimbas pada acuan harga di dalam
negeri.

Harga batu bara acuan (HBA) menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) untuk periode Oktober 2021 mencapai US$161,63/ton, naik tajam dari HBA
Oktober 2020 yang saat itu masih sebesar US$ 51/ton.

Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM,
Agung Pribadi mengatakan bahwa kenaikan tersebut dipengaruhi permintaan batu bara
yang terus meningkat di China untuk pembangkit listrik.

"Kenaikan HBA bulan Oktober 2021 disebabkan oleh permintaan yang terus meningkat di
China di mana saat ini kebutuhan batu bara meningkat untuk keperluan pembangkit listrik
yang melampaui kapasitas pasokan batu bara domestik. Selain itu juga meningkatnya
permintaan batu bara dari Korea Selatan dan kawasan Eropa seiring dengan tingginya
harga gas alam," ungkap Agung di Jakarta, (5/10).

Sebagai negara dengan tingkat konsumsi batu bara terbesar, China mulai beranjak
terhadap pemuliihan ekonomi yang menyebabkan tingginya permintaan energi.

Hal ini diperparah dengan adanya embargo supply batu bara dari Australia yang
menyebabkan harga batu bara mencapai tingkat tertinggi selama sejarah, melebihi
USD250 per ton pada awal Oktober lalu.

Dalam konteks Eropa, aturan emisi CO2 yang semakin ketat juga menyebabkan tingginya
harga karbon yang berdampak langsung terhadap harga komoditas energi fosil, khususnya
batu bara. (RAMA)

4. Harga bb di bulan NOVEMBER

4.1 Cetak Rekor Baru, HBA November 2021 Jadi US$215,63 Per Metrik Ton

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga batu bara acuan

(HBA) pada November 2021 mencapai US$215,63 per metrik ton, atau naik 33 persen

dibandingkan dengan bulan sebelumnya.


Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan

harga batu bara acuan (HBA) pada November 2021 mencapai US$215,63 per metrik ton, atau

naik 33 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh

datangnya musim dingin dan krisis batu bara yang dialami China, sehingga berimbas pada

harga batu bara global. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama

(KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan bahwa harga tersebut merupakan level

HBA tertinggi dalam puluhan tahun terakhir. “Permintaan dari Tiongkok terus meningkat,

menyusul mulai memasuki musim dingin, serta kondisi cuaca buruk yang menyebabkan

terganggunya kegiatan produksi dan transportasi batu bara di sejumlah provinsi produsen batu

bara,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (8/11/2021). Lebih lanjut, kenaikan itu juga dipicu

oleh lonjakan harga gas alam, sehingga mempengaruhi harga batu bara global. Kebutuhan

energi global disebut sebagai imbas dari pemulihan ekonomi di sejumlah belahan dunia. HBA

terus mengalami reli yang luar biasa sepanjang tahun ini. Dibuka pada level US$75,84 per ton

di Januari 2021, HBA mengalami kenaikan pada Februari 2021 US$87,79 per ton dan sempat

turun di Maret 2021 senilai US$84,47 per ton. Baca Juga : Perusahaan Tambang Wajib

Lakukan Ini Bila Tak Ingin Harga Batu Bara Anjlok Selanjutnya, HBA terus mengalami kenaikan

secara beruntun mulai April 2021 pada harga US$86,68, Mei 2021 (US$89,74), Juni 2021

(US$100,33), Juli 2021 (US$115,35), Agustus 2021 (US$130,99), September 2021

(US$150,03), dan US$161,63 per metrik ton pada Oktober 2021. Adapun, HBA merupakan

harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index
(NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan

kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, total moisture 8 persen, total sulphur

0,8 persen, dan ash 15 persen. Agung menjelaskan, terdapat dua faktor turunan yang

mempengaruhi pergerakan HBA, yaitu supply dan demand. Pada faktor turunan supply

dipengaruhi oleh season (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di

supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal. Baca Juga : Di Tengah

Tekanan, Harga Batu Bara Masih Moncer Sementara itu, untuk faktor turunan demand

dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan

impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro. Nantinya,

HBA November 2021 ini akan dipergunakan pada penentuan harga batu bara pada titik serah

penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel) selama satu bulan ke

depan.  

4.2 HBA November 2021 Bakal Turun Tipis, Ini Penyebabnya


Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan menyebut HBA November 2021 bakal turun tipis.

Bisnis.com, JAKARTA – Harga batubara acuan (HBA) November 2021 diperkirakan turun tipis
dari penetapan bulan sebelumnya yakni US$161,63 per ton.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar
mengatakan bahwa proyeksi penurunan ini disebabkan krisis energi yang mulai dapat diatasi.

“Taksiran saya akan turun tipis. Karena masa kekagetan atas krisis energi yang disebabkan
[kenaikan harga] gas dan minyak bumi mulai ter-recovery. Tapi tetap tinggi, cuma memang tren
turun tipis,” katanya, Senin (8/11/2021).

Dalam tiga bulan terakhir, HBA berangsur meningkat seiring dengan krisis energi yang terjadi di
sejumlah belahan dunia. Tingginya harga komoditas bahan bakar seperti gas dan minyak bumi
mendorong dunia beralih menggunakan batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi.

Pada Agustus, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan HBA senilai
US$130,99 per ton. Kemudian angka ini meningkat US$19,04 per ton menjadi US$150,03 per
ton pada HBA September.

Kemudian harga acuan untuk komoditas emas hitam itu kembali mencetak rekor tertingginya
sepanjang tahun ini yakni US$161,63 per ton atau naik US$11,60 per ton dibandingkan
September. Salah satu faktor utama terkereknya HBA adalah permintaan dari China telah
melampaui pasokan batu bara domestik.

Belakangan, China melakukan sejumlah intervensi terhadap perusahaan tambang di negara itu.
Pemerintah mendorong perusahaan meningkatkan kapasitas produksi serta mendorong stabilisasi
harga komoditas.

Xi Jinping juga mengancam menindak para spekulan harga dan penimbun batu bara. Upaya ini
untuk menekan harga bara dan meningkatkan serapan bahan bakar untuk pembangkit listrik.
“Variabelnya banyak. Pertama soal recovery [energi dunia]. Kedua, sumber energi substitusi
mulai bermunculan misalkan termasuk China dengan beberapa EBT mulai digerakkan. Minyak
bumi dan gas bumi juga sudah mulai [menunjukan tren penurunan] harganya,” terangnya.

Bisman menuturkan pada akhirnya harga komoditas ini akan tetap turun. Namun pemerintah
maupun perusahaan tambang perlu menyiapkan strategi agar stabilitas harga tetap terjaga
sehingga tidak terkoreksi cukup dalam.

5. Harga bb di bulan DESEMBER

5.1 Terpangkas 25%, Harga Batubara Acuan Desember Jadi USD159,79 per Ton
(RABU 08 DESEMBER 2021)

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ) menetapkan Harga
Batubara Acuan ( HBA ) untuk bulan Desember 2021 sebesar USD159,79 per ton. Harga
tersebut turun USD55,22 dibandingkan HBA November yang sebesar USD215,01 per ton.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM
Agung Pribadi menjelaskan, penurunan HBA ini dipengaruhi oleh intervensi kebijakan
pemerintah China dalam menjaga kebutuhan batubara domestiknya.

"Pemerintah China telah meningkatkan produksi batubara dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri yang berdampak pada meningkatnya stok batubara domestik serta
kebijakan pengaturan harga batubara oleh pemerintah setempat," ujarnya, Rabu (8/12/2021).

Penurunan HBA pada Desember merupakan kali pertama setelah hampir sepanjang tahun
harga batubara merangkak naik. Dibuka pada level USD75,84 per ton di Januari, HBA
mengalami kenaikan pada bulan Februari USD87,79 per ton, dan sempat turun di Maret
USD84,47 per ton.

Selanjutnya harga batubara terus mengalami kenaikan secara beruntun hingga bulan
November 2021 pada angka USD215,01 per ton. Secara terinci, harga batubara April di angka
USD86,68, Mei (USD89,74/ton), Juni (USD100,33/ton), Juli (USD115,35/ton), Agustus
(USD130,99/ton), September (USD150,03/ton), dan Oktober (USD161,63/ton).
Sebagai informasi, HBA merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal
Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's
5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR,
Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.

Pergerakan HBA dipengaruhi dua faktor turunan yaitu supply dan demand. Pada faktor turunan
supply dipengaruhi oleh season (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga
teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal. Sementara untuk
faktor demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri,
kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.

HBA bulan Desember ini akan dipergunakan pada penentuan harga batubara pada titik serah
penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel) selama satu bulan ke
depan.

5.2
6. Grafik Harga Batubara

7. Aturan DMO Batu Bara Diperketat, Ada Sanksi Larangan Ekspor Hingga Denda
(Pengetatan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor
139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri yang
ditetapkan pada 4 Agustus 2021.
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif
mengetatkan aturan terkait kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri
atau domestic market obligation (DMO). Pemerintah akan memberi sanksi berupa larangan
ekspor hingga pengenaan denda bagi pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan DMO.
Pengetatan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor
139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri yang
ditetapkan pada 4 Agustus 2021. Dalam beleid tersebut, pemerintah menetapkan persentase
penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri sebesar 25 persen dari rencana jumlah
produksi batu bara tahun tahunan yang disetujui oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
batu bara bagi penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan kepentingan sendiri, dan
bahan baku/bahan bakar untuk industri. Baca Juga : Capping Harga DMO Batu Bara Bantu
Efisiensi PLN Saat Penjualan Listrik Turun Pemegang Izin Usaha Pertambangan tahap
kegiatan Operasi Produksi (IUP-OP) Batubara , Izin Usaha Pertambangan Khusus tahap
kegiatan Operasi Produksi (IUPK-OP) Batubara , Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B) tahap Operasi Produksi , dan Izin Usaha Pertambangan
Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian wajib memenuhi persentase
tersebut. Dalam hal mendesak tidak terpenuhinya kebutuhan batu bara dalam negeri, Direktur
Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) atas nama Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral dapat menunjuk pemegang IUP-OP Batubara, IUPK-OP tahap Batubara, PKP2B tahap
Operasi Produksi, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, atau Izin
Pengangkutan dan Penjualan Batubara untuk memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri.
Para pengusaha batu bara yang tidak memenuhi persentase penjualan batu bara DMO atau
tidak memenuhi kontrak penjualan akan dikenai pelarangan penjualan batu bara ke luar negeri
sampai dengan memenuhi DMO sesuai dengan persentase penjualan atau sesuai dengan
kontrak penjualan, kecuali bagi yang tidak memiliki kontrak penjualan dengan pengguna batu
bara di dalam negeri atau spesifikasi batu baranya tidak memiliki pasar dalam negeri. Baca
Juga : Peningkatan Harga Batu Bara, IMEF Minta Pemerintah Tinjau Ulang Komitmen DMO
Selain itu, perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan DMO tersebut juga akan dikenai sanksi
berupa pembayaran denda. "Denda sejumlah selisih harga jual ke luar negeri dikurangi Harga
Patokan Batubara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum (DMO) dikalikan
volume penjualan ke luar negeri sebesar kewajiban pemenuhan kebutuhan batu bara dalam
negeri yang tidak dipenuhi bagi pemegang IUP-OP Batubara, IUPK-OP Batubara, PKP2B tahap
Operasi Produksi, dan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang tidak
memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri untuk penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum," demikian bunyi diktum keempat b dalam Kepmen tersebut. Denda serupa
juga diterapkan bagi perusahaan yang tidak memenuhi DMO selain untuk penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan umum. Baca Juga : Produsen Batu Bara Optimistis Harga dan
Permintaan Masih Cerah Sedangkan bagi perusahaan yang tidak memiliki kontrak penjualan
dengan pengguna batu bara dalam negeri atau spesifikasi batu baranya tidak memiliki pasar
dalam negeri, akan dikenai kewajiban pembayaran dana kompensasi sejumlah kekurangan
penjualan sesuai dengan persentase penjualan. Ketentuan terkait pelarangan penjualan batu
bara ke luar negeri dan pengenaan denda atau dana kompensasi diberlakukan juga untuk
pemegang Izin Pengangkutan dan Penjualan Batubara yang tidak memenuhi kebutuhan batu
bara dalam negeri sesuai dengan kontrak penjualan. Adapun harga jual batu bara untuk
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dipatok sebesar US$70 per metrik ton Free
On Board (FOB) Vessel, yang didasarkan atas spesifikasi acuan pada kalori 6.322 kcal/kg
GAR, total moisture 8 persen, total sulphur 0,8 persen, dan ash 15 persen. Dirjen Minerba
menetapkan perusahaan yang tidak memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri setiap bulan
dengan persetujuan Menteri ESDM. Sebelumnya, pada Mei 2021 lalu, Staf Khusus Menteri
ESDM Bidang Percepatan dan Tata Kelola Minerba Irwandy Arif mengatakan bahwa
pemerintah menyiapkan aturan baru soal sanksi denda kompensasi terkait pemenuhan DMO
batu bara untuk memastikan pelaksanaan pemenuhan kewajiban DMO berjalan optimal.
Langkah ini dilakukan agar kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
dapat terpenuhi. "Pengaturan tentunya untuk suatu pelaksanaan DMO yang optimal. Semua
kebutuhan PLTU batu bara dalam negeri berfungsi dan tidak ada pemadaman listrik," kata
Irwandy kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.

8. Ini Daftar Lengkap 34 Perusahaan Batu Bara Dilarang Ekspor !


Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) telah memutuskan mengenakan sanksi berupa pelarangan penjualan
batu bara keluar negeri kepada 34 perusahaan batu bara.

Hal tersebut dikarenakan 34 perusahaan tersebut tidak memenuhi kewajiban


pasokan batu bara sesuai kontrak penjualan dengan PT PLN (Persero) dan atau
PT PLN Batu Bara Periode 1 Januari-31 Juli 2021.

Keputusan ini sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM


No.139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam
Negeri yang ditetapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 4 Agustus 2021.

Berdasarkan dokumen yang diterima CNBC Indonesia, Direktur Jenderal Mineral


dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin
mengirimkan surat keputusan perihal "Pelarangan Penjualan Batu Bara ke Luar
Negeri" kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Direktur Jenderal
Bea dan Cukai, serta Direktur Jenderal Perhubungan Laut pada 7 Agustus 2021.

"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami mohon kerja sama Saudara untuk
melakukan pembekuan Eksportir Terdaftar (ET), menghentikan pelayanan
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan tidak menerbitkan Surat Persetujuan
Berlayar (SPB) untuk tujuan penjualan batu bara ke luar negeri sesuai dengan
kewenangan Saudara kepada 34 perusahaan sebagaimana terlampir sampai
dengan terpenuhinya kebutuhan batu bara sesuai kontrak penjualan
sebagaimana dimaksud pada angka 3," isi bunyi surat tersebut.
CNBC Indonesia telah mengonfirmasikan hal ini kepada Dirjen Minerba Ridwan
Djamaluddin dan dirinya pun membenarkan adanya sanksi pelarangan ekspor
batu bara kepada 34 perusahaan batu bara tersebut.

"Benar," jawab Ridwan kepada CNBC Indonesia, saat ditanya apa benar ada 34
perusahaan batu bara yang akan dikenakan sanksi pelarangan ekspor batu bara
karena tidak memenuhi DMO dari Januari-Juli 2021.

Berdasarkan dokumen yang diterima CNBC Indonesia, berikut daftar 34


perusahaan batu bara yang dikenakan sanksi pelarangan ekspor batu bara ke
luar negeri karena belum memenuhi kewajiban pasokan batu bara sesuai
kontrak penjualan:

1. PT Arutmin Indonesia
2. PT Ascon Indonesia Internasional
3. PT Bara Tabang
4. PT Batara Batari Sinergy Nusantara
5. PT Belgi Energy
6. PT Berkat Raya Optima
7. PT Borneo Indobara
8. PT Buana Eltra
9. PT Buana Rizki Armia
10. PT Dizamatra Powerindo
11. PT Global Energi Lestari
12. PT Golden Great Borneo
13. PT Grand Apple Indonesia
14. PT Hanson Energy
15. PT Inkatama Resources
16. PT Kasih Industri Indonesia
17. PT Mandiri Unggul Sejati
18. PT Mitra Maju Sukses
19. PT Nukkuwatu Lintas Nusantara
20. PT Oktasan Baruna Persada
21. PT Prima Multi Mineral
22. PT Prolindo Cipta Nusantara
23. PT Samantaka Batubara
24. PT Sarolangun Prima Coal
25. PT Sinar Borneo Sejahtera
26. PT Sumber Energi Sukses Makmur
27. PT Surya Mega Adiperkasa
28. PT Tanjung Raya Sentosa
29. PT Tepian Kenalu Putra Mandiri
30. PT Tiga Daya Energi
31. PT Titan Infra Energy
32. PT Tritunggal Bara Sejati
33. PT Usaha Maju Makmur
34. PT Virema Inpex.

Anda mungkin juga menyukai