Anda di halaman 1dari 6

Pembahasan

A. Ekspor

Indonesia memiliki berbagai sumber daya alam, termasuk sumber daya mineral. Beberapa
komoditas pertambangan di antaranya menjadi incaran negara lain, salah satunya negara
adidaya Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada April 2022, AS menjadi negara tujuan ekspor
nonmigas kedua terbesar Indonesia. Indonesia mencatat pertumbuhan tahunan yang pesat
untuk ekspor barang di sektor pertambangan pada bulan April. BPS melaporkan hal tersebut
ditopang lonjakan harga komoditas. Ekspor pertambangan dan yang lainnya tumbuh 182,48%
ke US$ 6,41 miliar pada bulan April dari tahun sebelumnya.

Sektor ini merupakan kontributor kedua terbesar ke ekspor barang Indonesia. Namun laju
pertumbuhan tersebut merupakan yang paling pesat. Di sisi lain pemerintah tengah gencar
mencanangkan hilirisasi agar produk yang dihasilkan memiliki nilai tambah, ketimbang RI harus
menjual komoditas seperti pertambangan dalam barang mentah. Berulang kali keluar seruan
dari Presiden untuk segera menghentikan kegiatan ekspor barang mentah.

5 komoditas ekspor sektor tambang Indonesia ke AS yaitu besi, nikel, bauksit, tembaga, dan
timah.

1. Timah

Mengacu data Kementerian ESDM, terjadi penurunan produksi timah dalam beberapa waktu
terakhir, tahun 2018 produksi mencapai 83 ribu ton, tahun 2019 hanya 76,4 ribu ton, 2020 54,3
ribu ton dan 2021 mencapai 34,5 ribu ton. Sepanjang tahun ini di 2022, ekspor timah ke luar
negeri masih berjalan lancar meski ada perang Rusia dan Ukraina. Pengiriman dari Indonesia ke
Amerika dan Eropa belum terpengaruh. Saat ini ekspor timah dilakukan melalui MIND ID
Trading, salah satu unit usaha di Holding BUMN Pertambangan. Timah merupakan anggota di
dalam holding tersebut.
2. Bauksit

Bauksit merupakan barang tambang berupa mineral yang sebagian besarnya mengandung
aluminium oksida dan silika juga titanium dalam kadar kecil.

Bauksit adalah sumber aluminium yang merupakan salah satu logam yang paling dibutuhkan di
industri modern. Salah satu perusahaan tambang bauksit di Indonesia adalah Antam. Pada
tahun 2020 Antam dapat memproduksi 1,55 juta ton bauksit.

3. Tembaga

Kementerian mencatat, jumlah ekspor tembaga tahun 2021 mencapai 2 juta ton, dengan
konsumsi dalam negeri mencapai 1,1 juta ton. ESDM menyampaikan bahwa cadangan bijih
tembaga di Indonesia mencapai 3,2 miliar ton yang diprediksikan bisa bertahan hingga tahun
2044.

Seperti yang diketahui saat ini penambang bijih tembaga atau ore konsentrat tembaga terbesar
di Indonesia dilakukan oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara
(AMNT). Dengan begitu, dua perusahaan ini berkontribusi aktif dalam kegiatan ekspor ore
tembaga.

Sebagai informasi tembaga merupakan barang tambang berupa logam lunak dengan struktur
yang elastis dan juga lembut. Tembaga memiliki konduktivitas termal dan konduktivitas listrik
yang tinggi, membuatnya dibutuhkan dalam berbagai industri khususnya industri perangkat
elektronik.

4. Nikel

Nikel merupakan barang tambang berupa mineral yang digunakan dalam baterai perangkat
elektronik. Indonesia memiliki total cadangan nikel sebesar 9.422 juta ton yang tersebar di
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Dilansir dari Forbes, pada tahun 2020 produksi nikel Indonesia mencapai 2,5 juta ton,
menguasai 60% produksi nikel di dunia. Dengan produksi sebesar itu, Indonesia memegang 20%
ekspor nikel untuk memenuhi kebutuhan dunia. Namun seperti disampaikan Presiden Joko
Widodo (Jokowi), untuk bijih nikel sendiri ekspornya sudah dilarang sejak 1 Januari 2020.
Jokowi mengatakan, ke depannya, bauksit juga akan segera dilarang ekspor.

5. Besi dan Baja

Besi merupakan unsur yang sangat diperlukan dalam bidang konstruksi. Indonesia diperkirakan
memiliki cadangan total besi primer sebesar 3,61 miliar, laterit sebanyak 4,02 miliar ton, pasir
besi sebesar 4,28 miliar ton, dan klastik sedimen sebesar 6,56 miliar ton.

Dilansir dari U. S. Geological Survey, Indonesia dapat mengekspor rata-rata 12 juta ton besi per
tahunnya. Namun semenjak pembatasan ekspor material mentah, turun menjadi hanya sekitar
3,6 juta ton pada tahun 2020.

B. Impor

Impor barang dilakukan Indonesia karena produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi
kebutuhan di dalam negeri. Artinya, kebutuhan masyarakat lebih tinggi dari pada hasil produksi
barang di dalam negeri termasuk dalam sektor pertambangan.

Pada bidang pertambangan, Indonesia melakukan impor : besi dan baja, batu bara, minyak
mentah, hasil minyak, dan gas.

1. Besi dan Baja

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai impor besi dan baja Indonesia sebanyak US$11,96
miliar pada 2021. Sedangkan, volume impor komoditas logam tersebut mencapai 13,04 juta ton
pada tahun lalu.

Berdasarkan asalnya, impor besi dan baja paling banyak dari China sepanjang 2021, yakni
US$2,74 miliar. Indonesia juga banyak mengimpor besi dan baja dari Jepang senilai US$2,06
miliar.
Lalu, impor komoditas logam tersebut dari Afrika Selatan sebanyak US$1,47 miliar. Sedangkan,
impor besi dan baja dari Korea Selatan dan Vietnam masing-masing sebanyak US$1,02 miliar
dan US$483 juta.

2. Batu Bara

Pasokan batu bara RI sangat melimpah, di mana lebih dari 500 juta ton batu bara diproduksi
tiap tahunnya, dan sekitar 70%-nya diekspor. Akan tetapi, nyatanya RI masih mengimpor batu
bara. Impor batu bara RI tercatat di data Handbook of Energy and Economic Statistics of
Indonesia 2020 yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Indonesia
tercatat mengimpor batu bara sebanyak 8,76 juta ton pada 2020, naik 18,5% dibandingkan
impor pada 2019 yang tercatat sebesar 7,39 juta ton.

Impor batu bara ini khususnya untuk jenis coking coal atau metallurgic coal yang biasa
digunakan untuk produksi baja dan pengolahan dan pemurnian (smelter) tambang. Sementara
batu bara yang diproduksi Indonesia kebanyakan adalah batu bara termal yang biasa digunakan
untuk pembangkit listrik. Metallurgic coal ini biasanya banyak terdapat di Australia, sehingga
kemungkinan besar Indonesia mengimpor dari Australia.

3. Minyak Mentah

Pada perdagangan minyak global biasanya terdapat dua jenis minyak yang diperjual belikan,
yaitu Minyak Mentah dan hasil minyak. Minyak mentah atau minyak bumi merupakan sumber
daya alam murni hasil pengeboran. Sementara itu, Hasil Minyak merupakan produk olahan dari
minyak mentah yang biasa diolah menjadi bensin, solar, bahan, aspla, Liquid Petroleum Gas
atau LPG, dan sebagainya.

Berdasarkan data BPS, impor minyak mentah di Indonesia selalu lebih besar daripada ekspor
minyak mentah sejak tahun 2013 hingga tahun 2021. Contohnya, pada tahun 2021, Indonesia
mengimpor sebanyak 13,7 juta ton minyak mentah dan hanya mengekspor sebanyak 6 juta ton
minyak mentah.
Berdasarkan laporan BPS, negara asal utama minyak impor di Indonesia adalah Malaysia,
Singapura, Amerika Serikat, Arab Saudi, China, Nigeria, Uni Emirat Arab, Australia, Korea
Selatan, dan Qatar.

4. Hasil Minyak

Merujuk laporan dan data dari Badan Pusat Statistik alias BPS, sejak tahun 1997 sampai
dengan tahun 2021, jumlah impor hasil minyak di Indonesia selalu lebih besar daripada jumlah
ekspor minyak. Misalnya, pada tahun 2021, Indonesia mengimpor sebanyak 21,9 juta ton hasil
minyak dan hanya mengekspor sebanyak 3,7 juta ton hasil minyak.

Impor minyak olahan atau Hasil Minyak terbesar berasal dari Singapura dengan volume 10,25
juta ton dan dari Malaysia seberat 5,17 juta ton, per Maret 2022.

5. Gas

Terus meningkatnya impor gas seperti LPG karena kapasitas produksi kilang LPG di dalam negeri
saat ini jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, sebagian besar dari kebutuhan LPG domestik harus
dipenuhi dari impor. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan total volume impor gas Indonesia
mencapai 6,24 juta ton pada 2021. Angka tersebut naik tipis 1,07% dari tahun sebelumnya,
sekaligus menjadi yang terbesar dalam 5 tahun terakhir.

Pada 2021 Indonesia mengimpor gas dari Amerika Serikat (AS) seberat 3,78 juta ton. Angka
tersebut porsinya melebihi separuh (58,93%) dari total impor gas nasional sepanjang tahun lalu.
Impor gas terbesar berikutnya dari Uni Emirat Arab dengan volume mencapai 1,23 juta ton
(19,16%). Diikuti dari Arab Saudi dengan volume seberat 406,2 ribu ton (6,33%), kemudian dari
Qatar 369,5 ribu ton (5,75 %), dan dari Australia 181,1 ribu ton (2,82%). Ada pula 141,4 ribu ton
(2,2%) impor gas Indonesia yang berasal dari Kuwait. Terdapat 93 ribu ton (1,45%) dari bahrain,
sebanyak 85,5 ribu ton (1,33%) dari Singapura, serta dari Angola dan Nigeria masing-masing
seberat 44,9 ribu ton (0,7%) dan 44 ribu ton (0,69%). Sedangkan impor gas dari gabungan
negara-negara lainnya mencapai 41,4 ribu ton (0,64%).
Saat ini, 65 persen LPG yang digunakan di dalam negeri berasal dari impor sehingga dapat
meningkatkan defisit neraca perdagangan nasional. Akibatnya, penggunaan dollar akan
meningkat sehingga bisa menyebabkan mata uang rupiah terdepresiasi terhadap mata uang
dollar.

Anda mungkin juga menyukai