Anda di halaman 1dari 46

“Kontrak Berjangka” – Mengabdi dengan Integritas

Bappebti/Mjl/131/XI/2012/Edisi Februari

Dari Redaksi

Berangsur-angsur pasar komoditi terorganisir terbentuk di dalam negeri. Hal itu menandakan
Indonesia sebagai salah satu negara produsen komoditi terbesar di dunia.

Pasar terorganisir komoditi itu sangat penting keberadaanya di Indonesia. Agar pemerintah dapat
mengontrol dan memberi dukungan kebijakan perdagangan komoditi dari sejumlah komoditi
unggulan tersebut. Selain itu, pasar terorganisir menjadi sumber informasi harga yang dapat
dijadikan acuan para pelaku komoditi.

Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) pada 1 Februari 2012, lalu, telah meresmikan
perdagangan perdana pasar fisik komoditi timah. Pasar fisik komoditi timah tersebut diperkenalkan
dengan nama INATIN.

Pemerintah menyambut baik diselenggarakan pasar fisik timah di dalam negeri. Seperti diutarakan
Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, pasar fisik timah INATIN akan mendukung kebijakan
pemerintah dalam meningkatkan kapasitas produksi industri hilir timah di dalam negeri. Karena,
arah kebjiakan pemerintah ke masa depan yakni meningkatkan industri hilir di dalam negeri.

Lebih jauh ditegaskan Bayu Krisnamurthi, dengan adanya pasar timah di dalam negeri, investor asing
pun akan masuk membangun industri hilir di Indonesia. Sehingga membuka lapangan pekerjaan
yang lebih luas. Di sisi lain, industri hilir tersebut meningkatkan nilai tambah yang pada akhirnya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Jauh sebelumnya, ekspor timah Indonesia berkisar 90.000 ton pertahun diperdagangkan dengan
mengacu pada harga timah yang terjadi di London Metal Exchange (LME) dan Kuala Lumpur Tin
Market (KLTM). Pada hal kedua negara itu tidak menghasilkan komoditi timah.

Informasi lain yang mengembirakan dari laporan edisi kali ini adalah, Bulog akan masuk sebagai salah
satu pelaku sistem resi gudang (SRG). Hal itu diungkapkan Meneg BUMN, Dahlan Iskan.

Dikatakan, Dahlan Iskan, Bulog harus cepat-cepat masuk bisnis SRG untuk membantu pemerintah
dalam mengatasi para tengkulak. Dan, jaringan Bulog yang demikian luas dengan jumlah gudang
yang banyak berkapasitas besar, akan meningkatkan ketahanan pangan di dalam negeri.

Juga ditegaskan Dahlan Iskan, dalam pengadaan beras Bulog tidak boleh lagi lewat pedagang tetapi
langsung kepada petani. Dengan begitu, Bulog tidak lagi dianggap sebagai perusahaan yang hanya
menjadi tukang tadah beras, namun sudah harus ‘jemput bola’ ke petani atau bahkan bisa ikut
menanam padi.

Selain dua laporan yang mengembirakan tadi, tentunya Redaksi menyajikan laporan lain yang
bermanfaat bagi pembaca. Karenanya, silahkan dibaca dan semoga bermanfaat demi kemajuan
bangsa.

Salam!

Berita Utama
INATIN Acuan Harga Timah Dunia

INATIN bersaing dengan LME dan KLTM menjadi acuan harga timah dunia. Terbentuknya pasar fisik
timah di dalam negeri mendorong berkembangnya industri hilir timah. Sehingga ekspor timah
batangan bisa diredam.

Komoditi timah merupakan salah satu komoditi andalan yang memiliki peran penting pada
perekonomian Indonesia dalam mendatangkan devisa negara. Di samping itu, industri timah di
wilayah Bangka Belitung (Babel) sebagai salah satu sektor penyerap lapangan kerja terbesar.
Indonesia saat ini sebagai produsen timah terbesar kedua di dunia setelah Cina. Dan, ekspor timah
Indonesia sekitar 90 persen dari total produksi nasional. Tiga tahun terakhir, ekspor timah Indonesia
lebih dari 90 ribu ton. Tahun 2011 ekspor timah mencapai 96.023 ton, tahun 2010 sebesar 92.486
ton dan tahun 2009 sebesar 99,287 ton.

“Volume ekspor timah Indonesia yang senantiasa tinggi dibandingkan Cina sebagai produsen utama
dunia, harus disikapi serius. Jangka Panjang deposit timah di Indonesia bisa habis dan malah jadi net
impor. Dibandingkan dengan negara Cina, hampir seluruh produksi timah diserap industrinya,”
demikian antara lain diutarakan Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, saat peluncuran
perdagangan perdana pasar fisik timah yang diselenggarakan Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia
(BKDI), 1 Februari 2012, di gedung BKDI, Jakarta.

Perdagangan perdana pasar fisik timah BKDI yang dikenal dengan INATIN, juga dihadiri Kepala Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Syahrul R. Sempurnajaya, Dirut PT Timah
Tbk., Wachid Usman, Komisaris dan Direksi BKDI, Komisaris dan Direksi PT Identrust Security
nternational, pelaku pasar timah dari dalam negeri dan para perwakilan pembeli timah dari luar
negeri.

Industri Hilir

Wamendag Bayu Krisnamurthi lebih jauh dikatakan, harga timah yang terjadi di pasar INATIN bisa
digunakan sebagai harga acuan perdagangan timah. “Kalau selama ini pelaku pasar timah di dalam
negeri mengacu pada harga timah yang terjadi di London Metal Exchange (LME) dan Kuala Lumpir
Tin Market (KLTM), maka sekarang Indonesia sudah memiliki harga acuan timah dari INATIN.”

“Harga timah dari pasar fisik timah INATIN lebih signifikan dibandingkan dengan LME dan KLTM.
Karena, timah yang diperdagangkan di dunia itu asalanya dari Indonesia. Tetapi selama ini yang
mengontorl harga timah adalah pelaku asing melalui LME dan KLTM. Hal ini tidak bisa dibiarkan
terus terjadi, makanya seluruh stakeholders harus memberi dukungan,” harapan Bayu Krisnamurthi.

Menurut Wamendag, tujuan lain dibentuknya pasar fisik timah INATIN di dalam negeri yakni untuk
meminimalisir capital out flow.

“Pasar fisik timah ini pun akan mendukung kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kapasitas
produksi industri hilir timah di dalam negeri. Arah kebjiakan pemerintah ke masa depan sangat jelas,
yakni meningkatkan industri hilir di dalam negeri. Dengan demikian akan masuk investasi asing
membangun industri hilir di Indonesia, sehingga membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas. Di
sisi lain, industri hilir tersebut meningkatkan nilai tambah yang pada akhirnya meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional,” tandas Bayu Krisnamurthi.
Sementara itu, Kepala Bappebti, Syahrul R. Sempurnajaya, mengatakan, kelak INATIN akan dijadikan
model percontohan bagi sistem perdagangan komoditi unggulan Indonesia lainnya.

“Indonesia merupakan produsen sejumlah komoditi yang dibutuhkan dunia, tetapi Indonesia belum
memiliki pasar yang terorganisir. Sehingga kita selalu mengacu harga yang terjadi di pasar
internasional. Itu tidak benar,” jelas Syahrul.

“Di era perdagangan modern seperti sekarang ini, harga suatu komoditi ditentukan berdasarkan
produsen. Kalau harga komoditi terjadi di negara yang bukan produsen, maka hampir bisa dipastikan
harga itu dipengaruhi tindakan para spekulator,” kata Syahrul R. Sempurnajaya.

Berita Utama

Mengikis Spekulan Timah

Pedagangan perdana pasar fisik timah yang diselenggarakan Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia
(BKDI) dengan kode perdagangan INATIN, pada 1 Februari 2012, berhasil melampaui harga timah
yang terjadi di London Metal Exchange (LME). Perdagangan yang hanya berlangsung selama 15
menit dan dimulai pukul 14.30 WIB, memperdagangkan sebanyak 2 lot kontrak timah dengan harga
di level US$ 24.500 per ton. Sementara itu, harga spot timah di LME berada pada level US$ 24.290
per ton.

Menurut Peter Kettle, Manajer Penelitian International Tin Research Institute (ITRI) yang berbasis di
St. Albans, Inggris, INATIN berpotensi menjadi harga acuan timah dunia selama pembeli dan penjual
ramai memasuki pasar BKDI.

“LME selama ini menjadi patokan utama harga timah dunia karena sudah cukup lama menjadi acuan
harga. Selain itu, perdagangan di LME relative lebih besar dari segi volume transaksi,” kata Peter
Kettle.

Peluncuran perdana INATIN ditandai dengan masuknya sembilan produsen sebagai anggota BKDI.
Masing-masing PT Timah Tbk (TINS), 3H CO Ltd, Gold Matrix Resources Pte Ltd., Purple Products Pvt
Ltd, PT Tambang Timah, PT Mitra Stania Prima, PT Comexindo International, PT Timah Industri dan
PT Refined Banka Tin.

Dari sembilan perusahaan peserta INATIN tersebut, satu-satunya peserta perusahaan lokal adalah PT
Comexindo International. Perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan timah yang dimiliki
Hashim Djojohadikusumo.

Terjamin

Dirut BKDI, Megain Widjaja, mengatakan, target transaksi INATIN untuk tahun 2012 diperkirakan
sebesar 10.000 ton. Dan, komoditi timah yang diperdagangkan itu berasal dari PT Timah Tbk.
Sehingga kualitasnya relatif terjamin.

“PT Timah telah berkomitmen menyediakan timah sebesar 10.000 ton pada tahun ini.Tapi jumlahnya
bisa naik atau turun tergantung kondisi pasar,” jelas Megain.

Sebagai eksportir terbesar di dunia, tambah Megain, INATIN dapat menciptakan harga yang wajar
dan transparan, serta dapat menjadi acuan harga bagi perdagangan timah dunia.
Lebih jauh dijelaskan Megain, Spesifikasi kontrak INATIN ditentukan lima metrik ton untuk setiap ton
dengan fluktuasi harga minimum US$ 5. Kualitas timah yang diperdagangkan memiliki kadar timah
minimum 99,90% (Sn 99,90%).

Penyelesaian kontrak diselesaikan dengan penyerahan fisik melalui delivery points di Pangkal Balam
dan Mentok yang terletak di lokasi penghasil timah,Pulau Bangka Propinsi Bangka Belitung.

Sementara itu, Ketua Komite Timah, yang juga Dirut PT Timah Tbk., Wachid Usman, mengatakan,
keberadaan pasar timah di BKDI akan membawa dampak positif bagi penghasil timah di Indonesia.

“Perdagangan komoditi timah INATIN harga akan bergerak sesuai dengan keseimbangan permintaan
dan pasokan timah di pasaran. Jadi pasarnya lebih transparan,” terang Wachid.

“Di INATIN, pelaku industri timah di Indonesia akan turut aktif dalam menentukan harga timah, jadi
tidak sekadar menunggu harga yang ditetapkan negara lain,” ujar Wachid Usman.
“Kontrak Berjangka” – Mengabdi dengan Integritas

Bappebti/Mjl/148/XII/2013/Edisi Juli

Dari Redaksi

Sekitar 14 abad lamanya nusantara sudah dikenal di mancanegara sebagai produsen komoditi timah.
Hal itu terbukti dari catatan sejarah di abad ke 7, tepatnya di masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya,
ditemukan prasasti Kotakapur di muara Sungai Mendu, Bangka Barat. Pada prasasti itu tertulis kata
Vanca, yang berarti timah. Kata inilah yang kemudian diyakini sebagai asal kata Bangka.

Catatan sejarah lainnya juga membuktikan, kegiatan pertambangan timah putih di Indonesia telah
dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan sebelum colonial menduduki nusantara. Sejarah
menunjukan, uang koin timah putih telah diciptakan di tahun 1091 Hijriyah, di masa pemerintahan
Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Saidul Iman. Pada uang koin itu tertera Masruf fi Balad
Palembang 1091 dan Sultan Fi Balad Palembang 1113.

Dari perjalanan sejarah nusantara yang demikian panjang itu, Indonesia belum mampu
membuktikan sebagai negara produsen terbesar yang mengendalikan harga timah dunia. Jutaan ton
komoditi timah yang dikeruk dari perut bumi Indonesia selama ini harganya ditentukan oleh negara
asing. Sungguh ironis!

Namun, terbitnya Permendag No. 32 Tahun 2013, tentang ketentuan ekspor timah, menjadi catatan
sejarah baru perjalanan komoditi timah Indonesia. Pasalnya, di kebijakan itu ditegaskan setiap timah
yang keluar dari wilayah Indonesia harus melalui transaksi bursa timah. Itu artinya, pelaku timah di
Indonesia yang menguasai pangsa pasar dunia sekitar 80 %, ikut berperan menentukan harga dunia.

Implikasi kebijakan itu tentunya demi kemakmuran bangsa Indonesia dari devisa perdagangan timah
di pasar internasional. Khususnya masyarakat Bangka, yang mayoritas mata pencahariannya berasal
dari tambang timah akan menikmati harga yang wajar dari harga yang terbentuk di bursa timah.

Dengan diperdagangkannya komoditi timah melalui mekanisme perdagangan fisik di bursa timah,
Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, agaknya pantas optimis likuiditas bursa berjangka Indonesia
meningkat di tahun 2013. Di awal tahun 2013 ini, Gita Wirjawan telah menargetkan peningkatan
perdagangan bursa berjangka mencapai 30 % dibandingkan tahun 2012. Untuk itu, mari kita tunggu
aksi bursa timah yang bakal beroperasi pada akhir bulan Agustus mendatang.

Selain laporan perdagangan timah di bursa berjangka, edisi ini juga menyampaikan informasi
perkembangan sistem resi gudang di tanah air. Diantaranya sosialisasi SRG di Kab. Bogor dan
peresmian gudang SRG di Kab. Kebumen.

Akhirnya, Redaksi secara khusus mengucapkan kepada seluruh pembaca buletin yang kita cintai ini
“Selamat Menunaikan Ibadah Ramadhan 1434 Hijriyah.”

Berita Utama

Bursa Timah Rujukan Dunia

Komoditi timah Indonesia sudah mendunia sejak abad ke tujuh di zaman kejayaan Kerajaan
Sriwijaya. Hingga saat ini, bangsa Indonesia belum mampu menentukan harga timah yang tercatat
sebagai negara eksportir dan produsen terbesar di dunia. Terbitnya Permendag No. 32 Tahun 2013,
saatnya Indonesia membuktikan di mata dunia selaku negara produsen timah.

Permendag No. 32/2013, tentang Ketentuan Eskpor Timah, agaknya akan menorehkan sejarah baru
bagi bangsa Indonesia sebagai negara produsen timah terbesar yang menguasai sekitar 80 %
kebutuhan dunia. Di kebijakan terbaru kspor timah itu, ditetapkan per 30 Agustus 2013 ekspor timah
batangan harus diperdagangkan melalui bursa berjangka komoditi. Itu artinya, setiap batang timah
yang di ekspor ke mancanegara harus melalui transaksi bursa.

Menurut Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, peraturan itu merupakan kebijakan pemerintah
dalam mengawal proses kristalisasi nilai produk ekspor melalui pasar yang transparan dan efisien.

“Bursa berjangka adalah sarana yang tepat untuk mewujudkannya. Sebab, kita merupakan produsen
terbesar timah dunia yang mencapai 80 % dari kebutuhan dunia. Jadi sudah sepantasnya kita
memberlakukan sistem yang ada di kita,” ujar Gita Wirjawan dalam dialog dengan pelaku usaha
perdagangan berjangka sesaat sebelum buka Bersama yang diselenggarakan Bursa Komoditi dan
Derivatif Indonesia (BKDI), pada 24 Juli 2013, di Jakarta.

“Dengan langkah seperti itu, kita bisa meningkatkan daya saing dan peranan Indonesia dalam
perdagangan komoditas di wilayah Asia Tenggara. Selama ini kita sudah menguasai sekitar 45 % dari
total ekonomi ASEAN,” kata Gita.

Sebab itu, tambahnya, para pengusaha Thailand dan Vietnam sudah mulai belajar Bahasa Indonesia.
Karena mereka tidak mau ketinggalan dengan perkembangan yang ada di Indonesia. Terlebih
Indonesia adalah negara yang termasuk dalam deretan produsen terbesar sejumlah komoditas yang
diminati pasar global, seperti komoditi timah, kelapa sawit, karet, cokelat, dan kopi.

“Selama ini Indonesia sebagai negara produsen, masih berpatokan harga dari bursa berjangka
negara lain dalam menetukan harga komoditas. Karena itu, harus diubah main set kita dan kita
ciptakan harga timah itu di dalam negeri,” katanya.

Seperti Permendag No. 32, akan menjadi test case, tambah Gita. “Jika untuk timah ini kita berhasil,
akan kita lakukan untuk komoditas lainnya.”

“Wong barang kita sendiri kok harganya dibelenggu sama bule-bule itu. Contoh yang sangat ironis,
kita ekspor bauksit ke Australia, kemudian mereka ekspor alumunium batangan ke Jepang, dan
kemudian Jepang ekspor aluminium lembaran ke Indonesia, dan diIndonesia dijadikan panci yang
dijual di Pasar Tanah Abang. Ini ‘kan konyol,” ujar Gita.

Sebab itu, jelas Gita, SDM perusahaan pialang dan bursa berjangka harus ditingkatkan. Sehingga
jasa-jasa di bidang perdagangan berjangka komoditi semakin meningkat. “Bila perlu, kita datangkan
tenaga teknikal dari bursa berjangka luar negeri yang sudah maju, sehingga bursa kita bisa bersaing
dan menjadi acuan harga internasional,” tegas Gita.

Peluang Indonesia

Lebih jauh diuraikan Gita, baru-baru ini dalam sebuah kesempatan ASEAN Economic Community
(AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), terungkap bahwa MEA yang berlangsung di tahun
2015, akan lebih dahsyat dibandingkan dengan masyarakat ekonomi Eropa. “Pasalnya, ASEAN
dilandasi tiga pilar pengembangan komunitas yakni masyarakat politik keamanan ASEAN,
Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN.”
“Masyarakat ASEAN ini masih serumpun, dan lihat saja sejak tahun 60-an tidak ada lagi peperangan
di antara anggota ASEAN. Tentunya hal itu menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan AEC. Sebab,
salah satu indikator investor nyaman melakukan investasi di sebuah negara yakni tidak ada
peperangan di kawasan tersebut,” ujar mantan Kepala BKPM ini.

Di sisi lain dikatakan, peran Indonesia di dalam AEC sangat penting. Sebab hampir 45 % total
ekonomi ASEAN dikuasai Indonesia. Karena itu, segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan
matang-matang agar ketika AEC diberlakukan kita sudah siap untuk bersaing.

Menurut Gita, Kementerian Perdagangan sudah menetapkan kategori komoditi yang siap bersaing di
pasar ekspor ASEAN. Masing-masing yakni komoditi udang, kopi, minyak kelapa sawit, kakao, karet
dan produk karet, TPT, alas kaki, elektronika, komponen kendaraan bermotor dan furniture.
Sedangkan produk potensial yakni, handicraft, fish and fish product, medical herbal, leather and
leather product, process food, jewellery, essential oil, spices, stationery, non papaer, medical
instrument and appliances.

Jasa Keuangan

Kebijakan lain yang mendukung peningkatan nilai ekspor Indonesia yang dalam waktu segera
direalisasikan yakni metode pencatatan ekspor dengan metode Terms of Delivery Cost Insurance &
Freight (CIF). Metode ekspor CIF itu juga akan mendorong berkembangnya industri jasa keuangan
Indonesia.

“Kita akan mendorong pencatatan ekspor dengan metode CIF, per 31 Agustus nanti sudah siap.
Makanya saya lagi diskusikan dengan Pak Agus (Gubernur BI), Pak Hatta (Menko Perekonomian) dan
Menkeu dalam rapat di Gedung BI,” kata Gita.

Dikatakan Gita, selama ini sebagian eksportir selalu menggunakan Terms of Delivery Free on Board
(FOB). Akibatnya, tidak ada tambahan devisa karena eksportir tidak menggunakan jasa asuransi lokal
untuk produk ekspor. Padahal hal itu dapat menambah pemasukan negara.

“Kita maunya value added ekspor dinikmati asuransi kita, makanya saya dukung benar agar ekspor
kita bisa bernilai tambah lebih sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi dan menaikan ekspor,”
jelasnya.

Gita menambahkan, aturan CIF ini juga sekaligus bisa merangsang pertumbuhan usaha jasa
transportasi, perbankan, dan asuransi di Indonesia serta penciptaan lapangan kerja baru.

Selain itu, Gita juga berharap dengan adanya sinergitas yang terbentuk dari penandatangan nota
kesepahaman itu, para eksportir, perbankan, industry pelayanan dan jasa asuransi dalam negeri
mampu bersaing dalam perdagangan internasional, khususnya pada saat pemberlakuan ASEAN
Economic Community (AEC) di akhir 2015.

Berita Utama

Juknis Bursa Timah Kejar Target

Permendag No.32 Tahun 2013, tentang Ketentuan Ekspor Timah, tampaknya menjadi kunci
keberhasilan perdagangan fisik timah yang diselenggarakan Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia
(BKDI). Perdagangan fisik timah yang semula dikenal dengan Indonesia Tin (INAT IN) sudah
diselenggarakan BKDI sejak 2 Februari 2012 lalu. Namun lantaran belum ketatnya peraturan dan
masih banyak timah yang lolos melalui ‘jalur tikus’ membuat bursa timah kurang diminati pelaku
pasar.

Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, baru-baru ini juga mengatakan, sebagai negara produsen
utama timah yang mengekspor sekitar 80 % kebutuhan dunia, harus memiliki sistem sendiri di dalam
negeri untuk perdagangan timah. Dengan demikian para negara-negara importir timah harus
mengikuti prosedur yang ditetapkan pemerintah.

Perdagangan timah seperti yang diatur Permendag No. 32 Tahun 2013, ditegaskan, para pelaku
dalam memperoleh timah untuk tujuan ekspor merupakan hasil transaksi di bursa timah. Ketentuan
tersebut efektif berlaku per 30 Agustus 2013, seperti diatur pada huruf a, ayat 3, pasal 11.

“Kami saat ini bersama Bappebti dan pelaku timah sedang menyusun Juknispetunjuk teknis dari
Permendag No. 32, itu. Kami harus ‘maraton’ menyusun Juknis itu dan juga tata tertib bursa timah.
Sebab, waktunya sangat terbatas hingga 30 Agustus nanti,” jelas Direktur BKDI, Arwadi J. Setiabudi.

Lebih jauh dikatakan Arwadi, “setelah Juknis ini nantinya selesai, kami bersama Bappebti dan Ditjen
Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, masih harus melakukan sosialisasi kepada para
pelaku timah baik di dalam negeri maupun perwakilan importir timah.”

Berdasarkan catatan Redaksi, ketika BKDI meluncurkan perdagangan fisik di awal tahun 2012 lalu,
yang dikenal dengan INAT IN, ada sebanyak Sembilan perusahaan menjadi anggota atau peserta.
Para pelaku itu ada yang berasal dari dalam negeri mapun dari luar negeri seperti PT Timah
(Persero), 3H CO Ltd, Gold Matrix Resources Pte Ltd, Purple Products Pvt Ltd, PT Tambang Timah, PT
Mitra Stania Prima, PT Comexindo International, PT Timah Industri dan PT Refined Banka Tin.

Wajib

Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, saat ini ada sekitar 41 eksportir yang telah terdaftar
dan dikategorikan sebagai eksportir timah terdaftar (ET-T). Sebab itu, Kepala Biro Analisis Pasar,
Bappebti, Mardjoko, mengharapkan, seluruh ET-T itu menjadi anggota bursa timah. Sehingga
likuiditasnya signifikan dan menjadikan bursa timah sebagai rujukan harga baik di pasar domestik
mapun di mancanegara.

“Sebagai eksportir terdaftar, para pelaku timah itu diwajibkan transaksi di bursa timah jika ingin
mengekspor. Kalau ada ekspor timah ke luar wilayah Indonesia tanpa membukitkan dari hasil
transaksi bursa maka berarti ilegal,” tagas Mardjoko.

Lebih jauh dikatakan Mardjoko, Bappebti dan sejumlah pelaku timah sudah melakukan pertemuan
dengan semua pihak yang terkait dengan ekspor timah. Pertemuan itu membahas Juknis-Petunjuk
Teknis Permendag No. 32 Tahun 2013, tentang Ekspor Timah. “Dan pada kesempatan itu, saya juga
tegaskan agar Pemda dan Bea Cukai di sentra produksi wajib mengawal kebijakan pemerintah itu.”

“Sebab, di peraturan itu tegas dijelaskan bahwa ekspor timah hanya bisa dilakukan jika hasil dari
transaksi bursa timah,” kata Mardjoko.

“Memang dengan keluarnya Permendag No. 32 itu, akan banyak pihak merasa dirugikan. Pada hal
selama ini mereka diuntungkan karena ekspor timah belum diatur secara ketat. Dan bisa dipastikan,
mereka akan melakukan perlawanan,” jelas Mardjoko.

Tetapi, tambahnya, dengan sosialisasi dan pendekatan yang dilakukan secara terus menerus saya
yakin mereka akan mendukung program pemerintah.
“Kita merupakan eksportir timah terbesar dunia, selama ini hampir 80 % kebutuhan timah dipasok
dari Indonesia. Jadi, jika ada pasar yang transparan dan fair seperti Bursa Timah ini, manfaatnya juga
akan dirasakan oleh semua masyarakat terutama masyarakat yang ada di sentra produksi timah,”
katanya.

“Sebab itu, saya sudah sarankan kepada BKDI agar fee transaksi bursa timah jangan dipungut terlalu
tinggi. Yang terpenting semua pelaku timah baik yang dari luar negeri bisa masuk ke bursa. Apalagi
penyelenggaraan bursa timah dilakukan secara online sehingga tidak banyak melibatkan SDM,” jelas
Mardjoko.

Menurut Mardjoko, usai penyusunan Juknis Permendag No. 32 Tahun 2013 selesai, pihaknya
bersama BKDI akan melakukan sosiliasasi baik di sentra produksi, dikalangan eksportir maupun
perwakilan importir yang ada di Indonesia. Sehingga per 30 Agustus 2013, Bursa Timah Indonesia
sudah bisa beroperasional.

“Jadi kita saat ini berkerjaran dengan waktu. Pasca lebaran, relatif hanya ada sekitar dua minggu
untuk mempersiapkan beroperasinya bursa timah,” tandas Mardjoko.

Box

Ekspor Timah

Data Direktorat Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, menunjukan pada pada
semester I tahun 2013, ekspor timah dari Indonesia mencapai 56.227 ton timah batangan dan timah
solder. Sebagian besar ekspor timah Indonesia ditujukan ke Singapura yakni 37.696 ton senilai US$
826 juta, termasuk timah solder. Malaysia merupakan negara tujuan ekspor terbesar kedua dengan
volume ekspor mencapai 6.844 ton senilai US$ 153,6 juta.

Negara tujuan ekspor timah utama lainnya yakni China sebesar 2.552 ton, Korea 2.363 ton, Thailand
2.260 ton, dan Jepang sebesar 1.298 ton. Sisanya, ke India 350 ton, Taiwan 151 ton dan Filipina
sebesar 82 ton.

Sedangkan nilai ekspor pada semester I tahun 2013, untuk timah batangan mencapai sebesar 55.011
ton dengan nilai US$ 1,216 miliar dan timah solder sebesar 1.216 ton senilai US$ 20,2 juta. Sehingga
total nilai ekspor timah semester I tahun 2103 mencapai sebesar US$ 1,237 miliar.

Sementara itu, berdasarkan data tahun 2012, ekspor timah Indonesia mencapai 100,876 ton dengan
negara tujuan ekspor di antara Singapura (68 %), Malaysia (13 %) dan China (5 %).

Breaknews

Indonesian Tin Export raises while LME’s price drops

Tin commodity export from Indonesia has increased rapidly in June 2013 within 18 months. This
happened before the commencement of tin export restriction policy by Trading Ministry on the 1st
of July 2013 as per Trading Minister Regulation No. 78/M-Dag/Per/12/2012 in regards to tin export
requirement. On that policy tin export have to meet the minimum limit of tin from 99.85% to 99.99%
On the other hand, according to Trading Ministry data, in May 2013 Ingot and Solder export is
increasing 20% about 11,111.4 metric ton. Ingot and tin solder export reached the highest level on
15,102.8 ton in December 2011.

The increasing of supply from Indonesia affected on the reduction of tin price in London, British,
market for about 17% in 2013.

According to M. Buntar Gunawan, the President Director of PT Inti Perkasa Stanindo, a Smelter
company in Belitung, Bangka, said that exporter increased the export volume befoer the
commencement of Trading Ministry policy.

In the last June 2013, tin export from Indonesia was sent to 12 different countries. Singapore is the
biggest export destination country as the export reached 6,540.6 ton or around 59% of total export.
The other Indonesia destination countries for tin export are Malaysia, China and Japan.

Kolom

Potensi Timah Putih Indonesia

Saat ini PT.Timah Tbk dikenal sebagai perusahaan penghasil logam timah terbesar di dunia dan
sedang dalam proses pengembangan usaha di luar penambangan timah dengan tetap berpijak pada
kompetensi yang dimiliki

Dalam sejarah peradaban manusia, timah putih merupakan salah satu logam yang dikenal dan
digunakan paling awal. Timah digunakan sejak 3.500 tahun sebelum masehi untuk logam paduan.
Sebagai logam murni digunakan sejak 600 tahun sebelum masehi. Sekitar 35 negara menghasilkan
timah putih untuk memenuhi kebutuhan dunia.

Kegiatan pertambangan timah putih di Indonesia telah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu.
Penggunaan timah putih untuk bahan uang koin oleh Kesultanan Palembang telah berlangsung lama,
yaitu dengan diketemukannya koin uang logam timah putih dengan tertera tahun 1091 H.

Uang koin ditemukan terbuat dari timah putih, tertulis Masruf fi Balad Palembang 1091 dan koin
Sultan Fi Balad Palembang 1113. Koin ini dibuat pada masa pemerintahan Sultan Abdurrahman
Khalifatul Mukminin Saidul Iman. Dijumpai beberapa seri koin, ada yang tertulis tahun 13, 113, dan
1113 dengan bentuk yang sama tapi berbeda cara penulisan tahun. Sebagian besar uang koin
Kesultanan Palembang terbuat dari timah putih. Hal ini karena bahan baku inilah yang banyak
ditemukan di wilayah Kesultanan Palembang, yaitu Bangka dan Belitung. Koin terbuat dari timah
lebih cepat rusak, mudah aus, dan patah.

Pulau Bangka tidak begitu besar, dekat dengan Sumatera. Nama Bangka dikenal pada abad ke-7,
ketika ditemukan prasasti Kotakapur di muara sungai Mendu, Bangka Barat. Prasasti ini adalah
peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Pada prasasti itu tertulis kata Vanca, yang berarti timah. Kata inilah
yang kemudian diyakini sebagai asal kata Bangka.

Berdasarkan temuan tersebut, para ahli pertambangan meyakini di Pulau Bangka terdapat deposit
timah dalam jumlah besar. Timah pertama kali ditemukan di Pulau Bangka pada sekitar tahun 1709
melalui penggalian di Sungai Olin di Kecamatan Toboali oleh orang-orang Johor, Malaysia. Sejak saat
itu, maka Pulau Bangka mulai terkenal sebagai daerah penghasil timah putih.

Catatan lain menyebutkan, pertambangan timah dimulai di zaman Kesultanan Palembang sejak
tahun 1850 dan berlangsung di bawah Pemerintah Kolonial Belanda. Di masa colonial Belanda,
pertambangan timah Bangka dikelola oleh badan usaha milik pemerintah bernama Banka Tin
Winning Bedrijf (BTW); sementara di P. Belitung dan P. Singkep dilakukan oleh perusahaan swasta
Belanda, masingmasing Gemeenschappelijke Mijnbow Maatschappij Biliton (GMB) dan NV. Singkep
Tin Explitatie Maatschappij (NV. SITEM).

Setelah kemerdekaan Negara RI yaitu antara tahun 1953 - 1958, ketiga perusahaan di atas
dinasionalisasikan menjadi tiga Perusahaan Negara terpisah. Pada tahun 1961 dibentuk Badan
Pimpinan Umum Perusahaan Tambang-tambang Timah Negara (BPU PN Tambang Timah) untuk
mengkoordinasikan ketiga perusahaan dimaksud dan pada tahun 1968 keempat perusahaan
tersebut digabungkan menjadi satu perusahaan bernama Perusahaan Negara (PN) Tambang Timah.

Pada tahun 1950an timah putih merupakan hasil pertambangan yang memberikan kontribusi kedua
sesudah minyak bumi. Sebagian besar produksi timah putih Indonesia saat itu berasal dari Bangka,
lainnya berasal dari Belitung dan Singkep. Keadaan di pasar dunia pada pertengahan tahun 1950an
menunjukkan akan kebutuhan timah yang meningkat, sehingga memberikan sedikit dorongan ke
arah perluasan pertambangan timah. Pada tahun 1976, berdasarkan Undang-Undang No.9 Tahun
1969 dan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 1969; status PN.Tambang Timah dan Proyek Peleburan
Timah Mentok diubah menjadi bentuk Perusahaan Perseroan (Persero) dengan kepemilikan seluruh
saham oleh Negara Republik Indonesia, dan berubah nama menjadi PT Tambang Timah (Persero).
Pada tahun 1995 status PT Timah menjadi PT Timah Tbk, dengan struktur kepemilikan 35 % saham
perusahaan dimiliki oleh masyarakat dalam dan luar negeri, dan 65 % saham dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia.

Saat ini PT.Timah Tbk dikenal sebagai perusahaan penghasil logam timah terbesar di dunia dan
sedang dalam proses pengembangan usaha di luar penambangan timah dengan tetap berpijak pada
kompetensi yang dimiliki. Seiring bergulirnya era otonomi daerah dan semakin meningkatnya harga
timah di pasaran dunia, maka kegiatan usaha pertambangan semakin marak. Hal ini berdampak
terhadap wilayah usaha pertambangan timah PT Timah yang ketika restrukturisasi dilepas, maka
oleh pelaku usaha pertambangan setempat kembali diusahakan. Bahkan sebagian telah ditambang
kembali oleh masyarakat dengan cara semprot maupun dengan menggunakan alat sangat sederhana
berupa saringan, dulang dan sekop.

Potensi

Penggunaan timah untuk paduan logam telah berlangsung sejak 3.500 tahun sebelum masehi,
sebagai logam murni digunakan sejak 600 tahun sebelum masehi. Kebutuhan timah putih dunia
setiap tahun sekitar 360.000 ton. Logam timah putih bersifat mengkilap, mudah dibentuk dan dapat
ditempa (malleable), tidak mudah teroksidasi dalam udara sehingga tahan karat.

Kegunaan timah putih di antaranya untuk melapisi logam lainnya yang berfungsi mencegah karat,
bahan solder, bahan kerajinan untuk cendera mata, bahan paduan logam, casing telepon genggam.
Selain itu timah digunakan juga pada industri farmasi, gelas, agrokimia, pelindung kayu, dan penahan
kebakaran.

Timah merupakan logam ramah lingkungan, penggunaan untuk kaleng makanan tidak berbahaya
terhadap kesehatan manusia. Kebanyakan penggunaan timah putih untuk pelapis/pelindung, dan
paduan logam dengan logam lainnya seperti timah hitam dan seng. Konsumsi dunia timah putih
untuk pelat menyerap sekitar 34 % untuk solder 31 %.

Potensi timah putih di Indonesia tersebar sepanjang kepulauan Riau sampai Bangka Belitung, serta
terdapat di daratan Riau yaitu di Kabupaten Kampar dan Rokan Ulu. Sumber daya timah putih yang
telah diusahakan merupakan cebakan sekunder, baik terdapat sebagai tanah residu dari cebakan
primer, maupun letakan sebagai alluvial darat dan lepas pantai.

Harga timah putih yang sangat rendah pada akhir tahun 1980an sampai pertengahan 1990an
mengakibatkan sebagian wilayah usaha pertambangan ditutup, dengan menyisakan sumber daya
yang masih signifikan untuk saat ini kembali diusahakan. Potensi sumber daya timah putih masih
sangat prospektif untuk diusahakan, baik timah pada endapan in-situ yang belum pernah
dimanfaatkan, maupun yang terkandung pada tailing tambang lama.

Penambangan timah putih lepas pantai, selama ini menggunakan kapal keruk yang mempunyai
kapasitas dapat menjangkau kedalaman 15-50 meter. Sumber daya timah putih dengan sebaran
berada pada kedalaman dari permukaan air lebih dari 50 meter atau kurang dari 15 meter tidak
tertambang.

Penggunaan kapal hisap yang mempunyai kapasitas dapat menjangkau kedalaman lebih dari 50
meter memberikan peluang untuk mengusahakan endapan timah putih lepas pantai tersebut. Selain
itu endapan pada lepas pantai yang dangkal kurang dari 15 meter dapat diusahakan oleh masyarakat
atau untuk pertambangan sekala kecil. Mengingat hal tersebut, maka aktifitas eksplorasi untuk
mendapatkan sumber daya timah putih khususnya endapan lepas pantai kembali marak dilakukan
akhir-akhir ini aluvial di lepas pantai Dabo.

Akan tetapi dengan kecenderungan harga yang terus meningkat disertai konsumsi dunia yang
meningkat juga, mengakibatkan cut off grade (COG) cenderung menurun, oleh karena itu sumber
daya timah dengan kadar rendah yang pada masa lalu tidak ekonomis diusahakan, dapat menjadi
cadangan yang mempunyai nilai ekonomi. Peningkatan jumlah status sumber daya menjadi
cadangan tersebut dapat memberikan peluang pengembangan cebakan timah yang pada beberapa
wilayah telah dilakukan pengakhiran tambang.

Pada neraca Pusat Sumber Daya Geologi, tahun 2007, tercatat sumber daya timah putih berupa bijih
sebesar 4.037.304 ton, atau dalam bentuk logam 622.626 ton, cadangan bijih mempunyai nilai
ekonomi 543.796 ton, atau berupa logam 442.763 ton. Potensi tersebut terdapat pada daerah-
daerah penghasil timah utama meliputi Bangka, Belitung, Kundur dan Kampar. Sedangkan
perkembangan akhir-akhir ini dengan kegiatan eksplorasi yang semakin intensif, temuan sumber
daya timah akan meningkat.

Pulau Singkep pada masa lalu termasuk produsen timah yang besar, pada awal tahun 1990an
dilakukan pengakhiran tambang, dengan masih menyisakan sumber daya timah. Kegiatan eskplorasi
dan penambangan kembali marak pada beberapa tahun terakhir. Wilayah bekas tambang PT. Timah
hampir seluruhnya kembali diusahakan oleh beberapa perusahaan lokal dan masyarakat.

Pulau Bintan yang belum menghasilkan Timah, mempunyai sumber daya timah meskipundalam
sekala yang tidak besar. Demikin juga wilayah lain pada sepanjang jalur timah yang meliputi Provinsi
Kepulauan Riau, Bangka Belitung, serta sekitar Kabupaten Kampar dan Rokan Ulu Provinsi Riau,
potensial untuk kemungkinan ditemukannya sumber daya atau cadangan baru. Terutama sumber
daya sekala kecil di daratan, dan sumber daya lepas pantai yang belum terjangkau oleh kapal keruk.

Mineral yang terkandung di dalam bijih timah berupa kasiterit sebagai mineral utama, pirit, kuarsa,
zircon, ilmenit, plumbum, bismut, arsenik, stibnit, kalkopirit, kuprit, senotim, dan monasit
merupakan mineral ikutan. Mineral-mineral ikutan pada bijih timah akan terpisahkan pada proses
pengolahan, sehingga berpotensi menjadi produk sampingan.

Sabtanto Joko Suprapto (Penelitian, Pusat Sumber Daya Geologi, Kementerian ESDM.)
“Bulletin BAPPEBTI” – Mengabdi dengan Integritas

Bappebti/Mjl/155/III/2014/Edisi Maret

Dari Redaksi

Indonesia Tin Conference & Exhibition (ITCE) 2014, di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, pada 10-12
Maret lalu, adalah pagelaran yang pertama kali diselenggarakan sepanjang sejarah Indonesia sebagai
produsen dan eksportir timah terbesar di dunia. Di kesempatan langka itu, sejumlah buyer
mancanegara tidak saja bertemu dengan para produsen atau penjual, mereka pun menyaksikan
langsung proses produksi timah batangan di ‘dapur’ produsen timah.

Dari perhelatan itu, tampak ada secercah harapan Indonesia bakal menjadi pasar timah terbesar di
dunia sekaligus sebagai produsen. Hal itu terlihat dari antusiasme para buyer mancanegara menggali
informasi di ‘lapak-lapak’ seller timah.

Bursa Komoditi dan Derviatif Indonesia (BKDI) yang ditunjuk pemerintah sebagai penyelenggara
perdagangan fisik timah di Indonesia, dengan menyelenggarakan acara tersebut pun menuai banyak
masukan. Di antaranya, agar pertemuan semacam ITCE diselenggarakan secara reguler setiap tahun.
Di sisi lain, BKDI juga diminta untuk menciptakan kontrak berjangka komoditi timah. Dengan harapan
pasar timah di Indonesia semakin transparan dan likuid.

Bak gayung bersambut, melihat animo para peserta ITCE dan prospek perdagangan timah di
Indonesia, BKDI pun berencana membentuk kawasan berikat timah di Jakarta.

Menurut Dirut BKDI, Megain Widjaja, dengan adanya kawasan berikat timah di Indonesia, akan
meningkatkan likuiditas para pelaku timah. Karena di kawasan itu nantinya pihak seller pun bisa
mengambil posisi sebagai buyer untuk perdagangan fisik tujuan ekspor. Dan yang pasti, di kawasan
tersebut para pelaku tidak terbebani pajak jual-beli.

Sementara itu, dari hasil evaluasi yang dilakukan Bappebti terhadap pasar fisik timah BKDI yang
beroperasi pada 30 Agustus 2014, secara garis besar telah berhasil mengangkat harga timah
Indonesia. Seperti dikatakan Sekretaris Bappebti, Junaedi pada pembukaan ITCE itu, ‘naiknya harga
timah ekspor Indonesia menunjukkan bahwa Bursa Timah BKDI sudah berhasil. Selain itu, kebijakan
pemerintah untuk menjadikan bursa timah sebagai price discovery dan price reference juga ikut
berhasil.”

Dari data yang disodorkan, harga timah dalam enam bulan terakhir telah terangkat sebesar 11 %
dengan rata-rata US$ 23.170 per ton dibandingkan daripada perdagangan perdana sebesar US$
21.500 per ton.

Laporan lain yang disajikan Redaksi pada edisi ini yang tidak kalah penting adalah Kepala Bappebti,
Sutriono Edi, mengingatkan kembali para kepala daerah agar lebih giat menggerakan Kelompok
Kerja Sistem Resi Gudang, atau juga dikenal dengan Pokja SRG. Gugusan tugas ini sudah dibentuk
oleh Kementerian Perekonomian yang bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri pada tahun
2009. Tujuan dibentuknya Pokja SRG tersebut untuk percepatan implementasi SRG di daerah dengan
dukungan berbagai instansi yang ada.

Seperti dikatakan Kepala Bappebti Sutriono Edi, pada acara sosialisasi SRG di Provinsi Lampung, 20
Maret lalu, “kepala daerah yang benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat terutamanya
petani, sudah pasti SRG akan berjalan dan memberi manfaat bagi petani.” Hal itu dikatakan karena
dalam implementasi SRG diperlukan sinergi dan peran aktif seluruh pihak mulai dari pemerintah
daerah, perbankan, asuransi, pengelola gudang, hingga kelompok-kelompok tani.

Berita Utama

Bursa Timah BKDI: Guaranted Supply & Guaranted Quality

BKDI berupaya menggaet calon buyer timah dari berbagai negara di Eropa, Amerika maupun Asia.

Bursa Timah BKDI (Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia) pasca diluncurkan pada 30 Agustus 2013
lalu, telah menjadi fasilitas singgah untuk komoditi timah ekspor. Hal itu sesuai dengan amanat
Peraturan Menteri Perdagangan No. 32 Tahun 2013, di mana Ekportir Terdaftar Timah (ET-Timah)
diwajibkan untuk melakukan transaksi di Bursa Timah jika ingin melakukan ekspor.

Data BKDI mencatat, hingga Maret 2014 telah terdaftar 21 perusahaan pemegang ET-Timah yang
bertindak selaku penjual- seller dan 18 perusahaan dari luar negeri yang bertindak selaku pembeli-
buyer.

Merujuk dari data pelaku Bursa Timah itu, Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(Bappebti), Sutriono Edi mengatakan, perbandingan antara jumlah seller dengan buyer timah
menjadi salah satu penentu tingginya likuiditas suatu bursa. “Dengan tingginya likuiditas suatu
bursa, maka bursa akan efektif berfungsi sebagai sarana pembentukan harga. Dengan jumlah buyer
timah yang lebih banyak dibandingkan dengan seller akan membuat likuiditas Bursa Timah BKDI
semakin baik,” jelas Sutriono Edi.

Terkait itu, BKDI selaku pengelola Bursa Timah untuk pertama kalinya menggelar Indonesia Tin
Conference & Exhibition (ITCE) 2014, di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, pada 10-12 Maret 2014
lalu. Menurut Direktur Utama BKDI, Megain Widjaja, konferensi yang mengambil tema “guaranted
supply & guaranted quality” itu, merupakan ajang mempertemukan antara seller dan buyer timah
dari mancanegara di sentra produksi timah Indonesia yakni di Provinsi Bangka Belitung.

“Pertemuan ini memiliki tujuan agar para pelaku usaha timah dan pihak-pihak berkepentingan
(stakeholders) lebih mengenal dan memahami tentang Bursa Timah, siapa-siapa yang telah
bertindak selaku seller ataupun buyer, bagaimana mekanisme transaksi perdagangannya, dan
fasilitas apa aja yang disediakan oleh BKDI untuk memberikan kepuasan dan manfaat bagi semua
pihak berkaitan,” papar Megain dalam sambutannya di ITCE 2014.

Peserta yang hadir pada acara ITCE 2014, terang Megain, yakni anggota Bursa Timah BKDI yang
bertindak selaku seller maupun buyer, dan juga calon buyer dari berbagai negara di Eropa, Amerika
maupun Asia.

“Dengan pertemuan ini diharapkan menghasilkan kesamaan arah dan langkah ke depan yang
berkelanjutan dalam usaha pertimahan, pelestarian lingkungan, konservasi sumber daya alam,
peningkatan kesejahteraan para penambang maupun masyarakat sekitarnya,” harapnya.

Digelarnya acara ITCE 2014 itu juga mendapat apresiasi dari Kepala Bappebti, Sutriono Edi.
Dikatakan, dengan adanya konferensi ITCE 2014, diharapkan jumlah member buyer Bursa Timah
BKDI dapat bertambah. “Kami harapkan selain dari buyer Asia, juga nantinya ada buyer yang berasal
dari Eropa, Inggris dan negara lainnya.”

Dalam rangkaian acara itu, BKDI juga mengajak sejumlah calon buyer dari perusahaan asing
mengunjungi smelter yang ada di Bangka Belitung. Dengan kunjungan itu, calon buyer dapat melihat
langsung proses pemurnian timah di sejumlah produsen timah batangan yang sudah menjadi
anggota Bursa Timah BKDI.

Evaluasi

Bappebti selaku otoritas pembina dan pengawas Bursa Timah telah melakukan evaluasi kinerja
selama enam bulan beroperasinya bursa itu. Dari kesimpulan awal, jelas Sekretaris Bappebti,
Junaedi, kinerja Bursa Timah BKDI sudah cukup memuaskan.

“Naiknya harga timah ekspor Indonesia menunjukkan bahwa Bursa Timah BKDI sudah berhasil.
Selain itu, kebijakan pemerintah untuk menjadikan bursa timah sebagai price discovery dan price
reference juga ikut berhasil,” kata Junaedi.

Tapi, Bappebti masih akan melakukan evaluasi menyeluruh kinerja Bursa Timah BKDI. “Dengan
adanya acara konferensi ITCE 2014 ini, nanti kita akan lihat sudah efektif belum keberadaan Bursa
Timah BKDI,” jelasnya.

Di sisi lain, tambah Junaedi, mekanisme transaksi perdagangan timah di BKDI sudah berjalan dengan
baik. BKDI dengan slogan “guaranted supply & guaranted quality” telah menunjukkan
kesungguhannya dalam menjalankan amanat Permendag No. 32 Tahun 2013, tentang ketentuan
ekspor timah.

Dari data yang dirilis BKDI, volume transaksi Bursa Timah BKDI meningkat dari 159 lot (795 ton) pada
bulan September 2013 terus beranjak naik sampai puncaknya pada bulan Desember 2013 sebanyak
1.649 lot (8.245 ton). Sementara itu pada bulan Januari dan Februari 2014 menurun ke kisaran 4.000
ton per bulan karena berbagai faktor.

Sampai awal Maret ini, total volume perdagangan timah batangan di BKDI telah mencapai 5.405 lot
(27.025 ton) dengan nilai US$ 626,169,687. Harga rata-rata US$ 23.170 per ton, atau naik hampir 11
% dalam 6 bulan terakhir ini bila dibandingkan dengan harga perdagangan perdana US$ 21.500 per
ton pada tanggal 30 Agustus 2013.

Pergerakan harga timah di Bursa Timah BKDI ini secara tidak langsung telah mempengaruhi harga
timah di pasar internasional, di mana harga timah di LME (London Metal Exchange) pun beranjak
naik ke kisaran US$ 23.000 per ton, bahkan beberapa kali sempat melebihi harga di BKDI.

Megain berpendapat, secara umum dapat dikatakan telah sejalan dengan tujuan pembentukan
Bursa Timah, yaitu untuk menjadi acuan harga timah internasional dan meningkatkan kontribusi
pendapatan negara. Namun demikian, BKDI masih memandang kondisi saat ini belum
menggambarkan mekanisme pasar yang sebenarnya.

“Kalau kita perhatikan pada bulan Januari dan Februari 2014, menurunnya volume transaksi di BKDI
dan berkurangnya stok logam timah di LME ternyata tidak dapat mendongkrak harga timah di BKDI
maupun LME. Dalam kondisi demikian tergambarkan adanya pemain-pemain antara yang berperan
besar dalam perdagangan timah dunia,” kata Megain.

Di sisi lain, Megain berharap, agar perdagangan timah di Bursa Timah ini dapat berlangsung sesuai
mekanisme pasar, sehingga para produsen timah Indonesia yang bertindak sebagai seller di Bursa
Timah BKDI dapat memberoleh harga yang wajar.

Artinya, bukan hanya sekedar menutup biaya produksi, tetapi juga mempunyai manfaat yang lebih
besar untuk merehabilitasi lingkungan pertambangan, memperbaiki peralatan agar pekerja tambang
dapat bekerja dengan aman serta bermanfaat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar
pertambangan pada umumnya.

“Di samping itu yang tidak kalah penting adalah agar para pelaku usaha pertambangan timah
mampu memperluas wilayah eksplorasi, sehingga memberi jaminan keberlanjutan usaha
pertambangan timah yang dibutuhkan oleh industri elektronika dan industry kimia lainnya,” papar
Megain Widjaja.

Kontrak Futures Timah

Calon buyer timah yang hadir dalam acara ITCE 2014 sangat mengharapkan adanya kontrak
berjangka (futures) untuk komoditi timah di Bursa Timah BKDI. Hal itu diungkapkan beberapa calon
buyer timah kepada Buletin Bappebti di sela-sela acara.

Sebut saja Mihail Manasov, Head of Trading, RJH Trading LTD., sebuah perusahaan pialang yang
berbasis di London. Mihail mengatakan, BKDI sangat penting untuk meluncurkan kontrak berjangka
timah agar para buyer timah dapat melakukan lindung nilai (hedging).

“Karena itu, untuk saat ini kami baru melakukan trading di London Metal Exchange (LME) dan belum
menjadi member di Bursa Timah BKDI,” ungkapnya.

Tapi, kata Mihail, pihaknya memang cukup tertarik dengan keberadaan pasar fisik di Bursa Timah
BKDI. “Sejak awal peluncuran Bursa Timah BKDI, kami selalu mengamatinya dan kami tertarik,
meskipun kami masih harus berpikir lebih lanjut untuk menjadi member-nya.”

Terkait perbedaan harga timah di Bursa Timah BKDI dengan LME, bagi Mihail, itu menjadi suatu hal
wajar. “Ini merupakan market yang berbeda, antara pasar spot dengan futures,” katanya.

Besarnya keinginan calon buyer untuk diluncurkannya kontrak berjangka timah juga diakui BKDI.
”Sudah banyak member yang menanyakan kontrak futures timah. Karena mereka membutuhkan
hedging (lindung nilai) lantaran sering bergejolaknya harga timah,” ucap Megain Widjaja.

Tapi, kata Megain, untuk meluncurkan kontrak berjangka timah diperlukan seperangkat pemain-
pemain yang berbeda jauh dari para pelaku timah. Misalnya, institusi keuangan dan institusi
keuangan non-bank. “Untuk pasar fisik, tidak diperlukan elektabilitas, tapi kalua futures itu harus.
Jadi, kami masih butuh waktu untuk peluncuran futures komoditi timah dan yang terpenting pasar
fisiknya saja yang lebih dahulu jalan,” jelasnya.

Hal senada juga disampaikan Head of Market Control Center BKDI, Teddy Sangeroki. Menurutnya,
masih banyak hal yang harus dipertimbangkan jika BKDI akan meluncurkan kontrak futures timah.
“Bagi kami, lebih baik terlambat, tapi yang kami berikan itu produk yang tepat. Karena kalau tergesa-
gesa, akan berdampak kurang baik sedangkan pasar fisik timah saja baru berjalan enam bulan.”

Untuk itu, BKDI akan terlebih dahulu melakukan kajian yang mendalam dan terperinci untuk
meluncurkan kontrak timah tersebut. “Memang kajiannya sudah dimulai untuk saat ini. Tapi
meskipun kajian itu nantinya sudah selesai, kami masih harus melihat lebih dahulu persyaratannya
agat menjadi kontrak berjangka timah,” papar Teddy.

Adapun Direktur PT Identrust Securitis International (ISI), Nursalam, mengatakan, lembaga kliring
yang dipimpinnya ini sangat mendukung jika memang Bursa Timah BKDI akan meluncurkan kontrak
berjangka timah. “Karena dengan adanya futures timah, maka manajemen risk-nya akan lebih
mudah jika para member melakukan hedging,” ujarnya.

Kawasan Berikat Timah


Melihat potensi bisnis setelah beroperasinya bursa timah sekitar enam bulan, BKDI juga sudah
merencanakan membentuk Kawasan berikat perdagangan fisik komoditi timah di Jakarta. Rencana
beroperasinya kawasan berikat timah itu diperkirakan bisa terealisir hingga akhir tahun 2013ini.
Dengan pembangunan kawasan itu, Megain Widjaja mengharapkan akan meningkatkan likuiditas
para pelaku Bursa Timah BKDI.

“Saat ini para pelaku timah di BKDI baik itu seller maupun buyer, hanya melakukan perdagangan fisik
untuk tujuan ekspor. Tetapi kami dalam waktu dekat ini akan membentuk Kawasan berikat
perdagangan komoditi timah. Dengan demikian para pelaku timah tidak terbebani pajak jual beli,”
jelasnya.

Dia menjelaskan, dengan adanya kawasan berikat timah tersebut, para pelaku tidak harus
meyerahkan fisik timah. Tapi, cukup dengan dokumen kontrak timah yang telah diregistrasikan di
bursa timah BKDI dan dijamin oleh lembaga kliring yakni PT ISI.

“Dengan kawasan berikat timah seperti itu, para pelaku akan bisa memperdagangkan paper
(dokumen), sehingga dimungkinkan yang tadinya posisi sebagai seller bisa menjadi buyer,” imbuh
Megain Widjaja.

Aktualita

Anggota Bursa Timah BKDI Tak Terindikasi Ekspor Ilegal

Bappebti selaku otoritas bursa timah akan memanggil dan menginvestigasi Bursa Komoditi dan
Derivatif Indonesia (BKDI) yang anggotanya diindikasikan melakukan ekspor timah secara ilegal.

Seperti diberitakan media beberapa waktu lalu, sebanyak 134 kontainer timah asal Provinsi Babel,
diamankan aparat penegak hukum di perairan Batam. Timah yang diamankan penegak hokum itu
sedianya akan dikirim ke Singapura.

“Kami akan memanggil BKDI dan memperjelas permasalahan tersebut. Jika kelak terindikasi anggota
BKDI yang melakuan itu, maka BKDI yang harus mengambil tindakan. Sebab, ketika BKDI menerima
anggotanya maka saat itu sudah disebutkan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi,” jelas Kepala
Biro Analisis Pasar, Bappebti, Mardjoko, beberapa waktu lalu.

Lebih jauh dikatakan Mardjoko, Bappebti tidak memiliki kewenangan untuk menindak anggota bursa
timah BKDI yang melanggar peraturan. “Jika BKDI menemukan ada anggotanya yang melanggar
hukum, maka BKDI yang berwewenang untuk mengambil tindakan tegas.”

“Tetapi dari informasi sementara yang kami peroleh dari BKDI, tidak ada anggota BKDI yang
melakukan pelanggaran ketentuan ekspor timah. Menurut informasi itu, memang di satu kapal
tersbut ada banyak timah yang dimiliki sejumlah perusahaan, dan di antara kontainer itu ada timah
ilegal. Tetapi timah dari anggota BKDI, clean and clear,” imbuh Mardjoko.

Breaking News

The Ministry of commerce Regulation No. 32 will be revised

The Ministry of commerce will revise the Policy No. 32 year 2013 in regards to Tin Export Regulation
in near future. The chief of Coftra market analysis Bureau, Mardjoko said that the cause of revision is
the large number of deviation on tin solder export from Indonesia after the implementation of Policy
NO.32 year 2013.

As we all know, The policy No. 32 year 2013 has established that tin bars and non bar tin has to be
traded through Tin Exchange prior to export. For tin bars, it was established on 30th of August 2013
while for non bar tin will be established on 1st of January 2015. Therefore, tin solder which is
included in non bars tin category currenctly can not be inclueded in export mechanism through
exchange.

According to Marjoko, that policy revision was needed in near future to avoid export irregularity.
“Nowadays there are founding on tin export in irregular form. That was done to avoid government
policy that has declared tin bars trading must go through futures exchange,” Mardjoko explained at
one event in Jakarta.

“Hence the revision of Policy No. 32 is currently still on discussion stage. We expected the discussion
will not take long so it will reduce the leak level on illegal tin export,” Mardjoko said.
“Bulletin BAPPEBTI” – Mengabdi dengan Integritas

Bappebti/Mjl/158/VI/2014/Edisi Juni

Dari Redaksi

Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) telah membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia
mampu menciptakan pasar dan sekaligus produsen terbesar komoditi timah. Sejak 30 Agustus 2013
BKDI menyelenggarakan perdagangan timah melalui Bursa Timah, harga timah di dalam negeri
mengalami peningkatan signifikan dengan rata-rata US$ 23.175 per ton. Sedangkan sebelum
beroperasinya Bursa Timah, harga timah hanya berkisar US$ 20.000 per ton.

Implikasi positif dengan naiknya harga timah di dalam negeri menambah penerimaan negara dari
royalti sektor tambang timah. Menurut perhitungan BKDI, sejak 30 Agustus 2013 hingga 30 Juni
2014, pendapatan negara dari royalti timah tercatat sebesar US$ 4.818.021 atau setara dengan Rp
55,4 triliun (kurs Rp 11.500 per dolar Amerika).

Di sisi lain pun, kocek pelaku timah di dalam negeri semakin tebal. Setidaknya setelah Bursa Timah
beroperasi, selisih harga timah berkisar US$ 3.375 per ton. Tentunya dengan penambahan harga
timah tersebut akan terjadi peningkatan pendapatan baik perusahaan smelter maupun masyarakat
penambang timah yang berada di wilayah Bangka.

Dengan keberhasilan Bursa Timah menciptakan referensi harga di dalam negeri, lalu pertanyaanya
adalah apa langkah selanjutnya?

Menurut penjelasan manajemen BKDI kepada Redaksi Buletin Bappebti, mengatakan, BKDI belum
memiliki rencana panjang ke depan. “Sebab yang terpenting saat ini adalah menciptakan likuiditas
tinggi dari para pelaku timah. Hal itu ditunjukan dengan semakin besarnya jumlah pembeli dan
penjual.”

“Jika likuiditas pelaku Bursa Timah sudah tinggi, baru ‘lah kita memikirkan pengembangan seperti
menciptakan produk derivatifnya.”

Sementara itu, dari perhelatan penyelenggaraan pasar lelang bawang merah di Pasar Klampok,
Brebes, Jawa Tengah, Senin 16 Juni 2014, lalu, Menteri Perdagangan, M. Lutfi, mengutarakan,
stabilitas harga dan pasokan serta distribusi bawang merupakan bagian penting yang harus menjadi
prioritas bagi pemerintah. Hal itu dikatakan Mendag karena bawang merah kerap menjadi salah satu
factor pemicu tingginya angka inflasi.

Sebab itu, Mendag mengapresiasi pelaksanaan pasar lelang bawang di Pasar Klampok yang diinisiasi
Kementerian Pertanian.

Di sisi lain, Mendag M. Lutfi, pun mengapresiasi rencana pemerintah daerah Kab. Brebes yang akan
mendirikan gudang bawang di areal Pasar Klampok. Pembangunan Gudang bawang yang
diperkirakan menelan biaya Rp 2,5 miliar itu akan menjadi pusat perdagangan bawang secara
nasional. Sebab, Kab. Brebes berkontribusi sekitar 40 % terhadap produksi bawang merah nasional.

Karena itu pula, setelah adanya koordinasi antara Kementerian Perdagangan dengan Kementerian
Pertanian, pemerintah menetapkan harga referensi bawang merah sebesar Rp 24.500 per kg. Hal itu
ditujukan untuk memberi peluang keuntungan baik bagi petani, pedagang maupun konsumen.

Salam!
Berita Utama

Era Baru Perdagangan Timah

Bursa Timah BKDI telah mampu menjadi referensi harga timah dunia.

Kinerja Bursa Timah di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) mulai membuahkan hasil yang
positif. Diluncurkan pada 30 Agustus 2013, Bursa Timah ini menjadi tumpuan harapan untuk
memperkuat posisi Indonesia sebagai negara produsen utama timah dunia.

“Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk dapat mengambil posisi terdepan dalam percaturan
perdagangan timah internasional, yaitu melalui peningkatan daya saing timah Indonesia dengan
pembentukan harga timah di bursa timah nasional,” kata Menteri Perdagangan yang saat itu dijabat
Gita Wirjawan, saat peluncuran Bursa Timah.

Peluncuran perdana Bursa Timah juga menandai sesi pertama perdagangan fisik timah yang hanya
diikuti 12 member. Seiring berjalannya waktu, jumlah member Bursa Timah di BKDI kian bertambah
dan kini menjadi 21 member. Yang lebih membanggakan, harga timah yang sempat anjlok di bawah
US$ 20.000 per ton terus merangkak naik.

Alhasil, data BKDI mencatat, pasca peluncuran pada 30 Agustus 2013 lalu, harga timah di Bursa
Timah BKDI selalu berada di atas harga timah di Kuala Lumpur Tin Market (KLTM) dan London Metal
Exchange (LME). Hingga 30 Juni 2013, harga timah di Bursa Timah BKDI mencapai harga rata-rata
hingga US$ 23.175 per ton. Sementara untuk harga tertingginya mencapai US$ 23.875 per ton dan
harga terendah sebesar US$ 21.500 per ton. Bahkan, Komisaris Utama BKDI, Fenny Widjaja optimis
harga timah bisa mencapai US$ 26.000 per ton jika tidak ada kebocoran ekspor timah bentuk lainnya
dari Indonesia.

“Harga timah Indonesia stabil dan menjadi referensi timah dunia sejak Agustus 2013. Berbeda pada
masa sebelum adanya Bursa Timah BKDI, pada 2010 lalu timah Indonesia jadi pecundang, dimainkan
pembeli luar negeri,” kata Fenny, Juni 2014 lalu.

“Kita harus turut bangga, karena Bursa Timah BKDI mulai menjadi acuan harga timah dunia, baik
oleh LME maupun KLTM yang selama ini mendominasi pasar bursa pertimahan dunia. Hal itu
berdampak pula dengan berkembangnya industri-industri timah (smelter) lokal,” lanjut Fenny.
Sementara itu, untuk volume transaksi timah di Bursa Timah BKDI periode 30 Agustus 2013 hingga
31 Desember 2013 mencapai 18.290 ton. Sedangkan untuk periode 1 Januari 2014 hingga 30 Juni
2014 mencapai 29.225 ton. Dan, total keseluruhan volume transaksi mencapai 47.515 ton.

Adapun volume ekspor timah periode 30 Agustus 2013 hingga 31 Desember 2013 mencapai 18.080
ton. Sedangkan untuk periode 1 Januari 2014 hingga 30 Juni 2014 mencapai 27.190 ton. Dan, total
keseluruhan ekspor mencapai 45.270 ton.

Untuk negara tujuan ekspor terbesar periode September 2013 hingga 30 Juni 2014 adalah Singapura
(31.905 ton), Belanda (3.865 ton), Jepang (2.790 ton), Amerika Serikat (2.690 ton), Korea (1.185 ton),
dan India (1.180).
Royalti Meningkat

Di sisi lain, Fenny Widjaja menyebutkan, Bursa Timah BKDI sejak 30 Agustus 2013 hingga 30 Juni
2014 telah berkontribusi memberikan pendapatan kepada negara sebanyak US$ 4.818.021, setara
Rp 55,4 miliar dengan kurs Rp 11.500 per dolar Amerika. Jumlah pendapatan royalty itu naik jika
dibandingkan saat Bursa Timah BKDI belum berdiri.

Asumsinya, sambung Fenny, sebelum Bursa Timah BKDI berdiri, negara mendapatkan royalty
sebanyak US$ 593,85 per ton dan naik menjadi US$ 695,10 per ton setelah Bursa Timah berdiri. “Jadi
ada selisih keuntungan hingga US$ 101,25 per ton untuk royalty yang diterima negara.”

Hal yang sama juga dialami oleh perusahaaan smelter. Sebelumnya, perusahaan smelter hanya
mampu menjual timah dengan harga US$ 19.795 per ton. Tapi setelah adanya Bursa Timah, harga
timah menembus US$ 23.175 per ton. “Selisih keuntungannya mencapai US$ 3.375 per ton dan total
hasilnya hingga US$ 160.600.700,” ujar Fenny Widjaja.

Kebijakan Kemendag
Kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan menjadi salah satu kunci keberhasilan
Bursa Timah BKDI. Terbentuknya Bursa Timah ini merupakan salah satu usaha pemerintah untuk
meningkatkan posisi tawar Indonesia sebagai negara utama produsen dan eksportir komoditas
pertambangan.

Visi dan misinya antara lain, membentuk harga timah secara transparan, meningkatkan nilai tambah
timah murni yang diekspor, meningkatkan hilirisasi industri timah dalam negeri, intensifikasi
peningkatan pendapatan negara dari pembayaran iuran produksi (royalti), meniadakan/mengurangi
praktek illegal mining, serta mendorong untuk mewujudkan pengembangan eksploitasi timah yang
berwawasan lingkungan secara berkelanjutan.

Proses kelahiran Bursa Timah BKDI dimulai dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan
(Permendag) No. 78 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Timah. Poin penting Permendag ini di
antaranya membatasi ekspor timah dengan spesifikasi mutu timah yang dapat diekspor.

Kemudian, Permendag Nomor 78 Tahun 2012 direvisi menjadi Permendag No. 32 Tahun 2013 pada
28 Juni 2013.

Poin penting Permendag tersebut di antaranya tìmah batangan dan timah dalam bentuk lainnya,
sebelum diekspor wajib diperdagangkan melalui Bursa Timah. Untuk timah batangan mulai berlaku
30 Agustus 2013, sedangkan timah dalam bentuk lainnya mulai berlaku 1 Januari 2015.

Lalu untuk teknisnya, Bappebti kemudian menerbitkan SK Kepala Bappebti No 08 Tahun 2013,
tentang Penetapan PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia sebagai Penyelenggara Bursa Timah.

Aman dan Terpercaya

Prinsip perdagangan melalui bursa adalah free trade and fair trade. Semua pihak (penjual dan
pembeli) bebas ikut bertransaksi dan tidak ada pembatasan pihak yang bertransaksi. Transaksi juga
dilakukan secara multilateral (banyak penjual dan pembeli - many to many), sehingga tidak ada satu
pihak yang monopoli (menguasai dan mempengaruhi).

Fenny Widjaja mengatakan, penyelenggaraan Bursa Timah BKDI lebih aman dan terpercaya karena
didukung oleh Lembaga Kliring sebagai lembaga penjaminan dan penyelesaian transaksi timah.
Selain itu juga diperkuat oleh kelembagaan pergudangan yakni PT. Bhanda Ghara Reksa (BGR), dan
lembaga surveyor yaitu PT Sucofindo dan PT Surveyor Indonesia.
Sedangkan untuk proses transaksi timah terbagi menjadi tiga tahap. Pertama, pre trade. Yaitu,
pembeli membeli margin ke Bursa sebagai jaminan pembelian timah. Adapun penjual menyerahkan
BST ke Bursa sebagai bukti kepemilikan timah batangan akan dijual. “BST merupakan bukti
kepemilikan timah yang dikeluarkan oleh PT BGR yang dilengkapi dengan spesifikasi mutu sesuai
kontrak. Untuk sertifikat mutu dan asal usul bijih timah dikeluarkan oleh lembaga surveyor,” papar
Fenny.

Kedua, trade, yaitu masing-masing pembeli memasukkan harga beli yang diinginkan (Bid) ke sistem
bursa secara online. Adapun penjual memasukkan harga jual yang diinginkan (Offer) ke sistem bursa
secara online.

Ketiga, post trade yaitu, pembeli membayar pembelian timah dan menerima timah sesuai dengan
alokasi transaksi bursa. “Sedangkan penjual melepaskan hak kepemilikan timah dan imbalannya
mendapatkan pembayaran,” tandas.
“Bulletin BAPPEBTI” – Mengabdi dengan Integritas

Bappebti/Mjl/179/XV/2016/Edisi September

Dari Redaksi

Meningkatkan likuiditas perdagangan komoditi di bursa berjangka yang terpercaya dan diakui pasar
internasional bukanlah pekerjaan mudah. Semuanya membutuhkan waktu dan didukung dengan
sumber daya yang memadai serta sinergi semua pihak, baik pemangku kepentingan di tingkat pusat
maupun daerah, pelaku pasar, asosiasi komoditi, perbankan serta instansi terkait lainnya.

Demikian antara lain kutipan sambutan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, yang disampaikan
Kepala Bappebti pada pembukaan acara International Tin Conference and Exhibition- ITCE, 19-20
September 2016 di Nusa Dua Bali. Kegiatan tahunan yang ketiga diselenggarakan Bursa Komoditi dan
Derivatif Indonesia- BKDI, itu, mengusung tema “Menavigasi Indonesia untuk Menjadi Pemimpin
Dunia dalam Industri Timah.” Ada sekitar 250 praktisi timah dari Jepang, Singapura, India, Korea
Selatan, Inggris, Amerika dan berbagai negara lainnya.

Lebih jauh diutarakan Bachrul Chairi, meski perdagangan timah saat ini relative lesu tetapi
prospeknya cukup cerah dalam beberapa waktu ke depan. Sebab, kebutuhan logam industri ini bakal
terangkat seiring perkembangan otomatisasi, komputerisasi hingga robotisasi yang terjadi di dunia.
“Harga timah diprediksi akan kembali rebound pada 2 atau 3 tahun mendatang seiring dengan
pulihnya perekonomian global. Bahkan, rencana penaikkan suku bunga acuan oleh The Fed juga
dapat mendorong peningkatan harga timah dunia,” ucap Bachrul Chairi, optimis.

Di pihak lain, Bursa Berjangka Jakarta-BBJ terus memacu perdagangan berjangka komoditi Olein-
minyak goreng. Direktur BBJ, Donny Raymond, mengatakan, sebagai produsen utama Olein dunia
sudah sepatutnya Indonesia memimpin pasar.

“Dan harap diketahui, saat ini hanya Indonesia yang memiliki bursa berjangka yang
memperdagangkan kontrak berjangka Olein. Oleh karena itu kami akan mengarahkan BBJ sebagai
referensi harga Olein di pasar internasional,” katanya.

“Kalau kita mau bicara daya saing produk unggulan ekspor seperti Olein, seharusnya harga referensi
ditentukan oleh negara produsen melalui bursa berjangka. Tetapi kenyataanya harga ekspor Olein
lebih dipengaruhi faktorfaktor eksternal yang merupakan subsitusi Olein,” terang Donny Raymond.

Jadi sudah sangat jelas, meningkatkan likuiditas perdagangan komoditi di dua bursa berjangka itu
bukanlah tugas dan pekerjaan mudah. Namun, dengan sinergitas dari berbagai pihak dan
dilakukannya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, yang lebih khusus pada kalangan pebisnis
akan dapat mewujudkan Indonesia sebagai pasar terbesar dan sekaligus produsen komoditi dunia.

Salam!

Berita Utama

Indonesia Navigasi Perdagangan Timah Dunia


Indonesia sudah sepantasnya memiliki posisi tawar yang kuat dalam menentukan harga timah
dunia. Sebab, Indonesia tercatat sebagai produsen timah terbesar kedua setelah Tiongkok dan
merupakan eksportir timah nomor wahid di dunia.

Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia- BKDI yang ‘dinobatkan’ pemerintah menyelenggarakan
Pasar Fisik Timah untuk tahun ketiga menggelar International Tin Conference and Exhibition- ITCE.
Kegiatan ITCE itu diselenggarakan selama 2 hari, 19-20 September 2016 di Nusa Dua Bali, dan
mengundang lebih dari 250 praktisi timah dari Jepang, Singapura, India, Korea Selatan, Inggris,
Amerika dan berbagai negara lainnya.

Direktur Utama BKDI, Megain Widjaja, mengatakan, tujuan event ITCE 2016 ini diantaranya,
memfasilitasi para praktisi di industri timah dunia untuk bertemu dan saling mengenal, menuntun
para praktisi industri timah untuk melakukan bisnis timah dengan cara yang lebih aman dan nyaman,
memberikan panduan yang benar bagi para praktisi untuk membuat proyeksi dan rencana jangka
Panjang setelah BREXIT sehingga dapat mencapai sukses, dan menambah kepercayaan dunia pada
industri timah di Indonesia sekaligus memperluas networking.

“Serta memperkuat citra Indonesia sebagai negara kedua penghasil timah terbesar dan terbaik di
dunia, dan negara pengekspor timah terbesar di dunia,” kata Megain Widjaja dalam sambutannya
pada pembukaan ITCE di Nusa Dua Bali. Tema yang diusung BKDI dalam ajang internasional ini cukup
menarik, yaitu “Menavigasi Indonesia untuk Menjadi Pemimpin Dunia dalam Industri Timah”.

Kepala Bappebti, Bachrul Chairi, yang mewakili Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam
sambutannya juga menjelaskan bahwa Indonesia adalah produsen komoditas tambang timah
terbesar kedua setelah Tiongkok. Dengan pangsa produksi sebesar 26% dari total produksi dunia. Di
sisi lain, Indonesia juga tercatat sebagai eksportir timah nomor satu di dunia yang menguasai 70 %
pangsa pasar dunia, karena produksi timah Tiongkok lebih banyak diserap oleh pasar domestiknya.

Dari catatan itu, Bachrul menilai, Indonesia harus memiliki peran yang strategis untuk bisa
berkontribusi dalam proses pembentukan harga timah dunia. sehingga industri timah Indonesia
dapat lebih maju dan menjadi pemimpin di dunia.

“Selama ini, penentuan harga timah dunia didominasi London Metal Exchange- LME di Inggris. Ini
tentunya merugikan Indonesia sebagai produsen karena yang menentukan harga ialah negara yang
tidak punya produk timah,” tegas Bachrul.

Indonesia baru memiliki pasar komoditas berjangka untuk timah dalam waktu tiga tahun terakhir,
yaitu dengan lahirnya Pasar Fisik Timah di BKDI yang diluncurkan pada 30 Agustus 2013 silam.
Meskipun nilai transaksinya masih relative kecil, Bachrul yakin, pasar fisik ini lambat laun menjadi
acuan harga timah dunia. “Dengan kondisi ini Indonesia bukan hanya sebagai price taker, tapi lebih
tinggi lagi yakni price maker,” katanya.

Menurut Bachrul Chairi, perdagangan timah di bursa dapat meningkatkan transaksi perdagangan
timah di Indonesia. Tapi, untuk membangun bursa timah yang likuid, terpercaya dan diakui pasar
internasional bukan tugas yang mudah. “Semuanya membutuhkan waktu dan didukung dengan
sumber daya yang memadai serta sinergi semua pihak, baik pemangku kepentingan ditingkat pusat
maupun daerah, pelaku pasar, asosiasi komoditi, perbankan serta Instansi terkait lainnya,” papar
Bachrul.

Di samping itu, Bachrul mengatakan, prospek timah masih cerah dalam beberapa waktu ke depan.
Kebutuhan logam industri ini bakal terangkat seiring perkembangan otomatisasi, komputerisasi
hingga robotisasi yang terjadi di dunia. Tapi, masifnya penambangan timah sejak ratusan tahun lalu
berpeluang menggerus cadangan timah di Indonesia. Diperkirakan, dalam waktu 10-15 tahun
mendatang, cadangan timah domestik bakal habis.

“Sebab itu, penambangan timah yang lebih tertata dapat menjaga stabilitas cadangan, terutama tata
niaga yang lebih sustainable. Jadi, transaksi di Pasar Fisik Timah dinilai dapat menjaga
keberlangsungan industri logam tersebut,” ujar Bachrul Chairi.

Sekedar catatan, transaksi perdagangan timah di BKDI pada 2013 sebanyak 18.000 ton timah,
kemudian meningkat menjadi 54.000 ton pada 2014. Selanjutnya terus meningkat menjadi 70.000
ton pada 2015 dan pada semester I/2016 mencapai 32.600 ton timah.

Di sisi lain, Bachrul meyakini harga timah akan kembali rebound pada 2-3 tahun mendatang seiring
dengan pulihnya perekonomian global. Bahkan, rencana penaikkan suku bunga acuan oleh The Fed
(Bank sentral Amerika Serikat) juga dapat mendorong peningkatan harga timah dunia. “Kalau The
Fed menaikkan suku bunga, indikasi perekonomian dunia membaik. Kalau pertumbuhan ekonomi
positif, industri timah akan lebih cerah,” ujarnya.

Selain itu, tambah Bachrul Chairi, banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan harga timah
dunia, seperti produksi timah, permintaan produk timah hingga stabilitas perekonomian dunia.

Terkait itu, Megain Widjaja menuturkan, keberadaan Pasar Fisik Timah di Indonesia telah berdampak
besar terhadap tata niaga penjualan logam tersebut. Kini, timah asal Indonesia memiliki standar
yang sama dengan memberikan nilai tambah dalam perdagangan internasional.

“Royalti timah itu sebesar 3 % dari harga jual, sehingga kalau tidak ada standar, negara dirugikan.
Bursa komoditi bisa membuat standardisasi yang bisa menjadi acuan,” katanya.

Megain juga mengatakan, keberadaan Pasar Fisik Timah di BKDI dapat menjawab persoalan
penjualan timah secara ilegal. Bayangkan saja, Malaysia dan Singapura yang tidak memiliki
penambangan timah dalam jumlah besar, justru pernah menjadi pengekspor timah paling besar di
dunia.

Kini, setiap timah yang diperdagangkan di bursa komoditi harus jelas asalusulnya dengan keterangan
lingkungan yang lengkap. “Penjual harus mengikuti standar, sehingga pembeli mendapatkan garansi
pasokan serta kualitas,” katanya.

Megain mengaku gembira, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, pelaku pasar dunia telah
bergantung pada Indonesia sebagai rujukan harga timah fisik dunia. Misalnya, LME mulai mengikuti
harga acuan timah yang diperdagangkan di BKDI. Memang diakuinya transaksi timah di BKDI baru
diramaikan oleh 35 penjual dan 29 pembeli. Sebab itu dia berharap, semakin ramainya pelaku pasar
di bursa komoditas itu akan menjadi penentu harga pasar timah dunia yang masih tertekan. Meski
begitu, penjual timah di BKDI telah tumbuh 400 % dan pembeli 107 % semenjak awal.

“Keberadaan BKDI juga membuat transaksi ekspor timah dari tanah air meningkat 33 %,” tutur
Megain.

Fakta lain juga menunjukan, fluktuasi harga timah di pasar global semakin stabil. Pergerakan harga
timah di Indonesia pada 2011 mencapai 28,24 %, sedangkan setelah adanya BKDI pada periode
Januari-Juli 2016 hanya mencapai 14,06 %. Pada posisi Januari 2016 harga timah di BKDI sempat
berada di level US$ 14.024 per ton. Namun harga ini terus meningkat secara signifikan, hingga
menyentuh harga rata-rata sebesar US$ 19.000 pada Agustus 2016.

Ekspor Ilegal
Usaha untuk menghentikan ekspor timah ilegal di Indonesia nampaknya masih menapaki jalan
panjang. Sebab, menurut Ketua Asosiasi Eksportir Timah Indonesia- AETI, Jabin Sufianto, Malaysia
sebagai pasar transit komoditas timah Indonesia masih menampung bahan baku timah yang dilarang
untuk diekspor dengan volume 1.000-1.500 ton per tahun.

“Malaysia masih menerima pasir timah dari Indonesia. Padahal, sejak 2007 ekspor mineral mentah
sudah dilarang pemerintah,” ujar Jabin. Hal itu, imbuhnya, bisa dilihat dari data ekspor dari Badan
Pusat Statistik- BPS yang tidak sama dengan data importir timah Indonesia.

“Mereka melapor menerima lebih banyak dan Malaysia salah satu yang mengatakan masih
menerima pasir timah dari kita,” ungkap Jabin.

Selain Malaysia, Tiongkok menjadi negara tujuan ekspor timah ilegal dari Indonesia. Jabin mencatat,
ada 19,5 ton timah yang diekspor secara ilegal ke ‘negeri tirai bambu’ itu pada 2015. “Kecil memang,
tapi itu yang terdata. Kita tidak PLB Ikon Baru ICDX tahu yang tidak terdata. Sejak saya jadi Ketua
AETI, tahun ini yang paling banyak isu kebocoran, tapi sayangnya saya tidak punya bukti. Ini yang
membuat kinerja ekspor kita tidak maksimal,” urai Jabin.

Sementara itu, volume ekspor timah Indonesia pada 2015 mencapai 70.310 ton atau turun 5,2 %
dari 2014. Selama Januari-Juni 2016, ekspor timah Indonesia yang tercatat BPS mencapai 29.652 ton
atau turun 24,6 % dari periode yang sama tahun lalu sebesar 39.359 ton.

Modus yang biasa digunakan para eksportir ilegal ialah lewat penyelundupan antar pulau. Ekspor
dinilai lebih mudah bila dilakukan di daerah atau pulau yang bukan penghasil timah. “Isu dari
Surabaya juga ada. Apalagi, daerah yang pegawai Bea dan Cukai-nya awam dengan timah.
Penyelundup bilang itu pelat besi. Mereka percaya dan keluarkan. Kalau pegawai yang paham,
mereka pasti lebih jeli,” jelas Jabin.

Karena itu, dia berharap pemerintah bisa membenahi hal tersebut agar timah Indonesia bisa
berperan dalam pergerakan harga timah dunia. “Pemerintah dan pengusaha harus bisa meyakinkan
pasar global bahwa penambangan dan ekspor timah illegal akan diberantas.”

Di samping itu, dari sisi produksi, kapasitas terpasang pabrik pemurnian timah di Indonesia baru
mencapai utilisasi 21 % dari total kapasitas 268.000 ton. Utilisasi itu terbilang paling rendah sejak 15
tahun terakhir.

“Utilisasi 21 % terjadi karena banyaknya kebocoran dan ekspor pasir timah ilegal. Indonesia tidak
perlu lagi membangun smelter timah, karena ekspor tahun ini diprediksi hanya sekitar 60.000 ton,”
ucapnya.

Box

PLB Ikon Baru ICDX

Pusat Logistik Berikat- PLB menjadi salah satu program pemerintah yang tercantum dalam paket
kebijakan ekonomi jilid II. Melihat kebijakan tersebut, BKDI pun ikut ambil bagian. Menurut Megain
Widjaja, BKDI telah membangun dan mendirikan PLB yang disebut dengan ICDX Logistik Berikat- ILB.
Di tahap awal, komoditi yang disimpan di ILB adalah komoditi timah. Lokasi ILB terletak di Marunda,
Cilincing, Jakarta Utara dengan lahan seluas 15.141 meter persegi. Sedangkan luas bangunan
gudangnya sekitar 1.200 meter persegi.
Megain Widjaja cukup optimis jika beroperasinya ILB akan membuat Indonesia lebih kompetitif serta
dapat menjadi salah satu strategi yang tepat untuk membuat pelaku pasar dunia bertransaksi timah
di bursa Indonesia. “ILB dibangun dengan fasilitas terbaik seperti di Singapura untuk menyimpan
timah dan dilengkapi dengan CCTV,” tuturnya.

Dia juga menjanjikan bahwa ILB akan memberikan rasa aman dan terlindungi, karena ILB akan
menjadi Kawasan internasional, sehingga kebal terhadap perubahan peraturan pemerintah
Indonesia.

Selama ini, ungkap Megain, perdagangan timah dari Indonesia parkir di Singapura dan Malaysia,
padahal mereka hanya trader timah dari Indonesia. Akibatnya Indonesia telah kehilangan potensi
pendapatan negara lebih dari US$ 16 juta setara dengan Rp 209,9 miliar setiap tahunnya. Jadi,
dengan ILB para importir dan pembeli tidak perlu lagi menyimpan timahnya di negara lain seperti
Singapura, melainkan di Indonesia.

“Dijadwalkan ILB akan akan beroperasi paling cepat pada bulan Oktober 2016. Saat ini proses yang
sedang berjalan ialah verifikasi izin dari BKDI untuk membangun ILB,” kata Megain Widjaja.

Di kesempatan yang sama, Kepala Seksi Kemudahan Impor Tujuan Ekspor-KITE Ditjen Bea dan Cukai,
Dorothea Sigit menjelaskan akan ada dua skema ekspor di PLB. Pertama, ekspor melalui PLB akan
ditetapkan sebagai barang ekspor dengan pembayaran royalti, pajak ekspor, dan ketentuan izin
ekspor lainnya.

“Untungnya, bagi bursa berjangka, kalau mereka memprediksikan, harga barang atau nilai royalti
naik tahun depan, mereka bisa bayar dengan nilai sekarang untuk transaksi nanti,” paparnya.

Skema kedua, yaitu barang yang akan diekspor akan berstatus barang yang ditaruh atau dititipkan.
Dengan demikian, itu tidak perlu kena bea masuk jika sebagian akan dijual untuk pasar lokal.
“Dengan ILB, efisiensi yang akan tercipta bisa mencapai 20 %. Dalam jangka panjang, itu akan
membuat Indonesia menguasai suplai timah dunia,” ucap Dorothea Sigit.

Komoditas Bursa

Mengokohkan posisi Indonesia sebagai produsen timah terbesar kedua dan eksportir terbesar di
dunia, BKDI bergegas menyambut paket kebijakan ekonomi jilid II yang dikeluarkan pemerintah
dengan membangun dan mendirikan ICDX Logistik Berikat- ILB.

Direktur Utama ILB, Henry Chandra, mengungkapkan, ILB merupakan anak perusahaan dari ICDX
(BKDI) dan PT Indonesia Cliring House. Sebab itulah menggunakan nama ICDX Logistik Berikat.
“Terkait pendirian anak perusahaan itu, kami sudah melapor ke Bappebti. Sedangkan pengurusan
perizinannya diproses Dirjen Bea dan Cukai.”

“ILB ke depan akan menjadi gudang penyimpanan komoditi yang diperdagangkan di BKDI. Tahap
awal ini adalah komoditi timah. Tapi ke depan bisa saja komoditi karet, dan lainnya,” jelas Henry.

Untuk mengoperasionalkan pusat berikat tersebut, ILB akan berkerjasama dengan PT Bhanda Ghara
Reksa (Persero) dan PT Tantra Karya Sejahtera. Dua perusahaan tersebut adalah pengelola gudang
penyimpanan timah yang ditunjuk BKDI dan memperoleh izin dari Bappebti dalam rangka
penyelenggaraan pasar fisik timah.

“Bisa saja nantinya dua perusahaan itu sebagai operator ILB. Karena mereka memiliki pengalaman
yang cukup panjang soal pergudangan dan penyimpanan. Jadi mungkin nantinya bisa diumpamakan
seperti, ILB sebagai induk semang dan dua perusahaan itu menjadi anak kos,” kata Henry Chandra.
“Bulletin BAPPEBTI” – Mengabdi dengan Integritas

Bappebti/MJL/189/XVI/2017/Edisi Agustus

Berita Utama

Menuju Kedaulatan Timah Indonesia

Setelah sukses menyelenggarakan pasar fisik timah, ICDX menggulirkan Pusat Logistik Berikat timah
dan dalam waktu dekat meluncurkan kontrak berjangka timah. Ketiga instrument ini diyakini akan
membawa Indonesia sebagai produsen timah yang berdaulat.

Indonesia yang memiliki Provinsi Kepulauan Bangka Belitung- Babel dikenal memiliki kekayaaan
timah yang melimpah. Dari zaman ke zaman, deposit bijih timah di sekitar dua pulau besar yang ada
di provinsi ini- Pulau Bangka dan Pulau Belitung- laksana magnet yang menarik para pemburu
tambang.

Bahkan, Sutedjo dalam bukunya ‘Sejarah Timah Indonesia’ (1996), menduga timah di Belitung sudah
ditambang sebelum abad ke-17. “Kalau dikaitkan dengan kemampuan Belitung untuk mengekspor
barang dari besi (antara lain kapak dan parang) sebelum abad ke-17, sangat mungkin pakutimah itu
sudah diproduksi juga di masa itu. Artinya, timah sudah ditambang di Belitung sekurang-kurangnya
pada abad ke-17,” tutur Sutedjo dalam bukunya.

Memang tidak ada catatan pasti sejak kapan timah sebagai komoditas bernilai ekonomis ditemukan
di Bangka dan Belitung. Hanya disebutkan, sejarah penambangan timah di dua pulau ini sudah
melewati masa yang cukup panjang, dari zaman Kesultanan Palembang, kemudian di masa
pemerintahan kolonial Belanda, dan hingga kini pasca kemerdekaan.

Merujuk sejarah di atas, amat jelas jika cadangan timah Indonesia dari tahun ke tahun semakin
menipis. Dan harus diakui, timah sebagai salah satu komoditi unggulan strategis Indonesia, sejak
ratusan tahun lalu pasar dan harganya masih ada di bawah kendali pelaku asing- luar negeri.
Akibatnya harga timah di dalam negeri cenderung ditekan, dan tanggung jawab untuk mereklamasi
bekas tambang timah tidak dapat direalisasikan.

Padahal sekedar catatan, Indonesia menjadi produsen dunia terbesar setelah Tiongkok. Tapi dari sisi
ekspor, Indonesia dikenal sebagai eksportir terbesar nomor satu di dunia.

Syukurnya, sejak 30 Agustus 2013, lalu, Indonesia telah memiliki acuan harga timah ekspor melalui
mekanisme pasar fisik yang diselenggarakan Indonesia Commodity and Derivative Exchange- ICDX
atau dikenal juga Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia- BKDI.

Menurut Direktur Utama ICDX, Lamon Rutten, hingga saat ini harga timah ICDX telah mempengaruhi
pasar timah lainnya yang ada di mancanegara. “Bahkan, terkadang harga timah ICDX jauh lebih
menarik bagi smelter dibandingkan pasar lainnya.”

“ K e b e r h a s i l a n I n d o n e s i a menciptakan acuan harga timah ekspor telah diperhitungkan


negara-negara pengguna timah yang notabenenya negara industri,” kata Lamon, di acara Indonesia
Tin Coference and Exhibition-ITCE- 2017 yang diselenggarakan di Nusadua, Bali, 27-29 Agustus 2017.

Sebagai bukti, volume ekspor timah saat ini telah mencapai 68,76 % ditujukan ke negara pengguna.
Padahal sebelum adanya bursa timah di Indonesia, nyaris 90 % volume timah di ekspor ke Singapura.
Lalu, dari negara ini kemudian diekspor ke berbagai negara lain.
Sekedar informasi, selain ke Singapura, timah yang diperdagangkan di ICDX juga diekspor ke
Belanda, Jepang, Amerika Serikat, Korea, India, Taiwan, Italia, China, Afrika, Spanyol, Arab Saudi,
Inggris, Malaysia, Turki, Hongkong, Thailand, serta Vietnam.

Senada dengan itu, juga diungkapkan Kepala Bappebti, Bachrul Chairi. Dia bilang, dengan berdirinya
pasar fisik timah, ICDX sebagai bursa berjangka komoditi telah nyata berkontribusi bagi
perekonomian nasional. “Harus diakui dengan adanya pasar fisik timah ICDX tersebut, menjadikan
Indonesia sebagai pasar dan sekaligus referensi harga timah baik di dalam negeri maupun di pasar
dunia,” ujar Bachrul.

Mekanisme pasar fisik timah ICDX telah terselenggara sejak tahun 2013, lalu, seiring keluarnya
Permendag No. 78/M-DAG/PER/12/2012 jo. Permendag No. 32/M-DAG/PER/6/2013, dan kemudian
disempurnakan menjadi Permendag No. 44/M-DAG/PER/7/2014, jo. Permendag No. 33/M-
DAG/PER/11/2015, tentang Ketentuan Ekspor Timah.

Bachrul menambahkan, tujuan dari kebijakan itu untuk menciptakan pasar timah yang terorganisir,
adil dan transparan di dalam negeri. Di samping itu, akan tercipta acuan harga timah di dalam negeri
dan dapat mendorong berkembangnya industri hilir timah.

Dengan adanya acuan harga timah di dalam negeri, maka pemerintah dapat menggunakannya
sebagai variable dalam pengambilan keputusan maupun perhitungan royalti timah ekspor.

Tata Kelola

Menteri ESDM, Ignasius Jonan, yang mewakili Presiden RI, Joko Widodo saat membuka ITCE 2017,
menilai, perbaikan tata kelola sektor tambang mineral dan batubara- Minerba khususnya pada
tambang timah hingga saat ini sudah mulai tampak membaik. Hal itu terlihat pada indikator
peningkatan ekspor komoditas timah dari Indonesia yang dicatat berdasarkan hasil transaksi di bursa
timah ICDX.

“Peningkatan akuntabilitas transaksi komoditas timah dengan menggunakan ICDX sebagai rujukan
harga komoditas timah Indonesia, akan meningkatkan nilai tambah pengelolaan timah nasional.
Transaksi melalui ICDX telah menekan terjadinya ekspor timah illegal maupun penjualan dalam
negeri ilegal,” terang Jonan.

“Jadi pasar fisik timah ekspor yang terpusat di ICDX menjadi salah satu sarana dalam menekan
perdagangan timah ilegal ke luar negeri. Karena perdagangan timah ilegal itu dapat mempengaruhi
harga dan mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan di lokasi penambangan. Karena yang
ilegal itu, setelah penambangan ditinggalkan begitu saja, sehingga lingkungan menjadi rusak,” tegas
Jonan.

Jonan juga bilang, salah satu keuntungan dari sisi pemerintah dengan adanya transaksi komoditi
timah di ICDX adalah hadirnya harga acuan komoditi timah di Indonesia. “Berdasarkan harga acuan
itu pula pemerintah dapat dengan mudah melakukan perhitungan penerimaan negara dari sisi pajak
dan royalti tambang timah,” papar Jonan.

Oleh sebab itu, lanjut Jonan, pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7
Tahun 2017, tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara,
disebutkan pada Pasal 6 Ayat 5 d, “besaran harga mineral logam acuan- HMA sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) ditetapkan mengacu pada publikasi harga mineral logam yang dikeluarkan,
antara lain oleh; Indonesia Commodity and Derivatives Exchange, untuk komoditi timah.” Dan
kebijakan itu telah efektif berlaku sejak dikeluarkan pada 11 Januari 2017, lalu. Dengan demikian,
pemerintah telah menetapkan harga harian timah ICDX sebagai harga acuan di dalam negeri.

Penetapan ICDX sebagai acuan harga patokan timah bukan tanpa alasan. Menurut Jonan, sejak awal
beroperasi, bursa timah ICDX telah membuktikan sebagai pasar timah di dalam negeri dengan
masuknya para pembeli timah dari berbagai negara. Dari data yang dimilikinya, sebelum adanya
bursa timah ICDX, ekspor timah Indonesia hampir 84% ditujukan ke Singapura, tetapi kini hanya
tinggal 45%.

“Itu dapat diartikan negara-negara industri pengimpor sudah langsung melakukan pembelian melalui
bursa timah ICDX,” terangnya.

Belajar dari timah, Jonan mengungkapkan, kementerian yang dipimpinnya tertarik untuk bisa
menghadirkan pasar untuk komoditi mineral lainnya di dalam negeri sebagai acuan harga. Sebab,
saat ini ada dua belas mineral yang harga acuannya ditetapkan berdasarkan harga acuan dari pasar
luar negeri. Dua belas komoditi itu yakni, nikel, kobalt, timbal, seng, bauksit, besi, emas, perak,
tembaga, mangan, krom dan titanium.

“Pada dasarnya karakter pelaku usaha timah nyaris sama dengan 12 komoditi mineral tersebut,”
imbuh Jonan.

Komisaris ICDX, KH. Said Aqil Siradj, dalam sambutannya di ITCE 2017 juga mengatakan, komoditi
timah merupakan mineral yang tidak bisa diperbaharui. “Untuk itu mari kita jaga agar sumber daya
alam yang sudah dianugerahkan Tuhan kepada kita tak lantas habis begitu saja. Maka tata kelola dan
tata perdagangannya harus diatur sedemikian rupa sehingga fair dan transparan,” ujar Said Aqil.

Keberadaan pasar fisik timah ICDX memang mengalami perkembangan yang cukup baik. Hal itu
terlihat dari jumlah para pelaku usaha yang menggunakannya. Data terakhir ICDX menyebutkan, saat
ini telah terdaftar 35 perusahaan pemegang Ekportir Terdaftar Timah (ET-Timah) yang bertindak
selaku seller dan 32 perusahaan dari luar negeri yang bertindak selaku buyer.

Sedangkan dari sisi harga, pergerakan harga timah di ICDX mengalami peningkatan sebesar 10.04%
sepanjang tahun 2016, dan sampai dengan periode Juli 2017 harga rata-rata timah berkisar di USD
20.067 per ton. Adapun pada akhir Juli 2017 harga timah mencapai USD 21.100 per ton atau
mengalami peningkatan sekitar 7,76% dari harga di akhir bulan Juni 2017.

Box

Ajang ITCE 2017 di ‘Mata Tokoh’

ITCE merupakan event tahunan yang digelar ICDX, dan tahun ini sudah memasuki tahun ke-empat.
Kegiatan ITCE diselenggarakan selama 2 hari, di Nusadua, Bali, 27-29 Agustus 2017, mengundang
200 peserta lokal dan internasional yang terdiri dari perwakilan Kemenko Perekonomian,
Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, pelaku usaha timah (pihak
penjual dan pembeli timah).

Dirut ICDX, Lamon Rutten, memaparkan, salah satu tujuan ITCE adalah sebagai ajang pertukaran
informasi para pelaku usaha timah, baik yang ada di dalam negeri maupun dari mancanegara. Dari
pertemuan itu diharapkan menghasilkan inovasi terbaru diberbagai bidang industri timah.

Di lain sisi, ICDX juga berharap ITCE menjadi salah satu ajang bergengsi di dunia karena senantiasa
mempresentasikan narasumber yang kredibel dan kapabel dibidangnya. Untuk tema yang diusung
pada ITCE 2017 yaitu, Tin Beyond Boundaries; Integrating the Tin Industry for Sustainable Economic
Growth.

“Integrasi perdagangan timah di Indonesia semakin modern dengan berbagai platform yang tersedia
dan menjadikan komoditi timah sebagai sumber pembiayaan untuk keberlangsungan industry
tambang timah,” terang Lamon Rutten menegaskan alasan mengambil tema ITCE 2017.

Sementara Menteri ESDM, Ignasius Jonan mengatakan, “Saya atas nama Kementerian ESDM
mengucapkan selamat kepada ICDX dan seluruh peserta Tin Conference, semoga Indonesia dapat
mewujudkan kedaulatannya terutama di sektor tambang mineral khususnya timah.”

“Secara pribadi saya sangat mendukung acara seperti ini. Karena forum seperti ini dapat
meningkatkan sinergi, koordinasi dan kerjasama dalam upaya untuk meningkatkan tata kelola
perdagangan timah di Indonesia,” kata Ignasius Jonan, bersemangat.

Sedangkan Kepala Bappebti, Bachrul Chairi, juga menyampaikan apresiasi langkah strategis ICDX
yang rutin menyelenggarakan ITCE sejak tahun 2014, lalu.

“Pertemuan penting seperti ini bukan saja pertukaran informasi, melainkan juga menunjukkan
kepada dunia bahwa Indonesia merupakan negara berdaulat yakni sebagai produsen sekaligus pasar
yang menjadi acuan harga timah,” ucap Bachrul Chairi.

Berita Utama

Integrasi PLB dengan Kontrak Berjangka Timah

Sejak paket kebijakan kedua di bidang ekonomi digelontorkan pemerintahan Presiden RI Joko
Widodo pada tahun 2015, lalu, terbuka peluang bagi pihak swasta mengoperasionalkan Pusat
Logistik Berikat- PLB. Maka peluang itu pun ditangkap oleh ICDX dengan mendirikan anak usaha PT
ICDX Logistik Berikat-ILB. Beroperasinya ILB itu pun didukung dengan keluarnya payung hukum dari
Ditjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan pada 13 Juni 2017, lalu, yang menerbitkan Peraturan Dirjen
Bea Cukai, Nomor Per-10/BC/2017, tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke
dan dari Pusat Logistik Berikat dalam Rangka Ekspor dan atau Transhipment.

Sesuai dengan tujuannya, ILB yang telah dibangun di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung, akan
menjadi lumbung penyimpanan timah di dalam negeri namun dengan status siap ekspor dan telah
imun. Demikian antara lain dikatakan Direktur Utama ILB, Henry Chandra, kepada media disela-sela
penyelenggaraan ITCE 2017, di Nusadua, Bali, 27-29 Agustus 2017.

“Dengan adanya ILB, komoditas timah bisa disimpan selama tiga tahun. Jadi tidak harus cepat-cepat
ekspor timah ke luar negeri yang kemudian menguntungkan gudang di luar negeri. Karena produk
timah yang disimpan di ILB sudah imun dan sudah dianggap sebagai barang ekspor,” terangnya.

Sebagai informasi, selama ini timah produksi Indonesia banyak ditimbun di Singapura. Sehingga,
proses perdagangan multilateral justru terjadi di Singapura, dan negara jiran itu juga diuntungkan
dengan adanya dana pengelolaan gudang. “Nah, jika timah tersebut dapat disimpan di ILB, maka
komposisi perdagangan timah Indonesia bisa berdaulat. Artinya, timah dapat di simpan ketika harga
rendah, dan dikeluarkan saat harga tinggi. Intinya, ILB akan menahan persediaan timah lebih lama,
dan menjadi salah satu strategi menahan laju ekspor timah,” ujar Henry.
Selain itu, ILB akan efektif menurunkan beban biaya logistik dan waktu bongkar muat-dwelling time.
Sebab, timah yang sudah berada di dalam gudang ILB dapat diperjualbelikan tanpa harus keluar dari
tempat tersebut. Dengan begitu, transaksi terus mengalir tanpa perlu adanya lalu lintas logistik.

“Jadi bisnis modelnya, timah yang sudah ditransaksikan di pasar fisik ICDX dapat di simpan di ILB.
Dan pemilik barang akan mendapatkan resi gudang. Dengan resi ini, pemilik barang dapat melakukan
kembali transaksi di ICDX. Sehingga, barang tetap berada di ILB, tapi transaksi dapat terjadi terus
berjalan. Apa lagi timah memiliki sifat yang tidak akan rusak walaupun disimpan dalam waktu lama,”
katanya.

Di masa mendatang, Henry memastikan, ILB tidak hanya berperan sebagai penyimpanan komoditi
timah, melainkan juga berpotensi untuk komoditi unggulan ekspor lainnya seperti nikel, bauksit,
CPO, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut dan masih banyak lagi.

“Jika kita melihat suksesnya dari beberapa bursa berjangka komoditi di negara-negara maju, itu
dikarenakan dukungan kebijakan pergudangan yang memadai dan skema ekspor yang memudahkan
pihak importir. Oleh karena itu, dengan adanya ILB akan mendukung transaksi pasar fisik timah dan
kontrak berjangka timah di ICDX,” imbuh Henry Chandra.

Kontrak Timah

Dirut ICDX, Lamon Rutten, juga mengatakan, dengan adanya ILB menjadi faktor pendukung
terlaksananya kontrak berjangka timah. “Karena, setiap orang bisa membeli timah dari ILB dan
menjualnya kembali di ICDX. Jadi setelah timah dari smelter berada di ILB, nantinya bisa digunakan
untuk kontrak futures maupun di pasar fisik,” tuturnya.

Menurut Lamon Ru t t e n , kontrak berjangka memang sangat penting untuk membuat harga timah
di Indonesia bisa menjadi referensi harga secara global. Bahkan katanya, tanpa kontrak tersebut
harga timah Indonesia tidak akan jadi referensi harga timah global.

Saat ini, pelaku usaha timah yang bertansaksi di ICDX hanya bisa menggunakan pasar fisik dan sulit
memprediksi harga timah ke depan. Karena itu, mereka lebih memilih bertransaksi di London Metal
Exchange-LME yang menyediakan produk futures.

“Kuncinya adalah sosialisasi, agar pelaku usaha mengerti soal futures timah. Daripada cepat-cepat
meluncurkan, lebih baik kita dipersiapkan sebaik mungkin bersama Bappebti,” jelas Lamon.

Kami pun perlu berkoordinasi dengan perusahaan pialang berjangka dalam perdagangan kontrak
timah, tambah Lamon. Karena nantinya investor atau masyarakat yang mau transaksi kontrak
berjangka timah harus melalui perusahaan pialang berjangka.

“Beberapa perusahaan pialang berjangka Anggota ICDX sudah ada yang tertarik dengan kontrak
berjangka timah. Kalau menurut kami, ini merupakan indikasi mereka yang terbiasa bertransaksi di
OTC- over the counter di luar negeri, akan menarik dananya untuk transaksi di ICDX. Harapan kita
seperti itu,” kata Lamon optimis.

Menanggapi rencana ICDX akan luncurkan kontrak berjangka timah, Kepala Bappebti Bachrul Chairi,
pun menyambut positif. “Selama ini pasar komoditas timah dunia ditentukan oleh perdagangan di
London Metal Exchange. Namun, ICDX mulai menunjukan kemampuannya sebagai pembentuk harga
komoditas timah nasional yang juga diperhitungkan pelaku usaha global.”

“Bagaimana kita melihat ICDX sudah diperhitungkan pasar global? Mari kita lihat dari data harga
timah ICDX yang tidak berbeda jauh dengan harga di LME. Meski jumlah pelaku usaha timah ICDX
baru mencapai 72 perusahaan (36 penjual dan 36 pembeli), tetapi harga dan volume transaksinya
cukup berkualitas,” papar Bachrul.

Jadi, kontrak berjangka timah itu sangat penting. Karena bagi pelaku pasar dapat melakukan lindung
nilai atas komoditas fisik akibat risiko fluktuasi harga yang terjadi, tambahnya. “Di pasar futures,
pengusaha smelter atau produsen bisa mengasuransikan harga. Kalau harga di pasar fisik turun,
harga futures yang naik bisa menutupi kerugian. Sehingga nanti sistemnya seperti yang selama ini
dilakukan di LME akan pindah ke Indonesia yakni ICDX,” imbuh Bachrul Chairi.

Box

Pakta Integritas Seller ICDX

CATATAN penting dari perhelatan ITCE 2017, lalu, yakni para pelaku eksportir timah atau pun
smelter menunjukan komitemennya pada tercapainya perdagangan timah yang fair dan transparan.
Sehingga pasar timah Indonesia menjadi acuan dunia baik di pasar fisik maupun di pasar futures.

Bukti komitemen para smelter yang berjumlah 36 itu, dihadapan Menteri ESDM, Ignasius Jonan,
Kepala Bappebti, Bachrul Chairi serta Komisaris dan Direksi ICDX, menandatangi Pakta Integritas
Anggota Penjual Timah Batangan ICDX.

Isi pakta integritas itu yakni; Pertama, Anggota penjual timah murni batangan ICDX berkomitmen
menjaga integritas dan kualitas mutu timah yang diproduksi sesuai dengan Peraturan Menteri
Perdagangan yang tercantum dalam kontrak fisik Timah Murni Batangan ICDX, dengan tingkat
kemurnian maximum 99,9%.

Kedua, timah murni batangan yang diproduksi berasal dari tambang timah yang bersertifikat Clear
and Clean- CnC yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM, dan persyaratan yang tercantum dalam
Peraturan Menteri Perdagangan mengenai Tata Cara Ekspor Timah Murni Batangan.
Analisa

Iklim Usaha Kondusif, Ekspor Timah Diprediksi 78 ribu ton


ASOSIASI Eksportir Timah Indonesia-AETI mencatat total produksi sekaligus ekspor timah Indonesia
pada semester I tahun 2017 mencapai 42.463 metrik ton. Secara month-on-month- MoM ratarata
produksi dan ekspor timah tahun ini berada di angka 6.000 metrik ton. Sementara, khusus Juli 2017,
produksi dan ekpor timah mencapai 6.207 metrik ton.

Ketua Umum AETI, Jabin Sufianto, memperkirakan, total produksi sekaligus ekspor timah Indonesia
pada tahun ini bisa mencapai 72 ribu hingga 78 ribu metrik ton. “Kalau momentumnya tidak
berubah, prediksi saya paling tinggi tahun ini ekspor bisa mencapai 78.000 metrik ton dan paling
rendah 72.000 metrik ton. Tergantung perkembangan nanti apakah ada regulasi yang menghambat
ekspor atau tidak,” ujarnya, akhir Agustus lalu.

Untuk merealisasikan jumlah total produksi dan ekspor tersebut, menurut Jabin ada beberapa hal
yang bisa dilakukan. Di antaranya, menggali lebih dalam teknologi pertambangan. “Saat ini banyak
perusahaan yang tidak melakukan perkembangan teknologi penggalian arena keterbatasan biaya,”
katanya.

Selain itu, mengurangi penambang tradisional yang saat ini tambang onshore dan offshore juga
masih bergantung pada penambang tradisional. Lainnya, timah harus diproses lebih profesional.

“Jika proses pertambangan timah dilakukan lebih profesional maka akan menambah keuntungan,”
pungkas Jabin Sufianto.

English Corner

2020 Tin Reserves Indonesia Predicted Up

CHIEF Executive of Stania Prima Group, Rudi Irawan in his presentation in Indonesia Tin Conference
an Exhibition- ITCE 2017 (in Nusadua, Bali, 27-28 August 2017), said the prediction of tin reserves in
Bangka Belitung will be exhausted by 2020 if mining with production amount of 60,000 tons per
year. This condition will be different if the tin production reduction of 30,000 tons per year then the
tin reserves will last until 2033.

“From the survey conducted, Indonesia is not the second largest supplier in the world. China’s
largest tin reserve of 1.3 million tons, in second and third place is held by the Latin country one of
Peru, “said Rudi.

While Indonesia occupies the fourth position with a reserve of 900 thousand tons. The ratio of 75.9
percent, China, Indonesia and Malaysia produce the world’s pure tin. “China consumes tin
production for infrastructure so it has high value ended while we only sell semi-finished products in
the form of tin bar,” said Rudi Irawan.

Some of the reasons for the depression of tin reserves from Babylon were also discussed related to
local issues. In addition to tin mining output emerging from new players Myanmar and Vietnam in
2010 until now.

Environmental destruction factors, especially in Bangka Belitung is also a concern. In 2001-2014 as


many as 19,000 units of unconventional mining-IT operated, it was seen that changes in Babel’s
livelihood policy from pepper farmers turned to miners.

“The government policy will affect the direct price and the tin production, and the supervisors and
law enforcers should be conserned with the mining of IT, but also the BUMD and cooperatives so
that there is a unity of price and production at the mining stage while ICDX acts as the main door of
tin in the world,” suggests Rudi Irawan.
“Bulletin BAPPEBTI” – Mengabdi dengan Integritas

Edisi 210 Agustus 2019

Dari Redaksi

Pembaca Buletin Bappebti yang budiman,

Memasuki bulan Agustus 2019 tim Redaksi Buletin Bappebti mencoba melakukan update informasi
yang berkembang seputar perdagangan berjangka komoditi. Di bulan Agustus ini tercatat BBJ (Bursa
Berjangka Jakarta) melakukan terobosan dengan membuka Bursa Berjangka Komoditi Timah.
Sebelumnya timah sudah diperdagangkan di bursa berjangka komoditi yang dikelola oleh ICDX.

Apa yang dilakukan oleh BBJ akan memperluas pasar untuk transaksi timah, satu komoditi yang
menjadi andalan ekspor Indonesia dimana Indonesia juga sejak lama dikenal sebagi negara penghasil
timah utama dunia. Diharapkan dengan dibukanya bursa timah di BBJ transaksi timah menjadi
meningkat dan posisi Indonesia sebagai penentu harga timah dunia akan semakin mantap.

Selain informasi mengenai bursa timah yang kini berlangsung di ICDX dan BBJ, kami juga
menghadirkan wawancara khusus dengan Kepala Bappebti yang baru, yakni Ibu Tjahya Widayanti
yang sebelumnya menjabat sebagai Dirjen Perdagangan Dalam Negeri. Menarik menyimak
pemikiran dan pandangan Kepala Bappebti yang mempunyai latar belakang studi jurusan Agronomi
IPB (Institut Pertanian Bogor) ini.

Seperti biasa kami juga hadirkan kegiatan-kegiatan Bappebti dan stakeholder-nya dalam Agenda
Foto, serta pergerakan perdagangan komoditi dalam rubrik Aktualita. Selain itu kami juga
menghadirkan SRG Gambir, PBK Karet dan juga rubrik English Corner, dan Analisis yang kali ini
mengulas perdagangan emas di tengah suasana perang dagang AS-Cina.

Kepada Pembaca yang ingin memberi masukan kepada Redaksi Buletin Bappebti silakan hubungi
kami melalui email: humas.bappebti@kemendag.go.id atau kontak langsung 0811-1109-901, (021)
31924744, (021) 31923204.

Tim Redaksi

Berita Utama

Pasar Timah Indonesia Ada di Dua Bursa

Indonesia sudah sejak lama menjadi produsen utama komoditi timah dunia. Sudah sepatutnya pula
Indonesia menjadi penentu harga timah. Sejauh ini, ICDX menjadi bursa transaksi timah Indonesia,
dan sejak Agustus bursa komoditi timah bertambah dengan masuknya BBJ (Bursa Berjangka Jakarta
atau JFX-Jakarta Futures Exchange) juga melayani bursa transaksi timah.

Sejak zaman penjajahan kolonial Belanda, Indonesia sudah dikenal sebagai penghasil timah utama
dunia. Sejak ditemukan timah di Bangka sekitar tahun 1710, kegiatan penambangan di pulau ini
terus berlangsung hingga kini dan memberikan kontribusi yang besar dalam ekspor barang tambang
dari Indonesia.

Sejak lama juga Indonesia mendambakan menjadi negara penentu harga dalam perdagangan timah
dunia melalui bursa komoditi yang bisa dijadikan acuan dalam perdagangan timah. Hal ini sudah
dilakukan melalui bursa komoditi ICDX (Indonesia Commodity Derivatives Exchange) atau BKDI
(Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia). Kini selain ICDX timah juga diperdagangkan di lantai bursa
BBJ (Bursa Berjangka Jakarta atau juga disebut JFX-Jakarta Futures Exchange). Selama ini harga timah
dunia yang menjadi acuan adalah harga yang ditetapkan melalui London Metal Exchange.

Pemerintah melalui Bappebti Kementerian Perdagangan terus mendorong pertumbuhan ekspor


timah dan juga menjadi negara acuan dalam penentuan harga timah dunia. “Kami ingin bursa
berjangka di dalam negeri dapat sejajar dengan bursa berjangka di luar negeri dan menjadi
benchmark bagi pelaku usaha dalam menentukan harga komoditinya,” kata Kepala Biro Pembinaan
dan Pengembangan Pasar Kemendag Sahudi di Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, Senin
(26/8), saat peluncuran ekspor timah yang diperdagangkan melalui BBJ.

Lebih lanjut Sahudi mengatakan bahwa Indonesia bukan hanya produsen timah, tapi juga emas,
minyak sawit, lada, kopi, karet, dan komoditi potensial ekspor lainnya. Akan tetapi Indonesia belum
memiliki sumber informasi harga yang dapat dijadikan acuan bagi komoditi yang dihasilkan. “Hampir
semua harga komoditi Indonesia dunia bersumber dari bursa luar negeri. Untuk itu, dalam
menjadikan Indonesia menjadi sumber referensi harga komoditi dunia, maka Indonesia perlu
memiliki bursa yang dapat dijadikan sebagai rujukan harga komoditas dunia. Pada gilirannya,
keberadaan bursa berjangka dalam negeri benar-benar dirasakan manfaatnya secara ekonomi bagi
pelaku usaha perdagangan berjangka komoditi,” ujar Sahudi.

Untuk itu, dalam upaya menciptakan transaksi perdagangan berjangka yang lebih baik, terutama
dalam peningkatan mutu, nilai tambah dan harga maka bursa berjangka melakukan pengembangan
terhadap produkproduk yang diperdagangkan di bursa berjangka, salah satunya melalui pasar fisik
timah.

Sebelum Sahudi hadir di Bangka, Bappebti telah menerima kunjungan Wakil Ketua DPRD Bangka
Belitung Tony Purnama yang datang ke kantor Bappebti di Jakarta Rabu (10/7). Tony dan beberapa
anggota DPRD datang melakukan konsultasi mengenai bursa berjangka dan ekspor timah di Provinsi
Bangka Belitung. Melalui kunjungan tersebut pihak DPRD ingin memperoleh informasi yang
diinginkan.

Jauh sebelumnya, Kementerian Perdagangan pada 2013 telah meluncurkan peraturan mengenai
perdagangan timah murni batangan untuk tujuan ekspor di bursa berjangka sesuai Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 32/M-DAG/PER/2013. Setelah beberapa kali mengalami perubahan
terakhir dengan Permendag Nomor 33/M-DAG/PER/5/2015 jo Permendag Nomor 53 Tahun 2018
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44.M-DAG/PER/7/2014
tentang Ketentuan Ekspor Timah.

Pada tahun 2019 ini, Bappebti telah mengeluarkan Peraturan Kepala Bappebti Nomor 11 Tahun 2019
sebagai perubahan atas Peraturan Kepala Bappebti Nomor 122/Bappebti/Kep/7/2014 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perdagangan Timah Murni Batangan Melalui Bursa Timah. “Selama ini
perdagangan timah murni batangan di bursa berjangka dilakukan hanya pada satu bursa berjangka
yaitu Bursa Komoditi Derivatif Indonesia (BKDI/ICDX) dan pada 2019 Bursa Berjangka Jakarta (BBJ)
telah mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan serta telah mendapatkan persetujuan
Bappebti untuk melakukan penyelenggaraan pasar fisik timah murni batangan dengan Kliring
Berjangka Indonesia sebagai lembaga kliringnya,” tambah Sahudi.

Dengan demikian, sekarang terdapat pilihan yang lebih luas kepada pelaku timah untuk bertransaksi
di bursa yang dikehendakinya, sehingga nantinya ada kompetisi atau persaingan yang lebih sehat
dalam penyelenggaraan perdagangan timah murni batangan di pasar fisik timah di bursa berjangka.
Sementara itu, Gubernur Provinsi Bangka Belitung Erzaldi Rosman menyatakan keberadaan bursa
baru untuk komoditi timah melalui BBJ ini diharapkan bisa memberi nilai tambah bagi Babel.
“Keberadaan bursa di sini jangan hanya biasa-biasa saja. Marketnya di sini, buyernya ke sini, tidak
semu. Jika semuanya ada di sini, lambat laun keputusan (penentu) harga (timah) itu bisa ada di
Babel. Kalau tidak dimulai transaksinya tetap akan ke mana-mana,” kata Erzaldi kepada sejumlah
wartawan di gudang BGR.

Sahudi menjelaskan bahwa timah murni batangan untuk tujuan ekspor yang wajib diperdagangkan
di bursa berjangka adalah timah murni batangan dengan kandungan kemurnian stannum (sn) paling
rendah 99,9 persen dari kegiatan pengolahan dan pemurnian biji timah oleh smelter yang telah
mendapatkan izin dari Kementerian ESDM dan telah menjadi eksportir terdaftar. “Melalui
peluncuran bursa timah dan pelaksanaan ekspor perdana timah murni batangan pada Bursa
Berjangka Jakarta (BBJ) ini diharapkan seluruh stakeholder dan pelaku usaha timah dapat
mendukung terciptanya perdagangan yang fair dan kompetitif di bursa berjangka,” tambah Sahudi.

Direktur Utama Jakarta Futures Exchange Stephanus Paulus Lumintang menyatakan siap bersinergi
dengan PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI) dan PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) Logistics dalam
meningkatkan harga komoditi timah. “Sinergi antara KBI dan BGR Logistics ini kami harapkan akan
mampu meningkatkan harga timah, khususnya dari Bangka Belitung,” kata Stephanus Paulus.

Stephanus mengatakan perdagangan timah murni batangan yang diperdagangkan di BBJ akan
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam perdagangan timah batangan di Indonesia. Ia berharap
melalui transaksi timah di BBJ bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di Bangka
Belitung.

Timah Smelter Sudah Legal

Direktur Utama Indonesia Clearing House (ICH) Nursalam mengungkapkan Pengadilan Negeri Sungai
Liat telah menyatakan timah murni batangan yang telah diperdagangkan melalui bursa timah ICDX
adalah legal dan sah. Penegasan ini diungkapkan karena perusahaan smelter yang terkait dengan
tertahannya ekspor timah karena dicurigai berasal dari biji timah ilegal. Dalam rilis Jum’at (9/8)
Nursalam menjelaskan diperlukan waktu sembilan bulan untuk membuktikan bahwa status timah
yang tertahan bukan dari penambangan ilegal.

Pengadilan Negeri Sungai Liat juga memutuskan agar timah dikembalikan kepada pihak yang berhak.
Walaupun timah murni batangan tersebut sudah dikembalikan, namun ternyata tidak bisa langsung
diekspor, karena untuk melakukan ekspor dibutuhkan PE (Persetujuan Ekspor) & ET (Eksportir
Terdaftar) dari eksportir atau smelter yang bersangkutan, yang ternyata telah habis masa
berlakunya.

Mengenai belum ada solusi dari permasalahan tersebut Nursalam mengaku hal itu berpotensi
menurunkan reputasi Indonesia di perdagangan internasional dan meningkatkan Country Risk
Indonesia karena ketidakpastian hukum. “Dampak dari meningkatnya Country Risk pada
perdagangan timah murni batangan di Indonesia mengakibatkan secondary market timah Indonesia
di Singapura meningkat tajam,” ujar Nursalam.

Ia menambahkan pada tahun 2018, secondary market timah Indonesia di Singapura berhasil
menurun dari yang semula 80 persen di tahun 2014 menjadi tinggal 24 persen. Namun pada
semester I tahun 2019, meningkat tajam dua kali lipat menjadi 49 persen (per bulan Juli 2019).
Peningkatan perdagangan timah Indonesia melalui secondary market di Singapura ini memberi sinyal
kepada pasar bahwa pelaku pasar timah, khususnya end user, lebih memilih membeli timah asal
Indonesia melalui Singapura daripada membelinya langsung dari Indonesia sendiri.

Menurut Nursalam, hal ini disebabkan Indonesia dinilai rendah dalam kepastian hukum terkait
perdagangan timah murni batangan. Jika masalah country risk ini tidak segera dibenahi bisa
berbuntut panjang terhadap kedaulatan timah Indonesia dan menurunkan kepercayaan global
terhadap Indonesia. Guna mencegah terulangnya kejadian dugaan smelter ilegal, maka diperlukan
dukungan political will sepenuhnya dari pemerintah dalam hal memberikan kepastian hukum
sehingga memberi kepastian hukum bagi para pelaku pasar global.

Catatan Panjang Timah Di Indonesia

Timah di Indonesia memiliki catatan sejarah yang panjang. Jika kita menengok bagaimana tambang
timah berlangsung di Bangka Belitung, maka akan terbuka catatan sejarah yang panjang sekitar 300
tahun sejak zaman penjajahan Belanda dahulu.

Timah dapat ditemukan tidak hanya di daratan, tapi juga di perairan di sekitar Pulau Bangka,
Belitung, Singkep, Karimun, dan Kundur. Menurut catatan pada masa penjajahan, penambangan
timah di Bangka dikelola oleh badan usaha pemerintah kolonial yang disebut “Banka Tin Winning
Bedrijf” (BTW). Sementara tambang di Belitung dan Singkep dilakukan oleh perusahaan swasta
Belanda, masing-masing Gemeeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Biliton (GMB) dan NV
Singkep Tin Exploitatie Maatschappij (NV SITEM).

Untuk melakukan penambangan timah selain penduduk setempat, perusahaan Belanda juga
mendatangkan buruh dari Cina, sehingga produksi timah berkembang makin pesat. Setelah
Indonesia merdeka, ketiga perusahaan Belanda tersebut dinasionalisasikan antara tahun 1953-1958
menjadi tiga perusahaan negara yang terpisah. Pada tahun 1961 dibentuk Badan Pimpinan Umum
Perusahaan Tambang-Tambang Timah Negara (BPUPN Tambang Timah) untuk mengkoordinasikan
ketiga perusahaan negara tersebut. Pada tahun 1968, ketiga perusahaan negara dan BPU tersebut
digabung menjadi satu perusahaan yaitu Perusahaan Negara (PN) Tambang Timah.

Timah kemudian mengalami masa kejayaan dan PT Timah menjadi salah satu BUMN andalan bagi
negara. Masyarakat juga bisa mengenang kejayaan timah ini dari cerita-cerita rakyat dan para
perantau yang bekerja di Bangka dan sekitarnya. Namun masa kejayaan itu menyusut ketika krisis
industry timah dunia terjadi akibat hancurnya International Tin Council (ITC) sejak tahun 1985. Krisis
ini memicu PT Timah untuk melakukan perubahan mendasar agar perusahaan bisa tetap bertahan
hidup.

Perubahan dilakukan dengan melakukan restrukturisasi perusahaan yang dilakukan dalam kurun
1991-1995, yang meliputi program-program reorganisasi, relokasi Kantor Pusat ke Pangkal Pinang,
rekonstruksi peralatan pokok dan penunjang produksi, serta pelepasan aset dan fungsi yang tidak
berkaitan dengan usaha pokok perusahaan. Restrukturisasi ini berjalan mulus, dimana para
karyawan diberi pesangon yang memadai sehingga tidak terjadi gejolak yang tidak diinginkan.

Restrukturisasi perusahaan ini berhasil memulihkan kesehatan dan daya saing perusahaan,
menjadikan PT Timah (Persero) Tbk layak untuk diprivatisasikan sebagian. PT Timah (Persero) Tbk
kemudian melakukan penawaran umum perdana di pasar modal Indonesia dan internasional dan
mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya (ketika itu masih ada Bursa Efek
Surabaya), dan London Stock Exchange pada tanggal 19 Oktober 1995. Sejak itu, 35 persen saham
perusahaan dimiliki oleh masyarakat dalam dan luar negeri, dan 65 persen sahamnya masih dimiliki
oleh pemerintah Indonesia.

Untuk memfasilitasi strategi pertumbuhan melalui diversifikasi usaha, pada tahun 1998 PT Timah
(Persero) Tbk melakukan reorganisasi kelompok usaha dengan memisahkan operasi perusahaan ke
dalam 3 (tiga) anak perusahaan, yang secara praktis menempatkan PT Timah (Persero) Tbk menjadi
induk perusahaan (holding company) dan memperluas cakupan usahanya ke bidang pertambangan,
industri, keteknikan, dan perdagangan.

Saat ini PT Timah (Persero) Tbk dikenal sebagai perusahaan penghasil logam timah terbesar di dunia
dan sedang dalam proses mengembangkan usahanya di luar penambangan timah dengan tetap
berpijak pada kompetensi yang dimiliki dan dikembangkan.

Peraturan Khusus Perdagangan Timah

Menjelang akhir bulan Juli, tepatnya hari Senin tanggal 29 Juli 2019, Kepala Bappebti mengeluarkan
peraturan baru terkait perdagangan komoditi timah, yakni Peraturan Bappebti Nomor 11 Tahun
2019 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perdagangan Timah Murni Batangan Melalui Bursa
Timah. Peraturan ini ditetapkan dengan maksud untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan
perdagangan timah murni batangan serta menjamin adanya kepastian hokum mengenai proses
dalam perdagangan timah murni batangan melalui bursa timah.

Bursa timah adalah pasar timah internasional dan dalam negeri di Indonesia yang merupakan pasar
terorganisir dan bagian dari bursa berjangka. Sedangkan komoditi yang ditransaksikan yaitu timah
murni batangan yang merupakan timah murni dengan kandungan Stannum (Sn) paling rendah 99,9
persen yang merupakan hasil dari kegiatan pengolahan dan pemurnian biji timah oleh Smelter.

Timah murni batangan sebagaimana dimaksud memiliki persyaratan teknis sebagai berikut:

a. memiliki Pos Tarif/HS 8001.10.00.00;

b. memiliki kandungan Stannum (Sn) paling rendah 99.9% yang merupakan hasil dari kegiatan
pengolahan dan permurnian biji timah oleh Smelter

c. memiliki jumlah unsur pengotor lainnya paling tinggi 0,1% dengan kadar masing-masing sebagai
berikut:

1) Besi (Fe)≤ 0,005% (50 ppm);

2) Aluminium (Al) ≤ 0,001% (10 ppm);

3) Arsenik (As) ≤ 0,03% (300 ppm);

4) Bismuth (Bi) ≤ 0,015% (150 ppm);

5) Kadmium (Cd)≤ 0,001% (10 ppm);

6) Tembaga (Cu) ≤ 0,015% (150 ppm);


7) Timbal (Pb) ≤ 0,030% (300 ppm);

8) Antimoni (Sb) ≤ 0,015% (150 ppm); dan/atau

9) Seng (Zn) ≤ 0,001% (10 ppm).

d. Dimensi ukuran timahnya adalah:

1) panjang atas 410 -540 mm;

2) panjang bawah 270 - 390 mm;

3) lebar atas 100 - 160 mm;

4) lebar bawah 88 – 125 mm; dan

5) tinggi 64 – 125 mm.

e. memiliki berat 1 (satu) batang timah murni batangan sebesar 25 Kg dengan toleransi ± 2 Kg; dan

f. pengemasan paling banyak sejumlah 40 batang dengan total berat 1.000 Kg ± 20 Kg per kemasan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, yakni pengemasan paling banyak 40
batang dengan total berat 1 ton ± 20 Kg per kemasan, dikecualikan untuk timah murni batangan
yang dipergunakan atau dijual di dalam negeri.

Anda mungkin juga menyukai