Anda di halaman 1dari 8

Ananlisa Kebijakan Timah di Bangka Belitung Terhadap Aktivitas

Pertambangan Timah Ilegal


Reysia Putri Maisahrani
5012111058

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Sektor pertambangan sendiri merupakan salah satu sumber devisa terbesar bagi
Indonesia. Namun, industri pertambangan juga mengalami berbagai permasalahan, seperti
diketahui, diperlukannya Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk melakukan kegiatan
pertambangan di Indonesia. Operasi pertambangan merupakan kegiatan yang berkaitan
dengan pengembang mineral dan batu bara, meliputi tahapan eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, ekstraksi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan pemasaran, serta
kegiatan pasca ekstraksi. Badan usaha, dan perorangan dapat mengajukan IUP. Anggota
masyarakat setempat juga memiliki hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan pertambangan
dengan mengajukan izin Pertambangan Rakyat (IPR). Kegiatan pertambangan tanpa IUP
sudah pasti merupakan kegiatan penambangan liar. Terutama terletak di provinsi Bangka
Belitung. Pertambangan timah merupakan sumber mata pencaharian utama para masyarakat
di Provinsi Bangka Belitung.
Yang dapat diketahui bahwa Provinsi Bangka Belitung merupakan wilayah penghasil
timah terbesar di Indonesia dan menjadi sektor andalan pengeksporan bahan olahan timah ke
penjuru dunia. Hingga saat ini menjadi negara kedua terbesar setelah China. Sektor
pertambangan timah memberikan kontribusi yang luar biasa bagi pertumbuhan ekonomi di
Bangka Belitung. Yang dimana sebagian besar masyarakat Bangka Belitung merupakan
pekerja tambang timah dan kehidupan mereka saat ini masih bergantung dengan timah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pendapat Bangka Belitung didominasi sektor
pertambangan dengan persentase 79.8 persen. Meskipun sudah dikeruk dari masa kejayaan
Sultan Palembang sejak tahun 1671 hingga sekarang, cadangan timah di Bangka Belitung
masih melimpah. Bukan hanya itu sektor timah juga banyak memberikan dampak yang
sangat signifikan bagi perubahan di Bangka Belitung, yang dimana masih banyak ditemukan
konflik sosial sesama masyarakat, rendahnya kepatuhan penambang terhadap regulasi,
kerancuan otoritas perizinan tambang, hingga relasi politis pemilik modal tambang dan
pemerintah menambah buruk situasi kebijakan tata kelola pertambangan. Eksplorasi yang
dilakukan besar-besaran yang berdampak rusaknya lingkungan bahkan sudah banyak nyawa
melayang akibat tidak adanya peralatan keselamatan memadai. Tindakan tidak konvesional
seperti tidak mengantongi izin resmi, menambang di lokasi kawasan lindung atau fasilitas
umum, peralatan yang tidak memenuhi standard penambangan, dan kegiatan pasca
penambangan yang tidak memperhatikan galian bekas penambangan. Mereka masih
mengharapkan keuntungan yang luar biasa dari aktivitas penambangan timah hingga
mengabaikan aspek penting seperti keselamatan kerja.
Dikenal dua jenis Proses penambangan timah, yaitu penambangan darat dan
penambangan dilaut. Penambangan darat dilakukan dengan cara menggali tanah dengan
menggunakan pompa semprot, pasir beserta biji timah dialirkan melalui peralatan yang
disebut sakan, biji timah yang mempunyai berat jenis lebih besar dari pada pasir akan
terendapkan dan terpisah dari pasir. Penambangan dilaut dilakukan dengan cara menyedot
biji timah dari dasar laut dengan menggunakan kapal keruk, kapal isap atau T.I apung
sederhana (yang biasanya digunakan oleh rakyat.) Pada mulanya, penambangan timah hanya
dilakukan di daratan Bangka Belitung. Namun semakin sulitnya mendapatkan lokasi yang
kaya timah di daratan, hasil penambangan di darat yang terus merosot, dan biaya operasional
yang semakin melambung membuat masyarakat dan perusahaan penambang timah
mengalihkan prioritas penambangan ke laut (Indra Ibrahim, 2015). Banyaknya para
penambang yang beralih dari penambangan darat ke penambangan laut mengakibatkan T.I
apung yang dioperasikan oleh rakyat dan kapal isap yang digunakan oleh perusahaan-
perusahaan pertambangan timah swasta semakin bertambah banyak bertebaran di seluruh laut
Bangka Belitung.
Masih banyak juga masyarakat yang melakukan Penambangan Tanpa Izin (PETI) yang
pada dasarnya merupakan kejahatan atas kekayaan negara yang berupa pencurian bahan
galian dengan mengabaikan ketentuan pertambangan dan ketentuan lain yang berkaitan. Dan
semakin maraknya kasus pemegang izin usaha pertambangan atau IUP yang tidak memenuhi
syarat. Serta setelah munculnya Perda No. 6 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pertambangan
Umum yang disusul dengan SKEP Bupati Bangka No. 6 tahun 2001 tentang Tata Cara dan
Prosedur Perizinan Usaha Pertambangan serta Perda No. 20 Tahun 2001 tentang Penetapan
dan Pengaturan Tatalaksana Perdagangan Barang Strategis, Perda Nomor 21 tentang Pajak
Pertambangan Umum dan Mineral Ikutan Lainnya, serta SKEP Bupati Bangka No.
540.K/271/Tamben/2001 tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan untuk Pengolahan dan
Penjualan. Dan disusul Perda No. 10 Tahun 2002 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan
Kolong. Akibat keluarnya aturan tersebut pertambangan rakyat menjadi Tambang
Inkonvensional (TI). Dengan banyaknya masyarakat yang menambang di mana saja dan
kapan saja tanpa batas. Serta banyaknya berdatangan investor dalam dan luar daerah atau
negeri, begitu juga para pekerja dari luar daerah yang datang ke Bangka Belitung untuk
menikmati keuntungan dari TI. Hasil tambang masyarakat pun dijual secara bebas kepada
para kolektor (orang yang membeli biji timah dari para pelimbang, TI, atau penyelewengan
timah dari mitra untuk dijual kembali kepada perusahaan pelebur atau smelter).

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, maka dari itu penulis merumuskan
tentang permasalahan, dengan rumusan :
1. Bagaimana tata kelola pertambangan timah di Bangka Belitung saat ini?
2. Bagaimana kewajiban pengelolaan pertambangan?
3. Bagaimana upaya penegakan hukum pidana/upaya preventif dalam menanggulangi
penambangan timah ilegal yang terjadi di Bangka Belitung?

BAB II
PEMBAHASAN
Yang dapat kita ketahui bahwa sudah banyak kasus penambangan liar di Bangka
Belitung, dan menjadi sebuah pertanyaan adalah bagaimana penerapan hukum untuk
menangani kejahatan ini, padahal sudah ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang penegakan hukum di bidang pertambangan, yang sama dengan sanksi yang dimana
dapat berupa sanksi administratif atau sanksi pidana. Perlu adanya klasifikasi dan kualifikasi
usaha pertambangan. Sesuai dengan rumusan masalah mengenai tata kelola pertambangan
timah, yang dimana proses tata kelola mengalami proses yang cukup panjang. Proses yang
dimulai dengan belajar dari awal tahun 2001 dan hingga saat ini telah mengalami
penyempurnaan. Dimana masa yang luar biasa terhadap eksploitasi sumber daya alam
tambang di Bangka Bellitung dengan dampak kerusakan lingkungan, penyeludupan, dan
perusakan sumber daya alam yang begitu dahsyat dan tak terbendung akhirnya
mengembalikan Bangka Belitung ke zaman kegelapan saat ini. Bukan hanya publik yang
merasakan hal itu, PT Timah TBK milik negara menjadi salah satu pemain utama timah,
merasakan kerugian yang luar biasa akibat pelaku bisnis timah swasta. Hingga angka
kerugian mencapai milyaran rupiah.
Orang menambang tanpa batas kapan saja, dimana saja. Dibuka oleh investor lokal
dan internasional serta ribuan pekerja dari luar daerah. Akibatnya, eksplorasi timah skala
besar yang melibatkan masyarakat umum telah mengakibatkan kerugian cukup besar. Hasil
tambang timah tersebut dijual bebas ke kolektor. Bahkan banyak kasus tentang penggelapan
timah dari mitra dan menjualnya lagi ke smelter. Sehingga para kolektor timah akan
menjualnya ke berbagai negara seperti Thailand, Malaysia dan Singapura tanpa membayar
pajak atau royalti ke negara. Menyebabkan kerugian hingga Rp. 49,4 miliar. Banyaknya jenis
timah yang diperdagangkan, membuka suatu peluang terjadinya penyeludupan untuk
menghindari pembayaran royalti ke negara. Dan menarik para masyarakat untuk melakukan
penambangan timah secara ilegal karena keuntungan tinggi yang didapatkan dari aktivitas
tersebut.
Keterlibatan dan ketergantungan masyarakat yang tinggi terhadap timah, membuat
timah menjadi komoditas politik. Bagi para kandidat yang bertarung dalam Pilkada, atau
sebagai caleg selalu membawa jargon tambang rakyat untuk meraup suara rakyat. Tidak
banyak yang berani menyuarakan untuk menutup tambang rakyat yang notabe-nya tanpa izin.
Sulit sekali menemukan yang berani mengkritisi masalah lingkungan sebagai dampak dari
tambang, karena para kandidat juga sudah menerima politik “pemberian budi” dari
pengusaha. Jadi kepentingan ekonomi timah telah berselingkuh dengan kepentingan politik
kekuasaan atau terjadi sebaliknya. Kekuasaan harus diraih dengan memanfaatkan dimensi
ekonomi ketergantungan pada tambang, dan sebaliknya politik dengan biayanya yang besar
juga mutualisme dengan pengusaha tambang. Politik penguasaan timah dari monopoli ke
pasar bebas telah membuka celah yang besar terhadap maraknya illegal mining timah yang
merusak lingkungan dan potensi kerugian negara. Plus persaingan politik antar elit daerah
yang membutuhkan modal politik sekaligus modal ekonomi mau tidak mau menerapkan
politik pembiaran.

Kewajiban Pengelolaan Pertambangan.


Perundang-undangan yang mengatur pengelolaan tambang ada untuk memastikan
bahwa aktivitas pertambangan juga berupaya mencapai kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat. Pelaksanaan aktivitas pertambangan membutuhkan perencanaan yang baik agar
dapat meminimalisir kemungkinan risiko yang terjadi. Risiko aktivitas pertambangan
meliputi risiko kerja dan risiko terhadap lingkungan dan masyarakat di area pertambangan.
Indonesia telah mengatur pelaksanaan aktivitas pertambangan yang meliputi hak, kewajiban,
dan tanggung jawab pengelola tambang dalam perundang-undangan. Untuk meminimalisir
risiko kerja, setiap pengelola tambang wajib menaati ketentuan keselamatan dan kesehatan
kerja, salah satunya dengan memenuhi fasilitas pertambangan, pengelolaan pertambangan
mineral dan batubara sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) humf b UndangUndang
Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan Keputusan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral tentang Kebijakan Mineral dan Batubara Nasional;
Landasan hukum dalam pengelolaan sumber daya mineral dan batubara di Indonesia
tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRl 1945 yang berbunyi "Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat." Ayat tersebut mencakup:
1) Penguasaan mineral dan batubara; dan
2) Tujuan dari penguasaan mineral dan batubara. Frasa "dipergunakan" dalam Pasal 33
ayat (3) UUD NRl Tahun 1945 tersebut perlu dipahami dengan arti "dikelola".
Dengan demikian maka negara memperoleh hak dan kewajiban untuk melakukan
pengelolaan sumber daya alam dengan tujuan mewujudkan sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Indonesia telah mengadopsi prinsip tata kelola yang baik, 5 (lima) prinsip tata kelola yang
baik yang perlu dianut oleh Pemerintah dan pelaku usaha serta pemangku kepentingan terkait
dalam pengelolaan sumber daya mineral dan batubara adalah transparansi, partisipatif,
akuntabilitas, efektifitas, dan efisensi. Dalam mewujudkan pengelolaan dan pemanfaatan
wilayah pertambangan yang baik perlu disusun kebijakan penetapan wilayah pertambangan
yang dilaksanakan:
a) Secara transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab;
b) Secara terpadu dengan mengacu kepada pertimbangan dari instansi Pemerintah
terkait, masyarakat terdampak, aspek ekologi, ekonomi, hak asasi manusia, dan sosial
budaya (termasuk adat istiadat dan kearifan lokal), prioritas pemerataan
pembangunan, serta berwawasan lingkungan;
c) Penggunaan tanah (access to land) untuk pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil merupakan peluang sekaligus tantangan dalam pemanfaatan mineral dan
batubara; dan
d) Penyelesaian terhadap ketidaksesuaian tata ruang kawasan hutan, izin, dan/atau hak
atas tanah atau lahan.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dapat dilakukan melalui kebijakan antara lain:
1. Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan upaya secara sistematis dan terpadu melalui
tahapan perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, dan pengawasan;
2. Pengelolaan lingkungan hidup hams memperhatikan referensi, standar, dan perjanjian
nasional maupun internasional;
3. Penegakan hukum untuk mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kemsakan
lingkungan hidup dari awal proses pertambangan hingga pascatambang;
4. Keseimbangan lingkungan hidup yang baik mempakan hak dasar setiap warganegara,
baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang;
5. Implementasi sistem manajemen lingkungan hidup pertambangan hams dilakukan
mulai dari tahapan kegiatan penyelidikan umum sampai pascatambang; dan 6. pelaku
usaha berkewajiban melakukan identifikasi dampak lingkungan yang menjadi dasar
bagi penentuan parameter lingkungan yang akan dikelola selama tahapan kegiatan
pertambangan berlangsung serta menjadi acuan dalam dokumen lingkungan dan
perencanaan strategis bagi pelaku usaha sekaligus digunakan untuk menghitung biaya
lingkungan.
Strategi implementasi pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan praktik terbaik yang tersedia untuk melakukan eflsiensi pemakaian
sumber daya, seperti air dan energi, mendaur ulang material, upaya pelindungan
terhadap keanekaragaman hayati, pertimbangan pembahan iklim global seperti
pengurangan emisi karbon, emisi gas mmah kaca, serta pengelolaan limbah dan sisa
hasil pengolahan dan/atau pemurnian;
2. Menyusun studi kelayakan dan dokumen lingkungan hidup yang dilakukan secara
komprehensif dengan prinsip-prinsip tidak saling bertentangan;
3. Menilai risiko manajemen lingkungan hidup diintegrasikan ke dalam sistem
manajemen lingkungan hidup pertambangan yang mengakomodasi selumh risiko pada
parameter lingkungan hidup dan mitigasi yang dilakukan sekaligus sebagai penilaian
untuk kelanjutan tambang dan/atau investasi;
4. Melaksanakan kegiatan pertambangan mineral dan batubara dalam hal pengelolaan
lingkungan hidup hendaknya mengacu kepada dokumen lingkungan hidup yang
diterbitkan oleh instansi yang membidangi lingkungan hidup sesuai dengan
kewenangannya; dan
5. Merencanakan reklamasi dan pascatambang yang disusun dengan mengacu kepada
dokumen lingkungan hidup, rencana tata ruang wilayah nasional, serta
mengakomodasi masukan dari para pemangku kepentingan.

Beberapa upaya penegakan hukum pidana/upaya preventif dalam menanggulangi


penambangan timah ilegal yang terjadi di Bangka Belitung. Dalam rangka penegakan hukum
pidana untuk memberantas tindak pidana pertambangan timah ilegal, polisi melakukan razia
dan represif di wilayah masing-masing. Dalam kasus ini, melakukan razia dengan tujuan
menghentikan penambangan timah ilegal bersama pemerintah setempat dan satpol pp, serta
dilakukan penyitaan alat-alat tambang yang dijadikan barang bukti. Dan melakukan
penyelidikan serta penelitian berkas perkara yang lengkap dan dikirim ke kejaksaan dan
proses pengadilan. Bukan hanya itu pemerintah dan jajarannya juga melakukan upaya secara
preventif dalam penanganan aktivitas pertambangan timah ilegal. Upaya preventif yang
merupakan upaya pencegahan yang dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi suatu
pelanggaran atau kejahatan yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban dalam
kehidupan masyarakat. Upaya preventif meliputi :
a. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat
Sosialiasai mengenai larangan menambang di kawasan area hutan lindung serta
daerah aliran sungai.
b. Melakukan razia dan pembinaan
Tujuan dari kegiatan pembinaan adalah memberikan suatu pemahaman kepada para
penambang timah ilegal, serta memberikan pengarahan tentang pentingnya menjaga
lingkungan alam sekitar.

KESIMPULAN
Aktivitas pertambangan timah ilegal di Bangka Belitung masih menjadi persoalan
yang sulit untuk diselesaikan. Yang dimana Pemerintah daerah harus tegas untuk
mengimplementasikan semua aturan tentang penambangan timah, baik berupa peraturan
perundang-undangan nasional maupun dalam bentuk peraturan daerah. Dengan demikian
pelaksanaan kegiatan eksploitasi timah dapat dikendalikan dengan baik, kegiatan reklamasi
dan kegiatan pascatambang dapat berjalan sesuai aturan. Orientasi penjagaan dan
pemeliharaan serta pemulihan kondisi lingkungan hidup harus merupakan fokus utama
pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan didaerah ini. Serta untuk menghindari
penerapan sanksi pidana kepada pelaku penambangan timah tanpa izin, pemerintah harus
lebih banyak untuk memberikan penyuluhan tentang pentingnya izin terhadap usaha
penambangan timah agar masyarakat lebih mengerti tentang bagaimana sanksinya apabila
izin tidak dimiliki. Karena dari beberapa kasus penambangan timah secara ilegal masih
menjadi kasus terbanyak di Bangka Belitung. Dan juga penegakan hukum harus dijalankan
dengan tegas terhadap semua pihak yang melakukan pelanggaran dengan tidak memandang
apakah yang bersangkutan adalah perusahaan tambang besar atau rakyat kecil, pejabat atau
aparat pemerintah sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Suci, Niwikoya. (2020). Upaya Penanganan Aktivitas Pertambangan Timah Ilegal Oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung Timur. Yogyakarta : Universitas Negeri
Yogyakarta.
Murty, Theta. (2016). Upaya Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana
Penambangan
Timah Ilegal Di Provinsi Bangka Belitung. Palembang : Universitas Sriwijaya.
Ibrahim, Indra. (2015). Dampak Penambangan Timah Ilegal Yang Merusak Ekosistem
Di Bangka Belitung. Vol. 1 No. 1.
Yulianti. (2020). Analisa Pertambangan Timah Di Provinsi Bangka Belitung. Vol. 22 No. 1.
Salim, HS. (2005). Hukum Pertambangan Di Indonesia. Jakarta : PT Grafindo Persada.
Sutendi, Adrian. (2011). Hukum Pertambangan. Jakarta : Sinar Gratika.

Undang – Undang

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No :


77.K/MB.01/MEM.B/2022 Tentang Kebijakan Mineral dan Batu Bara Nasional

Anda mungkin juga menyukai