Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan
tambang lainnya dari dalam bumi. Penambangan adalah proses pengambilan material yang dapat
diekstraksi dari dalam bumi. Tambang adalah tempat terjadinya kegiatan penambangan.
Kandungan mineral logam (khususnya emas dan perak) sudah sejak lama tersimpan di daerah
Tapanuli Bagian Selatan, tepatnya di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal
dan Kabupaten Padang Lawas. Secara khusus, deposit emas yang sangat besar di Kecamatan
Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan, sekalipun kegiatan eksplorasi sudah dilakukan dalam
dua dekade terakhir ini, namun baru dua tahun terakhir menunjukkan titik terang ke fase produksi
(eksploitasi). Sementara itu potensi batuan (seperti pasir dan kerikil) merupakan kekayaan lain
yang penyebarannya cukup merata di Tapanuli Bagian Selatan tetapi hanya sejumlah desa di
kecamatan tertentu yang dapat dianggap sebagai lumbung yang potensial.
B. Rumusan Masalah
1. Deposit Emas Batangtoru
2. Eksplorasi vs Pertambangan Rakyat di Madina
3. Emas dan Batubara di Padang Lawas
4. Pajak Daerah Mineral Bukan Logam dan Batuan

1
BAB II
PEMBAHASAN

Deposit Emas Batangtoru


Sejauh ini, potensi deposit emas terbesar di Tapanuli Bagian Selatan terdapat di
Kecamatan Batangtoru. Sebagaimana diketahui di lokasi proyek tambang Martabe memiliki
deposit yang dapat diproduksi diperkirakan sebanyak 6,5 ton emas dan perak 66,4 ton per tahun
selama 10 tahun ke depan. Namun yang sudah dipastikan, cadangan emasnya sekitar 2,7 ton dan
perak 32,8 ton. Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sekarang di proyek Martabe
adalah G-Resources Group Limited Hongkong (yang sebelumnya dikuasai oleh Aginrcourt,
Australia seluas).
Perusahan ini dikabarkan menguasai wilayah pertambangan seluas 163.927 Ha yang
seberan lokasinya membentang di wilayah lima kabupaten/kota: Kabupaten Tapanuli Selatan,
Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Mandailing Natal dan Kota
Padang Sidempuan. Investasi yang ditanamkan perusahaan ini sekitar US$ 440 juta atau sekitar
Rp 3,5 Triliun lebih. Pertambangan emas di Batangtoru sempat tertunda karena adanya peralihan
kepemilikan yang sebelumnya ada pada Aginrcourt, Australia menjadi G. Resources, Hongkong.
Sebelumnya, Agricourt sempat menghentikan kegiatan eksplorasi dan rencana eksploitasi
tambang emas di Batangtoru karena perusahaan ini mengalami kesulitan keuangan akibat
dampak krisis keuangan global.
G-Resources sudah memulai kegiatan konstruksi dan proyek Martabe dijadwalkan akan
melakukan produksi perdana Desember 2011 ini. Hasil tambang ini akan di angkut ke Australia
dari lokasi eksploitasi dialirkan melalui pipa besar menuju pantai/laut sebelah barat Batangtoru.
Belakangan ini dikabarkan bahwa G-Resources Group Limited juga telah menemukan zona
mineralisasi emas baru di sekitar proyek Martabe, Lokasi baru yang cukup prospek ini berada di
wilayah yang dikenal dengan nama Horas atau Barani Selatan yang lokasinya hanya tiga
kilometer dari lokasi konstruksi proyek tambang emas Martabe.

Eksplorasi vs Pertambangan Rakyat di Madina


Sementara itu yang melakukan eksplorasi pertambangan emas di Kabupaten Mandailing
Natal adalah PT Sorik Mas Mining (sebanyak 75 persen saham dimiliki Sihayo Gold Limited dan
sisanya 25 persen dimiliki PT Aneka Tambang). Perusahaan ini sudah sejak 1998 sebagai

2
pemegang kuasa pertambangan (kontrak karya) di wilayah ini yang mencakup Kecamatan
Kotanopan, Kecamatan Muara Sipongi dan Kecamatan Ulu Pungkut dengan area wilayah
pertambangan seluas 24.300 Ha. Sementara seluas 41.900 Ha yang lain terletak di Kecamatan
Siabu, Bukit Malintang dan Panyabungan Utara. Area kontrak PT SMM sebagian besar berada di
Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Kegiatan PT Sorik Mas Mining di Kabupaten Madina
selaku pemegang IUP yang sekarang sudah beberapa kali melakukan perpanjangan kegiatan
eksplorasi. Sementara PT Sorik Mas Mining melakukan kegiatan eksplorasi, pada waktu yang
bersamaan tampak semakin marak penambangan emas liar di perbukitan Kecamatan Huta
Bargot, Kabupaten Mandailing Natal.

Emas dan Batubara di Padang Lawas


Selain di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal juga terdapat
potensi yang cukup besar emas dan batubara di Kabupaten Padang Lawas. Wilayah yang sangat
berpotensi sebagai wilayah pertambangan yang menarik investor meliputi Kecamatan Batang
Lubu Sutam, Kecamatan Sosopan dan Kecamatan Sosa. Di daerah ini tidak saja emas
yang tersimpan juga terdapat potensi batu bara dan timah hitam.
“Kontrak Karya” dan “Bagi Hasil”: Daerah Dapat Apa?
Sayangnya, sampai saat ini kedua perusahaan multi nasional sebagai pemegang IUP
(sebelumnya dikenal sebagai pemegang kontrak karya) tersebut masih belum pernah memberikan
kontribusi apa-apa untuk daerah. Sebagaimana PT Sorik Mas Mining yang masih fase eksplorasi
dan G-Reources yang sudah pada fase konstruksi proyek untuk produksi, maka hasil bumi
sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945 belum terasakan untuk kepentingan rakyat. Sambil
menunggu, mari kita perhatikan hitung-hitunganya.
Sesuai UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dan PP
No. 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara pemegang IUP
wajib membayar pendapatan Negara dan pendapatan daerah. Negara dalam hal ini Pemerintah
akan memperoleh sebagai pendapatan negara dari penerimaan pajak sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan dan bea masuk dan cukai, juga dari penerimaan bukan pajak yang terdiri
dari iuran tetap, iuran eksplorasi, iuran produksi dan kompensasi data informasi. Sementara
pendapatan daerah terdiri dari pajak daerah dan retribusi daerah serta pendapatan lain yang sah
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Besarnya pajak dan penerimaan bukan pajak

3
yang dipungut dari pemegang IUP ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Selain itu, setiap keuntungan bersih perusahaan sejak berproduki, Pemerintah mendapat
bagian 4 (empat) persen dan pemerintah daerah sebanyak 6 (enam) persen. Bagian pemerintah
daerah diatur sebagai berikut: pemerintah provinsi 1 (satu) persen; pemerintah kabupaten
penghasil 2,5 (dua koma lima) persen; dan kabupaten/kota lainnya di dalam provinsi sebanyak
2,5 (dua koma lima) persen. Dengan demikian maka keuntungan dari kegiatan produksi tambang
untuk investor (perusahaan) sebesat 90 (sembilan puluh) persen dan sisanya buat negara/rakyat
(pemerintah) sebesar 10 (sepuluh) persen.
Apakah 10 persen itu banyak atau sedikit? Bukankah deposit emas itu pemiliknya adalah
kita? Tampaknya persentase keuntungan itu jelas sangat-sangat kecil. Tapi sebelum keuntungan
ditakar kita sudah memungut banyak pulus mulai dari di pintu pelabuhan atas bea masuk dan
cukai terhadap komponen-komponen yang menjadi faktor produksi baik pada fase eksplorasi
maupun pada fase eksploitasi. Juga pundi-punsi kita telah terisi oleh pajak-pajak dan iuran-iuran
baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat daerah. Masih ada lagi: perusahaan melakukan
pembelian terhadap barang dan jasa lokal, upah untuk tenaga local, energy dan mungkin
menyumbang buat masyarakat sebagai CSR.
Oke, terserah bagaimana mekanisme hitung-hitungannya. Namun yang perlu diperhatikan
semua hitungan tersebut sudah barang tentu terkait dengan penerimaan (revenue) dan biaya-biaya
produksi (cost). Selisih revenue dengan cost itu yang disebut keuantungan (profit). Revenue
adalah perkalian harga internasional dengan berapa banyak yang diproduksi. Untuk perihal cost
sangat-sangat rumit dan tidak sesederhana yang kita bayangkan.
Jelas untuk menambang ‘harta karun’ Tapanuli Bagian Selatan membutuhkan biaya yang maha
besar dan pemerintah daerah jelas tidak akan mampu. Karena itu, kita perlu mengundang investor
(umumnya perusahaan asing) untuk mengusahakannya: eksplorasi, menambang dan juga sebagai
pembeli bukan? Bagaimana perusahaan membiayai operasinya? Awalnya dengan uang tunai lalu
kemudian dengan barang. Bukankah biaya harus dikeluarkan lebih dulu sebelum untung bisa
‘dihisap’. Semua teknologi yang digunakan, gaji para top management, cost of capital serta
pajak-pajak dan iuran-iuran adalah bagian dari biaya itu sendiri.
Nah, kalau perusahaan mau untung ‘gede’ maka kemungkinan curang dengan cara ‘mark-up’ bisa
terjadi. Barang yang seharusnya bisa disediakan local harus didatangkan dari negara lain, tenaga
kerja professional yang sudah ada di negeri ini dikesampingkan dengan macam-macam alasan

4
untuk digantikan dengan tenaga asing. Harga barang dan upah dari luar sudah barang tentu sangat
mahal bukan? Lalu bagaimana dengan harga produk? Jelas tidak mungkin lebih mahal dari harga
pasar, toh juga pembelinya bukan melalui pasar terbuka melainkan pembelinya adalah
perusahaan itu sendiri yang memiliki pabrik pengolahan yang lokasinya berada di
negaranya.
Lalu bagaimana kita memahami kembali amanat dari ‘semua kekayaan dimiliki oleh
negara untuk kesejahteraan rakyat’. Apakah sudah cukup adil? Habibie (mantan Presiden RI) hari
ini menyebut pengalihan kekayaan alam Indonesia termasuk yang di Batangtoru ke pihak asing
dianggapnya bentuk VOC gaya baru. Lho, koq? Dulu, VOC adalah kepanjangan tangan dari
sebuah organisasi kamar dagang Belanda yang mengeruk kekayaan nusantara. Habibie menyebut
mekanisme yang dimainkan oleh VOC gaya baru yang sekarang seakan kita hanya sekadar
membeli jam kerja bangsa lain: kita yang punya kekayaan, kita harus bayar mahal, kita dapat
untung lebih sedikit, tenaga kerja (professional dan non professional) tidak diberi kesempatan,
produk alam kita yang lain seperti bahan baku dan bahan penolong dan lainnya tidak
teroptimalkan. Oleh karenanya, sudah waktunya semua kontrak-kontrak yang ada direview agar
lebih berkeadilan bagia bangsa dan rakyatnya. Memang di satu pihak kita masih tetap
membutuhkan investor (utamanya investor asing), tapi di pihak lain jangan lupa kita juga perlu
menjaga martabat bangsa. Sebagai catatan bahwa hingga Februari 2010 tercatat terdapat 8.020
izin Kuasa Pertambangan (KP) yang harus diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP)
sesuai UU No 4 Tahun 2009.

Pajak Daerah Mineral Bukan Logam dan Batuan


Di dalam Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu
Bara (Minerba), wilayah pertambangan terdiri dari wilayah usaha pertambangan (WUP), wilayah
pertambangan rakyat (WPR) dan wilayah pencadangan nasional (WPN). WUP dilakukan oleh
Pemerintah (pusat) setelah berkordinasi dengan pemerintah daerah dan disampiakan sevara
tertulis kepada DPR (pusat). WPR ditetapkan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan
DPRD kabupaten/kota. Untuk kepentingan strategis nasional, Pemerintah dengan persetujuan
DPR dan dengan memperhatikan aspirasi daerah menetapkan WPN sebagai daerah yang
dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah konservasi dalam rangka menjaga
keseimbangan ekosistem dan lingkungan. WPN ini dapat diusahakan sebagian luas wilayahnya

5
dan WPN ditentukan batasan waktu. Wilayah yang akan diusahakan pada WPN atau eks WPN
berubah statusnya menjadi Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK).
Usaha pertambangan di dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) diuraikan secara
lebih terperinci. Usaha pertambangan (UP) dikelompokkan atas pertambangan mineral dan
pertambangan batubara (termasuk batuan aspal dan gambut). Pertambangan mineral sendiri
digolongkan atas: (a) Pertambangan mineral radioaktif, (b) Pertambangan mineral logam, (c)
Pertambangan mineral bukan logam, dan (d) Pertambangan batuan.
Sementara itu, pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang
penting guna membiayai pelaksanaan pemerintah daerah. Kebijakan pajak daerah dilaksanakan
berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan
akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah. Dalam rangka meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah serta
pemberian diskresi dalam penetapan tarif. Untuk itu dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2000 dilakukan perubahan agar lebih sesuai dengan kebijakan otonomi daerah, dimana
daerah diberi kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dengan memperluas basis pajak
daerah dan kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif.
Pajak daerah merupakan pajak dalam konteks daerah yang dapat dipungut oleh
pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Pajak
daerah diatur berdasarkan Peraturan Daerah dan hasilnya untuk membiayai pembangunan daerah.
Dari segi kewenangan pemungutan pajak atas objek pajak daerah, pajak daerah dibagi menjadi
dua, yakni : pajak daerah yang dipungut oleh provinsi dan pajak daerah yang dipungut oleh
kabupaten/kota. Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009, ada 11 jenis pajak daerah yang dapat
dipungut oleh kabupaten/kota dengan tarif pajak tertentu. Salah satu pajak daerah yang dimaksud
adalah Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Mineral bukan logam meliputi antara lain intan, pasir kuarsa, belerang, asbes, mika,
bentonit, gypsum, tawas, batu kuarsa, batu gamping untuk semen dan sebagainya. Batuan
meliputi jenis dan bentuk yang beragam yang antara lain: marmer, granit, andesit, tanah liat,
tanah urug, batu apung, Kristal kuarsa, giok, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit,
kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir
alami (sirtu), tanah merah (laterit) batu gamping, pasir laut dan lain sebagainya.

6
Pada Tabel-1 disajikan persentase desa yang memiliki galian-C menurut kecamatan di
Tapanuli Bagian Selatan. Terminologi galian golongan C yang sebelumnya terdapat dalam UU
No. 11 Tahun 1967 telah diubah berdasarkan UU No.4 Tahun 2009 menjadi batuan. Pemberian
izin usaha pertambangan batuan sesuai Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 dilakukan
dengan cara permohonan wilayah. Permohonan wilayah maksudnya adalah setiap pihak badan
usaha, koperasi atau perseorangan yang ingin memiliki IUP harus menyampaikan permohonan
kepada menteri, gubernur atau bupati walikota sesuai kewenangannya. Pembagian kewenangan
menteri, gubernur dan bupati/walikota adalah: (a) Menteri ESDM, untuk permohonan wilayah
yang berada lintas wilayah provinsi atau wilayah laut lebih dari 12 mil dari garis pantai, (b)
Gubernur, untuk permohonan wilayah yang berada lintas wilayah kabupaten/kota dalam satu
provinsi atau wilayah laut 4 (empat) sampai dengan 12 mil, dan (c) Bupati/walikota, untuk
permohonan wilayah yang berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota atau wilayah laut sampai
dengan 4 (empat) mil. Sumber: Dikompilasi dari berbagai sumber (Akhir Matua Harahap)

Tabel-1. Jumlah (persentase) desa yang memiliki galian-C


menurut
kecamatan di Kab. Mandailing Natal, Kab. Tapanuli Selatan,
Kab. Padang Lawas Utara,Kab. Padang Lawas, dan
Kota Padang Sidempuan
Jumlah Desa ada galian-C
Kecamatan
desa Jumlah Persen
Batahan 18 17 94.4
Sinunukan 13 1 7.7
Batang Natal 31 18 58.1
Lingga Bayu 18 4 22.2
Ranto Baek 16 2 12.5
Kotanopan 36 7 19.4
Ulu Pungkut 13 0
Tambangan 20 1 5.0
Lembah Sorik Marapi 9 0

7
Puncak Sorik Marapi 11 0
Muara Sipongi 15 5 33.3
Pakantan 8 0
Panyabungan 38 13 34.2
Panyabungan Selatan 11 0
Panyabungan Barat 10 0
Panyabungan Utara 12 0
Panyabungan Timur 15 3 20.0
Huta Bargot 13 1 7.7
Natal 29 3 10.3
Muara Batang Gadis 17 4 23.5
Siabu 24 1 4.2
Bukit Malintang 11 0
Naga Ujung 7 0
Kab. Mandailing Natal 395 80 20.3

Batang Angkola 57 1 1.8


Sayur Matinggi 54 3 5.6
Angkola Timur 39 2 5.1
Angkola Selatan 18 4 22.2
Angkola Barat 24 1 4.2
Batang Toru 29 3 10.3
Marancar 32 0
Muara Batang Toru 7 1 14.3
Sipirok 96 1 1.0
Arse 31 2 6.5
Saipar Dolok Hole 68 0
Aek Bilah 42 0
Kab. Tapanuli Selatan 497 18 3.6

Batang Onang 32 7 21.9

8
Padang Bolak Julu 23 0
Portibi 38 10 26.3
Padang Bolak 77 10 13.0
Simangambat 34 1 2.9
Halongonan 44 0
Dolok 86 3 3.5
Dolok Sigompulon 44 17 38.6
Hulu Sihapas 8 2 25.0
Kab. P. Lawas Utara 386 50 13.0

Sosopan 22 0
Ulu Barumun 15 5 33.3
Barumun 41 13 31.7
Lubuk Barumun 24 2 8.3
Sosa 39 2 5.1
Batang Lubu Sutam 28 1 3.6
Hutaraja Tinggi 31 2 6.5
Huristak 27 3 11.1
Barumun Tengah 77 1 1.3
Kab. Padang Lawas 304 29 9.5

P. Sidempuan Tenggara 18 10 55.6


P. Sidempan Selatan 12 4 33.3
P. Sidempuan Batunadua 15 3 20.0
P. Sidempuan Utara 16 3 18.8
P. Sidempuan Hutaimbaru 10 1 10.0
P. Sidempuan Angkola Julu 8 2 25.0
Kota Padang Sidempuan 79 23 29.1

Sumber: Diolah dari Podes (BPS) 2008

9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan
tambang lainnya dari dalam bumi. Penambangan adalah proses pengambilan material yang dapat
diekstraksi dari dalam bumi. Tambang adalah tempat terjadinya kegiatan penambangan. Sejauh
ini, potensi deposit emas terbesar di Tapanuli Bagian Selatan terdapat di Kecamatan Batangtoru.
Sebagaimana diketahui di lokasi proyek tambang Martabe memiliki deposit yang dapat
diproduksi diperkirakan sebanyak 6,5 ton emas dan perak 66,4 ton per tahun selama 10 tahun ke
depan. Dan sementara itu yang melakukan eksplorasi pertambangan emas di Kabupaten
Mandailing Natal adalah PT Sorik Mas Mining (sebanyak 75 persen saham dimiliki Sihayo Gold
Limited dan sisanya 25 persen dimiliki PT Aneka Tambang). Perusahaan ini sudah sejak 1998
sebagai pemegang kuasa pertambangan (kontrak karya) di wilayah ini yang mencakup
Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Muara Sipongi dan Kecamatan Ulu Pungkut dengan area
wilayah pertambangan seluas 24.300 Ha. Selain di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten
Mandailing Natal juga terdapat potensi yang cukup besar emas dan batubara di Kabupaten
Padang Lawas. Wilayah yang sangat berpotensi sebagai wilayah pertambangan yang menarik
investor meliputi Kecamatan Batang Lubu Sutam, Kecamatan Sosopan dan Kecamatan Sosa.

SARAN
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah membimbing dalam penelitian di
batang toru emas martabe. Menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya kami akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap
kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.

10

Anda mungkin juga menyukai