Anda di halaman 1dari 5

Pergeseran Paradigma dan Pilihan Strategi dalam Kebijakan Publik:

Studi Kasus Kebijakan Pertanian Bersama (CAP) Uni Eropa 1992-2013

Review artikel: “Keuntungan kontestasi paradigmatik dalam menyusun dan menawarkan kebijakan
publik” (Gerry Alons, Institute for Management Research, Radboud University, The Netherlands)
dalam Journal of Public Policy (2019)

Konsep paradigma telah banyak diterapkan dalam kebijakan ekonomi, diyakini sebagai pendekatan
yang efektif di mana paradigma kebijakan memberi dasar dan panduan bagi perumusan kebijakan
dan implementasinya. Jika terdapat konsensus dalam pemilihan paradigma, artinya hanya ada satu
paradigma dominan, maka tercipta pula kestabilan dalam perdebatan tentang kebijakan yang
diambil. Sebaliknya jika terjadi persaingan antara berbagai paradigma, misalnya dalam situasi krisis,
maka akan terjadi perubahan paradigmatik. Hal tersebut menjadi fokus utama tulisan ini, bagaimana
kontestasi paradigmatik dan percampuran paradigmatik memberi ruang bermanuver bagi para
pembuat kebijakan untuk menyusun usulan kebijakan yang sahih.
Studi-studi terdahulu menunjukkan kontestasi paradigma antara orientasi pasar dengan intervensi
negara terus berlangsung dalam ranah perdagangan. Penulis berpandangan bahwa percampuran
paradigmatik berkontribusi pada kebijakan yang stabil dan tangguh. Lebih jauh lagi, untuk
menggambarkan bagaimana kontestasi paradigmatik dan percampuran paradigmatik mempengaruhi
strategi kebijakan, penulis memasuki arena perdebatan secara konseptual dan empiris. Secara
konseptual, penulis mengembangkan argumentasi tentang tipe-tipe strategi yang dapat diambil oleh
aktor-aktor kebijakan dalam tiga persoalan yang berbeda. Secara empiris, tulisan ini
menggambarkan pergeseran dari dominasi paradigmatik menuju kontestasi paradigmatik dengan
studi kasus Kebijakan Pertanian Bersama (CAP) Uni Eropa terkait pembayaran penghasilan langsung
(direct income payments) pada periode 1992-2013.
Metodologi penulisan dilakukan menggunakan desain riset kualitatif untuk membuat analisis
empiris. Sumber data mencakup: (1) komunikasi resmi, usulan legislasi, dan naskah regulasi kepada
Komisi Eropa terkait reformasi CAP; (2) 10 pidato dari komisioner pertanian; (3) laporan resmi dari
rapat Dewan (Panitia Kerja); (4) laporan Komite Parlemen Eropa untuk Pertanian dan Pengembangan
Pedesaan; (5) opini dan surat dari organisasi pertanian dan lingkungan; (6) liputan media; (7) bahan-
bahan sekunder. Software analisis konten kualitatif NVIVO digunakan untuk meng-coding wacana
dalam dokumen-dokumen dan pidato kebijakan terkait rumusan masalah, solusi atau instrumen
kebijakan, dan tujuan kebijakan yang mencerminkan tiga paradigma yang ada.

Konsep Paradigma dalam Studi Kebijakan


Menurut Peter Hall (1993), paradigma merupakan kerangka interpretatif atas gagasan dan standar
yang tidak hanya spesifik merangkum tujuan kebijakan dan instrumennya, tetapi juga problem paling
mendasar yang harus diatasi. Hall juga membedakan perubahan pada tingkat pertama dan kedua
yang hanya melibatkan instrumen dan aturan dengan perubahan paradigmatik pada tingkat ketiga
yang merujuk pada perubahan yang lebih radikal termasuk tujuan kebijakan tersebut.
Lebih jauh lagi, kontestasi paradigmatik yang terus berlangsung dan adanya percampuran
paradimatik dalam ranah kebijakan publik yang bermacam-macam menimbulkan pertanyaan
terhadap asumsi ketidaksepadanan (incommensurability) yang dibuat Hall, mengacu pada konsep
paradigma Thomas Kuhn (1962). Ada dua implikasi dari masalah ketidaksepadanan. Pertama
mencakup asumsi konsistensi internal (atau koherensi internal), artinya kebijakan yang berbasis
pada paradigma tidak boleh menunjukkan adanya tujuan atau instrumen yang tidak konsisten.
Kedua, paradigma harus bersifat timbal-balik secara khusus (mutually exclusive).
Pada level epistemologi, gagasan paradigmatik bisa dipandang sebagai cetak biru yang abstrak dan
ideal. Sedangkan pada level politik, bertindak sebagai gagasan yang mungkin dilakukan oleh agen-
agen yang terlibat dalam praktik pembuatan kebijakan. Tulisan ini berfokus pada level politik, di
mana konsep paradigma diperlakukan sebagai konstruksi sosial atau konsep yang relatif alih-alih
fakta-fakta objektif yang bisa diamati. Dalam tulisan ini diasumsikan bahwa para pembuat kebijakan
beroperasi dalam konteks politik, berhadapan dengan beragam kelompok kepentingan, masyarakat
sipil, hingga aktor-aktor internasional. Pembuat kebijakan harus bertindak berdasarkan strategi dan
argumen dalam menghadapi persoalan paradigma yang berbeda-beda.

Dominasi paradigmatik dan strategi paradigma yang lebih longgar (stretching paradigm)
Dalam situasi dominasi paradigmatik, semua aktor penting kebijakan berbagi paradigma yang sama,
tidak ada kompetisi antar-paradigma yang muncul ke permukaan. Contohnya, kebijakan pertanian di
banyak negara-negara Barat pasca-Perang Dunia ke-2, di mana ketahanan pangan dan pengecualian
pertanian dari sektor ekonomi lainnya mendukung kebijakan yang berbasis pada paradigma
pertanian saling tergantung. Meskipun relatif stabil, pertempuran politik masih mungkin muncul
terkait instrumen kebijakan, atau kebijakan terbukti tidak efektif, dan tantangan alternatif kebijakan
dalam interaksi perdagangan internasional. Tantangan tersebut bisa diatasi dengan melonggarkan
istilah-istilah dalam paradigma, sehingga menggerogoti koherensi dan presisi pemikiran awal
paradigma tersebut. Hal tersebut sejalan pula dengan longgarnya aspek konsistensi internal dalam
asumsi ketidaksepadanan, tidak penting apakah solusi yang diambil secara objektif sepadan dengan
paradigma atau tidak.

Kontestasi paradigmatik dan strategi berbelok-belok dalam inkonsistensi (banking on


inconsistencies)
Adanya satu paradigma yang dominan relatif jarang terjadi, dalam kenyataan empiris lebih banyak
terjadi kontestasi paradigmatik. Penulis mendefinisikan kontestasi paradigmatik sebagai situasi di
mana berbagai aktor kebijakan berpegang pada paradigma yang berbeda-beda, dan meskipun
sederet kebijakan yang ditelurkan memperlihatkan pergeseran dalam dominasi paradigmatik,
bermacam-macam alternatif paradigmatik tetap bertahan di belakang layar. Dalam kasus CAP,
Komisi menggunakan paradigma pertanian saling tergantung untuk mengesahkan dukungan
terhadap penghasilan, tetapi juga menggunakan paradigma multifungsionalitas sebagai prasyarat
lingkungan hidup. Penulis menyebutnya sebagai strategi berbelok-belok dalam inkonsistensi dengan
menggunakan wacana hibrida.

Percampuran paradigmatik dan strategi kesepadanan (commensurability)


Percampuran paradigmatik muncul ketika bagian-bagian kebijakan disusun berdasarkan paradigma
yang berbeda-beda dan aktor tunggal kebijakan mengikuti paradigma yang berbeda-beda pula untuk
memperdalam preferensi kebijakannya. Percampuran paradigmatik paling mungkin terjadi ketika
banyak pemain yang mempunyai hak veto terlibat di dalamnya, sehingga mendorong pada
kompromi atas kebijakan. Basis gagasan kebijakan diperluas karena adanya banyak perbedaan dan
inkonsistensi antar-paradigma, memungkinkan serangkaian besar gagasan dasar dan operasional
digabung menjadi satu kebijakan. Strategi “berbelok-belok dalam inkonsistensi” ini dicontohkan
dengan kasus CAP di mana dukungan terhadap penghasilan yang berbasis pada paradigma pertanian
saling tergantung bekerja lintas tujuan dengan instrumen kebijakan untuk memenuhi aspek
lingkungan yang berbasis pada paradigma multifungsionalitas.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pembuat kebijakan dapat mengambil strategi kesepadanan.
Dengan melonggarkan aspek eksternal eksklusivitas terkait asumsi ketidaksepadanan, terdapat dua
strategi tambahan untuk mencapai kesepadanan. Pertama, memadukan instrumen yang berbasis
pada paradigma yang saling bersaing agar sepadan dan konsisten. Kedua, mengesahkan instrumen
tunggal kebijakan yang berbasis pada campuran paradigma, menghasilkan paradigma yang secara
eksklusif tidak timbal balik (nonmutually exclusive). Strategi kesepadanan dipandang lebih
meyakinkan dan kongruen sehingga mendukung kestabilan kebijakan dalam jangka panjang.

Tabel 1. Persoalan paradigma dan strategi yang tersedia


Dominasi paradigmatik Kontestasi paradigmatik Percampuran paradigmatik
Definisi Terdapat konsensus Berbagai aktor kebijakan Aktor tunggal kebijakan
persoalan paradigmatik di antara aktor- berpegang pada paradigma yang menghasilkan satu atau berbagai
aktor kebijakan. Tidak ada berbeda-beda pula. Meskipun instrumen kebijakan yang berbasis
paradigma yang sederet kebijakan yang pada beragam paradigma.
berkompetisi. ditelurkan memperlihatkan Keluarannya menunjukkan
pergeseran dalam dominasi percampuran instrumen kebijakan
paradigmatik, bermacam-macam yang berbasis pada bermacam-
alternatif paradigmatik tetap macam paradigma.
bertahan di belakang layar.
Strategi Melonggarkan paradigma Berbelok-belok dalam (a) Berbelok-belok dalam
yang inkonsistensi dengan inkonsistensi dengan
tersedia menggunakan wacana hibrida menggunakan wacana hibrida
(b) Strategi kesepadanan
Faktor Longgarnya asumsi Paradigma yang bermacam- (a) Paradigma yang bermacam-
pendukung konsistensi secara internal macam atau inkonsisten macam atau inkonsisten
(b) Longgarnya asumsi timbal-balik
secara khusus

Studi Kasus CAP Eropa: penerapan pembayaran penghasilan langsung (direct income payments)
Dalam studi tentang kebijakan pertanian, konsep paradigma sering digunakan untuk menjelaskan
substansi kebijakan yang dihasilkan dari bermacam-macam paradigma, atau mengidentifikasi
paradigma sebagai wacana yang sah dan digunakan untuk mendukung kebijakan. Dari literatur yang
ada, terdapat tiga paradigma terkait kebijakan pertanian.
Pertama, paradigma pertanian saling tergantung (dependent agriculture paradigm) yang
menganggap bahwa pertanian harus dikecualikan dari sektor-sektor ekonomi yang lain, karena tidak
stabilnya kondisi alam yang dihadapi petani dan elastisitas harga barang pertanian yang relatif
terbatas. Akibatnya, mekanisme pasar dianggap sebagai cara yang kurang optimal untuk
menciptakan sektor pertanian yang efisien dan produktif, dan intervensi pemerintah ke dalam pasar
diperlukan untuk mendukung penghasilan dan produksi tani yang memadai.
Kedua, paradigma pertanian kompetitif (competitive agriculture paradigm) atau pasar liberal yang
menganggap bahwa pertanian harus diperlakukan sama seperti sektor-sektor ekonomi yang lain.
Pasar harus menjadi penentu utama dalam penghasilan dan produksi, sedangkan intervensi negara
harus dibatasi untuk menyediakan jaring pengaman dan hanya bersifat sementara.
Ketiga, paradigma multifungsionalitas (multifunctionality paradigm) yang menekankan pada
beragam fungsi lingkungan dan sosial dalam pertanian, di mana petani kurang dihargai oleh pasar,
sehingga bisa dikucurkan uang dari sektor publik kepada petani untuk menjaga fungsi-fungsi
tersebut atau pasokan barang publik dari sektor pertanian. Seperti halnya paradigma pertama,
dibolehkan pula intervensi negara yang lebih besar meskipun dengan alasan yang berbeda.

Tabel 2. Paradigma kebijakan dalam sektor pertanian Eropa


Paradigma pertanian yang Paradigma multifungsionalitas Paradigma pertanian yang
saling tergantung kompetitif
Masalah Mekanisme pasar kurang Barang publik kurang dihargai Ketidakstabilan pasar merupakan
kebijakan optimal untuk menjamin oleh pasar hasil dari intervensi negara ke dalam
kestabilan pendapatan dan pasar
produktivitas
Solusi Intervensi pemerintah untuk Intervensi pemerintah untuk Kebijakan berorientasi pasar, denga
kebijakan mendukung pendapatan menjaga multifungsionalitas, pembayaran langsung sebatas
petani melalui pembayaran dengan pembayaran langsung kompensasi sementara atas
langsung sebagai bantuan sebagai kompensasi penyediaan potongan harga
penghasilan barang publik
Pandangan Sektor pertanian dikecualikan Sektor pertanian berkontribusi Sektor pertanian tidak dikecualikan
luas dan memerlukan perlakuan pada kepentingan nasional dan dan harus diperlakukan sama seperti
terhadap khusus menyediakan barang publik sektor-sektor ekonomi yang lain
sektor
pertanian

Pergeseran fokus Uni Eropa dari dukungan terhadap harga menjadi dukungan untuk menjaga
kestabilan penghasilan petani diluncurkan pada 1992 dalam reformasi MacSharry, dan berlanjut
pada 1999, 2003, dan 2013. Ketika CAP dikembangkan pada 1960-an, paradigma pertanian saling
tergantung tidak mendapat tantangan sama sekali, di mana fokus kebijakan adalah dukungan
terhadap harga untuk menjaga pasokan pangan dan penghasilan petani. Kebijakan ini mendapat
tekanan selama 1980-an dari negara-negara anggota dan mitra dagang GATT (General Agreement on
Tariffs and Trade) yang menginginkan kebijakan yang lebih liberal, sejalan dengan paradigma
pertanian kompetitif. Akhirnya komisioner Ray MacSharry mereformasi CAP dengan mengurangi
harga menjadi 30% dan berkurangnya penghasilan petani dikompensasi dengan pembayaran
langsung.
Komisioner MacSharry digantikan oleh Franz Fischler, yang meluncurkan dua reformasi CAP (1999
dan 2003) dengan tetap mempertahankan pembayaran langsung meskipun legitimasinya makin
dipertanyakan. Dua persoalan muncul, yaitu tidak meratanya distribusi pembayaran langsung yang
menguntungkan petani besar, dan alasan yang dipertanyakan organisasi konsumen terhadap
perlunya petani mendapatkan pembayaran langsung. Dalam reformasi 1999, Komisi mengurangi
nilai pembayaran langsung per orang di atas 100.000 euro untuk mengatasi persoalan distribusi,
serta menerapkan prinsip pemenuhan secara silang (cross-compliance) dengan memasukkan
prasyarat lingkungan hidup untuk meningkatkan citra dan penerimaan publik terhadap CAP. Dalam
hal pemilihan strategi tersebut, Komisi mengambil jalan hibrida yaitu berbelok-belok dalam
inkonsistensi.
Selama perdebatan reformasi 2003, Komisi melihat adanya masalah dalam CAP yaitu masih kurang
berorientasi pasar, karena pembayaran langsung sebagian masih terkait dengan produksi.
Pembayaran langsung dianggap kehilangan karakter sebagai kompensasi, menjadi lebih sebagai
penghasilan. Solusi pertama adalah decoupling, dengan menerapkan Pembayaran Pertanian Tunggal
yang memisahkan kaitan antara produksi dengan pembayaran. Semakin terbukanya kebijakan sektor
pertanian ke dalam jaringan kelompok-kelompok lingkungan hidup dan konsumen meningkatkan
tekanan dari persoalan lingkungan. Organisasi petani Eropa COPA-COGECA memandang pembayaran
langsung berfungsi sebagai remunerasi untuk layanan yang tidak dibayarkan oleh pasar, sehingga
memunculkan sisi multifungsionalitas. Dalam reformasi yang sama, diterapkan kebijakan cross-
compliance secara mandatori antara pembayaran langsung dan kaitan dengan aspek lingkungan.
Dari sisi strategi yang diambil, Komisi menerapkan kesepadanan untuk menguatkan alasan kebijakan
decoupling dan cross-compliance. Solusi decoupling menunjukkan strategi kesepadanan antara
paradigma pertanian kompetitif dan pertanian saling tergantung untuk persoalan pembayaran
langsung. Sedangkan solusi cross-compliance mandatori mengatasi persoalan lingkungan, memberi
kerangka strategi kesepadanan antara paradigma pertanian saling tergantung dan
multifungsionalitas.
Pada saat reformasi CAP 2013, Komisi melihat adanya tekanan dari dua sisi. Pertama, apakah
pembayaran langsung efektif menstabilkan penghasilan dan distribusinya merata. Kedua, kebijakan
CAP termasuk di dalamnya pembayaran langsiung masih berkontribusi terhadap praktik-praktik
pertanian yang tidak ramah lingkungan. Untuk mengatasi tidak meratanya distribusi pembayaran
langsung, Komisi mengusulkan untuk menutup pembayaran (capping) di atas level tertentu dan
mengubah basis perhitungan agar diterima sesama negara anggota. Sedangkan kritik soal lingkungan
diatasi dengan menerapkan tiga syarat penghijauan (greening), yaitu rotasi panen, area khusus
ekologis, dan padang gembala yang bersifat permanen, supaya bisa menerima 30% pembayaran
langsung.
Dari sisi strategi yang diambil, solusi capping dan greening masing-masing menyerupai strategi
berbelok-belok dalam inkonsistensi. Sedangkan perpaduan kebijakan pembayaran langsung yang
ditutupi dan dihijaukan menunjukkan kerangka kesepadanan antara paradigma pertanian saling
tergantung dan multifungsionalitas.

Tabel 3. Strategi yang diambil Komisi Eropa dalam perdebatan reformasi CAP
Reformasi Persoalan Solusi kebijakan yang diusulkan Strategi yang diambil
1992 Ketidakseimbangan pasar Penurunan harga Kerangka kesepadanan (DA dan CA)
dikomenpensasi dengan
Surplus produksi
pembayaran penghasilan
Persoalan penghasilan petani langsung

1999 (a) Distribusi yang tidak (a) Pembayaran penghasilan Strategi berbelok-belok dalam
merata dalam langsung dikurangi inkonsistensi
pembayaran langsung (b) Pemenuhan secara silang
(b) Alasan yang kurang (cross-compliance)
meyakinkan soal
pembayaran langsung
2003 (a) Pembayaran langsung (a) Keterlepasan (decoupling) (a) Kerangka kesepadanan (DA dan
perlu lebih berorientasi (b) Cross-compliance CA)
pasar (b) Kerangka kesepadanan (DA dan
(b) Rendahnya kinerja MF)
lingkungan CAP

2013 (a) Distribusi pembayaran (a) Menutupi (capping) (a dan (b) dipisah: berbelok-belok
yang tidak merata (b) Menghijaukan (greening) dalam inkonsistensi
(b) Layanan lingkungan tidak
(a dan (b) serentak sebagai elemen
memadai
instrumen pembayaran langsung:
kerangka kesepadanan (DA dan MF)

Keterangan: DA = paradigma pertanian saling bergantung; CA = paradigma pertanian kompetitif; MF =


paradigma multifungsionalitas

Anda mungkin juga menyukai