Anda di halaman 1dari 5

KERIS MELAYU

Keris adalah senjata, sekaligus karya seni yang bernilai. Keris dalam istilah
Jawa sering sering disebut duwung, curiga atau tosan aji. Fungsi keris mengalami
perubahan, dari yang semulanya sebagi senjata kemudian berubah menjadi
benda kerawat, pusaka yang di puja, Lembaga ikatan keluarga, tanda jasa, tanda
pangkat atau jabatan, kemudian yang terakhir sebagai barang seni dan cendera
mata.
Keris sebagai karya seni mempunyai nilai seni pada keindahan bentuk dan
bahan yang dipakai serta proses pembuatannya yang memerlukan waktu lama,
keketentuan dan ketrampilan khusus. Orang yang memilik citra rasa (tester) seni
tinggi niscaya mengagumi keris sebagai artifak budaya yang berharga. Sebagai
artifak budaya, keris adalah warisan khas kebudayaan Nusantara dan juga
Melayu. Pengguanaan keris sendiri adalah tersebar di masyarakat rumpun
Melayu. Oleh karna itu, keriss lazim dipakai orang Melayu, Bugis, Jawa dan Bali
sebagai pelengkap busana mereka. Seiring berjalannya waktu, keris kemudian
menyebarkan ke Kawasan lain dia Asia Tenggara, terutama yang mempunyai asas
kebudayaan Melayu, seperti Malaysia, Brunei, Filipina Selatan, Singapura dan
Thailand Selatan.
Ada banyak teori yang coba menjelaskan tentang asal usulnya keris di
Nusantara. G.B. Gardner dalam bukunya Keris and Other Malay Weapon, keris
dianggap sebagai perkembangan dari jenis senjata tikam zaman pra-sejarah yang
terbuat dari tulang ikan pari. Cara membuatnya adalah dengan memotong tulang
ikan pari pada pangkalnya. Kemudian pada tangkainya di balut kain, sehingga
dapat digenggam dan mudah dibawa. Sedangkan, harsrinuksmo mengatakan teori
tersebut banyak kelemahan, karena tradisi pembuatan keri yang tertua di
Indonesia tidak berkembang di Kawasan pesisir, tetapi di pendalaman pulau Jawa.
A.J. Barnet Kempers menduga bahwa keris adalah perkembangan lanjutan dari
jenis senjata tikam/penusuk pada zaman perunggu. Senjata tikam pada zaman itu
berbentuk menyerupai manusia berdiri pada gagangnya, yang menyatu dengan
bilahnya.
Namun, bila melihat prasasti dan gambar relief candi-candi di Jawa, dapat
diduga bahwa keris sudah dikenal orang Jawa sejak abad ke-5 M. Pada prasasti
batu yang di temui di Desa Dakuwu, Grabag, Magelang, Jawa tengah, dapat
ditemu relief yang menggambarkan peralatan besi. Prasasti ini di buat sekitar 500
M dengan menggunakan huruf Pallawa dan Bahasa Sansekerta. Pada prasasti ini
terdapat beberapa gambar yang di antaranya adalah gambar trisula, kapak,
sanbit, kudi dan belati atau pisau yang berbentuk mirip dengan keris.
Keterampilan mengola logam di Jawa sudah berkembang setelah pengaruh
kebudayaan India mulai masuk ke Nusantara sekitar abad ke-5 M. Pengaruh
tersebut dapat dilihat dari candi terutama candi Borobudur dan candi Prambanan,
Jawa Tengah. Model senjata tikam tersebut mulai berkembang lebih dahulu di
India. Oleh para ahli, senjata tersebut dinamankan “Keris Budha” dan di anggap
sebagai prototipe keris. Karena bila dilihat dari bantuknya, keris tersebut
berukuran pendek, gemuk dan agak tebal, mirip dengan senjata tikam yang
berkembang di India. Dugaan ini di perkuat oleh pendapat Soekiman yang
mengatatakan “Keris Budha” adalah keris pertama yang pernah di buat di
Nusantara Ketika tanah Jawa berada di bawah kekuasaan kerajaan Mataram Kuno
(abad ke-8 sampai ke-10). “Keris Budha” diperkirakan adalah peninggalan keris
generasi pertama yang kelak menjadi cikal bakal lahirnya keris. Namun, belum
diketahui secara pasti pada abad keberapa dan pemerintahan siapa “Keris Budha”
dibuat.
Berdasarkan dokumen-dokumen purbakala, keris dalam bentuk awal telah
digunakan sejak abad ke-9. Kuat kemungkinannya bahwa keris telah digunakan
sebelum masa tersebut. Pada masa sekarang, keris umum dikenal di daerah
Indonesia (terutama di daerah Jawa, Madura, Bali/Lombok, Sumatra, Sebagian
Kalimatan, serta sebagian Sulawesi), Malaysia, Brunei, Thailand dan Filipina
(khususnya di daerah Mindanao).
Sebagai ahli keris mengelompokkan keris sebagai senjata tikam, sehingga
bagian utama dari sebilah keris adalah bilah (Bahasa Jawa: wilah) atau tangkai.
Tetapi karena keris mempunyai kelengkapan lainnya, yaitu sarung (warangka) dan
bagian pegangan keris atau ukiran, maka kesatuan terhadap seluruh
kelengkapannya disebut keris. Masing-masing daerah mempunyai keris yang
bercorak khas. Misalnya keris Jawa dengan ukuran sedang atau pendek bulat;
Keris Bali dengan hiasan meriah dari permata dan pegangan berbentuk manusia;
Keris Madura dengan pendok berkhiasan topeng; Keris Sumatra dengan pegangan
berbentuk burung; Keris Sulawesi dengan pegangan berbentuk burung laut dan
pada ujung gundarnya terdapat sangkutan. Pegangan Keris Sulawesi
menggambarkan burung laut. Hal itu sebagai pelambang terhadap profesi
masyarakat Sulawesi yang merupakan pelaut, Sedangkan burung adalah lambang
dunia atas keselamatan. Seperti juga motif kepala burung yang digunakan pada
keris Riau-Lingga. Untuk daerah-daerah lainnya sebagai pusat perkembangan
keris seperti aceh, Bangkinang (Riau), Palembang, Sambas, Kutai, Bugis, Luwu,
Jawa, Madura dan Sulu, keris mempunyai ukiran dan perlambangan yang
berbeda.
Keris di bedakan dari senjata tikam lain terutama dari bilahnya. Bilah keris
tidak dibuat dari logam tunggal yang dicor merupakan campuran logam yang
berlapis-lapis. Akibat teknik pembuatan ini, keris memiliki kekhasan berupa
pamor pada bilahnya. Keris Melayu mempunyai ciri-ciri dua bilah mata, melebar
dipangkal dan tirus di ujungnya serta tajam. Bagian dari keris Melayu antara lain:

1. HULU KERIS / PEGANGAN KERIS


Hulu keris berukuran sepanjang lebih kurang 15 cm dengan bentuk
membengkok dibagian tengahnya seperti bentuk kepala tongkat yang diukir
dengan tangan dan mempunyai nilai estetika Melayu. Hulu keris biasanya gading
gajah, tanduk, tulang, gigi ikan paus, kemor (sejanis batu karang), emas, perak,
besi dan yang paling banyak adalah kayu.
2. PENDONGKOK
Dikenal juga sebagai dokok, pendongkok, dulang dulang keris atau
memandak. Dibuat dari logam, tembaga, perak atau emas. Berbentuk seperti
bunga dan berukiran bunga dawai pintal yang bertatahkan batu permata atau
ukiran biasa saja. Pendongkok biasanya dipasangkan pada pangkal hulu keris
dibagian permukaanya.
3. BILAH KERIS
Bilah keris (Bahasa Jawa : wilah) adalah bagian utama dari sebuah keris,
dan juga terdiri dari bagian-bagian tertntu yang tidak sama untuk setiap bilanya,
biasanya disebut dapur. Pada pangkal bilanya terdapat pesi, yang meruapakan
ujung bawah sebilah keris atau tangkai keris. Bagian inilah yang masuk di
pegangan keris (ukiran). Pesi ini panjangnya antara 5-7 cm, dengan penampang
sekitar 5-10 cm, berbentuk bulat Panjang seperti pensil. Di daerah Jawa Timur
disebut paksi, di Riau disebut putting, sedangkan untuk daerah Serawak, Brunei
dan Malaysia disebut punting.
Luk (Bahasa Melayu: Lok), adalah bagian yang berkelok dari bilah keris, dan
dilihat dari bentuknya keris dapat dibagi dua golongan besar, yaitu keris yang
lurus dan keris yang bilahnya berkelok-kelok atau luk. Salah satu cara
sederhananya mengitung luk pada bilah, dimulai dari pangkal keris kearah ujung
keris, dihitung dari sisi cembung dan dilakukan pada kedua sisi kanan-kiri, maka
bilangan terakhir adalah jumlah banyaknya luk pada bilah, dan jumlahnya selalu
gasal (ganjil) dan tidak pernah genap. Jika ada keris yang jumlah luk nya melebihi
dari 13 , biasanya disebut keris kalawija, atau keris tidak lazim.
4. SARUNG KERIS ( WARANGKA)
Sarung keris atau warangka (Bahasa banjar: kumpang), adalah komponen
keris yang mempunyai fungsi tertentu, khusunya dalam kehidupan sosial
masyarakat Jawa , paling tidak bagian inilah yang terlihat secara langsung ,
Warangka yang mula-mula dibuat dari kayu (yang umum adalah jati, cendana,
timoho dan kemunig). Sejalan dengan perkembangan zaman terjadi
pendambahan fungsi warangka sebagai pencerminan status sosial bagi
penggunannya. Bagian atasnya atau ladrang-gayaman sering diganti dengan
gading. Ladrang-gayaman merupakan pola-bentuk warangka, dan bagian utama
menurut fungsi warangka adalah bagian bawah yang berbentuk Panjang
(sepanjang bilah keris) yang disebut gandar atau atupan (Bahasa Melayu: sampir),
yang berfungsi membungkus bilah keris dan biasanya terbuat dari kayu . karena
fungsi gandar / sampit untuk membungkus, sehingga fungsi keindahannya tidak di
utamakan, maka untuk memperindahnya akan di lapisi seperti selongsong-silinder
yang di sebut pendok. Bagian pendok inilah yang biasanya diukir sangat indah,
dibuat dari logam kuningan, suasa (campuran tembaga-emas), perak, emas,
tanduk atau gading. Untuk daerah di luar jawa pendoknya di buat dari emas,
disertai dengan tambahan hiasan seperti sulaman tali dari emas dan bunga yang
bertamburkan intan berlian. Sebagai penutup asal-usul keris yang kita kenal saat
ini sebenarnya masih belum terjelaskan ,meskipun dalam konteks tertentu keris
adalah lambang kewibawaan.

Anda mungkin juga menyukai