penyebab kematian ke-3 di Indonesia, sesudah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan.
WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat
tuberkulosis dan terdapat 445.000 kasus tuberkulosis setahunnya. Salah satu strategi dalam
Shortcourse), tujuan dari pelaksanaan kegiatan dengan pendekatan DOTS adalah untuk
menjamin dan mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan dan mencegah drop out/lalai
Dari uraian tersebut di atas dapat dirumuskan bahwa tingginya insiden dan prevalensi TBC
diantaranya karena penderita yang tidak patuh dan tidak tuntas dalam mengikuti program
Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan teknik sample yang
digunakan total sampling. Jumlah responden yang diteliti 30 orang analisis yang digunakan
Hasil yang diperoleh sebagian besar pelaksanaan strategi DOTS baik (70%). Sebagian
besar responden mempunyai efektifitas kepatuhan berobat pasien TB Paru baik (63,3%). Ada
hubungan antara pelaksanaan strategi DOTS dengan efektifitas kepatuhan berobat pasien TB
Paru di Puskesmas Pakis Baru Nawangan Kabupaten Pacitan tanggal 4-18 April 2011, dengan
perhitungan hasil penelitian menggunakan uji statistik menggunakan spearman’s rho didapat
nilai ρ-value/sig (2-tailed) = 0,001 lebih kecil dari α 0.05 dan N = 30.
Hipotesis menyatakan ada hubungan antara pelaksanaan strategi DOTS dengan efektifitas
kepatuhan berobat pasien TB Paru di Puskesmas Pakis Baru Nawangan Kabupaten Pacitan
Household Health Survey (2005), said tuberculosis is a disease of the 3rd cause of death in
Indonesia, after cardiovascular and respiratory diseases. WHO estimates that Indonesia’s 175,000
deaths occur annually due to tuberculosis and there were 445,000 cases of tuberculosis annually.
One strategy in Gerdunas tuberculosis is the implementation of DOTS strategy (Directly
Observed Treatment Shortcourse), the purpose of implementation of the DOTS approach is to
ensure and prevent resistance and regularity of treatment and prevent drop out / fail to do the
supervision and control of tuberculosis treatment. From the above description can be formulated
that the high incidence and prevalence of tuberculosis among the cause of non-adherent patients
did not complete the treatment program that has been determined.
This type of research is cross sectional sample technique used by total sampling. The
number of respondents who studied 30 people who used the analysis is spearman’s rho test.
The results obtained mostly good implementation of the DOTS strategy (70%). Most of the
(63.3%). There is a relationship between the implementation of the DOTS strategy effectiveness
of treatment compliance of patients with tuberculosis in Pakis Baru Nawangan Health Center
Pacitan at April 4 to 18 2011, with the calculation results of studies using statistical tests using
Spearman’s rho obtained ρ-value/sig value (2-tailed) = 0.001 is smaller than α 0.05 and N = 30.
The hypothesis states there is an relationship between the implementation of the DOTS
strategy with the effectiveness of treatment compliance of tuberculosis patients in PHC Pakis
PENDAHULUAN
Latar Belakang
sifatnya menular (Depkes. RI, 20117). Penularan penyakit TB Paru menjadi perhatian besar
karena prosentase penularan yang berbanding searah dengn angka kejadian. Hal ini disebabkan
karena sebagian besar masyarakan khususnya Indonesia belum memahami tentang bagaimana
proses penularannya penyakit ini sehingga banyak pasien yang menganggap pengobatan itu tidak
penting. Banyaknya pasien yang tidak menyelesaikan pengobatan berdampak pada penyembuhan
TB Paru itu sendiri. Tuberkulosis adalah salah satu penyakit menular yang masih tetap menjadi
Data Dinas Kesehatan Jawa Timur menyebutkan jumlah penderita TB Paru hamper
mencapai 5000 kasus. Di Kabupaten Pacitan ada sekitar 235 kasus yang terdeteksi. Dari hasil
studi pendahuluan yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pakis Baru pada bulan Agustus –
Desember 2010 masih ada 7 pasien yang tidak menyelesaikan pengobatan sampai tuntas dari 30
tuberkulosis dan terdapat 445.000 kasus tuberkulosis setahunnya. Hasil kongres Nasional Ikatan
Dokter Ahli Paru Indonesia (1990) menyebutkan bahwa 60% penderita TBC paru di Indonesia
tidak menyelesaikan program pengobatan dengan baik sesuai dengan yang telah ditentukan.
Pengobatan yang tidak benar akan menyebabkan terjadinya resistensi kuman tuberculosis
terhadap obat yang diberikan (Azhar, 2004). Dari uraian tersebut di atas dapat dirumuskan bahwa
tingginya insiden dan prevalensi TBC diantaranya karena penderita yang tidak patuh dan tidak
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi virulensi dan menekan
Penanggulangan Tuberkulosis (GERDUNAS TB) oleh menkes RI pada tanggal 24 maret 1999.
Salah satu strategi Gerdunas tuberkulosis adalah strategi pelaksanaan DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse).
Tujuan dari pelaksanaan kegiatan dengan pendekatan DOTS adalah untuk menjamin dan
mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan dan mencegah drop out/lalai dengan dilakukan
Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan teknik sample yang digunakan
total sampling. Jumlah responden yang diteliti 30 orang analisis yang digunakan adalah uji
spearmans rho.
Hasil Penelitian
Dari 30 responden, sebagian besar berumur 31-40 tahun (40%). Berdasarkan pendidikan pasien,
dari 30 responden lebih dari 50% berpendidikan SD (42,6%). Berdasarkan matapencarian, 53%
dari 30 responden bermatapencarian sebagai petani. Berdasarkan jenis kelamin, 71% dari 30
responden berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan penyakit TBC yang pernah diderita
sebelumnya, selitar 82% dari 30 responden belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan
sebelumnya. Serta berdasarkan program pengobatan penyakit TBC yang diikuti secara teratur,
sebanyak 33,3% dari 30 responden mengikuti pengobatan penyakit TBC yang diikuti secara
Pembahasan
stategi DOTS baik (70%). Sesuai dengan strategi DOTS tersebut, setiap penderita yang baru
ditemukan dan mendapat pengobatan harus diawasi menelan obatnya setiap hari agar terjamin
kesembuhan, mencegah dari resistensi kuman terhadap obat. Untuk itu diperlukan seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO) untuk setiap penderita tuberkulosis, dalam masa pengobatan,
setelah itu PMO dapat bertindak sebagai penyuluh (Depkes RI, 2007).
(63,3%). Banyak factor yang dapat menyebabkan penderita tuberkulosis paru tidak patuh
terhadap program pengobatan yang ditentukan. Perilaku berobat akan terjadi bila hilangnya atau
kurangnya gejala penyakit sudah merupakan ukuran kesembuhan bagi penderita sehingga
penderita menghentikan pengobatannya disamping hal tersebut, berat atau ringannya gejala
17 responden, 3 responden atau 10% dengan pelaksanaan strategi DOTS cukup dan kepatuhan
kurang.
Kesimpulan
(63,3%).
3. Ada hubungan antara pelaksanaan strategi DOTS dengan efektifitas kepatuhan berobat pasien
TB Paru di Puskesmas Pakis Baru Nawangan Kabupaten Pacitn tanggal 4-18 April 2011, dengan
perhitungan hasil penelitian menggunakan uji statistic menggunakan spearman’s rho didapatkan
Saran
Paru.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai data dasar untuk meneliti penyakit TB Paru.
a. Hidung
Hidung adalah pintu masuk pertama udara yang kita hirup. Udara keluar melalui sistem
pernafasan yaitu hidung yang terbentuk atas dua tulang hidung dan beberapa kartilago. Terdapat
dua pipi pada dasar hidung-nostril (lubang hidung), atau nares eksternal yang dipisahkan oleh
septum nasal di bagian tengah. Lapisan mukus hidung adalah sel epitel bersila dengan sel goblet
yang menghasilkan lendir dan juga sebagai sistem pembersih pada hidung (Asih, 2003: 2). Zat
mukus yang disekresi hidung mengandung enzim lisosom yang dapat membunuh bakteri
dan di anterior vertebra servikalis. Faring dapat dibagi menjadi tiga segmen, setiap segmen
dilanjutkan oleh segmen lain nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring terletak di
belakang rongga nasal, orofaring terletak di belakang mulut sedangkan laringofaring terletak di
benda padat agar tidak masuk ke dalam trakhea. Dinding laring dibentuk oleh tulang rawan
(kartilago) dan bagian dalamnya dilapisi oleh membran mukosa bersilia, kartilago laring tersusun
9 buah, kartilago yang terbesar adalah kartilago tiroid atau disebut dengan buah jakun pada pria,
terkait di puncak tulang rahang tiroid terdapat epiglotis yang fungsinya membantu menutup
laring sewaktu orang menelan makanan. Pita suara terletak di kedua sisi selama bernafas, pita
suara tertahan di kedua sisi glotis sehingga untuk dapat masuk dan keluar dengan bebas dari
trakhea. Selama berbicara otot intrinsik laring menarik pita suara untuk menghasilkan bunyi
yang selanjutnya diubah menjadi kata-kata. Saraf kranial motorik yang mempersarafi faring
untuk berbicara adalah nervus vagus dan nervus aksesorius (Asih, 2003: 5).
a. Trakhea (pipa udara), adalah saluran udara tubular yang mempunyai panjang sekitar 13 cm.
Trakhea terletak di depan esofagus, tepat di permukaan leher. Dinding trakhea disangga oleh
cincin-cincin kartilago, otot polos dan serat elastik. Cincin kartilago berbentuk kaku guna
mencegah agar tidak kolaps dan menutup jalan udara. Bagian dalam trakhea dilapisi membran
dalam rongga dada. Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada yang kiri. Fungsi
percabangan bronkhial untuk memberikan saluran bagi udara antara trakhea dan alveoli agar
adalah sebagai satu-satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan aliran darah.
Alveoli dikelilingi oleh dinding yang tipis yang terdiri atas satu lapis epitel skuamosa. Di antara
sel epitel terdapat cairan khusus yang menyekresi lapisan molekul lipid yang disebut surfaktan.
Cairan ini dibutuhkan untuk menjaga agar permukaan alveolar tetap lembab, tanpa surfaktan
tekanan permukaan akan menjadi demikian besar sehingga membutuhkan upaya muskular yang
sangat besar untuk mengembangkan alveoli (Asih, 2003: 3-8). Surfaktan adalah suatu zat
campuran antara lemak fosfat, lemak jenis lain, protein dan karbohidrat yang disekresi oleh
epitel alveol tipe II, surfaktan berperan menurunkan tegangan permukaaan pada cairan alveol
sehingga alveol lebih mudah berkembang pada waktu inspirasi dan mencegah alveol menutup
pada akhir respirasi. Faktor yang dapat mempengaruhi sintesa surfaktan adalah hormon tiroid
oleh sangkar iga. Bagian dasar setiap paru terletak atas diafragma, bagian apeks paru (ujung
superior) terletak setinggi klavikula . Pada permukaan tengah dari setiap paru terdapat identasi
yang disebut hilus tempat bronkus primer dan masuknya arteri serta vena pulmonasi ke dalam
paru. Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas percabangan saluran yang membentuk jutaan
Paru kanan terdiri atas 3 lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri 2 lobus. Lapisan yang
membatasi antara lobus disebut fisura. Lobus kemudian dibagi lagi menjadi segmen. Setiap
segmen terdiri atas banyak lobulus yang masing-masing mempunyai bronkhiale, arterioale,
disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan mediastinum. Lapisan dalamnya disebut
pleura viseral yang mengelilingi paru. Rongga pleura ini mengandung cairan yang dihasilkan sel-
sel serosa di dalam pleura. Jika cairan yang dihasilkan berkurang atau membran pleura
membengkak, akan terjadi suatu kondisi yang disebut pleuritis dan terasa sangat nyeri karena
mediastinum. Satu-satunya organ dalam rongga toraks yang tidak terletak di dalam mediastinum
Fisiologi pernafasan
Fisiologi pernafasan adalah serangkaian proses interaksi dan koordinasi yang kompleks yang
lingkungan internal tubuh kita. Ventilasi pulmonal adalah istilah teknis dari bernafas terdiri dari
inspirasi yaitu gerakan perpindahan udara masuk ke dalam paru-paru dan ekspirasi yaitu gerakan
a. Inspirasi
Diafragma berkontraksi, bergerak ke arah bawah dan mengembangkan rongga dada dari atas ke
bawah. Otot-otot interkosta eksternal menarik iga dari atas keluar yang mengembangkan rongga
dada ke arah samping kiri dan kanan, dengan begitu pleura parietal ikut mengembang diikuti
oleh pleura viseral, yang menyebabkan tekanan intrapulmonal turun di bawah tekanan atmosfer
dan udara masuk melalui hidung dan akhirnya sampai alveoli (Asih, 2003: 11). Otot – otot yang
digunakan untuk inspirasi adalah difragma (paling utama), muskulo intercostalis externus,
2006: 13).
b. Ekspirasi
Diafragma dan otot-otot interkosta rileks, karena rongga menjadi lebih sempit, paru-paru
terdesak dan jaringan elastiknya meregang selama inhalasi, mengerut dan juga mendesak alveoli.
Dengan meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas tekanan atmosfir, udara didorong keluar
paru sampai kedua tekanan sama kembali(Asih, 2003: 10-11). Otot-otot yang digunakan untuk
ekspirasi adalah intercostalis internus dan otot-otot dinding perut (Alsagaff, 2006: 13).
Daftar Pustaka
Arikunto, S (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Renika Cipta.
A, Broecop, Dorothy Young (2006). Dasar-Dasar Riset Keperawatan, Edisi 2. Jakarta, EGC.
Berne, R M (2005). Microbacterium Tubercolusa. Third Edition, St Louis: Mosby Year Book.
Hegner, B. R (2003), Asisten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi 6, Jakarta,
Nowak J. T (2006), Essentials of Patophisiology: Consepts and Applications for Health Care
------------ (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (Pedoman
Patton H. D (2006). Fuchs A.F, Hill B, Scher A. M, dan Steiner B. Textbook of Physiology.
Pudjiraharjo W. R. dr. MPH (1993). Metodologi Pendidikan dan Statistik Terapan. Surabaya. Airlangga
Universitas Press.
Roper, N (2003). Prinsip-Prinsip Keperawatan. Yogyakarta. Yayasan Essentia Medica dan Andi.
Wolf (2004), Weitzel dan Fuerst. Terapi Penyakit TB Paru. Jakarta: Gunung Agung.