Anda di halaman 1dari 6

Taufik Abdul Majid, [22.02.

21 21:01]
Home

Wawancara

WAWANCARA

Suripto: Gerakan Dakwah Harus Andalkan Mata Dan Telinga Intelijen

Wawancara Eksklusif Suripto

Update 22 February 2021 0

Suripto saat ditemui Kiblat.net di kediamannya pada pertengahan Februari 2021. Foto: Taufiq Ishaq

Share

KIBLAT.NET – Suripto adalah nama unik. Bagi kader PKS, dia adalah pelindung sekaligus pendiri partai.
Bagi kaum liberalis, dia dianggap sebagai intelijen hijau. Bagi Anis Matta dan kawanannya dia
dianggap sebagai pemecah-belah. Bagi tokoh gerakan Islam, dia adalah tempat untuk bertanya. “User
saya Ustadz Hilmi Aminuddin,” katanya pada suatu waktu. Dalam istilah intelijen, user adalah
pengguna informasi. User sebuah badan intelijen negara adalah presiden.

Suripto pernah juga berurusan dengan presiden. Saat masih berkuasa, Gusdur pernah melayangkan
tuduhan serius pada Suripto: makar, pembocoran rahasia negara dan dugaan menyembunyikan
Tommy Soeharto. Sebuah tudingan yang ia mampu tepis.

Dijuluki sebagai intel tiga zaman, Suripto pernah berguru langsung pada maestro intelijen Indonesia
Zulkifli Lubis. “Zulkifli punya kelebihan dalam clandestine operation. Ia handal dalam mengelola
jaringan,” katanya saat menerima wartawan Kiblat.net, Taufiq Ishaq dan Fajar Shadiq di kediamannya
di kawasan Cipete, Jakarta Selatan pada 15 Februari 2021 lalu.

Direkrut oleh Kodam VI Siliwangi sejak masih mahasiswa di Universitas Padjajaran pada 1962, Suripto
patut disebut sebagai perwira intelijen. Sutopo Juwono (KaBAKIN 1970-1974) mengangkat Suripto
sebagai Staf KaBAKIN pada 1970. Dari situ karir intelijennya melesat, menjadi anak buah Sutopo,
Suripto mendalami ilmu analisis dan membuat prediksi intelijen.

Saat Yoga Sugama menjabat sebagai Kepala BAKIN sekaligus Kaskopkamtib, Suripto ditugaskan untuk
mengawasi pergerakan mahasiswa dan komunisme di Indonesia. Tak heran jika ia terkait dengan
Gemsos dan sejumlah aktivis Malari.

Tapi tak laiknya sebagai intel, ia banyak bicara kepada wartawan dan tak pelit data. “Kapan pun, Anda
perlu kirim pesan saja,” ujar Suripto. Suripto memang pemurah. Meski baru saja pulih dari sakit flu,
suaranya jelas, pendengarannya pun tajam. Ketika sedang berbicara ia terlihat tenang tanpa emosi.
Namun, ketika topik yang dibahas seputar intelijen dan gerakan dakwah. Suripto, yang kini berusia 85
tahun, terlihat antusias.

Hal ini wajar karena aktivitasnya di bidang intelijen banyak beririsan dengan gerakan dakwah di
Indonesia. Selain posisinya sebagai deklarator dan pendiri Partai Keadilan, Suripto pernah berperan
dalam menyuplai pasokan senjata pada Mujahidin Bosnia. Pada 1992, atas perintah Probosutedjo,
Suripto melintasi perbatasan dan menjalin koneksi dengan bantuan Hilmi Aminudin untuk membawa
senjata senilai US$ 200 ribu kepada Muslim Bosnia.

Sembari duduk di sofa berkelir hijau yang nyaman, tepat di bawah potret Masjid Al-Aqsha, Ketua
Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP) ini menjawab pertanyaan Kiblat.net.

——————————————————————————————————
Sepanjang pengalaman Anda di dunia intelijen, adakah irisan antara intelijen dengan dakwah?

Kita bisa melihat ini dari sosok Rasulullah SAW. Rasulullah itu memiliki bakat atau pengetahuan
intelijen. Karena semua gerakan dakwah yang dikembangkan itu mengandalkan mata dan telinganya
intelijen.

Misalnya saja ketika beliau masih berada di Mekkah, salah satu fungsi intelijen dijalankan. Fungsi
intelijen kan ada tiga. Penyelidikan-Pengamanan-Penggalangan. Yang paling pokok waktu itu di
Mekkah adalah fungsi pengamanan. Ketika Rasul SAW berdakwah door to door itu dijaga betul
pengamanannya. Sampai ketika beliau uzlah di Gua Hira, semua ancaman itu masih bisa dihindari
karena memiliki pengetahuan intelijen. Tentu saja ada bantuan dari tangan Allah SWT berupa
keberadaan sarang laba-laba sehingga tidak mengundang kecurigaan dari kafir Quraisy. Itu karena
ada tangan Allah SWT ikut campur.

Ketika di Madinah juga demikian, Cuma fungsinya yang lebih menonjol adalah penggalangan, dan
penyelidikan. Dan ini betul-betul dilakukan secara proaktif.

Proaktif seperti apa contohnya?

Taufik Abdul Majid, [22.02.21 21:01]


Pertama, pihak musuh yang masih mengejar Rasulullah SAW itu dibersihkan, baru kemudian Rasul
SAW meningkatkan pergerakannya melalui ekspansi dakwah. Padahal kita tahu selain ancaman dari
Quraisy Makkah juga ada dua superpower yang eksis yakni Romawi dan Persia. Untuk mengatasi
ancaman itu memerlukan kemampuan intelijen, karena tidak mungkin menghadapi kedua-duanya
sekaligus. Jadi pada saat itu Rasulullah SAW memprioritaskan ancaman Romawi dulu.

Ini adalah bukti bahwa Rasullullah SAW menggunakan ilmu intelijen. Jadi dalam perjalanan gerakan
Rasulullah SAW, sayap intelijen adalah yang terdepan dalam dakwah. Karena setiap langkah dakwah
itu bisa jadi menghadapi uncertainty (ketidakpastian) dan untuk mengatasi ketidakpastian itu
diperlukan intelijen. Mana jalan yang mau ditempuh.

Jika demikian, apakah memang tahapan penerapan fungsi intelijen dalam dakwah itu harus fungsi
pengamanannya dulu dipastikan atau bisa langsung semuanya bersamaan?

Yang ideal memang ketiga fungsi itu dilaksanakan secara bersamaan. Tapi pasti dari ketiganya itu ada
salah satu yang diprioritaskan, Misalnya Rasul ketika di Mekkah itu fungsi pengamanan yang
diprioritaskan tetapi ketika di Madinah mulai tiga-tiganya tapi yang utama sekali adalah
penggalangan.

Kenapa fungsi penggalangan jadi prioritas di Madinah karena Rasul SAW tahu di sana masih banyak
kaum Yahudinya. Karena orang Yahudi dikenal sebagai bangsa yang licik dan cerdas juga maka harus
hati-hati menghadapinya. Rasul Saw memahami bahwa kaum Muslimin harus menguasai posisi
strategis dan memiliki informasi tentang Yahudi.

BACA JUGA Lawan Tuduhan Radikal, MHH Muhammadiyah Advokasi Din Syamsudin

Kasarnya itu, Yahudi yang ingin bersekutu dengan kafir Makkah itu bisa diketahui oleh Rasulullah
SAW. Rasulullah melakukan penggalangan agar kaum Yahudi tidak menimbulkan ancaman bagi
keberadaan kaum Muslimin di Madinah.

Dalam penerapannya di lapangan, intelijen kerap menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuannya, apakah penerapan intelijen dalam dakwah Rasulullah SAW juga demikian?

Jelas ada perbedaan antara intelijen Rasulullah SAW dengan nilai-nilai intelijen yang dikenal luas.
Rasulullah SAW itu referensinya dari Al-Quran. Al-Quran itu materi pokoknya selain aqidah yang
utama juga ada akhlak. Sehingga tidak mungkin menghalalkan segala cara.
Kemudian, di dunia intelijen yang berkembang sekarang, di negara yang betul-betul menganut
demokrasi murni. Tidak mungkin intelijennya menghalalkan segala cara. Tapi ada norma-norma yang
diatur dalam UU Intelijen, misalnya. Dan UU itu harus ditaati karena ada beberapa aturan yang
membatasi supaya petugas atau lembaga itelijen tidak melanggar HAM dan semacamnya.

Tapi dalam kasus Munir di Indonesia dan pembunuhan ulama dan akademisi Gaza oleh Mossad di
sejumlah negara menunjukkan kerja intelijen menghalalkan segala cara termasuk pembunuhan?

Pertama, kalau kasus Munir yang terjadi di Indonesia, saya mau tanya apakah Indonesia merupakan
negara yang mempraktekkan demokrasi murni atau tidak?

Kedua, kalau kasus pembunuhan akademisi Gaza yang di Malaysia itu berarti kan pekerjaan intelijen
negara lain. Itu pekerjaan Yahudi. Mereka tidak mengindahkan hukum.

Cuma jangan sampai intelijen dakwah itu menghalalkan segala cara. Saya kira itu jawabannya.

Kalau secara mendasar, tujuan digunakannya pendekatan intelijen dalam gerakan dakwah itu seperti
apa?

Tentu saja untuk mengembangkan dakwah. Saya ambil contoh. Di Indonesia ini banyak ormas-ormas
Islam. Banyak gerakan dakwah. Tapi kenapa banyak sekali berujung pada tuduhan teroris atau radikal.

Karena kegiatan organisasi tersebut tidak mengindahkan atau menggunakan ilmu intelijen sebagai
perisai di dalam menjaga organisasi, sehingga mudah sekali disusupi oleh pihak yang ingin
menghancurkan dari dalam dan kemudian seakan-akan terkait dengan berbagai peristiwa teror. Ini
karena adanya penyusupan dari luar. Gerakan dakwahnya sendiri mungkin murni, tapi karena ada
penyusupan dan masuknya infiltrasi.

Taufik Abdul Majid, [22.02.21 21:01]


Sebagai contoh, FPI merupakan organisasi besar, kelihatannya kuat, terutama ketika menyambut
Habib Rizieq pulang. Itu dianggap sudah top, gak ada lawan lagi. Tapi itu baru pada tingkat
kerumunan, belum sampai menjadi barisan, apalagi sampai menjadi pasukan seperti Taliban. Masih
jauh. Sehingga mudah sekali disusupi, digerogoti dari dalam.

Habib Rizieq Syihab, salah satu sayyid paling populer di negeri ini.

Anda melihat gerakan Islam sering terkena infiltrasi?

Nah, ini yang sering terjadi, organisasi Islam mudah digerogoti karena tingkat kesadaran berorganisasi
hanya mengandalkan pada tekstual. Tapi kurang memperhatikan perlunya alat atau senjata untuk
mengamankan perkembangan dakwah.

Pernah ada seorang tokoh gerakan Islam mendatangi saya. Orang ini belum lama meninggal dunia. Ia
mengungkapkan niatnya untuk berjihad dan menggulingkan istana. Tapi saya tanya dan pastikan
sebelumnya, “Apakah sudah mengukur kekuatan sendiri dan kekuatan yang akan menghadang
nanti?” Selain itu juga dipastikan dulu apakah niat berjihad itu karena kesadaran atau karena ada
provokasi.

Dari situlah pentingnya ilmu intelijen untuk menganalisis segala sesuatu. Setelah saya sampaikan
akhirnya mereka akui sendiri, bahwa ilmu intelijen ini memang penting, tidak main asal serbu saja.
Intelijen sebagai knowledge ini sangat penting.

Kenapa seolah ada memori negatif yang terbayang umat Islam ketika berbicara intelijen karena kasus-
kasus masa lampau seperti Tanjung Priok, Komando Jihad, Bom Bali…
Bukan itu saja, sejak proklamasi. Penghapusan tujuh kata itu betul-betul menyakiti hati umat Islam.
Dan itu juga bagian dari operasi intelijen.

Lantas bagaimana menyikapinya?

Memang ini perlu proses penyadaran. Saya sendiri sering menyampaikan ke seluruh kawan-kawan
yang ada di gerakan dakwah untuk terus menumbuhkan kesadaran, menumbuhkan rasa memiliki dan
kesadaran untuk mengamankan organisasi, bukan karena disuruh atau adanya perintah.

Tapi mereka memiliki kesadaran bahwa ini penting. Istilah saya security awareness. Kalau itu sudah
ditumbuhkan, saya kira organisasi itu akan lebih susah disusupi.

Mungkin Anda tahu juga kan saya salah satu pendiri PKS. Jadi saya juga sering bicara kepada kader-
kader PKS dari atas sampai bawah untuk menekankan pentingnya security awareness ini. Tidak harus
ada unit khusus seperti divisi intelijen, tapi semua menyadari pentingnya wawasan intelijen. Saya rajin
datang ke daerah-daerah untuk memberikan pembekalan.

Kalau berbicara intelijen pasti berbicara ancaman. Ancaman terbesar dakwah itu datang dari berbagai
sudut, Bagaimana cara kita melakukan penilaian terhadap ancaman dakwah?

Kita perlu membuat prioritas ancaman. Mari kembali ke Al-Quran. Karena referensi kita sebagai
Muslim adalah Al-Quran. Siapa dalam Al-Quran yang disebutkan paling kuat menjadi ancaman
terbesar dakwah? Zionis Yahudi. Dan Zionis ini ke depan menjadi ancaman dakwah.

Karena kalau kita perhatikan, dalam pikiran banyak orang, Zionis ini pintu masuknya dari negara blok
Barat, yaitu Amerika dan sekutunya dan lembaga-lembaga intelijennya. Tapi sekarang juga sudah
mulai bergeser adanya ancaman dari blok Timur, istilah saya Zionis Kuning.

BACA JUGA Pengacara Minta Seluruh Berkas Perkara HRS Digabung

Artinya kalau kita berbicara umat Islam Indonesia berada di tengah antara dua kutub zionis. Cuma
mereknya saja yang berbeda. Yang satu pakai merek liberalisme, yang satu lagi pakai merek
komunisme. Tapi dua-duanya ancaman yang pasti.

Indikasinya apa?

Tentu kita kalau menganalisa harus berdasarkan informasi dan indikasi. Indikasinya sudah adanya
kerjasama Israel-RRT. Itu sudah kental, sampai ada semacam Silicon Valley yang ada di Israel untuk
kepentingan kerjasama pemerintah RRT dan Israel. Karena apa? RRT menyadari untuk menjadi
pemegang hegemoni itu bukan hanya mengandalkan kejayaan ekonomi saja. Tapi militer mesti kuat.
Dan dia lihat bahwa RRT masih ketinggalan 20 tahun di bidang teknologi militer. Maka itu dia
kerjasama dengan Israel. Dua-duanya punya kepentingan karena Israel juga masuk ke pasar Cina.

Taufik Abdul Majid, [22.02.21 21:01]


Saya melihat ke depan itu, Asia Pasifik menjadi lahan/teritori yang memberikan harapan
kemakmuran, maka semua akan masuk di sini. Indonesia ini penting posisinya. Faktor yang membuat
Indonesia ini menjadi rawan adalah faktor disintegasi karena ditarik dua kepentingan supaya masuk
dalam orbit pengaruh mereka. Inilah yang sekarang sedang terjadi.

Fenomena ini membacanya harus dengan kacamata intelijen tidak cukup dari sumber-sumber
terbuka.

Berarti gerakan dakwah juga terkait erat dengan geopolitik dan konstelasi global?

Intelijen itu mesti membuka pintu buat perkembangan dakwah dan melihat apa saja tantangan-
tantangan yang akan dihadapi di dunia sekarang. Itu mesti diidentifikasi. Oleh karena itu, coba kita
dalami apa saja tantangan-tantangan dakwah ke depan. Pertemuan ini tidak cukup hanya sekali. Coba
kita elaborasi. Kalau secara umum kita bisa bilang Yahudi-Israel, tapi kalau bicara realita nanti kita
bahas satu-satu.

Dari perspektif intelijen apa yang bisa umat Islam lakukan di tengah dua kutub tadi?

Kalau kita bicara sejarah kebangkitan umat Islam di masa Rasulullah SAW, pada saat itu juga posisi
umat Islam berada di tengah hegemoni dua imperium yang adidaya, yakni Romawi dan Persia. Apa
yang Rasul SAW lakukan?

Menurut saya pertama, konsolidasi ke dalam. Memperbaiki kualitas umat sehingga mempunyai
ketahanan, endurance yang kuat dalam mengatasi dua raksasa ini. Dan coba pelajari sejarah, kan
tidak dua-duanya dihadapi sekaligus. Kalau tidak salah Romawi (636 H) dulu dihadapi, baru Persia
(644 H).

Dua raksasa ini baru ditaklukkan setelah konsolidasi ke dalam dilakukan. Ini tidak gampang. Bisa jadi
malah pekerjaan paling berat sepeninggal Nabi SAW.

Kemudian pasca Rasul SAW wafat itu juga tidak gampang menghadapi hilangnya kepemimpinan kalau
tidak memiliki umat yang berkualitas. Karena pada saat kekosongan kepemimpinan itu banyak yang
kembali murtad dan mengaku-ngaku sebagai Nabi.

Kedua, berani melakukan ekspansi dakwah. Ini merupakan kelebihan yang dimiliki pengganti Rasul
SAW, yakni Abu Bakar ra. yang tetap melakukan ekspansi dakwah setelah mengkonsolidasi umat di
dalam pasca wafatnya Nabi SAW. Saat itu Abu Bakar mulai melakukan ekspansi menghadapi Romawi
Timur. Mari kita belajar dari sejarah.

Kalau sekarang dalam konteks keindonesiaan?

Yang terjadi sekarang, jadi menurut saya umat Islam, kalau sudah sampai pada tahapan pasukan
barulah berpikiran untuk berkuasa. Tapi jangan coba-coba kalau masih berada di tahapan kerumunan
mengharap berkuasa. Sudah jadi barisan juga belum tentu (berkuasa).

Jangan sampai pagi-pagi kita sudah tulis berita bahwa kita akan berkuasa melalui (Pilpres) 2024. Saya
ngomong ini apa adanya, kawan-kawan PKS seakan-akan mimpi bahwa 2024 berkuasa dengan
memenangkan pemilu. Menurut saya ini fatamorgana. Dan ini diucapkan oleh para pembesar partai
bahwa 2024 akan mendapatkan suara terbesar, menurut saya masih jauh. Jauh panggang dari api.

Ini kita gak bisa lepas dari politik nasional juga. Situasi sekarang nampaknya tidak bersahabat dengan
umat Islam. Berapa lama? Kapan? Nah, itu kita gak bisa bahas sekarang, nanti kita ketemu lagi.

Seberapa penting peran lembaga kajian atau riset bagi gerakan dakwah?

Penting sekali. Lembaga dakwah itu kalau bisa semakin banyak memiliki lembaga kajian akan semakin
bagus.

Saya pernah ke Rand Corporation (lembaga strategis di Amerika), yang kerja di sana tak lebih dari 200
orang tapi tertib sekali. Tertib administrasi, kegiatan, program, penjadwalan, kita harapkan ke sana,
entah apa namanya. Modal kita sebenarnya sudah ada.

Saya juga beberapa kali ke Cina, karena dulu saya termasuk dalam proses pencairan hubungan
Indonesia-Cina. Saya dengan seizin Prof Muchtar Kusumaatmadja merintis normalisasi hubungan
pasca pemberontakan PKI 1965. Saya lihat di setiap kecamatan ada tempat riset. Dan itu tergantung
dengan apa keunggulan tempat tersebut. Kalau di situ yang unggul buah, maka riset buahnya
diperkuat. Kalau bisa kita juga seperti ini.
Redaktur: Bunyanun Marsus

Anda mungkin juga menyukai