Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

EKSPLAN DALAM KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

Dosen Pengampu:

Dr. Dasumiati, M. Si

Ardian Khairiah, M. Si

Disusun oleh:

Kelompok 3

Hilal Fadlan Ramada (11190950000001)

Davina Olivia (11190950000005)

Amanda Sakinah F (11190950000035)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “Eksplan dalam
Kultur Jaringan Tumbuhan”. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan wawasan mengenai mata kuliah Kultur Jaringan.

Kami sadar, sebagai mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran.


Penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah
yang lebih baik di masa yang akan datang.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Jakarta, 23 September 2021

Penyusun,

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…….............................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
I. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
II. Rumusan Masalah ......................................................................................................2
III. Tujuan ...................................................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1. Definisi Eksplan ......................................................................................................... 1
2.2. Tipe Kultur .................................................................................................................2
1. Kultur Daun…………………………………………………………………….
2. Kultur Meristerm (meristem cultures)……………………………………
3. Kultur Biji (Seed Cultures)……………………………………………..
4. Kultur anther/mikrospora (Anthere/microspore cultures)……………..
5. Kultur embrio (Embrio cultures)………………………………………
2.3. Kalus ......................................................................................................................... 2
2.6 Preparasi Eksplan dan Faktor-Faktor dalam Pemilihan Eksplan……………………
2.6.1. Isolasi Bahan Tanaman (Eksplan)……………………………………………..
2.6.2. Sterilisasi Eksplan……………………………………………………………..
2.6.3. Penanaman Eksplan……………………………………………………………
2.7. Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan Dalam Pemilihan Eksplan…………………
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini teknik penanaman secara in vitro atau Kultur jaringan menjadi primadona
di berbagai sector pertanian berskala besar hingga sector pertanian berskala kecil.
Secara definisi Kultur jaringan tanaman (KJT) adalah suatu teknik untuk
menumbuhkan sel, jaringan ataupun irisan organ tanaman di laboratorium pada suatu
media buatan yang mengandung nutrisi yang aseptik (steril) untuk menjadi tanaman
secara utuh. Metode tanam menggunakan kultur jaringan memang memberikan
efisiensi tinggi dalam perbanyakan tumbuhan dalam waktu singkat dan kualitas
tanaman yang baik, namun pembuatan dan pengelolaan kultur jaringan perlu
memperhatikan berbagai faktor-faktor pendukung untuk menunjang keberhasilan
kultur jaringan seperti pemilihan jenis eksplan, nutrisi media tanaman, suhu,
lingkungan hingga asupan cahaya yang dibutuhkan tanaman.

Kultur jaringan memanfaatkan berbagai jenis bagian tumbuhan sebagai bahan


pengkulturanya yang kemudian dibiakkan/ditumbuhkan pada media buatan yang
suadah memenuhi segala nutrisi yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya.
Menurut Dwiyani R. (2015) mengatakan kultur jaringan tanaman didasari oleh teori
totipotensi sel (cellular totipotency) yang menyebutkan bahwa setiap sel tanaman
memiliki kapasitas untuk beregenerasi membentuk tanaman secara utuh.Tanaman
baru yang diperoleh dengan cara ini bersifat identik dengan induknya, dan disebut
plantlet. Sehingga penggunaan bagian tanaman pada kultur jaringan dapat dilakukan
pada bagian tumbuhan mana saja selama sel tanaman tersebut masih memiliki
kemampuan regenerasi yang masih aktif.

Dalam pembuatan kultur salah satu kunci keberhasilan untuk menghasikkan


kultur yang baik dan sesuai tujuan adalah pemilihan jenis eksplan. Eksplan dapat
dikatakan sebagai bagian atau potongan kecil dari tumbuhan yang dijadikan sampel
pengembangan kultur pada tahap selanjutnya. Umumnya bagian tumbuhan yang akan
dijadikan eksplan merupakan bagian tumbuhan yang masih memiliki sel-sel meristem
yang masih aktif membelah seperti pucuk, batang tanaman muda, ujung akar dll.
Jaringan meristem merupakan jaringan yang masih muda dan bersifat embrionik
karena selselnya masih aktif mengadakan pembelahan (Sumber belajar, 2020).
Penggunaan bagian tumbuhan muda (Meristem) dalam kultur jaringan memiliki
kesempatan pertumbuhan plantlet yang lebih baik dibandingkan menggunakan
eksplan tumbuhan yang sudah tua atau sel-sel yang sudak tidak aktif membelah.

Meski semua bagian tumbuhan dapat dijadikan sampel eksplan namun


penggunaan bagian tumbuhan sebagai eksplan juga tergantung dari jenis tanaman
yang ingin dikulturkan, dan tentu memiliki perlakuan dan metode kultur yang berbeda
pada setiap bagiannya. Oleh karena itu pada makalah ini akan membahas tentang
eksplan tumbuhan dan mengetahui berbagai jenis eksplan serta faktor-faktor apa saja
yang perlu diperhatikan dalam pemilihan eksplan kultur jaringan tanaman.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari eksplan dalam kultur jaringan tanaman?


2. Apa saja jenis-jenis eksplan dalam kultur jaringan?
3. Apa itu kultur embrio dan kalus dalam kultur jaringan?
4. Bagaimana preparasi eksplan dalam kultur jaringan?
5. Apa saja faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan eksplan kultur
jaringan tanaman?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi dari eksplan dalam kultur jaringan tanaman.


2. Mengetahui jenis-jenis eksplan dalam kultur jaringan.
3. Mengetahui apa itu kultur embrio dan kalus dalam kultur jaringan.
4. Mengetahui preparasi eksplan dalam kultur jaringan.
5. Mengetahui apa saja faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan
eksplan kultur jaringan tanaman.

6.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Eksplan

Eksplan adalah potongan jaringan tanaman yang dimasukkan ke dalam kultur


jaringan. Eksplan dapat mengembangkan kalus sebagai respon luka yang terdiri dari
sel-sel yang tidak terorganisir dan membelah merupakan istilah untuk bahan tanaman
awal yang digunakan dalam mikropropagasi. Eksplan dapat berupa sel (kultur sel),
protoplas (kultur protoplas), epidermis, empulur (kultur jaringan), meristem apikal
atau lateral (kultur meristem), tunas apikal maupun lateral (kultur tunas), serta irisan
batang , daun maupun akar (kultur organ) (Smith, 2013; Dwiyani, 2015).

Dengan melihat bahan tanam yang digunakan, maka istilah ‘kultur in vitro’ lebih
tepat digunakan untuk mikropropagasi dibandingkan ‘kultur jaringan’ karena yang
dikulturkan sangat beragam, bukan hanya jaringan. In vitro berasal dari bahasa Latin
yang berarti ‘di dalam gelas’ (dalam bahasa Inggris ‘in glass’), untuk menggambarkan
suatu proses biologi yang berlangsung di dalam tabung gelas atau botol kultur, di luar
tubuh makhluk hidup.

Eksplan tersebut ditanam pada media tanam steril yang mengandung nutrisi.
Eksplan (berupa sel, jaringan atau irisan organ) yang ditumbuhkan secara in vitro
pada media buatan, juga membutuhkan hara untuk terjadinya morfogenesis dan
pertumbuhan. Adanya senyawa fenol pada jaringan tanaman, seringkali menyebabkan
eksplan berubah warna menjadi coklat dan diakhiri dengan kematian jaringan eksplan.
Warna coklat disebabkan oleh peran enzim polyfenoloksidase yang mengoksidasi
senyawa fenol yang keluar dari irisan eksplan. Senyawa fenol merupakan metabolit
sekunder dan tersimpan dalam vakuola sel tanaman. Ketika eksplan diiris, vakuola
pecah sehingga terjadi eksudasi senyawa fenol dan teroksidasi. Istilah pencoklatan
eksplan ini disebut browning. Efek oksidasi senyawa fenol ini juga bisa menyebabkan
pencoklatan pada media kultur.

Eksplan yang masih hijau pada media yang mengalami browning harus
dipindahkan ke media baru. Pemindahan kultur ke media baru disebut dengan istilah
subkultur. Ada beberapa alasan dilakukannya subkultur selain pencoklatan media,
diantaranya adalah: media kultur mengering; populasi kultur sudah terlalu padat;
dilakukannya pengakaran (rooting) sehingga harus disubkultur ke ‘media induksi
akar’ (Dwiyani, 2015).

2.2 Tipe Kultur

Ditinjau dari bahan eksplan yang digunakan, terdapat kultur jaringan tanaman
yang dibedakan menjadi
1. Kultur Daun

Daun merupakan bagian tanaman yang berperan penting dalam fotosintesi


tumbuhan, selain itu daun menjadi tempat perombakan terbesar unsur-unsur biokimia
yang diubah menjadi sumber makanan dalam bentuk srtruktur biokimia yang lebih
sederhana. Kultur daun menjadi salah satu contoh tipe pengkulturan tanaman yang
banyak digunakan. Kultur daun sendiri adalah kultur primordia yang menggunakan
daun muda atau bagian ujung pucuk daun muda yang belum matang yang dipotong
dan dikulturkan kedalam media yang telah ditentukan secara kimia, di mana tanaman
tumbuh mengikuti urutan perkembangan yang sudah decontrol (Kumar, Srinibas.
2018)
Secara prinsip pembuatan kultur jaringan dengan menggunakan eksplan daun
hampir mirip dengan prinsip pengkulturan dengan eksplan tanaman lain. Proses
dimulai dari pemilihan Primordia daun atau daun yang sangat muda untuk dipotong,
kemudian permukaan daun disterilkan dan diinokulasi pada media agar yang
dipadatkan. Dalam kultur daun tetap dalam kondisi sehat untuk waktu yang lama.
Daun dapat diambil dari tanaman yang ditanam secara aseptik untuk kultur. Karena
daun memiliki potensi pertumbuhan yang terbatas, maka dalam budidaya jumlah
pertumbuhan daun tergantung pada tahap kematangan pada saat eksisi. Primordia
daun atau daun yang sangat muda memiliki potensi pertumbuhan yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan daun yang sudah dewasa.
Saat ini sebagian besar pengkulturan daun telah banyak dilakukan pada tanaman
tingkat rendah, terutama tanaman pakis (Osmunda). Dalam proses kulturnya,
primordia daun pakis (1,2 mm) akan dipotong dari tunas bagian bawah tanah,
kemudian kalus berkembang menjadi daun dengan morfologi normal, kecuali
ukurannya jauh lebih kecil daripada daun in vivo karena jumlah sel yang berkurang
daripada penurunan ukuran sel. Pertumbuhan primordia daun yang dibudidayakan
juga selesai lebih awal dari daun utuh (Kumar, Srinibas. 2018).

Pada pembuatan kultur tanaman pakis, tunas vegetatif atau daun yang sangat muda
(Primordial) dari ujung pucuk dipotong ketika masih pada fase vegetatif tanaman.
Setelah dipotong eksplan dicuci secara menyeluruh dengan air keran yang mengalir.
Kemudian eksplan direndam dalam larutan Teepol 5% selama 10 menit, lalu kembali
dicuci untuk menghilangkan Teepol. Pucuk daun atau daun muda yang sudah dicuci
akan kembali disterilisasi permukaannya dengan perendaman dalam 70% v/v Etanol
selama 30 detik. Perlakuan ini diikuti dengan inkubasi selama 10-15 menit dalam
larutan natrium hipoklorit dengan klorin tersedia 0,8%. Bilas eksplan 3-4 kali dalam
air suling steril. Lalu pisahkan daun primordia dari pucuk daun dengan bantuan pisau
bedah. Daun primordia akan diinokulasikan ke dalam 20 ml media padat dalam
tabung kultur dan diinkubasi pada suhu 25° C selama 16 jam dengan paparan sinar
penuh

Dalam kultur daun penggunaan daun primordia atau daun muda yang digunakan
sangat bergantung pada ukuran daun yang digunakan sebagai eksplan. Hal ini dapat
dilihat dari pembuatan kultur daun pada tanaman pakis (Osmunda) dimana kalus
dengan pertumbuhan baik (Normal) berasal dari eksplan yang berukuran lebih besar
dari daun in vivonya. Dari pembuatan kultur tersebut, ditemukan adanya korelasi
antara ukuran primordia daun dan cara perkembangannya dalam kultur. Pada
Osmunda cinnamomea, primordia daun terkecil (panjang 300 mm) menghasilkan
tunas, bukan daun dalam kultur. Namun, dengan bertambahnya ukuran primordia, ada
kecenderungan yang meningkat untuk membentuk daun. Hasil ini menunjukkan
bahwa beberapa zat pembentuk daun yang tidak teridentifikasi secara bertahap
terakumulasi saat primordia berkembang (Kumar, Srinibas. 2018).

Eksplan daun memiliki berbagai keuntungan jika dibandingkan eksplan


tumbuhan yang diantaranya : eksplan daun aksesibilitas yang melimpah sehingga
dapat digunakan kapan saja tanpa harus menunggu eksplan tersebut tumbuh atau
bermusim, kemudahan lainnya terdapat pada penyiapan eksplan yang lebih mudah,
dan durasi induksi kalus yang relative lebih singkat dibandingkan kalus lainnya
(Sudhakararao P. 2011) Selain keuntungan tersebut, kultur daun juga berperan penting
dalam perkembangan metode kultur jaringan pada tanaman tertentu, berikut
pentingnya kultur daun pada kultur tanaman:

(1) Kultur daun primordia yang dipotong berguna untuk mempelajari pengaruh
berbagai unsur hara, faktor pertumbuhan dan perubahan kondisi lingkungan
terhadap perkembangan daun di bawah kondisi yang terpisah dari kompleksitas
tanaman utuh

(2) Pada beberapa tumbuhan berspora seperti tumbuhan paku, biakan primordia daun
digunakan untuk mempelajari pembentukan sporangia dan ukuran primordium
yang akan menjadi daun.

(3) Daun muda dari sebagian besar spesies solanaceous membentuk banyak tunas
tunas alih-alih pembentukan kalus ketika dikultur dalam media MS padat yang
dilengkapi dengan 1-5 m kinetin atau BAP atau 2iPA. Ketika tunas telah tumbuh
hingga ketinggian 3 cm, mereka dapat dipindahkan dan disubkultur ke media MS
tanpa hormon pertumbuhan. Pembentukan akar dirangsang oleh perawatan ini.
Oleh karena itu kultur daun spesies solanaceous dapat digunakan sebagai
perbanyakan mikro klonal (Kumar, Srinibas. 2018).

2. Kultur meristem (meristem cultures)

Meristem adalah bagian tananaman yang sel-selnya bersifat meristematik dan


aktif membelah. Pada tubuh tanaman posisi meristem ada pada ujung tunas (tunas
apikal maupun aksilar) yang berfungsi menambah panjang tunas, pada ujung akar
berfungsi menambah panjang akar serta pada kambium batang yang menyebabkan
bertambah besarnya diameter tanaman. Pada tanaman suku graminae (rumput-
rumputan) terdapat meristem khusus yang disebut ‘meristem interkalar’ yang
posisinya ada pada buku (node) batang yang menyebabkan bertambah panjangnya
ruas (internode) batang. Dalam kultur jaringan, meristem yang umum digunakan
sebagai bahan eksplan adalah meristem ujung tunas (apikal maupun aksilar).
Kultur meristem menggunakan bahan eksplan yang sangat kecil, berukuran ≤ 1
mm. Eksplan meristem harus diambil menggunakan mikroskop dalam laminar.
Irisan meristem terdiri dari ‘apical dome’ (ujung tunas yang posisinya paling atas)
serta dua primordia daun yang terkecil tanpa menyertakan jaringan pembuluh.

Kultur meristem menghasilkan progeni (anakan) tanaman yang bebas virus


meskipun bahan eksplan berasal dari tanaman yang terserang virus. Beberapa
alasan yang diduga menyebabkan dihasilkannya tanaman bebas virus dari kultur
meristem adalah:

- Sistem jaringan pembuluh belum berkembang pada meristem, sementara


virus bergerak dalam tubuh tanaman melalui jaringan pembuluh.

- Aktifitas metabolit yang sangat tinggi pada sel-sel meristem yang aktif
membelah sehingga tidak memungkinkan virus bereplikasi.

- Tingginya kandungan auksin endogen pada meristem mungkin menghambat


replikasi virus.

Kultur meristem merupakan sistem organogenesis secara langsung, sehingga


memungkinkan diperoleh anakan yang secara genetis lebih stabil jika
dibandingkan melalui fase kalus. Produksi tanaman bebas virus dengan kondisi
genetis yang stabil melalui kultur meristem telah dilakukan oleh perusahaan
hortikultura yang besar untuk tanaman kentang, tebu, pisang dan apel. Makin
besar ukuran eksplan akan mempermudah proses kultur dan menyebabkan lebih
banyak plantlet yang dihasilkan, namun akan diperoleh anakan tanaman yang
bebas virus makin sedikit seperti percobaan yang dilakukan Dale & Cheyene
(1993) pada tanaman clover (Tripolium patense) ( Tabel 5).

Ukuran eksplan yang semakin besar akan menyebabkan eksplan lebih kuat
dalam proses sterilisasi sehingga memungkinkan persentase eksplan bertahan
hidup paska sterilisasi lebih besar dan diperoleh jumlah plantlet yang lebih
banyak. Namun semakin besar ukuran eksplan menyebabkan keikutsertaan
jaringan pembuluh pada eksplan yang digunakan sehingga kemungkinan adanya
virus pada plantlet yang dihasilkan akan menjadi lebih besar. Jika tujuan dari
perbanyakan melalui kultur jaringan bukan untuk tujuan dihasilkannya tanaman
bebas virus, maka lebih baik digunakan kultur ujung tunas (shoot-tip culture) yang
menggunakan ukuran eksplan lebih besar karena pengerjaannya menjadi lebih
mudah.

Tabel 1. Pengaruh ukuran eksplan terhadap jumlah plantlet serta anakan


bebas virus yang dihasilkan

Ukuran
Jumlah eksplan Jumlah plantlet yang Jumlah tanaman bebas
eksplan
yang digunakan dihasilkan virus yang dihasilkan
(mm)

< 0,6 90 18 (20%) 18 (100%)


0,6-1,2 113 45 (40%) 19 (42%)

1,3-1,8 190 102 (54%) 25 (25%)

1,9-2,4 158 88 (56%) 11 (13%)

2,5-3,0 174 92 (53%) 11 (13%)

Persentase dihitung Persentase yang


dari jumlah eksplan dihitung dari jumlah
yang digunakan plantlet yang
dihasilkan
*)Dikutip dari Dale & Cheyene (1993) dan dimodifikasi dengan menambahkan
persentase

3. Kultur Biji (Seed Cultures)

Kultur biji dilakukan untuk biji tanaman yang tidak dapat dikecambahkan
secara eks vitro ataupun kalau dapat berkecambah secara eks vitro maka
persentase perkecambahannya sangat rendah. Hal ini disebabkan karena biji-biji
tersebut berukuran sangat kecil dan sedikit atau tidak sama sekali memiliki
endosperm (cadangan makanan). Beberapa literatur menyebutkan kultur biji tanpa
cadangan makanan ini juga disebut sebagai kultur embrio. Cadangan makanan
pada biji diperlukan oleh embrio biji untuk proses respirasi sehingga
menghasilkan energi untuk berkecambah. Alasan ini menyebabkan biji-biji
tanaman ini harus dikecambahkan secara in vitro dengan memberikan sumber
karbohidrat eksternal untuk respirasi. Selain itu, pada media juga ditambahkan
nutrisi untuk pertumbuhan lanjutan dari biji yang sudah berkecambah. Salah satu
contoh tipe biji seperti ini adalah biji tanaman anggrek.

Buah anggrek biasanya berbentuk kapsul. Di dalam satu buah anggrek


terdapat ribuan hingga jutaan biji anggrek. Biji anggrek ini dikecambahkan secara
in vitro pada media kultur yang aseptik. Kandungan nutrisi pada media sama
dengan media kultur pada umumnya, namun pada media kultur biji anggrek
biasanya ditambahkan senyawa organik alami seperti ekstrak tomat, air kelapa, jus
pisang, jus kentang, dan lain sebagainya.

Perkecambahan biji anggrek tergantung dari umur buah, kultivar (atau takson
yang lebih rendah, forma), serta jenis dan konsentrasi senyawa ekstrak alami yang
ditambahkan. Dwiyani (2013) mendapatkan bahwa pada media kultur NP (New
Phalaenopsis) yang diperkaya dengan ekstrak tomat, biji-biji anggrek Vanda
tricolor dari buah umur 5 bulan (setelah polinasi) memberikan lebih banyak
jumlah protokorm berwarna dibandingkan buah umur 7 bulan. Terkait dengan
perbedaan forma, Dwiyani et al (2012) mendapatkan bahwa perkecambahan serta
pertumbuhan biji V. tricolor var. suavis forma Bali (tumbuh alami di daerah
Bedugul, Bali) lebih responsif terhadap pemberian ekstrak tomat dibandingkan
forma Merapi (tumbuh alami di lereng Merapi). Sementara itu Dwiyani et al.
(2015) menemukan bahwa senyawa organik alami berupa ekstrak tomat
memberikan pertumbuhan yang lebih baik untuk perkecambahan dan
pertumbuhan lanjutan biji anggrek V. tricolor forma Bali dibandingkan dengan air
kelapa, dan konsentrasi 100-200 gram ekstrak tomat per liter media memberikan
hasil optimal untuk pertumbuhan protokorm V. tricolor.

Secara ringkas, cara menanam biji anggrek adalah sebagai berikut. Buah
anggrek dicuci bersih, disikat dengan detergen dan dibilas dengan air kran hingga
bersih. Selanjutnya buah anggrek tersebut dicelup ke dalam spiritus dan diekspose
ke arah api, diulang hingga tiga kali, kemudian dimasukkan ke dalam laminar. Di
dalam laminar, buah tersebut kembali diekspose ke arah api satu kali, kemudian
diletakkan pada cawan petri steril. Buah ini dibelah dengan pisau steril dan bijinya
ditabur pada media steril yang sudah disiapkan. Proses penaburan biji anggrek ini
semua berlangsung dalam laminar. Biji anggrek yang berkecambah akan
membentuk protokorm. Protokorm ini berkembang menjadi plantlet. Prosedur
penanaman biji anggrek ini merupakan prosedur dalam pembuatan bibit anggrek
botol. Plantlet yang sudah memiliki 3 atau 4 daun dan memiliki akar yang kuat
sudah siap diaklimatisasi (dikeluarkan dari botol) untuk ditanam dalam comonity
pot (compot), dimana dalam satu pot ada 10-20 plantlet, tergantung ukuran
potnya. Jika tanaman sudah mencapai kurang lebih tinggi 5 cm, tanaman anggrek
dapat dipindah ke individu pot (1 pot untuk 1 tanaman).

4. Kultur anther/mikrospora (Anthere/microspore cultures)

Mikrospora merupakan sel kelamin (gamet) jantan pada tanaman


angiospermae dan dapat dijumpai pada bunga tanaman yang masih kuncup.
Mikrospora dapat dikatakan sebagai immature pollen (polen yang belum masak fi
siologis). Secara alamiah, mikrospora akan berkembang menjadi polen atau
serbuk sari. Polen ini nantinya akan berkembang menjadi inti sperma 1 dan inti
sperma 2 pada penyerbukan ganda tanaman angiospermae. Namun pada kultur
mikrospora, mikrospora dibelokkan arah perkembangannya menjadi embrio,
bukan menjadi polen.

Embriogenesis mikrospora atau juga disebut androgenesis ini akan


menghasilkan plantlet (tanaman) yang bersifat haploid atau double haploid (DH)
(Ferrie & Caswell, 2011). Dihasilkannya tanaman DH melalui kultur spora
merupakan teknik penting dalam pemuliaan tanaman dan juga riset-riset dasar.
Dihasilkannya tanaman DH ini akan mempersingkat waktu yang dibutuhkan oleh
pemulia tanaman secara konvensional untuk menghasilkan tanaman homozigot.
Namun kultur mikrospora juga memiliki kekurangan yakni seringkali terjadinya
albinisme pada plantlet yang dihasilkan.

Mikrospora dan anther (wadah mikrospora), keduanya dapat digunakan


sebagai bahan eksplan, namun lebih baik digunakan mikrospora yang sudah
diisolasi dari anther (Ferrie & Caswell, 2011). Jaringan anther dapat memberikan
dampak negatif dan bisa menjadi kalus diploid yang nantinya berkembang
menjadi tanaman diploid yang tidak homozigot atau heterozigot, sedangkan jika
murni mikrospora maka akan dihasilkan tanaman haploid. Selanjutnya melalui
teknik ‘doubling chromosome’ akan dihasilkan tanaman DH yang homozigot.

Ada banyak variasi pelaksanaan teknik mikrospora dari satu laboratorium


dengan laboratorium lainnya atau dari satu literatur dengan literatur lainnya.
Namun pada dasarnya, teknik tersebut secara umum memiliki beberapa langkah
sebagai berikut:

- Menumbuhkan tanaman donor/tanaman induk penghasil mikrospora

- Panen organ bunga yang masih kuncup

- Isolasi mikrospora

- Menumbuhkan mikrospora menjadi embrio (induksi embriogenesis)

- Melakukan doubling chromosome jika diperlukan.

Embriogenesis mikrospora memerlukan perlakuan stress untuk menginduksi


tebentuknya embrio dari mikrospora. Perlakuan tersebut dapat berupa perlakuan
secara in vivo maupun in vitro berupa perlakuan fi sik, fi siologi maupun secara
kimia. Secara in vivo misalnya, perlakuan stress terhadap tanaman donor berupa
kekurangan nitrogen, kekurangan air dan perlakuan temperatur rendah dapat
meningkatkan jumlah embrio yang dihasilkan dari kultur mikrospora. Perlakuan
secara in vitro misalnya kondisi anaerob, radiasi dan perlakuan senyawa kimia
dapat menjadi stimulus untuk terbentuknya embrio dari mikrospora. Semua
perlakuan stress tersebut dapat merubah atau membelokkan program
perkembangan mikrospora yang seharusnya menjadi polen untuk menjadi embrio.

5. Kultur embrio (Embrio cultures)

Yang dimaksud dengan kultur embrio adalah mengkulturkan embrio zigotik


secara in vitro. Embrio zigotik adalah hasil fertilisasi antara sel telur dengan inti sel
sperma yang terjadi pada proses fertilisasi ganda tanaman angiospermae.

Embrio zigotik dapat digunakan sebagai bahan eksplan namun untuk kondisi
tertentu atau alasan tertentu sebagai berikut:

- Embrio tidak bisa ditumbuhkan dalam kondisi biasa secara eks vitro karena tidak
memiliki cadangan makanan. Misalnya pada tanaman anggrek. Biji-biji anggrek yang
berukuran sangat kecil dan berjumlah sangat banyak (mencapai ribuan sampai jutaan)
dari sebuah kapsul tidak memiliki endosperm (cadangan makanan) yang diperlukan
oleh biji untuk perkecambahan. Biji-biji ini harus ditumbuhkan secara in vitro dengan
memberi nutrisi buatan untuk dapat berkecambah dan tumbuh menjadi seedling
(tanaman).
- Embrio hasil fertilisasi tidak berkembang dan mati. Contohnya adalah ‘embryo
rescue’ pada embrio zigotik hasil persilangan buatan yang dilakukan para pemulia
tanaman jeruk keprok. Setelah melakukan persilangan buatan, embrio muda diambil
dari tanaman induk dan ditumbuhkan secara in vitro karena pada tanaman induknya
embrio tersebut tidak berkembang dan mati.

2.3. Kalus

Kalus adalah kumpulan sel yang belum terdiferensiasi. Kalus terbentuk pada
bekas luka atau irisan pada organ tanaman. Secara in vitro kalus akan terbentuk pada
bagian irisan/luka dari organ yang dikulturkan, namun pada beberapa spesies
tanaman, kalus dapat terbentuk pada bagian sebelah dalam (interior).

Secara teori, semua organ/jaringan tanaman yang sel-selnya masih hidup dapat
membentuk kalus secara in vitro. Akan tetapi jaringan tanaman yang masih muda
(belum ada lignifi kansi pada dinding selnya), atau jaringan muda yang bersifat
meristematik akan lebih mudah menghasilkan kalus. Seedling (kecambah) yang
dibuat secara in vitro dari biji (yang sudah disterilkan) sangat baik digunakan sebagai
bahan eksplan untuk pembuatan kalus. Kalus terbentuk apabila eksplan ditanam pada
media yang ditambah dengan zat pengatur tumbuh (ZPT) untuk menginduksi kalus,
misalnya ZPT golongan sitokinin dan auksin dengan konsentrasi yang sama atau ZPT
2,4-Dichloropenoxy acetic acid (2,4-D). Jika auksin dan sitokinin pada konsentrasi
yang sama (rasio 1) maka akan terbentuk kalus (Dwiyani, 2015).

Berdasarkan teksturnya, kalus dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kalus kompak
dan friable atau remah. Hasil analisis anatomi menunjukkan bahwa kalus kompak
tersusun atas sel-sel yang saling berkaitan erat sedangkan kalus friable memiliki
ruang antar sel yang lebih dominan sehingga sel-sel pada kalus friable lebih mudah
dipisahkan satu sama lainnya. Oleh karena itu, kalus friable merupakan sumber
inokulan yang tepat digunakan untuk inisiasi suspensi sel. Warna kalus bervariasi,
contohnya hijau, putih, kuning, merah, dan oranye, tegantung pigmen yang tergantung
di dalamnya (Mastuti, 2017).

Kalus merupakan bentuk ‘antara’ sebelum terbentuknya embrio dalam proses


indirect embriogenesis somatik maupun sebelum terbentuknya organ pada indirect
organogenesis. Kalus juga merupakan bahan stock untuk kultur suspensi.

Pada kultur suspensi, kalus yang terbentuk akan diambil dan dikulturkan pada
media cair membentuk kultur cair atau kultur suspensi. Kalus yang remah dengan
mudah lepas membentuk kultur sel. Kultur sel dilakukan dengan agitasi atau shaker
(penggoyangan) untuk suplai oksigen. Pada perbanyakan tanaman melalui kultur in-
vitro, kultur sel (melalui kalus) digunakan dalam embriogenesis secara tidak langsung
(indirect embryogenesis), tetapi beberapa riset menunjukkan bahwa anakan yang
dihasilkan melalui kultur sel secara genetik bersifat tidak stabil sehingga metode ini
jarang digunakan. Kultur sel umumnya dibuat untuk produksi senyawa kimia tertentu,
untuk riset-riset yang terkait dengan investigasi jalur biosintesis senyawa tertentu
ataupun riset yang terkait dengan fisiologi sel.

Analisis pertumbuhan kalus umumnya didasarkan pada pengukuran berat basah


dan berat kering. Pengukuran berat basah kalus dapat dilakukan di dalam atau di luar
LAF. Bila data berat basah kalus dibutuhkan untuk mengetahui pertumbuhan dalam
kurun waktu tertentu, maka penimbangan harus dilakukan di LAF. Kalus diambil dari
medium agar. Kemudian agar yang menempel dihilangkan. Selanjutnya, kalus
diletakkan sebentar di cawan steril yang beralaskan kertas tissue. Langkah ini
bertujuan agar kertas tissue menyerap airyang berada di bagian luar jaringan kalus.
Saat kalus ditimbang, diharapkan yang terukur adalah berat basah jaringan ‘murni’
kalus. Selanjutnya kalus siap dimasukkan kembali ke dalam botol kultur untuk
ditumbuhkan kembali. Namun, bila data berat basah kalus yang akan diukur
mencerminkan tahap akhir fase pertumbuhan atau sample kalus yang akan dianalisis
lebih lanjut maka pengukuran dapat dilakukan diluar LAF.

Apabila akan mengukur berat kering kalus, maka kals dari botol kultur
dipindahkan ke aluminium foil kemudian beratnya ditimbang. Setelah kalus
dibungkus aluminium foil, kalus dioven pada suhu 80˚C selama ±2 hari. Kalus yang
dikeluarkan dari oven didinginkan terlebih dahulu sebelum ditimbang. Setelah dicapai
berat kalus stabil maka berat tersebut dapat ditetapkan sebagai berat kering kalus
(Mastuti, 2017).

2.6 Preparasi Eksplan dan Faktor-Faktor dalam Pemilihan Eksplan

Pada dasarnya pekerjaan kultur jaringan meliputi tiga tahap sampai penanaman
kultur (culture establishment) dan tiga tahap setelah itu sebelum dipindah ke lapang,
yaitu:

1. Isolasi Bahan Tanaman (Eksplan)

Isolasi bahan tanam dimulai dari pemilihan dan pemeliharaan tanaman induk.
Tanaman induk yang dipilih harus sehat, bebas penyakit dan memiliki pertumbuhan
baik. Hal ini diperlukan agar bahan eksplan yang digunakan dalam kultur jaringan
tidak menjadi sumber kontaminan sehingga kondisi aseptik kultur tetap terjaga.
Sebelum eksplan diambil, tanaman induk dapat diberi perlakuan, misalnya
penyemprotan dengan pestisida untuk menjaga kesehatan tanaman serta diberi pupuk
agar pertumbuhan vigor. Penyemprotan ZPT jenis sitokinin dan/atau pemangkasan
tunas apikal dapat dilakukan pada tanaman induk jenis dikotil untuk merangsang
pertumbuhan tunas lateral. Tunas lateral yang baru tumbuh ini baik digunakan sebagai
bahan eksplan, karena bahan eksplan dengan sel-sel yang masih aktif membelah
memiliki daya regenerasi yang tinggi.
Gambar (1). Pengambilan bahan eksplan

2. Sterilisasi Eksplan

Bahan tanam yang dipilih diambil dari tanaman induk, kemudian dipotong
manjadi lebih kecil dengan jalan menghilangkan bagian-bagian yang tidak diperlukan.
Selanjutnya dicuci bersih dengan detergen di bawah air kran yang mengalir.
Selanjutnya bahan tanam direndam dengan fungsida (konsentrasi 2 gram/L) selama 10
menit sambil digoyangkan. Setelah itu, bilas dengan air steril tiga kali kemudian
dimasukkan dalam laminar. Dalam laminar, bahan tanam disterilisasi lagi dengan
menggunakan sodium hipoklorida atau clorox. Pemutih pakaian dapat digunakan
sebagai pengganti sodium hipoklorida karena bahan aktif ini terkandung di dalamnya
meskipun ada pencampuran lain (tidak murni). Perendaman dengan clorox dilakukan
dua kali. Pertama, direndam pada clorox dengan konsentrasi 10% selama 5 menit
(sambil digoyangkan), kemudian dibilas air destilasi steril hingga tiga kali. Kedua,
dengan clorox konsentrasi 5% selama 5-7 menit, selanjutnya dibilas lagi dengan air
steril hingga 3-4 kali. Pada beberapa spesies tanaman juga digunakan antibiotik untuk
mengeliminasi bakteri, misalnya penggunaan cefotaxime dengan konsentrasi 300
ppm. Selanjutnya juga dibilas dengan air steril hingga 3 kali (Dwiyani, 2015).

Sterilisasi eksplan sangat beragam sangat beragam tergantung jenis eksplan.


Sterilizer dapat berupa perendaman di dalam larutan sodium hypochlorite kemudian
dicuci dengan air steril, dilanjutkan dengan perendaman di dalam larutan sublimate
dan pembilasan dengan air steril. Untuk eksplan yang berdaging (umbi kentang,
wortel), eksplan yang tertutup sarung daun (pucuk tebu), dan biji muda yang masih
terdapat di dalam buah (anggrek) dapat disterilisasi dengan merendam di dalam
alkohol beberapa saat, kemudian dilewatkan di atas nyala api dan dibiarkan sampai
nyala api padam. Hal tersebut cukup efektif untuk membawa kultur bebas dari
kontaminasi. Berikut beberapa sterilizer yang dapat digunakan untuk eksplan tanaman
(Anitasari et al., 2018).

Tabel 2. Konsentrasi Sterilizer

Bahan kimia Konsentrasi Waktu sterilisasi


Kalsium hipoklorat 1-10% 5-30 menit
Natrium hipoklorat 1-2% 7-15 menit
Fungisida 2 g/L 20-30 menit
Antibiotik 50 mg/L 30-60 menit
Alkohol 70% 30-60 menit

Yang perlu diperhatikan dalam sterilisasi permukaan bahan eksplan adalah


konsentrasi sterilan dan lamanya perendaman. Angka yang tepat biasanya diperoleh
melalui penelitian awal (trial and error), karena sangat spesifik untuk masing-masing
spesies tanaman serta jenis dan umur bahan eksplan. Konsentrasi yang terlalu tinggi
akan menyebabkan kematian pada sel-sel tanaman, sedangkan konsentrasi yang
terlalu rendah tidak efektif karena tidak mampu membunuh mikroorganisme yang ada
di permukaan eksplan.

Teknik sterilisasi eksplan tanaman berbeda tiap tanaman satu dengan yang
lainnya. Sterilisasi eksplan tergantung pada jenis tanamannya, umur tanaman, kondisi
tanaman (sakit atau sehat pada saat pengambilan), musim saat pengambilan, dan
lingkungan tumbuh eksplan. Eksplan tanaman dari lapangan banyak mengandung
debu dan berbagai kontaminan lainnya seperti kapang, bakteri, dan spora. Apabila
kontaminan tidak dihilangankan, maka dalam media yang banyak mengandung nutrisi
dapat ditumbuhi bakteri maupun kapang (Anitasari et al., 2018). Jika tanaman induk
sumber eksplan merupakan tanaman hasil kultur dan berada dalam botol kultur, maka
prosedur sterilisasi ini tidak diperlukan. Misalnya jika bahan eksplan adalah seedling
(bibit) anggrek dalam botol, maka sterilisasi bahan eksplan tidak diperlukan karena
tanaman induk sumber eksplan sudah steril.

3. Penanaman Eksplan

Eksplan yang sudah steril selanjutnya dipotong menjadi bagian yang lebih kecil,
misalnya menjadi pangkal dan ujung daun, selanjutnya ditanam pada media steril
yang sudah disiapkan. Media tanam yang digunakan mengandung ZPT tertentu
tergantung dari tujuan kultur. Jika yang diinginkan adalah pembentukan kalus, maka
bahan eksplan ditanam pada media induksi kalus, misalnya media dengan 2,4-D.
Demikian pula jika tujuannya untuk menginduksi tunas maka ditanam pada media
untuk induksi tunas, misalnya media yang mengandung sitokinin atau mengandung
GA3. Gambar 2 memperlihatkan eksplan daun stroberi yang ditanam pada media
yang mengandung 5 ppm GA3 untuk induksi tunas dan eksplan berupa umbut kelapa
sawit yang ditanam pada media MS dengan 3 ppm 2,4-D untuk induksi kalus.
a. eksplan daun stoberi; b. eksplan umbut kelapa sawit

Gambar 2. Eksplan pada media setelah penanaman (Dwiyani, 2015).

Kondisi aseptik harus tetap dijaga selama proses penanaman, baik ruang tanam,
pekerja dan juga alat-alat yang digunakan untuk menanam. Sukses pekerjaan kultur
jaringan sangat dipengaruhi oleh kemampuan pekerja menjaga kondisi aseptik.
Semakin rendahnya tingkat sterilisasi maka tingkat kontaminasi terhadap eksplan
akan semakin tinggi. Kontaminasi biasanya dapat berupa jamur dan bakteri. Selain itu
terdapat pula browning. Browning ditandai dengan perubahan warna pada eksplan.
Indikasi pertama yaitu timbulnya warna kuning pada eksplan, kemudian coklat dan
selanjutnya menghitam.

Setelah penanaman selesai, botol-botol berisi eksplan disimpan di dalam ruangan


pertumbuhan (growing area) dengan suhu, kelembaban, dan cahaya dapat dikontrol
sesuai kebutuhan pertumbuhan eksplan. Dalam ruangan ini, tingkat sterilisasi tetap
dikontrol untuk mencegah kontaminasi. Awal pertumbuhan eksplan ditandai dengan
terbentuknya kalus kompak pada bagian dasar eksplan.

2.7 Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan Dalam Pemilihan Eksplan

Menurut Smith (2013), faktor-faktor dalam pemilihan eksplan meliputi


pertimbangan sebagai berikut:

a) Usia fisiologis atau ontogenik organ yang akan dijadikan sumber eksplan

Usia eksplan dapat menjadi sangat penting karena secara fisiologis jaringan yang
lebih muda umumnya lebih responsif secara in vitro. Dalam banyak kasus, jaringan
yang lebih tua tidak akan membentuk kalus yang mampu beregenerasi. Selain itu,
jaringan yang lebih muda biasanya yang paling baru terbentuk dan umumnya lebih
mudah untuk didesinfeksi permukaan dan membentuk biakan bersih.

b) Musim di mana eksplan diperoleh

Musim dapat memiliki efek pada kontaminasi dan respon dalam kultur. Misalnya,
kuncup atau pucuk yang diambil pada musim semi, ketika pucuk dalam keadaan
tumbuh rata lebih responsif daripada kuncup yang tidak aktif. Saat musim berlalu dari
musim semi, musim panas, dan musim gugur ke musim dingin, eksplan umumnya
tidak merespon dengan baik dalam kultur. Jaringan yang secara fisiologis dorman
umumnya tidak responsif dalam kultur sampai persyaratan dormansi terpenuhi. Selain
itu, tingkat kontaminasi juga meningkat seiring berjalannya musim panas.
Kontaminasi musim gugur dan musim dingin dapat meningkat hingga 100%.
c) Ukuran dan lokasi eksplan

Ukuran eksplan memiliki respon jaringan. Umumnya, semakin kecil eksplan,


maka semakin sulit untuk dikultur. Media kultur biasanya harus memiliki komponen
tambahan. Eksplan yang lebih besar mungkin mengandung lebih banyak cadangan
nutrisi dan zat pengatur tumbuh untuk mempertahankan kultur.

Tran Thah Van (1977) menerbitkan laporan tentang irisan epidermis tipis
jaringan batang tembakau dan potensi morfogenik yang bervariasi tergantung pada
apakah eksplan diambil dari pangkal, tengah, atau atas batang. Tanaman memiliki
keseimbangan hormonal yang berbeda di seluruh tanaman dan tergantung pada lokasi
eksplan. Eksplan dapat memiliki tingkat endogen regulator pertumbuhan tanaman
yang berbeda.

d) Kualitas tanaman sumber

Disarankan untuk mendapatkan eksplan dari tanaman yang sehat dibandingkan


dengan tanaman yang kekurangan nutrisi atau air atau tanaman yang menunjukkan
gejala penyakit.

e) Tujuan akhir kultur sel

Tergantung pada jenis respon yang diinginkan dari kultur sel, jaringan eksplan
akan bervariasi. Setiap bagian dari jaringan tanaman dapat digunakan sebagai eksplan.
Misalnya, jika tujuan perbanyakan klon, maka eksplan biasanya berupa tunas lateral
atau terminal. Untuk induksi kalus, biasanya digunakan potongan kotiledon, hipokotil,
batang, daun, atau embrio.

Eksplan yang sangat baik untuk induksi kalus adalah jaringan kecambah dari biji
yang berkecambah secara aseptik atau perbungaan yang belum matang. Jaringan daun
dari benih yang digerminasi secara aseptik merupakan sumber jaringan yang baik
untuk isolasi protoplas. Untuk menghasilkan tanaman haploid atau kalus, anther dapat
dikultur.

f) Genotipe tanaman

Di antara setiap genus tanaman, biasanya ada perbedaan besar dalam genotipe,
kultivar, atau spesies dan responnya dalam kultur sel. Beberapa genotipe tidak
responsif dalam kultur, sementara yang lain mudah merespon untuk menghasilkan
kalus atau tunas.
DAFTAR PUSTAKA

Anitasari, S. D., Sari, D. N. R., Astarini, I. A., & Defiani, M. R. (2018). Dasar Teknik
Klutur Jaringan Tanaman. Yogyakarta: Deepublish Publisher.

Dwiyani, R. (2015). Kultur Jaringan Tanaman. Bali: Pelawa Sari “Percetakan &
Penerbit”.

Dale, P. J. & Cheyne, V. A. (1993). The Elimination of Clover Diseases by Shoot Tip
Culture. Ann. Appl. Biol. 123: 25-32.

Dwiyani R. (2013). Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan Protokorm Anggrek dari


Buah dengan umur yang berbeda pada media kultur yang diperkaya dengan
dengan ekstrak tomat. Jurnal Hortikultura Indonesia 4(2): 90-93.

Dwiyani, R., Purwantoro, A., Indrianto, A., & Semiarti, E. (2012). Konservasi
Anggrek Alam Indonesia Vanda tricolor Limdl. var. suavis Melalui Kultur
Embrio. Bumi Lestari, 12 (1) : 93-98.

Ferrie AMR & Caswell KL. (2011). Isolated microspore culture techniques and
recent progress for haploid and doubled haploid plant production. Plant
cell tissue organ culture 104: 301-309.

Kumar, Srinibas. 2018. Leaf Cultere : Meaning, Principle, Protocol and Importance |
Plant Tissue Culture. Biology Discussion. Diakses pada tanggal 21
September 2021. https://www.biologydiscussion.com/organ-culture/leaf-
culture/leaf-culture-meaning-principle-protocol-and-importance-plant-
tissue-culture/14573.

Mastuti, Reno. (2017). Dasar-Dasar Kultur Jaringan Tumbuhan. Malang: UB Press.

Smith, R. H. (2013). Plant Tissue Culture. 3rd Edition . USA: Academic Press.

Sudhakararao P. (2011). Leaf Discs as a Source Material for Plant Tissue Culture
Studies of Sorghum bicolor (L.) Moench. Andhra University, A.U. College
of Science and Technology, Department of Biotechnology, Visakhapatnam,
530003. Acedemic press. Print ISSN 2067-3205; Electronic 2067-3264

Sumber Belajar. (2020). Jaringan Tumbuhan-Meristerm. Diakses pada 21 September


2021.https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/repos/FileUpload/Meristem
%20-%20BPSMG/index.html.

Anda mungkin juga menyukai