Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Sosialisasi

Jurnal Hasil Pemikiran, Penelitian, dan Pengembangan


Keilmuan Sosiologi Pendidikan
Vol. 8, Nomor 2, Juli 2021

Pilihan Rasional Mahasiswa “Kupu-Kupu”


(Studi Preferensi Mahasiswa yang Berorientasi Pada “Kuliah Pulang-
Kuliah Pulang” di FKIP UNS )

Fadhkur Nuur Muchlis1, Yosafat Hermawan Trinugraha2, Yuhastina3


1,2,3
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS
fadhkur.nuur@student.uns.ac.id1, yosafathermawan@staff.uns.ac.ic2, yuhastina@gmail.com3

ABSTRAK
Kehidupan sebagai mahasiswa di perguruan tinggi merupakan sesuatu yang unik dan beragam
terkait dengan praktik budaya akademik yang mereka lakukan. Fenomena mahasiswa “kupu-kupu” (kuliah-
pulang kuliah-pulang) seringkali bagi sebagian pihak mendapatkan pandangan yang kurang baik jika
dibandingkan dengan mahasiswa yang aktif di berbagai kegiatan. Hal itulah yang melatarbelakngi
penelitian ini terkait dengan pilihan rasional mahasiswa kupu-kupu. Peneliti ingin mengetahui bagaimana
mahasiswa kupu-kupu menjalani kehidupan sehari-hari serta tujuan apa yang hendak mereka capai. Dengan
berlandaskan pada teori pilihan rasional dari James Coleman, penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
kualitatif yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret (FKIP UNS). Pemilihan informan menggunakan metode purposive sampling. Dari hasil
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai alasan rasional/preferensi dari mahasiswa
“kupu-kupu”, antaralain tujuan terkait dengan pencapaian nilai/prestasi akademik, kondisi keluarga yang
memaksa, kejelasan rencana setelah lulus kuliah, serta alasan individu lainnya.

Kata Kunci: Mahasiswa Kupu-Kupu, Pilihan Rasional

ABSTRACT
Life as a student at a university is something unique and diverse related to their academic cultural
practices. The phenomenon of mahasiswa kupu-kupu (students who only focus on learning and are not
involved in the organization on campus) is often viewed by some parties as less favorable when compared to
students who are active in various activities. This is the background of this research related to the rational
choice of mahasiswa kupu-kupu. Researchers want to know how mahasiswa kupu-kupu live their daily lives
and what goals they want to achieve. Based on the rational choice theory of James Coleman, this research
was conducted with a qualitative approach which was carried out on students from the Faculty of Teacher
Training and Education, Sebelas Maret University (FKIP UNS) Surakarta. Selection of informants using
purposive sampling method. Based on the results, it can be concluded that there are various rational
reasons/preferences from mahasiswa kupu-kupu, including goals related to achieving academic
grades/achievements, forcing family conditions, clarity of plans after graduating from university, and other
individual reasons.

Keywords: Butterfly Student; Rational Choice

PENDAHULUAN
Sebagai mahasiswa, sudah tentu akan memiliki sudut pandang dan pola pikir yang
berbeda antara satu dengan yang lain. Baik itu dalam hal cara belajar, cara bersosial, atau
bagaimana cara beradaptasi dengan lingkungan kampus. Perbedaan sudut pandang dan
pola pikir ini membuat adanya variasi praktik budaya yang ada di kehidupan kampus.
Setidaknya ada tiga jenis praktik budaya akademik yang biasa ditemukan di kampus-
kampus Indonesia. Menurut (Masruroh, 2013) menyebutkan ketiga jenis praktik tersebut
adalah (1) “kupu-kupu” atau kuliah-pulang kuliah-pulang, (2) “kura-kura” atau kuliah-
rapat kuliah-rapat, dan (3) “kunang-kunang” atau kuliah-nongkrong kuliah-nongkrong.
Masing-masing dari ketiganya memiliki latar belakang, ciri, perilaku, serta pandangan
yang berbeda-beda.
Fadhkur Nuur Muchlis, Yosafat Hermawan Trinugraha, Yuhastina | 22
Jurnal Sosialisasi
Jurnal Hasil Pemikiran, Penelitian, dan Pengembangan
Keilmuan Sosiologi Pendidikan
Vol. 8, Nomor 2, Juli 2021

Sedangkan (Videlitha, 2019) dalam penelitiannya tentang “Penerimaan Mahasiswa


Terhadap Penggambaran Identitas Mahasiswa Pada Meme di Akun Instagram
@Anak.Kuliah” menunjukkan adanya unsur stereotip serta penggambaran identitas
mahasiswa tertentu sebagai hasil konstruksi dalam masyarakat. Stereotip sendiri menurut
Myers adalah suatu bentuk keyakinan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu kelompok
tentang atribut personal yang ada pada kelompok tertentu. Stereotip yang ada dalam
masyarakat terkait keaktifan mahasiswa dalam mengikuti suatu kegiatan dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu mahasiswa “kura-kura” untuk menyebut mahasiswa yang aktif di
kampus, serta mahasiswa “kupu-kupu” untuk menyebut mahasiswa yang pasif dalam
organisasi kemahasiswaan. Lebih lanjut, penggambaran identitas yang sudah dikonstruksi
oleh masyarakat pada mahasiswa “kura-kura” adalah mereka mahasiswa yang sibuk, tidak
memiliki waktu untuk bermain dengan teman-teman, dan topik pembicaraan yang berat.
Sedangkan mahasiswa kupu-kupu digambarkan dengan sifat tertutup, memiliki lingkaran
pertemanan yang terbatas, dan jarang berkumpul bersama teman-temannya.
Dalam penelitian ini, mahasiswa “kupu-kupu” yang menjadi pokok bahasan
memiliki pandangan yang terlihat lebih rendah daripada mahasiswa “kura-kura” dan
“kunang-kunang”. Pasalnya mereka cenderung melakukan praktis akademis yang
monoton, hanya sekedar kuliah dan mengerjakan tugas dengan maksimal, tanpa berusaha
mengembangkan nalar kritis, kreatif, inovatif, serta kepedulian mereka terhadap realitas
dan fenomena terkini-pun cenderung rendah (Masruroh, 2013). Pandangan tersebut
didukung oleh kebiasaan mahasiswa “kupu-kupu” yang terlihat tidak aktif dalam
organisasi serta jarang melibatkan diri di tempat-tempat nongkrong seperti taman atau
kafe. Hal tersebut menjadikan mahasiswa “kupu-kupu” dipandang sebagai individu yang
tertutup dan menutup diri dari kehidupan sosial.
Universitas Sebelas Maret Surakarta sebagai salah satu universitas terbaik di
Indonesia dengan peringkat ke-delapan versi lembaga pemeringkatan 4 ICU Unirank tentu
tidak lepas dari adanya praktik budaya akademik tersebut. Kampus yang memiliki 11
fakultas dengan enam jenjang studi dan 43.439 mahasiswa aktif sudah tentu memiliki
berbagai keberagaman di dalamnya. Fokus penelitian ini dilakukan di kawasan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Di
FKIP sendiri terdapat kurang lebih 6332 mahasiswa aktif menurut pangkalan data UNS
tahun 2020. Dikutip dari laman fkip.uns.ac.id/profile, FKIP UNS memiliki falsafah
“Senantiasa mengedepankan partisipasi aktif semua sivitas akademika untuk mencapai
kemajuan bersama.” Sehingga sudah jelas bahwa FKIP UNS mengharapkan mahasiswa-
mahasiswanya agar mampu aktif baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Selain
itu, tujuan yang hendak dicapai dari FKIP UNS adalah menghasilkan pendidik yang tidak
hanya cerdas namun juga terampil (sumber: fkip.uns.ac.id/profile)
Lebih lanjut, saat menjadi mahasiswa, pihak kampus biasanya memberikan sarana
dan prasarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan berupa pemberian jam kuliah
serta pengembangan keterampilan berupa kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan
organisasi. Kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi bersifat tidak wajib seperti halnya
kegiatan kuliah namun memiliki banyak manfaat untuk bekal mahasiswa di kemudian
hari. Diantaranya ialah mudah memecahkan masalah (problem solving), melatih
leadership, memperluas jaringan atau networking, meningkatkan wawasan dan
pengetahuan, membentuk karakter seseorang, kuat dalam menghadapi tekanan dan
mampu mengatur waktu dengan baik, sebagai ajang pembelajaran kerja yang
sesungguhnya, menambah nilai plus pada Curriculum Vitae (CV) pada saat melamar
pekerjaan.

Fadhkur Nuur Muchlis, Yosafat Hermawan Trinugraha, Yuhastina | 23


Jurnal Sosialisasi
Jurnal Hasil Pemikiran, Penelitian, dan Pengembangan
Keilmuan Sosiologi Pendidikan
Vol. 8, Nomor 2, Juli 2021

Meskipun demikian, di FKIP UNS mahasiswa “kupu-kupu” tetaplah ada dalam


praktik perkuliahan. Penelitian oleh (Rupa Vani et al., 2018) tentang alasan mahasiswa
tidak ingin terlibat dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan di kampus menunjukkan
adanya beberapa alasan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa yang
tidak mengikuti kegiatan di dalam kampus antara lain karena mereka lebih menyukai
kegiatan di luar kampus, tidak menyukai terikat dengan organisasi, hanya menyukai
menjadi kepanitiaan, atau keinginan untuk fokus ke kuliah. Oleh karena itu, penelitian ini
menitikberatkan pada alasan atau faktor yang menyebabkan mereka tetap kukuh pada
pilihan mereka serta melihat kehidupan mereka sebagai mahasiswa “kupu-kupu” baik di
dalam atau luar perkuliahan.
Berbagai alasan atau latar belakang pilihan mahasiswa dalam memilih strategi
belajarnya, juga pernah dilakukan penelitian oleh (Takashiro, 2016) yang meneliti tentang
hubungan antara orientasi tujuan mahasiswa dan strategi belajar yang dilakukan
mahasiswa, di mana ia menunjukkan adanya pola serta strategi belajar yang khusus
digunakan oleh mahasiswa yang berbeda tergantung dari tujuan atau orientasi yang telah
ditetapkan .
Dari beberapa hal yang telah disebutkan, peneliti merasa perlu adanya penelitian
lebih lanjut berkenaan mahasiswa di wilayah FKIP UNS yang menjadi mahasiswa “kupu-
kupu”. Apakah memang benar hanya dilatarbelakangi oleh nilai / hasil kuliah ataukah
pilihan mereka untuk menjadi mahasiswa “kupu-kupu” atau adakah alasan lain yang bagi
mereka dianggap rasional.

METODE PENELITIAN
Pada penelitian kali ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif, yang
mana menurut Bogdan dan Taylor dalam (Moleong, 2021) menjelaskan bahwa penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Kemudian, pendekatan
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
Studi kasus sendiri adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi secara
mendalam, mendetail, intensif, holistik, dan sistematik tentang seseorang (Yusuf, 2016).
Sedangkan menurut (Arikunto, 2013) studi kasus adalah pendekatan yang dilakukan
secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap gejala-gejala tertentu. Dalam
pendekatan studi kasus, biasanya seorang peneliti akan meneliti satu individu atau unit
sosial tertentu secara lebih mendalam. Dengan begitu, dalam penelitian ini, peneliti
berusaha untuk menemukan semua variabel penting yang terikat dengan diri subjek yang
diteliti (Gunawan, 2013).
Lokasi penelitian ini dilakukan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang beralamat di Jl. Ir. Sutami No.36, Kentingan,
Kecamatan Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah pada bulan Maret-April 2021.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling (Sugiyono &
Kuantitatif, 2009). Adapun yang menjadi informan bagi peneliti adalah mahasiswa yang
pernah atau bahkan selama menjalani perkuliahan menerapkan praktik budaya akademik
kupu-kupu. Sehubungan dengan adanya himbauan untuk work from home (WFH) serta
pemberlakuan jaga jarak selama masa pandemi covid-19 maka pelaksanaan penelitian
menggunakan sistematika virtual atau dalam jaringan berupa platform WhatsApp.
Pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara,
observasi, serta analisis dokumen dan arsip. Dalam penelitian ini jenis wawancara yang
dipakai adalah wawancara tak terstruktur. Untuk menggali data dari responden berupa

Fadhkur Nuur Muchlis, Yosafat Hermawan Trinugraha, Yuhastina | 24


Jurnal Sosialisasi
Jurnal Hasil Pemikiran, Penelitian, dan Pengembangan
Keilmuan Sosiologi Pendidikan
Vol. 8, Nomor 2, Juli 2021

kegiatan keseharian, perspektif tentang praktik budaya akademik kupu-kupu, dan alasan
mengapa memilih menjadi mahasiswa kupu-kupu selama berkuliah di FKIP. Selain itu,
pada pengambilan data juga dilakukan dengan cara observasi. Observasi dalam penelitian
ini digunakan untuk mengamati kebiasaan informan. Teknik ini menuntut adanya
pengamatan dari peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek
penelitian. Serta penggunaan teknik dokumentasi yang dipergunakan untuk melengkapi
sekaligus menambah keakuratan kebenaran data atau informasi yang telah didapat
sebelumnya. Dokumentasi yang ada di lapangan dapat pula dijadikan bahan dalam
pengecekan keabsahan data seta berfungsi sebagai pendukung dan pelengkap bagi data-
data yang telah diperoleh melalui wawancara sebelumnya.
Kemudian, data yang sudah terkumpul akan dianalisis menggunakan teknik
analisis kualitatif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman. Meliputi reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Sehingga pada akhirnya dapat menggambarkan
fenomena sosial yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Setiap mahasiswa memiliki kebebasan atas pilihan atau preferensi masing-masing
terkait praktik akademik selama di perkuliahan. Mereka cenderung menganggap bahwa
pilihan yang diambil adalah yang paling tepat dan bukan merupakan suatu kesalahan yang
akan menimbulkan rasa kecewa. Preferensi yang dipilih timbul dari bentuk penyesuaian
individu terhadap lingkungan sosialnya.
Hasil dari penelitian ini akan dikaitkan dengan teori yang dikemukakan oleh James
Coleman, yaitu teori pilihan rasional. Teori pilihan rasional ini menekankan bahwa aktor
menjadi kunci terpenting di dalam melakukan sebuah tindakan. Aktor di sini bisa
dikatakan sebagai individu atau negara yang melakukan suatu tindakan untuk mencapai
kepentingannya dan berusaha memaksimalkan kepentingannya. Hal tersebut dilakukan
oleh aktor dengan cara mengambil atau memilih suatu pilihan yang dianggap membawa
hasil untuk mencapai kepentinganya tersebut. Sebagai contoh, jika pilihan 1 dianggap
lebih penting dan lebih bermakna dari pada pilihan 2, dan 3, maka aktor akan memilih
pilihan 1. Aktor disini ialah individu, yaitu individu yang melakukan sebuah tindakan.
Aktor tersebut dapat mengatur dirinya sendiri, karena aktor tahu apa yang apa yang ia
mau dan yang harus dilakukan (Hudri, 2020:22).
Aktor yang dimaksud ialah seseorang yang melakukan sebuah tindakan. Dalam hal
ini ialah individu yang mampu memanfaatkan sumber daya dengan baik. Aktor dianggap
sebagai individu yang memiliki tujuan, aktor juga memiliki suatu pilihan yang bernilai
dasar yang digunakan aktor untuk menentukan pilihan yaitu menggunakan pertimbangan
secara mendalam berdasarkan kesadarannya, selain itu aktor juga mempunyai kekuatan
sebagai upaya untuk menentukan pilihan dan tindakan yang menjadi keinginannya.
Kemudian sumber daya ialah setiap potensi yang ada atau bahkan yang dimiliki.
Sumber daya tersebut dapat berupa sumber daya alam, yaitu sumber daya yang telah
disediakan atau potensi alam yang dimiliki dan juga sumber daya manusia, yaitu potensi
yang ada dalam diri seseorang. Lebih lanjut Coleman menyebutkan bahwa teori pilihan
rasional mengasumsikan bahwa tindakan manusia mempunyai maksud dan tujuan yang
dibimbing oleh hierarki yang tertata rapi oleh preferensi. Dalam hal ini rasional berarti:
(1) Aktor melakukan perhitungan dari pemanfaatan atau preferensi dalam pemilihan suatu
bentuk tindakan; (2) Aktor juga menghitung biaya bagi setiap jalur perilaku; (3) Aktor
berusaha memaksimalkan pemanfaatan untuk mencapai pilihan tertentu (Hudri, 2020:21-
23).

Fadhkur Nuur Muchlis, Yosafat Hermawan Trinugraha, Yuhastina | 25


Jurnal Sosialisasi
Jurnal Hasil Pemikiran, Penelitian, dan Pengembangan
Keilmuan Sosiologi Pendidikan
Vol. 8, Nomor 2, Juli 2021

Dalam konteks ini, menjadi mahasiswa kupu-kupu merupakan salah satu


preferensi atau pilihan praktik akademik yang ada dalam dunia akademik kampus.
Berdasarkan survei pra penelitian yang dilakukan secara online oleh peneliti,
menunjukkan bahwa hanya sekitar 20% dari mahasiswa FKIP yang memilih dan
mengidentifikasikan dirinya sebagai mahasiswa “kupu-kupu”. Mungkin hal ini juga tidak
terlepas daripada adanya realita dan fakta yang terjadi di lingkungan sosial kampus yang
mana lebih menekankan untuk menjadi mahasiswa yang aktif dalam berbagai kegiatan
akademik maupun non-akademik.
Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk melihat lebih jauh pada kehidupan
mahasiswa “kupu-kupu” yang diharapkan akan memberikan sudut pandang yang lebih
luas terhadap mereka. Setidaknya ada beberapa hal yang dapat ditemui pada mahasiswa
kupu-kupu selama menjalani kehidupan di kampus seperti berikut.

Pemilihan Jurusan Kuliah dan Kampus Sebagai Wadah Menimba Ilmu


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kampus adalah daerah
lingkungan bangunan utama perguruan tinggi (universitas, akademi) tempat semua
kegiatan belajar-mengajar dan administrasi berlangsung. Sebagai tempat berlangsungnya
pendidikan, kampus atau universitas adalah “rumah", tempat berkumpul bagi para
ilmuwan untuk mempertimbangkan masa depan umat manusia, yang akan sangat
bergantung pada perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi (Irianto,
2012). Sehingga dalam pemilihan kampus tentu tidak dapat sembarangan. Temuan data
menunjukan adanya alasan yang hampir serupa dalam pemilihan kampus UNS sebagai
wadah menimba ilmu. Pertama adalah jarak yang dekat dari rumah dengan UNS.
Preferensi ini dipilih sebagai bentuk kemudahan akses dengan rumah asal jika di
kemudian hari terdapat hal di luar kendali. Kedua, terdapat pula alasan bahwa UNS sudah
cukup untuk mengakomodasi tujuan mereka dan mendukung untuk dilaksanakannya
pembelajaran yang nyaman.
Dalam penelitian (Latifah, 2019) dijelaskan setidaknya ada tujuh preferensi yang
melatarbelakangi pengambilan jurusan kuliah. Pertama, langkah melanjutkan tujuan yang
telah ditetapkan; kedua, sebagai kualifikasi dalam menghadapi persaingan dunia kerja;
ketiga, memperluas relasi di lingkungan kuliah; keempat, faktor keluarga yang bekerja
dibidang yang sama; kelima, peluang pekerjaan di masa depan; keenam, investasi jangka
panjang; dan ketujuh, meningkatkan status sosial keluarga di dalam masyarakat.
Pada pemilihan jurusan, pilihan jurusan sepenuhnya dibebaskan kepada anak dan
orang tua berposisi sebagai pendukung. Namun nyatanya, rasionalitas pada penentuan
pilihan didasarkan pada minat mahasiswa tersebut. Mayoritas daripada mahasiswa
memiliki minat pada jurusan yang dipilih semenjak dari bangku SMA dan beberapa sudah
sedari SD. Preferensi yang digunakan merupakan hasil dari seleksi pada minat bidang
tertentu dari yang dikuasainya sampai yang dianggap tidak terlalu sulit untuk dijalankan.
Mahasiswa “kupu-kupu” dalam menentukan tujuan setelah selesai dari
perkuliahan belum terlihat memiliki kesinambungan dari jurusan yang dipilih. Mereka
terlihat masih belum terlalu memikirkan apa yang sebenarnya ingin dilakukan.
Menggunakan dalih bahwa apapun ilmu yang didapat pasti akan terpakai di masa
mendatang menjadikan sulit untuk fokus dalam menentukan target mendatang.

Alasan Menjadi Mahasiswa Kupu-Kupu


Mahasiswa kupu-kupu pada sejatinya tidak memiliki perbedaan yang signifikan
apabila dibandingkan dengan mahasiswa lainnya. Daripada disebut perbedaan, mungkin

Fadhkur Nuur Muchlis, Yosafat Hermawan Trinugraha, Yuhastina | 26


Jurnal Sosialisasi
Jurnal Hasil Pemikiran, Penelitian, dan Pengembangan
Keilmuan Sosiologi Pendidikan
Vol. 8, Nomor 2, Juli 2021

lebih tepatnya untuk menyebutnya keunikan dan kekhasan. Hal ini dikarenakan setiap
praktik budaya akademik di kampus memiliki ciri atau simbol tersendiri. Sehingga
menjadikannya dapat disebut sebagai budaya. Di Universitas Sebelas Maret sendiri,
individu mahasiswa memiliki beberapa alasan mengapa memilih praktik budaya
akademik kupu-kupu. Hasil penelitian di lapngan menunjukkan bahwa beberapa alasan
tersebut dapat disebutkan antaralain (a) tujuan terkait nilai/prestasi akademik, (b) kondisi
keluarga yang memaksa, (c) kejelasan rencana setelah lulus kuliah, serta (d) alasan
individu lainnya.
Untuk tujuan yang terkait nilai/prestasi akademik dapat dijelaskan bahwa tujuan di
kampus diantaranya adalah menambah wawasan keilmuan, mengembangkan karakter,
atau meningkatkan keterampilan. Di antara tujuan itu, mahasiswa “kupu-kupu” memiliki
pandangan yang lebih terkait keilmuan dibandingkan yang lain. Sehingga terciptalah
tujuan akhir berupa keinginan memperoleh nilai akhir yang tinggi. Atas dasar tersebut
pula mahasiswa kupu-kupu sering memiliki pandangan negatif kepada mahasiswa yang
aktif di kegiatan ekstrakurikuler atau organisasi. Dikarenakan banyak ditemukan oleh
mahasiswa kupu-kupu bahwa mereka seringkali tidak ikut berkontribusi pada tugas kerja
kelompok mata kuliah dengan alasan adanya kegiatan organisasi. Selaras dengan
pernyataan L yang menyatakan bahwa:
“Kalau minus nya yang saya temui itu dari temen kelas saat ada tugas kelompok.
Jadi waktu udah pada ngumpul, “dia” nya yang terlambat. Alasannya ya karena
ada urusan di organisasi, padahal ya organisasi harusnya gak bisa dibuat alasan
karena emang ikut organisasi bisa dapat relasi dan pengalaman lebih, tapi ya
yang perlu diinget kan tugas mahasiswa utamanya kan ya kuliah. Organisasi buat
tambahan. Bukan kebalik.”.
Selain itu, mahasiswa menjadi mahasiswa kupu-kupu juga dilatarbelakangi oleh
adanya kondisi keluarga. Hal ini seperti yang dialami oleh RNA. Pada kasusnya,
mahasiswa tersebut sebenarnya memiliki keinginan untuk aktif di berbagai kegiatan
kampus. Pada penelitian ini, data yang ditemukan adalah karena ibu mahasiswa terkait
mengalami kecelakaan sehingga mahasiswa tersebut menggantikan peran kerja ibunya
yang berprofesi sebagai pemilik kedai makan. Oleh karena itu, ia harus menggantikan
peran kerja mulai dari berbelanja, menyiapkan kedai, menjaga kedai, serta mengawasi
pekerja yang lain. Kondisi di luar individu seperti ini menjadi bagian mengapa mahasiswa
“kupu-kupu” dipilih sebagai praktik budaya akademik di kampus .
Selain itu, mahasiswa memiliki preferensi untuk menjadi mahasiswa “kupu-kupu”
dikarenakan karena kejelasan rencana setelah kuliah. Nilai akhir di kampus sudah bukan
menjadi pelabuhan akhir selama berproses di kampus. Sekadar lulus tepat waktu sudah
cukup menurut mereka. Kondisi lingkungan mereka juga tidak berpengaruh terhadap
mereka. Di antara mereka biasanya sudah memiliki tempat berlabuh selepas kuliah seperti
melanjutkan usaha keluarga. Hal ini terjadi pada FG yang sudah diminta oleh orang
tuanya untuk meneruskan usaha toko bangunan. Sehingga kuliah hanya sebagai formalitas
dalam meraih gelar.
Terakhir adalah karena alasan individual lainnya. Dalam hal ini adanya rasa bosan
terhadap organisasi dan ekstrakurikuler yang telah dijalankan selama menempuh masa
pendidikan di bangku SMA. Seperti halnya yang sudah dialami oleh L yang sudah sedari
bangku SMA melakukan rutinitas sekolah dari pagi hingga malam. Hal ini menjadikan
mereka setidaknya ingin bersantai selama berkuliah, menikmati masa muda, serta tidak
ingin terlalu mengambil resiko dan tanggung jawab yang lebih.
Mahasiswa memiliki preferensi serta hak memilih terkait bagaimana

Fadhkur Nuur Muchlis, Yosafat Hermawan Trinugraha, Yuhastina | 27


Jurnal Sosialisasi
Jurnal Hasil Pemikiran, Penelitian, dan Pengembangan
Keilmuan Sosiologi Pendidikan
Vol. 8, Nomor 2, Juli 2021

menghabiskan dan menjalani kehidupan di kampus. Di antara mereka tidak melulu


mengejar nilai yang bagus ketika memilih menjadi mahasiswa kupu-kupu. Melainkan ada
pula kondisi dari luar dan dalam individu itu sendiri mengapa lebih memilih menjadi
mahasiswa kupu-kupu.

Keseharian Mahasiswa Kupu-Kupu


Setelah mengetahui bahwa tujuan mahasiswa kupu-kupu bukanlah hanya
berorientasi pada nilai akademik yang tinggi, maka tentu saja kegiatan keseharian
mahasiswa kupu-kupu juga akan bervariasi tergantung individu tersebut masing-masing.
Menurut teori pilihan rasional oleh Coleman, seorang aktor bertindak sebagai subjek
utama yang memanfaatkan sumber daya di sekelilingnya. Bagaimana mahasiswa
menggunakan waktu, relasi, serta kondisi lingkungannya sehari-sehari untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Ritzer & Goodman, 2012).
Bagi mahasiswa kupu-kupu yang berorientasi pada nilai akhir memiliki pola yang
stagnan dalam melalui kesehariannya di kampus maupun rumah atau indekos. Hal ini
dijalani oleh ASY dan TNH khususnya pada masa sebelum pandemic Covid 19 melanda,
di mana mereka mulai dari berangkat ke kampus lebih awal dari jadwal mata kuliah,
kemudian mencari tempat duduk paling depan sehingga mereka lebih fokus dalam
mendengarkan penjelasan dari dosen. Saat jeda jam mata kuliah dari yang sebelumnya ke
mata kuliah berikutnya digunakan di kantin atau jika tidak mereka akan lebih memilih
pulang ke indekos lagi dan akan kembali ke kampus sebelum jam kuliah selanjutnya
dimulai. Setelah jam mata kuliah berakhir, mereka langsung kembali ke kos mereka
masing-masing apabila tidak memiliki tugas yang harus dikerjakan secara kelompok di
kampus. TNH juga mengungkapkan bahwa:
“Singkatnya sih kalau untuk kuliah dan mengerjakan tugas lebih banyak makan
waktu. Untuk main, dan sebagainya cuma buat selingan saja biar tidak terlalu
stres.”.
Setiba di indekos atau rumah masing-masing, mahasiswa “kupu-kupu” yang
berorientasi pada nilai akhir biasanya langsung mengerjakan tugas-tugas yang diberikan
dosen. Dengan menjadi mahasiswa kupu-kupu, mereka memiliki keuntungan yang lebih
terkait penggunaan dan tersedianya waktu lebih untuk fokus untuk pengerjaan tugas.
Ketika sudah selesai mengerjakan semua tugas yang ada, jika masih ada waktu luang
biasanya mereka mengisinya dengan hobi mereka. Lebih lanjut, ASY menambahkan
bahwa dengan menjadi mahasiswa kupu-kupu, Ia dapat lebih menyalurkan dan melakukan
hobinya yang berhubungan dengan makanan seperti memasak di sela-sela kuliahnya.
Selanjutnya keseharian mereka yang menjadi mahasiswa kupu-kupu yang tidak
berorientasi pada nilai akhir. Mereka adalah FG serta L yang tidak memiliki pola tertentu
atau dapat dikatakan acak atau tidak terstruktur. Mereka terkesan lebih bebas dalam
menggunakan waktu mereka. Pada masa perkuliahan sebelum pandemic Covid 19
melanda, ketika ada jam kuliah, maka mereka akan masuk seperti mahasiswa lainnya.
Saat di jeda waktu kuliah, biasa dihabiskan di kantin bersama teman-temannya (Ackbar,
2020).
Setelah jam kuliah usai, sama seperti mahasiswa “kupu-kupu” yang berorientasi
pada nilai, mereka juga langsung pulang ke kos atau rumah masing-masing. Namun
perbedaan terletak pada kegiatan selama di kos atau rumah, bahwa mereka tidak langsung
mengerjakan tugas dan sesuatu yang berbau akademik secara masif, melainkan mereka
akan bermain untuk menghabiskan waktu luang, baik berupa permainan di dunia maya
seperti mobile game atau media sosial. Mereka segera akan mengerjakan tugas apabila

Fadhkur Nuur Muchlis, Yosafat Hermawan Trinugraha, Yuhastina | 28


Jurnal Sosialisasi
Jurnal Hasil Pemikiran, Penelitian, dan Pengembangan
Keilmuan Sosiologi Pendidikan
Vol. 8, Nomor 2, Juli 2021

sudah ada mood atau suasana hati untuk belajar.

Teori Pilihan Rasional Terhadap Mahasiswa Kupu-Kupu


Coleman menekankan bahwa aktor menjadi kunci terpenting di dalam melakukan
sebuah tindakan. Aktor di sini bisa dikatakan sebagai individu yang melakukan suatu
tindakan untuk mencapai kepentingannya dan berusaha memaksimalkan kepentingannya.
Lebih lanjut, dalam mencapai dan memaksimalkan kepentingannya, individu akan
menggunakan sumber daya. Sumber daya ialah setiap potensi yang ada atau bahkan yang
dimiliki. Sumber daya tersebut dapat berupa sumber daya alam, yaitu sumber daya yang
telah disediakan atau potensi alam yang dimiliki dan juga sumber daya manusia, yaitu
potensi yang ada dalam diri seseorang (Coleman, n.d.).
Sebagai aktor, menjadi mahasiswa kupu-kupu yang menjalani kehidupan sudah
tentu memiliki kepentingan dan sumber daya yang berbeda dengan mahasiswa lainnya.
Kepentingan berupa pencapaian prestasi yang tinggi, kelulusan dari kuliah yang tepat
waktu, sekadar mendapatkan ijazah, atau bahkan hanya demi waktu luang yang
melimpah. Pemanfaatan sumber daya berupa kemampuan berpikir intelektual yang tinggi,
mempengaruhi pola pikir tujuan berupa kepentingan prestasi akademik.
Terjaminnya lapangan kerja pasca kuliah, menjadikan mahasiswa “kupu-kupu”
tidak perlu lagi terlalu memikirkan nilai yang tinggi asalkan lulus dengan tepat waktu.
Lingkungan yang mendukung untuk mempertahankan pelaksanaan praktik akademik
kupu-kupu berupa tidak adanya cemooh dari teman, atau orang tua yang membebaskan
bagaimana mereka berkuliah menjadikan orientasi untuk menambah waktu senggang
terbentuk.
Tidak adanya paksaan dan intervensi atas pilihan menjadikan kebebasan
menentukan preferensi bagaimana mereka melalui kehidupan di kampus. Mahasiswa
“kupu-kupu” bagi mereka merupakan ladang untuk meraih kepentingan-kepentingan
individu. Tidak menjadi mahasiswa yang aktif di berbagai kegiatan ekstrakurikuler
merupakan hasil pilihan atas preferensi yang ada, sehingga dalam mencapai kepentingan
yang telah ditentukan tidak terganggu.
Dimaksudkan mereka yang menginginkan waktu luang yang lebih tentu tidak akan
didapat jika aktif dalam organisasi. Mereka yang ingin prestasi akademik tentu tidak
memiliki cukup waktu untuk belajar lebih atau pergi ke perpustakaan untuk berkeliling
mencari buku (Tamsah et al., n.d.). Menjadi mahasiswa “kupu-kupu” dapat dilekatkan
pada ketersediaan waktu yang lebih daripada mahasiswa yang aktif berkegiatan. Adanya
waktu luang tersebut merupakan bentuk sumber daya yang besar bagi mahasiswa “kupu-
kupu”.

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat praktik budaya akademik mahasiswa “kupu-kupu” di lingkungan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS. Praktik budaya akademik tersebut dipilih
sebagai hasil rasionalitas oleh mahasiswa yang dikarenakan adanya tujuan terkait
pencapaian nilai/prestasi akademik, kondisi keluarga yang memaksa, kejelasan rencana
setelah kuliah, serta kondisi individu lainnya. Selain itu, kepentingan yang hendak dicapai
mahasiswa “kupu-kupu” menjadi rasional apabila memilih preferensi praktik budaya
akademik tersebut. Teori pilihan rasional pula mampu menjelaskan mahasiswa kupu-kupu
yang sepenuhnya memaksimalkan sumber daya yang pada penelitian ini ditemukan bahwa
sumber daya tersebut ialah berhubungan waktu untuk mencapai kepentingan-kepentingan

Fadhkur Nuur Muchlis, Yosafat Hermawan Trinugraha, Yuhastina | 29


Jurnal Sosialisasi
Jurnal Hasil Pemikiran, Penelitian, dan Pengembangan
Keilmuan Sosiologi Pendidikan
Vol. 8, Nomor 2, Juli 2021

yang ada tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ackbar, A. (2020). How COVID-19 Has Altered The American College Student’s
Everyday Life. The Owl–Florida State University’s Undergraduate Research Journal,
11(1), 1–8.
Arikunto, S. (2013). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik.
Coleman, J. S. (n.d.). Dasar-Dasar Teori Sosial (Foundations of Social Theory), terj. Imam
Muttaqien Dkk.(Bandung: Nusa Media, 2009).
Gunawan, I. (2013). Metode penelitian kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara, 143.
Hudri, A. (2020). Badai Politik Uang dalam Demokrasi Lokal. Inteligensia Media
(Kelompok Penerbit Intrans Publishing).
Irianto, S. (2012). Otonomi perguruan tinggi: suatu keniscayaan. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Latifah, I. (2019). Analisis Teori Pilihan Rasional James S. Coleman terhadap
Rasionalitas Orang Tua dalam Pengambilan Keputusan Jurusan Kuliah Anak di
Universitas Sebelas Maret.
Masruroh, A. (2013). Praktik Budaya Akademik Mahasiswa. Paradigma, 1(2).
Moleong, L. J. (2021). Metodologi penelitian kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Ritzer, G., & Goodman, D. (2012). Teori Sosiologi Klasik-Postmodern. Bantul: Kreasi
Wacana.
Rupa Vani, K., Pati, B., Veena, K. S., & Hemanth Kumar, V. R. (2018). Comparison of
neonatal outcome parameters between thick and thin meconium stained liquor: a
prospective study. International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics
and Gynecology, 7(11), 4408.
Sugiyono, M. P. P., & Kuantitatif, P. (2009). Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta. Cet.
Vii.
Takashiro, N. (2016). What are the relationships between college students’ goal
orientations and learning strategies? Psychological Thought, 9(2), 169–183.
Tamsah, H., Farida, U., Oyihoe, A. T., Yusriadi, Y., Awaru, A. O. T., & Lionardo, A.
(n.d.). Implementation of Soft Competency through Education and Training as well as
Work Experience on the Quality of Financial Reports in the Government of Mamuju
Regency.
Videlitha, K. F. (2019). PENERIMAAN MAHASISWA TERHADAP PENGGAMBARAN
IDENTITAS MAHASISWA PADA MEME DI AKUN INSTAGRAM@ ANAK.
KULIAH. UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Yusuf, A. M. (2016). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif & penelitian gabungan.
Prenada Media.

Fadhkur Nuur Muchlis, Yosafat Hermawan Trinugraha, Yuhastina | 30

Anda mungkin juga menyukai