2021/2022
MATA UJIAN: HUKUM KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
OKTOBER 2021
1.a.
i. Pada dasarnya, faktor utama dalam menentukan status kewarganegaraan ialah aspek
yuridis. Namun, selain aspek yuridis terdapat aspek lain yang merupakan perekat kuat dalam
menentukan status kewarganegaraan, yaitu nasionalisme. Nasionalisme merupakan suatu
paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi seseorang kepada suatu negara. Konsep ini
merupakan peran seseorang dalam segi kehidupan, baik bersifat publik maupun bersifat
privat. Mereka terikat secara yuridis dan politis pada suatu negara tertentu yang pada
gilirannya membentuk suatu ikatan secara yuridis dan politis yang membentuk ikatan yang
disebut dengan bangsa. Konsep ini berkembang sejak zaman Ibrani Purba dan Yunani Purba
1. Ibrani Purba: konsep nasionalisme yang dikembangkan oleh bangsa Ibrani Purba
bahwa ikatan antara negara dan warga negara didasarkan pada pengalaman atau
kenangan masa lalu dan keinginan/harapan pada masa yang akan datang adalah sama.
2. Yunani Purba: konsep nasionalisme yang dikembangkan oleh Yunani Purba yaitu
ikatan antara negara dengan warga negara didasarkan pada kesetiaan tertinggi pada
suatu ikatan politis. Pada intinya, nasionalisme dalam ibrani purba merupakan ikatan
antara negara dengan rakyat yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang berkaitan
dengan pengalaman/kenangan masa lalu, bukan karena figur atau hubungan dengan
rajanya. Sedangkan nasionalisme dalam Yunani purba, keterikatan antara rakyat
dengan warga negara didasarkan pada ikatan politis yang membentuk suatu organisasi
politik.
Aspek nasionalisme ini merupakan syarat/aspek materiil, di mana seseorang yang ingin
memperoleh kewarganegaraan dari suatu negara, ia harus mengetahui bagaimana budaya dan
sifat sosiologis dari masyarakat negara itu. Seseorang yang ingin memperoleh
kewarganegaraan Indonesia harus terlebih dahulu memahami sosial budaya bangsa Indonesia
yang beraneka ragam. Ia juga harus mengerti bahasa, sejarah, budaya, dan perjuangan Bangsa
Indonesia sebagai upaya untuk menanamkan dan memupuk rasa kebangsaan/rasa kecintaan
terhadap negara dalam diri orang tersebut. Dengan adanya nasionalisme dalam diri seseorang,
maka apabila ada negara yang mencemooh kewarganegaraan orang tersebut, maka orang itu
tidak akan tinggal diam dan akan membela negaranya. Selain itu, seseorang yang secara
yuridis telah memenuhi persyaratan untuk memperoleh status kewarganegaraan, belum tentu
orang tersebut memiliki nasionalisme atau rasa cinta terhadap negaranya sendiri. Bisa saja
orang tersebut ingin menjadi kewarganegaraan suatu negara oleh karena ada maksud tertentu
yang negatif atau buruk. Oleh sebab itu, nasionalisme merupakan faktor yang memberikan
perekat kuat dalam menentukan status kewarganegaraan karena nasionalisme merupakan rasa
kebangsaan atau rasa memiliki terhadap bangsa yang tertanam dalam diri setiap orang,
sehingga dengan rasa tersebut seseorang akan membela, mempertahankan dan melindungi
bangsanya dari ancaman ataupun gangguan dari bangsa lain, termasuk juga ancaman dari
dalam bangsa itu sendiri yang berusaha memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
ii. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa nasionalisme merupakan hal yang
sangat penting dan vital untuk dimiliki oleh setiap warga negara sebagai wujud kecintaannya
terhadap negaranya. Adapun hal-hal yang dapat meningkatkan rasa nasionalisme warga
negara yakni sebagai berikut:
1. Peradaban/Budaya
Keterikatan antara warga negara dengan rakyatnya timbul dari budaya atau rasa
kebangsaan. Indonesia memiliki beragam budaya yang tersebar dari Sabang sampai
Merauke seperti bahasa, adat istiadat, kebiasaan, ajaran, jenis tarian, dll yang dapat
diperkenalkan kepada setiap warga negara untuk menghormati warisan budaya dari
nenek moyang Bangsa Indonesia. Di samping itu, peradaban dan budaya Indonesia
yang mengedepankan keramahan, kesopanan, kebersamaan (solidaritas) perlu
ditanamkan dan ditumbuhkan terhadap generasi muda maupun seluruh warga negara
agar mereka tidak terpengaruh oleh masuknya budaya-budaya negatif dari luar yang
dapat mengancam kearifan lokal serta persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia. Oleh
sebab itu, warga negara perlu untuk mengetahui dan memahami dan budaya yang ada
di Indonesia untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah air.
2. Sejarah Perjuangan
Pahitnya merasakan penjajahan akan menimbulkan keinginan untuk memperjuangkan
kehidupan dan masa depan yang lebih baik. Setiap warga negara perlu untuk
mengetahui perjuangan yang dilakukan oleh para pahlawan dan pendiri Bangsa
Indonesia dalam membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan. Dengan
mengetahui sejarah perjuangan Bangsa Indonesia untuk menggapai kemerdekaan,
maka akan tertanam rasa nasionalisme dalam diri setiap warga negara untuk
memperjuangkan masa depan Bangsa Indonesia lebih baik lagi dan mengusahakan
kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
3. Tanah Air
Dengan adanya wadah dan tempat tinggal (wilayah) yang sama, maka rasa
nasionalisme seseorang akan terbentuk untuk menjaga wilayah Indonesia dari Sabang
sampai Merauke dari ancaman luar maupun dalam. Di samping itu, wilayah tanah air
Indonesia juga dianugerahi berbagai macam kekayaan alam dan sumber daya alam
yang melimpah. Atas dasar itu, akan muncul rasa nasionalisme dalam diri seseorang
untuk mencintai tanah airnya sendiri dengan cara berjuang untuk menjaga dan
memanfaatkan kekayaan alam dan sumber daya tersebut guna kesejahteraan hidup
orang banyak.
4. Memperkuat Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraaan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan harus ditanamkan sejak dini terhadap
generasi muda. Hal ini diperlukan agar menumbuhkan jiwa nasionalisme terhadap
generasi muda untuk setia dan mengamalkan ideologi Pancasila. Di samping itu,
pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan diperlukan bagi setiap orang sebagai
benteng untuk menghalau aliran atau ideologi yang tidak sesuai dengan Jiwa bangsa
Indonesia.
5. Menggunakan dan mencintai produk dalam negeri
Setiap warga perlu untuk mencintai dan memakai produk dalam negeri guna
menumbuhkan rasa nasionalisme. Setiap warga hendaknya merasa bangga dan selalu
memakai produk dalam negeri, seperti batik. Apabila setiap warga negara terbiasa
memakai dan menggunakan produk dalam negeri, maka jiwa nasionalisme akan
tumbuh dengan sendirinya. Rasa nasionalisme tidak akan tumbuh apabila kita lebih
memilih dan menggunakan produk luar negeri. Dengan tumbuhnya rasa nasionalisme
dalam diri seseorang, maka orang tersebut akan berupaya memperkenalkan produk-
produk dalam negeri ke dunia internasional serta akan berjuang untuk
mempertahankan produk-produk dalam negeri yang diklaim oleh pihak asing.
Semua unsur-unsur di atas merupakan satu kesatuan yang saling bertalian erat guna
menciptakan rasa nasionalisme dalam diri warga negara.
iii. Perlakuan diskriminatif pada dasarnya merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan adanya proses pertumbuhan rasa nasionalisme di Indonesia. Nasionalisme
Indonesia tumbuh dan berkembang guna menghilangkan diskriminasi yang diciptakan oleh
para penjajah. Pada masa penjajahan dahulu, ada perlakuan atau tindakan yang berbeda
antara bangsa yang menjajah dengan bangsa yang dijajah. Dalam hal ini, bangsa yang
menjajah pasti mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada bangsa yang dijajah,
sehingga menciptakan perlakuan yang diskriminatif. Ketika masa penjajahan, Belanda
membuat suatu penggolongan penduduk yang terdiri dari golongan eropa, timur asing, dan
bumiputera (pribumi). Penggolongan penduduk tersebut menimbulkan adanya praktik
diskriminatif, sebab kaum bumiputera dianggap sebagai golongan yang paling rendah,
sedangkan golongan Eropa dan timur asing mendapat perlakuan yang istimewa dan khusus.
Hal ini jelas merupakan perlakuan diskriminatif dan mencederai perasaan Bangsa Indonesia,
sebab penduduk bangsa Indonesia asli justru dianggap sebagai golongan yang paling rendah
di tanah airnya sendiri. Selain itu, diskriminasi terhadap bangsa Indonesia juga terjadi di
bidang pendidikan, di mana hanya masyarakat yang berasal dari keluarga bangsawan saja
yang mendapatkan akses pendidikan, sedangkan masyarakat jelata tidak berhak untuk
mengenyam pendidikan. Hal ini mengakibatkan hanya segelintir rakyat Indonesia saja yang
mempunyai keahlian atau kepintaran, sedangkan yang lainnya terjebak dalam kebodohan dan
kemiskinan. Atas dasar itu, perlakuan diskriminatif yang terjadi pada masa penjajahan
menyebabkan Bangsa Indonesia terjebak dalam kesengsaraan dan penderitaan yang pada
akhirnya memunculkan perasaan senasib dan seperjuangan. Dengan adanya perasaan senasib
dan seperjuangan, maka hal tersebut menumbuhkan proses nasionalisme dalam diri rakyat
Indonesia untuk bertekad dan bersatu melawan penjajahan guna membebaskan dari perlakuan
diskriminatif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perlakuan diskriminatif inilah
yang menumbuhkan rasa nasionalisme dalam diri Bangsa Indonesia untuk membawa
Indonesia merdeka dari penjajahan dan menghapuskan diskriminasi yang selama ini terjadi.
Dengan demkian, pada akhirnya UU No 62 Tahun 1958 ini dicabut dan diganti dengan UU
No 12 Tahun 2006 dengan tujuan untuk menghendaki adanya kesetaraan dan keadilan
gender, menjamin pemenuhan hak asasi manusia dan persamaan antara warga negara serta
memberikan perlindungan hukum terutama perlindungan hukum untuk perempuan dan anak.
1c. Pada hakikatnya, administrasi kependudukan merupakan hal yang bertalian erat
dengan hukum kewarganegaraan, sebab di dalamnya terdapat hubungan timbal balik
(resiprokral) antara negara dengan warga negaranya. Keberadaan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (UU Administrasi Kependudukan)
merupakan perangkat hukum yang digunakan oleh negara untuk memberikan perlindungan
hukum dan pemenuhan hak bagi warga negaranya. Namun, dalam implementasinya UU
Administrasi Kependudukan ini masih belum berjalan dengan baik sebagaimana mestinya
karena dalam realitanya di lapangan masih ditemukan berbagai masalah. Salah satu masalah
yang sering ditemui dalam pelayanan administrasi kependudukan yaitu adanya pungutan liar
(pungli). Pungutan liar yaitu pengenaan biaya yang dilakukan tanpa adanya alas hukum yang
sah atau tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Di sejumlah wilayah Indonesia, masih banyak ditemukan adanya praktik pungutan liar dalam
pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP). Berdasarkan data dari Kepala Bidang
Data Informasi dan Data Satgas Saber Pungli, telah ditemukan 1200 kasus mengenai
pungutan liar sepanjang bulan Januari hingga akhir Maret 2021. Praktik pungutan liar dalam
pelayanan administrasi kependudukan ini jelas bertentangan dengan Pasal 79A UU
Administrasi Kependudukan yang menegaskan bahwa: “Pengurusan dan penerbitan
Dokumen Kependudukan tidak dipungut biaya”. Dalam hal ini, E-KTP merupakan salah satu
dokumen kependudukan yang keberadaannya sangat vital bagi setiap warga negara, di mana
pembuatan E-KTP tersebut tidak dikenakan biaya. Apabila terdapat aparat atau pegawai
negeri yang mengenakan biaya administrasi dalam pembuatan E-KTP, maka hal tersebut jelas
merupakan pungutan liar yang dilarang dalam undang-undang. Menurut penulis, kasus
pungutan liar dalam pelayanan administrasi kependudukan tersebut menunjukkan bahwa
pelaksanaan UU Administrasi Kependudukan di Indonesia belum sepenuhnya berjalan
dengan baik. Pada dasarnya, pelayanan di bidang administrasi kependudukan yang cepat,
efektif, efisien dan bebas dari pungutan liar itu merupakan hak konstitusional setiap warga
negara Indonesia yang pemenuhannya wajib dijamin dan dijunjung tinggi oleh negara. Oleh
sebab itu, penulis berpendapat bahwa diperlukan adanya reformasi dan perbaikan dalam
sistem pelayanan administrasi kependudukan ke arah yang lebih baik lagi agar dapat
memberikan pelayanan yang terbaik bagi warga negara. Pemerintah harus berupaya keras
untuk memperbaiki sistem pelayanan administrasi kependudukan dengan cara memberantas
oknum-oknum pegawai negeri yang melakukan pungutan liar agar kedepannya pelayanan
administrasi kependudukan akan berjalan dengan baik dan memuaskan masyarakat.