Anda di halaman 1dari 3

Nama : Agita Intan Mahira

NIM/Offering : 190412630007/L
Mata Kuliah : Bank dan Lembaga Bukan Bank

Tugas Akhir UAS


1. Kasus Bank Umum

“Nasabah yang menggunakan dana salah transfer senilai Rp 51 juta”

Kasus tersebut bermula ketika Bank Central Asia (BCA) salah mentransfer
uang senilai Rp 51 juta. Buntutnya, Ardi( Nasabah ) menjadi terdakwa dan
mendekam di penjara. Hendrix( kuasa hukum nasabah ) mengatakan, BCA
melakukan setoran kliring yang nyasar ke rekening kliennya pada 17 Maret
2020. Pengiriman uang itu dilakukan seorang back office BCA berinisial NK.
Pelanggaran dari kasus ini membuat Ardi (Nasabah) tersebut dilaporkan ke
kepolisian terkait kasus salah transfer yang dilakukan oleh karyawan BCA
Citraland, Surabaya, Jawa Timur. Dana dimintakan pertanggung jawaban
ganti sebesar 51 juta kepada BCA. Dampak dari salah transfer membuat BCA
selaku perseroan merasa pihaknya telah mengalami kerugian lantaran Ardi
( nasabah) memakai uang salah transfer yang nilainya mencapai Rp 51 juta
tersebut dan tidak bisa secara langsung mengembalikan uang tersebut. Oleh
karena itu agar tidak terulang lagi pihak bank BCA meminta para
karyawannya lebih teliti dan hati-hati untuk melakukan transaksi terutama
transfer ke rekening nasabah.
Link berita :
https://finansial.bisnis.com/read/20210228/90/1361834/kasus-salah-transfer-
bca-pakar-hukum-penerima-dana-tak-halal-wajib-mengembalikan
https://keuangan.kontan.co.id/news/kata-bca-soal-kasus-nasabah-yang-
menggunakan-dana-salah-transfer-senilai-rp-51-juta?page=all
2. Kasus Asuransi
“GAGAL BAYAR PT ASURANSI JIWASRAYA”
Kasus tersebut terjadi karena nilai return pada produk JS Saving Plan
mengalami kenaikan jauh lebih tinggi atau hampir dua kali lipat daripada
bunga yang ditawarkan deposito bank yang saat itu besarannya di kisaran 5-7
persen. . Tercatat ada 17.000 pemegang polis JS Saving Plan. Adapun total
pemegang polis Jiwasraya secara keseluruhan termasuk pemegang polis
produk lainnya mencapai 7 juta pemegang polis. Dampak dari kasus ini yaitu
bisa mempengaruhi industri keuangan yang sangat besar khususnya di industri
perasuransian. Kasus ini menjadi warning kepada pelaku bisnis perasuransian
agar konsisten menjalankan regulasi jasa keuangan. Agar tidak kejadian
tersebut terulang kembali maka dilakukan kembali tata kelola perusahaan
asuransi yang meliputi, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi, dewan
komisaris, penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan eksternal,
penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian internal, rencana
strategis Perseroan, pelaksanaan transparansi kondisi keuangan dan non
keuangan Perseroan.
Link berita :
https://icopi.or.id/tata-kelola-perusahaan-asuransi-studi-kasus-gagal-bayar-pt-
asuransi-jiwasraya/

3. Kasus BPJS

“Kenaikan iuran BPJS bukan solusi terhadap masalah kesehatan di


Indonesia”

Kasus ini bermula sejak Juli tahun lalu, Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan telah mengalami defisit yang diperkirakan mencapai
Rp 28 triliun. Kerugian itu naik tiga kali lipat defisit yang dialami pada akhir
2018. Apalagi dengan adanya pandemi COVID-19 diperkirakan akan
memperburuk defisit ini. Sedikitnya 1,9 juta pekerja di Indonesia telah
diberhentikan dari pekerjaan mereka selama pandemi ini. Oleh karena itu
pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS sejak 1 Juli 2020.
Rencananya, pemerintah akan menaikkan iuran untuk layanan kelas 1 sebesar
87,5% hingga mencapai Rp150.000 per bulan per orang, kelas 2 sebesar 96%
jadi Rp 110.000, dan kelas 3 sebesar 65% jadi Rp 35.000.

Namun, langkah ini hanya akan mengatasi masalah jangka pendek.


Kenaikan iuran tidak efektif untuk mengatasi masalah struktural yang sedang
dihadapi oleh BPJS, dan dapat menghambat upaya pemerintah untuk
mewujudkan universal health coverage tersebut karena akses terhadap layanan
kesehatan hanya dapat dinikmati oleh masyarakat dengan daya beli tinggi.

Oleh karena itu solusi dari kasus ini adalah BPJS Kesehatan dapat
berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yaitu
harus bisa mengenali kelompok masyarakat yang bisa berkontribusi dengan
lebih baik, pengumpulan dana yang cukup dari masyarakat akan dapat lebih
terjamin ketika pemerintah mewajibkan kepersertaan kepada semua warga
negara, tanpa terkecuali, BPJS Kesehatan dapat mengorientasikan ulang
pelayanan kesehatan menuju model pelayanan preventif, dan BPJS Kesehatan
sendiri harus mengutamakan transparansi.

Link berita :
https://theconversation.com/kenaikan-iuran-bpjs-bukan-solusi-terhadap-
masalah-kesehatan-di-indonesia-4-hal-yang-perlu-dilakukan-140547

Anda mungkin juga menyukai