Anda di halaman 1dari 75

BUKU AJAR

MATA KULIAH
KETIMPANGAN SOSIAL DAN KEMISKINAN

Dosen Pengampu :
FATMAWATY NUR, SP, M.Si
ANTONIA SASAP ABAO,S.Sos,M.Si

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2019

i
KATA PENGANTAR

Berkat Rahmat Allah SWT, pembuatan buku ajar mata kuliah Ketimpangan
Sosial dan Kemiskinan ini dapat terselesaikan dengan baik, walaupun tidak
dipungkiri mungkin dalam penulisan buku ajar ini, masih terdapat banyak
kekurangan yang ada. Pembuatan buku ajar merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan efesiensi, efektivitas dan kualitas proses pembelajaran
sebagaimana yang dirancang dalam kurikulum perguruan tinggi yang dikaitkan
dengan KKNI oleh setiap program studi pada tahun 2015.
Sebagaimana diketahui, buku ajar merupakan suatu paket belajar yang
berkenaan dengan satu unit bahan pelajaran. Dengan buku ajar ini mahasiswa
dapat mencapai dan menyelesaikan bahan belajarnya dengan belajar secara
individual. Peserta belajar tidak dapat melanjutkan ke suatu unit pelajaran
berikutnya sebelum menyelesaikan secara tuntas materi belajarnya. Dengan
buku ajar ini juga mahasiswa dapat mengontrol kemampuan dan intensitas
belajarnya. Buku ajar dapat dipelajari di mana saja. Lama penggunaan sebuah
buku ajar tidak tertentu, meskipun di dalam kemasan buku ajar ini juga
disebutkan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari materi tertentu. Akan
tetapi keleluasaan mahasiswa mengelola waktu tersebut sangat fleksibel, dapat
beberapa menit dan dapat pula beberapa jam, dan dapat dilakukan secara
tersendiri atau diberi variasi dengan metode lain. Pengembangan buku ajar
cetak penting dilakukan dosen agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan
secara lebih efektif, efisien, dan berkualitas serta tidak menyimpang dari tujuan
pencapaian kompetensi yang diinginkan.

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………. i

Daftar Isi ………………………………………………..……………………………. ii

Bab 1 Ketimpangan sosial

Tujuan Pembelajaran Khusus.............................................................. 1


A. Definisi Ketimpangan Sosial............................................................ 1
B. Teori Ketimpangan Global................................................................ 2

C. Faktor Penyebab Ketimpangan Sosial......................................... 5

D. Bentuk-bentuk Ketimpangan Sosial............................................. 10

E. Dampak Ketimpangan Sosial........................................................... 13

Rangkuman................................................................................................... 14

Latihan Soal.................................................................................................. 14

Bab 2 Kemiskinan
Tujuan Pembelajaran Khusus.............................................................. 15
A. Definisi Kemiskinan............................................................................. 15
B. Teori-teori Kemiskinan...................................................................... 19
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan..................... 23
Menurut Para Ahli
D. Kategori Kemiskinan………................................................................ 34
Rangkuman................................................................................................... 38
Latihan Soal.................................................................................................. 38

Bab 3 Kesejahteraan sosial

Tujuan Pembelajaran Khusus............................................................... 40


A. Definisi Kesejahteraan Sosial.......................................................... 30
B. Indikator Kesejahteraan Sosial....................................................... 43

C. Tujuan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial....................... 45

D.Usaha Kesejahteraan Sosial.............................................................. 46

E. Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial............................................... 47

iii
Rangkuman................................................................................................... 48
Latihan Soal................................................................................................... 48

Bab 4 Kemiskinan di Indonesia

Tujuan Pembelajaran Khusus.............................................................. 49


A. Pendahuluan…....................................................................................... 49
B. Kemiskinan Di Indonesia dan Distribusi Geografis............... 52
C. Kemiskinan di Indonesia : Kota dan Desa.................................. 53
Rangkuman................................................................................................... 57

Latihan Soal.................................................................................................. 57

Bab 5 Upaya Penyelesaian ketimpangan sosial dan kemiskinan.

Tujuan Pembelajaran Khusus.............................................................. 58


A. Strategi Menanggulangi Kemiskinan di Indonesia................. 58
B. Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Kemiskinan.. 65
Berbasis Bantuan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
Rangkuman................................................................................................... 69

Latihan Soal................................................................................................... 70

Daftar Pustaka...................................................................................................... 71

iv
BAB 1
KETIMPANGAN SOSIAL

Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan dan memahami definisi, teori, bentuk-bentuk, faktor-faktor
penyebab, dan dampak dari ketimpangan sosial.

A. Definisi Ketimpangan Sosial


Pengertian ketimpangan sosial menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1. Andrinof A. Chaniago
Ketimpangan adalah buah dari pembangunan yang hanya berfokus pada aspek
ekonomi dan melupakan aspek sosial.
2. Budi Winarno
Ketimpangan merupakan akibat dari kegagalan pembangunan di era globalisasi
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis warga masyarakat.
3. Jonathan Haughton & Shahidur R. Khandker
Ketimpangan sosial adalah bentuk-bentuk ketidak-adilan yang terjadi dalam
proses pembangunan.
4. Roichatul Aswidah
Ketimpangan sosial sering dipandang sebagai dampak residual dari proses
pertumbuhan ekonomi.
5. Naidoo dan Wills
Ketimpangan sosial merupakan perbedaan-perbedaan dalam pemasukan,
sumber daya, kekuasaan, dan status di dalam dan antara masyarakat.

Ketimpangan sosial tidak sama dengan perbedaan sosial yang


dikategorikan ke dalam stratifikasi dan diferensiasi sosial. Ketimpangan sosial
dikategorikan sebagai masalah sosial karena terdapat ketidakadilan dalam
kontribusi masyarakat dari beberapa aspek kehidupan. Berikut ini adalah prinsip-
prinsip ketidakadilan, yaitu.

1
- Elitisme efisien
- Pengecualian diperlukan
- Prasangka adalah wajar
- Keserakahan adalah baik, dan
- Putus asa tidak bisa dihindari.
Ketidakadilan tersebut dapat berbentuk :
1. Marginalisasi, proses pemusatan hubungan kelompok-kelompok tertentu
dengan lembaga sosial utama. Semakin besar perbedaan, semakin mudah
kelompok dominan meminggirkan kelompok lemah.
2. Stereotipe (pelabelan), pemberian sifat tertentu secara subjektif terhadap
seseorang berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya, anggapan bahwa
kebanyakan masyarakat A memiliki sifat pelit, padahal anggapan tersebut
belum tentu benar adanya.
3. Subordinasi, pembedaan perlakuan identitas tertentu. Misalnya, Politik
Apartheid, lebih mengutamakan orang-orang berkulit putih daripada orang
berkulit hitam.
4. Dominasi, kondisi dengan ciri satu kelompok memegang kekuasaan secara
sewenang-wenang. Misalnya, pada masa penjajahan Belanda terhadap
Indonesia dimana rakyat dipaksa untuk kerja rodi.

B. Teori Ketimpangan Global


Teori Kolonialisme
Di mulai di Inggris sekitar tahun 1750 ketika industrialisasi menyebar di
seluruh Eropa Barat. Teori ini merujuk pada satu negara yang menjadikan banyak
wilayah sebagai koloninya. Kegiatan ini diawali oleh negara industri (kapitalis)
dengan cara menanamkan sebagian keuntungannya ke dalam persenjataan yang
tangguh dan kapal, kemudian digunakan untuk menyerbu negara yang lemah
untuk dijadikan koloninya. Setelah bangsa yang lemah takluk, mereka akan
mengeksploitasi tenaga kerja dan sumber daya bangsa tersebut.

2
Teori Sistem Dunia
Dikemukakan oleh Immanuel Wallerstein. Hasil analisisnya,
industrialisasi menghasilkan tiga kelompok bangsa, yaitu :
1. Negara inti, negara yang lebih dulu melakukan industrialisasi dan mendominasi
negara yang lemah. Negara inti yaitu negara-negara di Eropa Barat, misalnya
Inggris, Belanda, Spanyol, Portugis.
2. Negara semiperiferi, negara yang bergantung pada perdagangan negara inti.
Negara semiperiferi yaitu negara Eropa Selatan.
3. Negara periferi, negara pinggiran. Negara periferi yaitu negara di kawasan Asia
dan Afrika.

Teori Ketergantungan
Keterbelakangan sebagai akibat suatu sistem kapitalis internasional yang
dominan (berbentuk perusahaan-perusahaan multinasional) dan bersekutu dengan
Dunia Ketiga untuk mempertahankan kedudukan mereka. Dunia Ketiga adalah
negara yang tidak masuk Dunia Pertama (negara kapitalis) dan Dunia Kedua
(negara komunis). Perkembangan antara negara industri dan keterbelakangn
negara dunia ketiga berjalan bersamaan. Ketika negara industri berkembang,
negara dunia ketiga semakin terbelakang oleh kolonialisme dan neokolonialisme.

Pendekatan Struktural
Pendekatan Struktural adalah cara lain untuk memandang ketimpangan
dunia dalam hal kesejahteraan dan kekuasaan. Pendekatan ini memandang bahwa
kemiskinan dan ketergantungan Dunia Ketiga tidak disebabkan oleh keputusan
kebijakan yang sengaja dibuat di Amerika, Inggris, atau Moskow. Ketergantungan
ini sebenarnya berasal dari struktur sistem internasional sehingga bangsa-bangsa
pengekspor bahan mentah terpaksa kehilangan bagiannya dari keuntungan
produksi.
Menurut Raul Presbisch, sistem perdagangan bebas merugikan negara-
negara pengekspor bahan mentah (negara periferi) dan menguntungkan negara-
negara industri kaya yang mengekspor hasil industri (negara-negara pusat).

3
Teori Fungsionalis
Ketidaksetaraan tidak bisa dihindari dan memiliki fungsi penting dalam
masyarakat. Menurut Kingsley Davis dan Wilbert Moore, penyebab
ketidaksetaraan dan startifikasi masyarakat adalah sebagai berikut.
1. Masyarakat harus memastikan bahwa posisi-posisinya terisi.
2. Beberapa posisi lebih penting daripada yang lain.
3. Posisi-posisi yang lebih penting harus diisi oleh orang yang lebih
berkualifikasi.
4. Untuk memotivasi orang yang lebih berkualifikasi agar mengisi posisi-posisi
ini, masyarakat harus menawarkan imbalan lebih besar.

Teori Konflik
Ketimpangan sebagai akibat dari kelompok dengan kekuatan mendominasi
kelompok yang kurang kuat.. Kesenjangan sosial, mencegah dan menghambat
kemajuan masyarakat karena orang-orang yang berkuasa akan menindas orang-
orang tak berdaya untuk mempertahankan status quo. Masyarakat akan selalu
mengalami konflik secara terus menerus.
Karl Marx adalah tokoh konflik pertama yang memandang bahwa
kapitalisme akan memperjelas perbedaan kelas antarindividu. Hal ini terlihat dari
konflik antara kaum borjuis dan kaum proleter, dimana kaum borjuis berusaha
untuk menguasai alat-alat produksi.

Teori Pertumbuhan Neoklasik


Dikemukan oleh Gouglas C. North. Teori ini memunculkan prediksi
tentang hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara
dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Teori neoklasik ini
memunculkan Hipotesis Neoklasik, ketimpangan pembangunan pada awal proses
meningkat. Setelah berangsur-angsur, ketimpangan pembangunan antarwilayah
tersebut semakin menurun.

4
Cara Sosiolog Memandang Ketimpangan Sosial
Kesenjangan sosial sebagai masalah sosial mencakup tiga dimensi, yaitu :
1. Kondisi struktural objektif, yaitu hal-hal yang dapat diukur secara objektif dan
berkontribusi terhadap ketimpangan sosial. Misalnya, tingkat pendidikan,
kekayaan atau kemiskinan, pekerjaan.
2. Dukungan ideologis, mencakup hal-hal yang mendukung ketimpangan sosial
yang terdapat di masyarakat. Misalnya undang-undang, kebijakan publik, nilai-
nilai di masyarakat.
3. Reformasi sosial, mencakup perlawanan terorganisasi, kelompok-kelompok
perlawanan, dan gerakan-gerakan sosial.

C. Faktor Penyebab Ketimpangan Sosial


Ketimpangan sosial tidak terlepas dari beberapa faktor yang mendukung.
Secara teoritis sekurang-kurangnya ada dua faktor yang dapat mendukung
terjadinya ketimpangan sosial yaitu :
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang.
Artinya faktor yang disebabkan oleh individu karena rendahnya kualitas
sumberdaya manusia seperti tingkat pendidikan (ilmu pengetahuan &
keterampilan), kesehatan rendah atau terdapat hambatan budaya pada diri
sendiri seperti budaya malas, sikap apatis, pandangan yang cenderung
menyerah pada nasib, tidak memiliki etos kerja, dan tidak mempunyai orientasi
kehidupan masa depan. Dalam penjelasan Lewis (1969), ketimpangan sosial
tipe ini muncul karena masyarakat itu terkungkung dalam kebudayaan
kemiskinan.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal diartikan sebagai faktor-faktor yang berasal dari luar
kemampuan seseorang. Hal ini dapat terjadi karena birokrasi atau ada
peraturan-peraturan resmi (kebijakan), sehingga dapat membatasi atau
memperkecil akses seseorang untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang
yang tersedia. Dengan kata lain, ketimpangan sosial bukan terjadi karena
seseorang malas bekerja atau tidak mempunyai kemampuan sebagai akibat

5
keterbatasan atau rendahnya kualitas sumberdaya manusia, tetapi karena ada
hambatan-hambatan atau tekanan-tekanan struktural. Ketimpangan sosial ini
merupakan salah satu penyebab munculnya kemiskinan struktural.

Faktor penyebab ketimpangan sosial :


1. Perbedaan sumber Daya Alam
Kalau dilihat dari sumber daya alam di Indonesia sangatlah kaya hampir
merata memiliki sumber daya alam yang berlimpah seperti Papua (tambang
emas), Kalimantan (batu bara), Sumatera (Gas), dan lain-lain. Sumber daya
alam sarat akan kaya dari sumber daya hayati dan non-hayati. Tidaklah bisa
dipungkiri pula bahwa sumber daya alam sangat berhubungan erat dengan
tingkat perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan oleh cara pemanfaatan
sumber daya alam yang dengan baik akan menghasilkan perekonomian yang
baik namun kalau pemanfaatannya tidak baik maka akan terjadi perusakan
lingkungan dan merugikan masyarakat setempat. Namun sering terjadi malah
pemanfaat sumber daya daerah dilakukan oleh perusahaan asing yang tidak
memihak pada pendapatan daerah. Hal demikianlah yang rentan akan terjadi
ketimpangan dalam pengelolaan sumebr daya alam daerah.
2. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah dapat menyebabkan kesejahteraan sosial dan bisa
pula menjadi ketimpangan sosial. Jika kebijakan memihak pada masyarakat
semua kalangan baik atas maupun bawah maka akan terjadi keadilan dan
menuju kemakmuran, namun sebaliknya kalau memihak pada kalangan atas
maka akan terjadi ketimpangan. Bisa diambil permisalan kebijakan
menentukan harga BBM sangat mempengaruhi kehidupan dua belah pihak atau
kalangan.
3. Pengaruh Globalisasi
Masyarakat yang mampu menyikapi dan memanfaatkan globalisasi secara
tepat akan mencapai kemajuan. Sementara itu, masyarakat yang tidak mampu
memanfaatkan globalisasi secara tepat tidak akan mampu mengambil
kesempatan yang ditawarkan globalisasi. Globalisasi juga mampu menjadikan
suatu keadaan yang timpang, misalnya perkotaan lebih dipenuhi industrialisasi

6
dengan beragamnya atau terspesialisaniya pekerjaan sedangkan pedesaan
hanya dimanfaatkan sumber daya alamnya saja.
4. Faktor Demografis
Kondisi demografis dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi,
sistem sosial, struktur kependudukan, perbedaan kondisi ketenaga kerjaan,
tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, dan segala hal yang berkaitan dengan
penduduk. Perbedaan kondisi demografis suatu daerah acap kali menjadi
penyebab terjadinya ketimpangan sosial karena perbedaan produktivitas kerja
masyarakat pada setiap daerah berbeda-beda tergantung pada kualitas
demografisnya.
Berikut ini adalah beberapa klasifikasi dalam bidang demografi yang
utamanya berpengaruh langsung dalam menimbulkan ketimpangan sosial antar
masyarakat pada suatu lingkungan:
a. Jumlah
Keterkaitan antara jumlah penduduk dengan ketimpangan sosial dalam
bermasyarakat bisa dilihat dari perbedaan penduduk padat dengan wilayah
sempit dan penduduk yang masih jarang dan luas wilayahnya. Wilayah padat
penduduk cenderung akan memicu semakin tingginya tingkat kompetisi
sedangkan dalam wilayah jarang penduduk kehidupan yang lamban karena
masih banyak yang bisa dikelola membuat penduduknya memiliki sikap santai
b. Komposisi
Lebih lanjut mengenai seberapa fokus kependudukan berpengaruh terhadap
ketimpangan sosial maka kali ini kita akan membahas tentang komposisi
penduduk yang mendiami suatu wilayah lingkungan bermasyarakat, semisal
saja yakni interaksi sosial antara satu wilayah lingkungan dengan rata-rata
pekerja lapangan dengan pekerja kantoran pastilah akan jauh berbeda,
kehidupan di lapangan akan memicu lebih banyak interaksi antar beragam
masyarakat yang berbeda setiap pergantian waktunya, sedangkan masyarakat
kantoran cenderung lebih cuek dengan sekitar dan pastinya fokus mereka lebih
kepada tumpukan kerjaan di atas meja yang tiada habisnya

7
c. Persebaran
Sedangkan masalah yang meliputi tentang persebaran penduduk yakni hampir
tak berbeda jauh dengan masalah jumlah kependudukan, akan tetapi biasanya
daerah dengan persebaran penduduk tidak merata akan semakin memperparah
tingkat ketimpangan sosial dalam masyarakat, wilayah pusat dengan peminat
yang tinggi dari berbagai daerah bisa memicu berbagai macam peningkatan
tingkat kriminalitas sedangkan pada daerah terpencil tanpa penduduk padat
maka seringkali tingkat produktifitas sumber daya kurang dapat
dimaksimalkan, dan ini menjadi suatu jurang pemisah yang amat nyata bagi
perbedaan diantara kedua jenis lingkungan bermasyarakat tersebut
5. Letak dan Kondisi Geografis
Letak dan kondisi geografis Indonesia mempengaruhi tingkat
pembangunan suatu masyarakat. Masyarakat yang tinggal didataran rendah
pada umumnya lebih mudah membangun berbagai infrastruktur, sementara itu
masyarakat yang tinggal dataran tinggi memerlukan waktu dan proses panjang
dalam pembangunan yang terkendala oleh bentang alam yang menanjak dan
tidak merata.
Ketimpangan sosial dalam masyarakat juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Kondisi Demografis
Demografi adalah ilmu yang mempelajari tentang masalah kependudukan
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kondisi demografis antara
masyarakat satu dengan yang lain memiliki perbedaan. Perbedaan antara
masyarakat satu dengan yang lain tersebut berkaitan dengan:
a. Jumlah penduduk
b. Komposisi Penduduk
c. Persebaran penduduk
2. Kondisi Pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan untuk semua orang. Pendidikan adalah
merupakan sosial elevator, yaitu saluran mobilitas sosial vertikal yang efektif.
Pendidikan merupakan kunci pembangunan, terutama pembangunan sumber
daya manusia. Ada perbedaan mencolok dalam 2 situasi ini :

8
a. Anak-anak yang berada di daerah terpencil memiliki semangat belajar tinggi
meskipun fasilitas kurang.
b. Anak yang tinggal di kota dengan fasilitas pendidikan yang mencukupi,
sebagian besar terpengaruh oleh lingkungan sosial yang kurang baik
sehingga semangat belajar kurang.
Perbedaan ini menyebabkan ketimpangan sosial. Ketidakadilan tersebut dapat
dilihat dari fasilitas, kualitas tenaga kerja, mutu pendidikan, dan sebagainya.
3. Kondisi Kesehatan
Ketimpangan sosial dapat disebabkan oleh fasilitas kesehatan yang tidak
merata di setiap daerah, jangkauan kesehatan kurang luas, pelayanan kesehatan
yang kurang memadai, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan tingkat kesehatan
dan kesejahteraan di masyarakat yang satu berbeda dengan masyarakat yang
lain, sehingga bisa mengakibatkan ketimpangan.
4. Kondisi Ekonomi
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama munculnya
ketimpangan sosial. Ketimpangan ini timbul karena pembangunan ekonomi
yang tidak merata. Ketidakmerataan pembangunan ini disebabkan karena
perbedaan antara wilayah yang satu dengan yang lainnya. Terlihat dari adanya
wilayah yang maju dan wilayah yang tertinggal. Munculnya ketimpangan yang
dilihat dari faktor ekonomi terjadi karena adanya perbedaan dalam kepemilikan
sumber daya dan faktor produksi. Daerah yang memiliki sumber daya dan
faktor produksi, terutama yang memiliki barang modal (capital stock) akan
memperoleh pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah yang
memiliki sedikit sumber daya.
5. Faktor Struktural
Berkaitan erat dengan tata kelola yang merupakan kebijakan pemerintah
dalam menangani masyarakat yang bersifat legal formal maupun kebijakan
dalam pelaksanaannya. Indonesia menganut paham demokrasi sehingga aturan
yang ada diperuntukkan bagi kepentingan rakyat yang diutamakan. Kurangnya
asset informasi tentang kebijakan pemerintah dapat mengakibatkan tidak
berjalannya pelaksanaan pembangunan dan pemerataan pembangunan.

9
Sebagai penyelenggara negara, negara harus menjadi pelopor demokrasi
yang dapat dijadikan teladan bagi masyarakat sehingga stabilitas terjaga dan
kesejahteraan sosial terwujud.
Negara Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dan masyarakatnya
majemuk sehingga memiliki potensi konflik yang besar. Untuk itu,
penyelenggara negara harus mampu berperan sebagai :
a. Dinamisator, pemerintah berkewajiban menumbuhkan simpati para
penyelenggara negara terhadap masyarakat, demikian pula sebaliknya.
b. Mediator, harus mampu berlaku adil dalam menyelesaikan masalah di
masyarakat dan memiliki wawasan kebangsaan yang kuat.
c. Katalisator, harus mampu mengarahkan diri sebagai pengatur dan
pengendali permasalahan yang muncul dari kebijakan yang dikeluarkan.
6. Faktor Kultural
Berkaitan dengan sifat atau karakter masyarakat dalam melaksanakan
kehidupannya. Misalnya, sifat malas atau rajin, ulet atau mudah menyerah.
Berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat. Misalnya,
masyarakat menganggap budaya hemat dan menabung tidak penting bagi
kehidupan. Budaya birokrat para penyelenggara negara juga dapat
menimbulkan ketimpangan yaitu berperilaku sewenang-wenang terhadap
rakyat.

D. Bentuk-Bentuk Ketimpangan Sosial


1. Ketimpangan di bidang Gender
Ketimpangan gender adalah kondisi di mana terdapat ketidaksetaraan
antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Di berbagai sektor kehidupan banyak indikator
menunjukan perempuan tertinggal dibandingkan laki-laki dalam hal
memperoleh kesempatan, peluang dan hasil-hasil pembangunan. Terlihat dari
banyaknya perempuan hanya dipekerjakan sebagai tenaga kerja wanita yang
dikirim keluar negeri. Selain itu, saat ini wanita masih dianggap sebagai
manusia kedua yang hanya bekerja di sumur, kasur, dan dapur saja. Hal ini

10
diperkuat oleh pandangan masyarakat yang tradisional dengan berpegang teguh
pada pandangan wanita tidak ada guna untuk disekolahkan setinggi-tingginya.
2. Ketimpangan di bidang Pendidikan
Jika dilihat dari segi edukasi ataupun latar belakang pendidikan dalam
contoh yang paling mendasar dapat dengan mudah kita temui realita di sekitar
kehidupan lingkungan kita, pada umumnya anak pusat perkotaan akan
memiliki keunggulan mutu baik dari segi ketersediaan bahan penunjang materi
ajar, ketersediaan tenaga ajar yang memadai serta berbagai fasilitas pendidikan
lain yang maksimal namun biasanya kendala mereka justru terbentur pada
mentalitas anak didik yang kurang dapat memanfaatkan fasilitas yang ada dan
pendidikan justru tak jarang sering terkalahkan dengan berbagai hiburan hedon
khas pusat kota yang mengganggu fokus anak didik tersebut.
Sedangkan saat kita menilik pada kehidupan daerah yang umumnya
pinggiran, dengan tentu saja materi ajar serja guru pengajar dan fasilitas
pendidikan yang umumnya terbelakang namun kita jumpai semangat anak
didik yang begitu menyala demi mendapat pendidikan di sekolah-sekolah, tak
mereka hiraukan betapa sulit kemungkinan medan dan juga seberapa jauhpun
jarak yang musti mereka tempuh demi dapat menuntut ilmu di sekolah dan
bertemu dengan kawan dan guru untuk belajar bersama demi harapan masa
depan yang semakin gemilang.
3. Ketimpangan di bidang Kesehatan
Hal yang tidak begitu jauh berbeda pula terjadi pada kondisi kesehatan
masyarakat yang senantiasa berbeda dan timpang yang pada umumnya dapat
dibandingkan dengan wilayah pusat dan pinggiran kota, wilayah pusat dengan
beragam alat kesehatan memadai segala penyakit dapat diatasi sejak dini
namun umumnya segala keluhan penyakit datang dari beragam makanan instan
kurang sehat yang menjadi konsumsi utama masyarakat kota dengan tingkat
kesibukan yang luar biasa.
Sedangkan dalam wilayah pinggiran tentulah berbagai tenaga serta alat
medis masih sangat terbatas demi memberi pertolongan pada terjadinya
beragam keluhan penyakit, pada umumnya konsumsi makanan dengan bahan
berbahaya dari segi kimia masih dapat dikendalikan namun fokus utama

11
pencetus penyakit pada kalangan pinggiran yakni dikarenakan betapa
minimnya kesadaran masyarakat akan kebersihan pribadi dan lingkungan yang
masih sulit diusahakan demi tercapainya kesehatan yang maksimal, hal ini juga
memicu beragam macam penyakit berbeda yang menjadi ciri khas dari wilayah
yang berbeda.
4. Ketimpangan di bidang Pendapatan
Paling erat kaitannya dengan finansial yakni mengenai ketersediaan
sumber daya baik dari segi alam maupun manusia yang mampu menopang
pergerakan suatu roda perekonomian, pada umumnya wilayah pusat perkotaan
adalah suatu wilayah penguasa ekonomi dikarenakan potensi mereka dalam
mengelola bahan yang ada lebih besar ketimbang apa yang bisa diusahakan
oleh para penduduk dari wilayah pinggiran, tentunya hal ini juga tak terlepas
dari kucuran modal yang dipunya serta beragam latar belakang pendidikan
yang dienyam.
Menurut Adrinof Chaniago terdapat enam ketimpangan yang terjadi yaitu sebagai
berikut :
1. Ketimpangan desa dan kota. Hal ini ditandai dengan adanya arus urbanisasi
yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota sehingga menyebabkan tingkat
kesejahteraan di desa menurun dan berakibat semakin banyaknya pemukiman
kumuh, kriminalitas, pengangguran di kota.
2. Kesenjangan pembangunan diri manusia Indonesia.
3. Ketimpangan antargolongan sosial ekonomi yang diperlihatkan dengan semakin
meningkatnya kesenjangan ekonomi antar golongan-golongan dalam
masyarakat. Kesenjangan ekonomi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu (a) Menurunnya pendapatan per kapita akibat pertumbuhan penduduk
yang relatif tinggi tanpa ddiiringi peningkatan produktivitas, (b)
Ketidakmerataan hasil pembangunan antardaerah, (c) Rendahnya mobilitas
sosial akibat sikap mental tradisional yang kurang menyukai persaingan dan
kurang usaha, (d) Hancurnya industri kerajinan rakyat akibat monopoli
pengusaha bermodal besar.
4. Ketimpangan penyebaran aset di kalangan swasta dengan ciri sebagian besar
kepemilikan aset di Indonesia terkonsentrasi pada skala besar.

12
5. Ketimpangan antar sektor ekonomi dengan ciri sebagian sektor, misalnya
property, mendapat tempat yang istimewa.
6. Ketimpangan antarwilayah dan subwilayah dengan ciri konsentrasi ekonomi
terpusat pada wilayah perkotaan, terutama ibu kota, sehingga daerah hanya
mendapatkan konsentrasi ekonomi yang sangat kecil.

E. Dampak Ketimpangan Sosial


Ketimpangan sosial selalu meninggalkan jejak baik positif maupun negatif.
Berikut ini dampak dari ketimpangan sosial :
1. Dampak Positif
a) Ketimpangan sosial dapat menjadi suatu stimulasi ampuh bagi beberapa
wilayah untuk terus memaksimalkan potensi mereka demi menuju ke arah
yang senantiasa lebih baik lagi
b) Ketimpangan sosial juga dapat menumbuhkan rasa empati antar golongan
untuk membantu yang lain demi mendapatkan kesetaraan yang sudah
semestinya
c) Ketimpangan sosial meminimalisir mental individu yang biasanya gampang
cepat puas, dengan ini mereka akan terus didorong untuk mengontribusikan
yang lebih baik dari diri mereka masing-masing
d) Mengajarkan pada masyarakat mengenai arti tentang kehidupan yang
beragam, dengan begini maka mentalitas keterbukaan serta pengertian akan
lebih mudah untuk diterapkan secara lebih nyata
e) Mendorong manusia untuk lebih pandai bersyukur atas apa yang
dipunyainya beserta menjadikan mereka lebih berserah yang disertai dengan
harapan untuk berusaha lebih ikhlas dalam mengusahakan apa-apa yang
mereka harapkan
2. Dampak Negatif
a) Cenderung memicu kesombongan dan juga keputusasaan di sisi yang
lainnya, hal ini bisa diminimalisir dengan berperannya golongan yang
bertanggung jawab di bidangnya semisal pemerintah untuk lebih
mengajarkan masyarakat tentang empati dan juga bekerja keras

13
b) Cenderung memicu tingginya kriminalitas yang diakibatkan oleh
kecemburuan sosial, kembali lagi hal yang musti diperhatikan adalah
mengenai mentalitas individu, yang mampu harus dilatih menjauhi sifat
pelit dan semena-mena sedangkan yang kurang mampu harus dilatih untuk
berusaha pada jalan yang benar.

Rangkuman
Ketimpangan sosial diartikan sebagai suatu ketidakadilan yang dirasakan
oleh masyarakat dalam status dan kedudukan. Ketimpangan sosial bisa
disebabkan oleh adanya perbedaan sumber daya alam, kebijakan pemerintah,
pengaruh globalisasi dan factor demografis. Ketimpangan sosial dapat
memberikan pengaruh atau dampak positif yaitu sebagai stimulasi,
menumbuhkan rasa empati, menambah rasa syukur atas kondisi yang ada dan
dapat menimbulkan dampak negatif yaitu menimbulkan sifat mental seperti
sombong, putus asa serta timbulnya kriminalitas.

Latihan Soal
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar :
1. Apa yang anda pahami tentang ketimpangan sosial ?
2. bagaimana cara sosiolog memandang ketimpangan sosial ?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya ketimpangan sosial ?
4. Sebutkan dan jelaskan bentuk-bentuk ketimpangan sosial yang anda ketahui
!
5. Apa saja dampak-dampak yang diakibatkan dari adanya ketimpangan sosial
?

14
BAB 2
KEMISKINAN

Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan dan memahami definisi, teori, faktor-faktor penyebab, dan kategori
kemiskinan.

A. Definisi Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif,
sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang
lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. kemiskinan dapat
juga dikatakan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya
tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan
dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak
pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan kehidupan moral, dan rasa harga
diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.
Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak
berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata
“fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang
terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini
bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi
negatif (ketidak seimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.
Kemiskinan memang suatu masalah yang kompleks. Ia tidak berdiri
sendiri, banyak faktor yang mempengaruhi dan menyebabkannya terjadi. Ada

15
faktor internal yang disebabkan oleh dirinya sendiri, ada juga yang datang dari
luar, seperti lingkungan, pemerintahan, keadaan perekonomian secara umum,
kebijakan pemerintah yang tidak berpihak dan banyak hal lainnya. Namun
setidaknya kemiskinan muncul karena perbedaan kemampuan, perbedaan
sumberdaya dan perbedaan kesempatan (Maipita, 2013).
Dalam konteks negara kesatuan Republik Indonesia, telah diatur dengan
tegas dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 bahwa fakir miskin dan anak
terlantar dipelihara oleh negara. Meskipun dalam prakteknya masih dapat
diperdebatkan apakah Indonesia selama ini telah melaksanakan amanat Undang-
Udang Dasarnya sendiri atau justru melanggarnya (dalam arti belum mampu
melaksanakan sepenuhnya).

Konsep-konsep Tentang Kemiskinan


Kemiskinan merupakan permasalahan kemanusiaan purba. Ia bersifat
laten dan aktual sekaligus. Ia telah ada sejak peradaban manusia ada dan hingga
kini masih menjadi masalah sentral di belahan bumi manapun. Kemiskinan
merupakan faktor dominan yang mempengaruhi persoalan kemanusiaan lainnya,
seperti keterbelakangan, kebodohan, ketelantaran, kematian dini. Problema buta
huruf, putus sekolah, anak jalanan, pekerja anak, perdagangan manusia (human
trafficking) tidak bisa dipisahkan dari masalah kemiskinan. Berbagai upaya telah
dilakukan, beragam kebijakan dan program telah disebar-terapkan, berjumlah
dana telah dikeluarkan demi menanggulangi kemiskinan.
Menurut De Vos kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak
mampu mencapai salah satu tujuannya atau lebih, tujuan‑tujuan yang dimaksud di
sini tentunya dapat diinterpretasikan sesuai persepsi seseorang. Dengan demikian,
kemiskinan dapat diartikan berdasarkan kondisi seseorang dalam mencapai
tujuan--tujuan yang diinginkan (Suparta, 2003).
Di lain pihak Friedmann (1979), mendefinisikan kemiskinan sebagai
ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basis
kekuatan sosial meliputi modal yang produktif atau asset (misalnya, tanah,
perumahan, peralatan, kesehatan dan lain‑lain); sumber‑sumber keuangan
(income dan kredit yang memadai); organisasi sosial dan politik yang dapat

16
digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik, sindikat,
kopera-si dan lain‑lain); jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan,
barang‑barang dan lain‑lain; pengetahuan dan keterampilan yang memadai; dan
informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan anda.
De Vos (1991) juga memberikan pengertian kemiskinan berdasarkan
beberapa pendekatan, yaitu batasan secara absolut dan batasan relatif. Kemiskinan
secara absolut memberikan pengertian keadaan seseorang dalam pemenuhan
kebutuhan minimum untuk hidup tanpa melihat kondisi lingkungan masyarakat.
Sedangkan pengertian kemiskinan relatif memberikan pengertian keadaan
seseorang bila dibandingkan dengan kondisi masyarakatnya sering
berpindah‑pindah lapangan pekerjaan dan sebahagian besar pendapatannya.
Dari segi sosial, kemiskinan penduduk dapat juga disebutkan sebagai suatu
kondisi sosial yang sangat rendah, seperti penyediaan fasilitas kesehatan yang
tidak mencukupi dan penerangan yang minim (Sumardi dan Dieter, 1985).
Kondisi sosial lain dari penduduk miskin biasanya dicirikan oleh keadaan rumah
tangga dimana jumlah anggota keluarga banyak, tingkat pendidikan kepala rumah
tangga dan anggota rumah tangga rendah, dan umumnya rumah tersebut berada di
pedesaan (BPS, 2002).
Dari segi ekonomi, rumah tangga miskin dicirikan oleh jenis mata
pencaharian pada sektor informal di pedesaan maupun di perkotaan, sering
berpindah-pindah mata pencaharian dari produktivitas yang rendah sehingga
menyebabkan pendapatan yang rendah. Karakteristik lain dari rumah tangga
miskin adalah kecenderungan untuk menyediakan sebagian besar dari anggaran
rumah untuk memenuhi kebutuhan pangan. Alokasi pendapatan yang cenderung
hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan merupakan cerminan adanya
kemiskinan rumah tangga (Hasbullah, 1983).
Sekurang‑kurangnya ada dua pendekatan untuk memberikan pengertian
tentang kemiskinan. Pertama adalah pendekatan absolut yang menekankan pada
pemenuhan kebutuhan fisik minimum, tolok ukur yang dipakai adalah kebutuhan
minimal yang harus dipenuhi oleh seseorang atau keluarga agar dapat
melangsungkan hidupnya pada taraf yang layak. Pendekatan kedua adalah

17
pendekatan relatif dimana kemiskinan ditentukan berdasarkan taraf hidupnya
relatif dalam masyarakat (Suparlan, 1984).
Secara konsepsional, kemiskinan dirumuskan sebagai suatu kondisi hidup
yang serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Secara
operasional kriteria kemiskinan itu ditetapkan dengan tolok ukur garis
kemiskinan. Penduduk miskin adalah golongan masyarakat yang berada di bawah
garis kemiskinan, sedangkan target pembangunan biasanya dirumuskan sebagai
upaya mengentaskan golongan masyarakat miskin agar mereka bisa berada di atas
garis kemiskinan tersebut.
Menurut Wolf Scott, kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi
pendapatan (dalam jumlah uang) ditambah dengan keuntungan non-material yang
diterima seseorang, cukup tidaknya memiliki aset seperti tanah, rumah, uang,emas
dan lain-lain dimana kemiskinan non-material yang meliputi kekebebasan hak
untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
Menurut Bank Dunia, bahwa aspek kemiskinan yaitu pendapatan yang
rendah, kekurangan gizi atau keadaan kesehatan yang buruk serta pendidikan yang
rendah. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lain diantaranya tingkat
pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi
geografis, gender dan kondisi lingkungan.
Kemiskinan adalah kondisi dimana sesorang atau kelompok orang baik
laki-laki maupun perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya yang bermartabat. Konsep
ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang menyatakan bahwa masyarakat
miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya,
dalam hal ini layaknya orang mampu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan bahwa kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari aspek ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan atau pengeluaran. Penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan
di bawah garis kemiskinan.

18
Sedangkan dari pendapat para pakar ekonomi melihat bahwa kemiskinan
yang terjadi di Indonesia saat ini adalah kemiskinan periodik atau kemiskinan
musiman artinya kemiskinan dapat terjadi manakala daya beli masyarakat
menurun atau rendah. Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap
anggota masyarakat, terutama kaum cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, dan
kelompok kelompok lanjut usia.
Pengertian lain disampaikan oleh Prof. Mubiyarto menyebutkan bahwa
konsep kemiskinan adalah rendahnya taraf kehidupan suatu masyarakat baik yang
berada di pedesaan maupun yang berada di daerah perkotaan. Selanjutnya
menurut Esmara (1979), yang dimaksud dengan tingkat kemelaratan absolut
lebih banyak ditujukan terhadap tingkat kehidupan penduduk secara absolut, baik
yang diukur dengan pemakaian kalori, tingkat gizi, sandang, sanitasi, pendidikan,
dan sebagainya.
Esmara menyimpulkan, bahwa dalam menentukan garis kemelaratan perlu
ditentukan suatu kebutuhan minimum yang memungkinkan orang hidup dengan
layak. Menurutnya, memang sukar menentukan batas kelayakan jumlah
pendapatan, pengeluaran konsumsi, kebutuhan kalori, dan sebagainya yang dapat
digunakan sebagai titik tolak perhitungan. Esmara menyebutkan batas kebutuhan
minimum tersebut sebagai "garis kemiskinan". Batas tersebut juga biasa disebut
dengan "garis kemiskinan” (Mubyarto,1990).
Dari konsep-konsep di atas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan tersebut
secara global dapat disebutkan : Kemiskinan adalah rendahnya nilai tatanan
kehidupan di suatu daerah, baik di perkotaan

B. Teori-teori Kemiskinan
Pada dasarnya, kemiskinan merupakan persoalan klasik yang telah ada
sejak umat manusia ada. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks, berwajah
banyak, dan tampaknya akan terus menjadi persoalan aktual dari masa ke masa.
Meskipun sampai saat ini belum ditemukan suatu rumusan ataupun formula
penanganan kemiskinan yang dianggap paling berdayaguna, signifikan, dan
relevan, pengkajian konsep dan strategi penanganan kemiskinan harus terus
menerus diupayakan. Pengupayaan tersebut tentu sangat berarti sehingga

19
kemiskinan tidak lagi menjadi masalah dalam kehidupan manusia. Seperti
diketahui, terdapat banyak teori dan pendekatan dalam memahami kemiskinan.
Teori-teori tersebut antara lain:
a. Teori Neo-Liberal.
Shanon, Spicker, Cheyne, O’Brien dan Belgrave berargumen bahwa
kemiskinan merupakan persoalan individual yang disebabkan oleh kelemahan dan
pilihan individu yang bersangkutan. Kemiskinan akan hilang sendirinya jika
kekuatan pasar diperluas sebesar-besarnya dan pertumbuhan ekonomi dipacu
setinggi-tingginya. Secara langsung, strategi penanggulangan kemiskinan harus
bersifat residual sementara, dan hanya melibatkan keluarga, kelompok swadaya
atau lembaga keagamaan. Peran negara hanyalah sebagai penjaga yang baru boleh
ikut campur manakala lembaga-lembaga di atas tidak mampu lagi menjalankan
tugasnya.
b. Teori Sosial Demokrat
Teori ini memandang bahwa kemiskinan bukanlah persoalan individu,
melainkan struktural. Kemiskinan disebabkan oleh adanya ketidakadilan dan
ketimpangan dalam masyarakat akibat tersumbatnya akses kelompok kepada
sumber kemasyarakatan. Teori sosial demokrat menekankan pentingnya
manajemen dan pendanaan negara dalam pemberian pelayanan sosial dasar bagi
seluruh warga negara dan dipengaruhi oleh pendekatan ekonomi manajemen
permintaan gaya Keynesian. Meskipun teori ini tidak setuju sepenuhnya terhadap
pasar bebas, kaum sosial demokrat tidak anti sistem ekonomi kapitalis. Bahkan
kapitalis masih dipandang sebagai bentuk organisasi ekonomi yang paling efektif.
Hanya saja sosial demokrat merasa perlu ada sistem negara yang mengupayakan
kesejahteraan bagi rakyatnya.
Pendukung sosial demokrat berpendapat bahwa kesetaraan merupakan
prasyarat penting dalam memperoleh kemandirian dan kebebasan. Pencapaian
kebebasan hanya dimungkinkan jika setiap orang memiliki sumber kesejahteraan.
Kebebasan lebih dari sekedar bebas dari pengaruh luar, melainkan bebas pula
dalam menentukan pilihan.

20
c. Teori Marjinal
Teori ini berasumsi bahwa kemiskinan di perkotaan terjadi dikarenakan
adanya kebudayaan kemiskinan yang tersosialisasi di kalangan masyarakat
tertentu. Oscar Lewis (1966) adalah tokoh dari aliran teori marjinal. Konsepnya
yang terkenal adalah Culture of Poverty. Menurut Lewis, masyarakat di dunia
menjadi miskin karena adanya budaya kemiskinan dengan karakter apatis,
menyerah pada nasib, sistem keluarga yang tidak mantap, kurang pendidikan,
kurang ambisi membangun masa depan, kejahatan dan kekerasan banyak terjadi.
Ada dua pendekatan perencanaan yang bersumber dari pandangan teori marjinal:
Prakarsa harus datang dari luar komunitas; Perencanaan harus berfokus pada
perubahan nilai, karena akar masalah ada pada nilai.
d. Teori Development
Teori Developmental (bercorak pembangunan) muncul dari teori-teori
pembangunan terutama neo-liberal. Teori ini mencari akar masalah kemiskinan
pada persoalan ekonomi dan masyarakat sebagai satu kesatuan. Ada tiga asumsi
dasar dari teori ini:
1. Negara menjadi miskin karena ketiadaan atribut industrialisasi, modal,
kemampuan manajerial, dan prasarana yang diperlukan untuk peningkatan
ekonomi.
2. Pertumbuhan ekonomi adalah kriteria utama pembangunan yang dianggap
dapat mengatasi masalah-masalah ketimpangan.
3. Kemiskinan akan hilang dengan sendirinya bila pasar diperluas sebesar-
besarnya dan pertumbuhan ekonomi dipacu setinggi-tingginya.
Ketiga asumsi tersebut memperlihatkan bahwa kemiskinan yang terjadi bukanlah
persoalan budaya, sebagaimana anggapan teori marjinal melainkan adalah
persoalan ekonomi dan pembangunan.
e. Teori Struktural
Teori ini didasari oleh pemikiran yang berasal dari teori ketergantungan
yang diperkenalkan oleh Andre Gunder Frank (1967), Capitalism and the
Underdevelopment in Latin America, dan juga oleh Teothonio Dos Santos dan
Samir. Teori struktural berasumsi bahwa kemiskinan terjadi bukan karena
persoalan budaya dan pembangunan ekonomi, melainkan politik-ekonomi Dunia.

21
Teori ketergantungan mengajukan tiga asumsi utama:
1. Dunia didominasi oleh suatu perekonomian tunggal sedemikian rupa sehingga
semua negara di dunia diintegrasikan ke dalam lingkungan produksi
kapitalisme yang menyebabkan keterbelakangan di negara miskin.
2. Negara-negara inti menarik surplus dari negara miskin melalui suatu matarantai
metropolis-satelit.
3. Sebagai akibatnya negara miskin menjadi semakin miskin dan negara kaya
semakin kaya.
Dengan berdasar pada asumsi teori ketergantungan tersebut teori struktural
mengajukan asumsi bahwa kemiskinan di dunia harus dilihat pada suatu
konstelasi ekonomi internasional dan struktur politik global yang menerangkan
bahwa ketergantungan yang menjadi penyebab negara terbelakang dan
masyarakatnya menjadi miskin.
f. Teori Artikulasi Moda Produksi
Teori ini adalah salah satu teori yang dikembangkan oleh Pierre Phillipe
Rey, Meillassoux, Terry, dan Taylor, dari pemikiran karya Karl Marx dan
Frederic Engels mengenai Moda Produksi (Mode of Production). Teori ini
berasumsi bahwa reproduksi kapitalisme di negara-negara miskin terjadi dalam
suatu simultanitas tunggal di mana pada sisi negara miskin terjadi artikulasi dari
sedikitnya dua moda produksi (moda produksi kapitalis dan pra-kapitalis).
Koeksistensi dari kedua moda produksi tersebut menghasilkan eksploitasi tenaga
kerja murah dan problem akses bagi kelompok masyarakat miskin yang masih
tetap berada dalam ranah moda produksi pra-kapitalis.
Strategi penanganan kemiskinan yang ditawarkan oleh teori artikulasi
moda produksi dikenal dengan person in environtment dan person in situation
yang dianalogikan sebagai strategi ikan-kail memberikan keterampilan
memancing, menghilangkan dominasi kepemilikan kolam ikan oleh kelompok elit
dalam masyarakat, dan mengupayakan perluasan akses pemasaran bagi penjualan
ikan.
Teori artikulasi moda produksi melandasi dua macam pendekatan yaitu
moderat (pemberian bantuan sosial dan rehabilitasi sosial, program jaminan
perlindungan dan asuransi kesejahteraan sosial, program pemberdayaan

22
masyarakat) dan radikal (di dalam masyarakatlah terjadi ketidakadilan dan
ketimpangan yang menyebabkan taraf hidup sebagian masyarakat tetap rendah
sehingga kebijakan paling tepat adalah reformasi dan transformasi)

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan menurut para Ahli.


Setiap permasalahan timbul pasti karena ada faktor yang mengiringinya
yang menyebabkan timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga dengan masalah
kemiskinan yang dihadapi oleh negara Indonesia. Beberapa faktor yang
menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan
Hudyana (2009:28-29) yaitu :
1). Pendidikan yang Terlampau Rendah
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai
keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan
pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan
keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2). Malas Bekerja
Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan
seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
3). Keterbatasan Sumber Alam
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi
memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan
masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
4). Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi
masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja
baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi
masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.
5). Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi
alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka
miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.

23
6). Beban Keluarga
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi
dengan usaha peningkatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena
semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau
beban untuk hidup yang harus dipenuhi.
Suryadiningrat dalam Dadan Hudayana (2009:30), juga mengemukakan
bahwa kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen
manusia terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran ajaran agama, kejujuran dan
keadilan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri
sendiri dan terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri
tercermin dari adanya :
1) keengganan bekerja dan berusaha,
2) kebodohan,
3) motivasi rendah,
4) tidak memiliki rencana jangka panjang,
5) budaya kemiskinan, dan
6) pemahaman keliru terhadap kemiskinan.
Sedangkan penganiayaan terhadap orang lain terlihat dari ketidakmampuan
seseorang bekerja dan berusaha akibat :
1) ketidakpedulian orang mampu kepada orang yang memerlukan atau orang tidak
mampu dan,
2) kebijakan yang tidak memihak kepada orang miskin.
Kartasasmita dalam Rahmawati (2006:4) mengemukakan bahwa, kondisi
kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab,
diantaranya yaitu :
1. Rendahnya Taraf Pendidikan
Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri
terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf
pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari
dan memanfaatkan peluang.

24
2. Rendahnya Derajat Kesehatan
Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan
fisik, daya pikir dan prakarsa.
3. Terbatasnya Lapangan Kerja
Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga
diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja
atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran
kemiskinan.
4. Kondisi Keterisolasian
Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan
terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau
oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati
masyarakat lainnya.
Nasikun dalam Suryawati (2005:5) menyoroti beberapa sumber dan proses
penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :
1) Pelestarian Proses Kemiskinan Proses pemiskinan yang dilestarikan,
direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan diantaranya adalah
kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.
2) Pola Produksi Kolonial
Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu
petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala
besar dan berorientasi ekspor.
3) Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti
manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
4) Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.
Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi
banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak
memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.

25
5) Peminggiran Kaum Perempuan
Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua,
sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari
laki-laki.
6) Faktor Budaya dan Etnik
Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti,
pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat
istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.
Kemiskinan identik dengan negara berkembang, dari sisi individu bahwa
penyebab dari faktor kemiskinan dan pengangguran adalah kemalasan untuk
mencarinya, kemiskinan merupakan sebuah masalah yang sudah umum, di setiap
negara merupakan masalah dalam mengetas kemiskinan, ada beberapa faktor
individu yang menyebabkan kemiskinan, mulai dari masalah individu sampai
masalah struktural ;
1. Di lihat dari Faktor Individu
Penyebab individual yakni kemiskinan akibat dari perilaku atau kemampuan
dari orang tersebut, misalnya : malas, atau menunggu yang sifat nya
spekulasi.
2. Di lihat dari Faktor Keluarga
Faktor keluarga bukanlah faktor individu yang di keluarkan/ di lontarkan oleh
sekelompok orang yang mengatakankemiskinan tidak akan timbul jika ada
kemauan yang kuat dari diri sendiri. Faktor ini menghubungkan kemiskinan
karena keadaan dan pendidikan keluarga.
3. Di lihat dari Faktor Subkultural
Penyebab sub-kebudayaan atau kebiasaan yang menghubungkan faktor
kemiskinan di sebabkan oleh kehidupan sehari-hari yang di pelajari ataudi
jalankan dalam lingkungan.
4. Di lihat dari Faktor Agensi
Penyebab agensi sosial melihat kemiskinan di sebabkan dari orang lain,
termasuk perang, Pemerintah, dan ekonomi.

26
5. Di lihat dari Faktor Struktur
Penyebab struktural sering menimbulkan pertanyaan, faktor ini erat kaitannya
dengan struktur sosial baik dalam masyarakat maupun dalam sosial.
Kemiskinan merupakan suatu masalah yang terjadi di zaman sekarang saja
tetapi terjadi dari zaman dahulu sampai sekarang kemiskinan seolah-olah telah
menjadi masalah lintas zaman. Sebagai akibat dari kemiskinan ini yaitu terjadinya
pertentangan antara kapitalisme dan sosialisme dimana kapitalisme
mengedepankan modal yang sebesar besarnya dan keuntungan yang sebesar-
besarnya tanpa melihat status atau kondisi perekonomian sedangkan sosialisme
cenderung bergerak pada aspek social yang mengedepankan kesejahteraan rakyat.
Dari pernyataan diatas sudah terlihat sekali kenyataan tersebut menjadi latar
belakang mengapa kemiskinan menjadi masalah yang mendapatkan perhatian
besar di setiap Negara di dunia.Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan
bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah
terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi
yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-
lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak
mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia,
hingga mereka tetap miskin. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber
daya alam tatapi Indonesia tidak dikatakan sebagai negara yang makmur, malah
sebagai negara yang miskin. Salah satu yang menjadi sebab kenyataan tersebut
karena kurangnya pengetahuan mengenai bagaimana cara mengembangkan
sumber daya alam yang tersedia dengan sebaik-baiknya. Jika dihubungkan dengan
aspek secara umum maka kemiskinan bisa disebabkan kedalam beberapa aspek
yaitu:
a. Individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
b. Keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
c. Sub-budaya, yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari,
dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
d. Agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk
perang, pemerintah, dan ekonomi.

27
e. Sruktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur sosial.
f. Kemalasan dari individu dimana tidak adanya keinginan atau usaha untuk
maju kepada kehidupan yang lebih baik.
Berbagai persoalan kemiskinan memang pada dasarnya terletak pada
individu yang merupakan bagian dari masyarakat apakah itu miskin atau tidak.
Kemiskinan bisa dilihat dari berbagai disiplin ilmu seperti dari aspek Sosial
bahwa kemiskinan diakibatkan karena terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan
informasi dimana terjadi sebuah ketidak tahuan mengenai teknologi informasi
yang diakibatkan kurangnya atau sempitnya interaksi antara masyarakat.
Secara umum terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan
antara lain :
a. Kelebihan penduduk
Suatu situasi dimana jumlah penduduk lebih banyak dari sumber daya yang
tersedia. Jumlah pengguna sumber alam yang terbatas digunakan oleh
penduduk yang jumlahnya dari hari ke hari semakin bertambah. Sebenarnya
hal ini merupakan suatu permasalahan yang kompleks. Memang, populasi
penduduk di Indonesia semakin bertambah seiring bertambahnya waktu,
namun seperti yang disebutkan sebelumnya, jumlah aset atau sumber daya
alam dari Indonesia yang begitu luas hanya dapat dimanfaatkan secaa
maksimal kurang dari 1 persen oleh rakyat Indonesia. Dilihat dari kebijakan
pemerintah pada aset pertambangan minyak bumi, kebijakan tersebut
memberikan 70 persen hasil tambang untuk diekspor sedangkan 30 persen
untuk dikelola oleh negara. Kebijakan seperti itu hanya akan mengakibatkan
kemiskinan semakin bertambah padahal jika 70% digunakan untuk dikelola
dan 30% untuk diekspor tentu akan lebih menguntungkan bangsa Indonesia
dari segi ekonomi.
b. Ketidak merataan sumber daya hidup
Maksudnya adalah distribusi sumber daya kepada masyarakat tidak dapat
dilakukan secara merata. Hal ini menyebabkan terdapat daerah-daerah tertentu
yang mengalami kelebihan dan kekuarangan sumber daya. Daerah yang
kekurangan sumber daya ini akhirnya menjadi daerah dengan penduduk

28
miskin. Sumber daya yang dimaksud bukan hanya sumbe daya manusia tapi
juga berupa bantuan finansial untuk mengelola sumber daya alam yang ada
didaerah tersebut. Ketidak merataan sumber daya ini merupakan tanggung
jawab sepenuhnya dari pemerintah dalam mengelola APBN dan sebarannya.
Dengan tidak meratanya penyebaran sumber daya ini kemiskinan akan
semakin bertambah. Misalnya, di salah satu daerah di sulawesi barat, sumber
daya alam disana melimpah ruah, namun karena keterbatasan akses jalan raya
menuju ke daerah perkotaan untuk menjual hasil alamnya sehingga menjadikan
daerah tersebut sebagai salah satu daerah miskin. Sama halnya dengan
beberapa daerah di perbatasan-perbatsan Indonesia dengan negara lain,
ketidakmerataan sumber daya hidup menyebabkan daerah tersebut sebagai
daerah terpencil dan miskin. Pemerataan sumber daya hanya terpusat pada
daerah perkotaan dan beberapa daerah disekitarnya.
c. Standar hidup dan pengeluaran yang tinggi
Situasi masyarakat dimana kondisi sosial menuntut standar hidup layak yang
membutuhkan pengeluaran tinggi. Pada umumya harga-harga kebutuhan pokok
melambung tinggi hingga sulit dicapai. Kondisi ini secara otomatis akan
mendatangkan kemiskinanapabila kenaikan jumlah peneluaran tidak diikuti
dengan kenaikan jumlah pemasukan. Sesuai dengan standar minimal unutk
dinyatakan miskin yaitu pengeluaran harus setengah dari pemasukan. Dengan
naiknya harga-harga bahan kebutuhan pokok, maka semakin menyebabkan
bertambahnya kemiskinan di Indonesia. Misalnya, pada tahun-tahun
sebelumnya harga bahan bakar minyak bertambah, hal itu berdampak pada
semua sektor kehidupan masyarakat. Terdapat banyak PHK dimana-mana,
harga kebutuhan pokok meningkat tajam, namun tidak diringi dengan
pemasukan yang naik pula. Hal seperti inilah yang dapat meningkatkan
bertambahnya kemiskinan.
d. Tidak diperolehnya pendidikan dan tidak tersedianya lapangan pekerjaan
Buta huruf dan tidak adanya pendidikan menjadi sebuah karakteristik utama
yang terjadi pada masyarakat dalam kategori miskin. Tanpa pendidikan
masyarakat tidak akan mampu mencari penghasilan dengan kehidupan yang
maksimal. Maksudnya tanpa pendidikan masyarakat terancam memiliki cara

29
hidup yang minim, padahal di zaman sekarang sangat mustahil untuk bertahan
pada cara hidup yang minim. Diperlukan teknologi yang hanya dapat dicapai
masyarakat terdidik untuk tetap bertahan hidup. Masyarakat miskin juga
identik dengan masyarakat yang hidup dengan kondisi minimnya lapangan
pekerjaan ketidaktersediaan lapangan pekerjaan membuat masyarakat sulit
mendapatka penghasilan. Pengeluaran yang tiada batas diikuti dengan tidak
adanya penghasilan otomatis membuat masyarakat menjadi kesulitan
memenhuhi kebutuhannya, dan kemudian diikuti dengan ancaman kemiskinan.
Namun menurut Mubiyarto (1993), Sumodiningrat (1998), Rocman
(2010), Handoyo (2010) bahwa kemiskinan tidak disebabkan oleh faktor tunggal,
dan juga tidak terjadi secara linier. Sebaliknya, kemiskinan bersifat majemuk dan
disebabkan oleh multi faktor yang saling terkait satu dengan yang lain. Secara
prinsip ada tiga faktor penyebab kemiskinan, yaitu faktor struktural, faktor
kultural, dan sumberdaya alam yang terbatas.
a. Faktor struktural penyebab kemiskinan berupa:
(1) Struktur sosial masyarakat yang menyebabkan sekelompok orang berada
pada lapisan miskin. Keluarga miskin dengan kepemilikan lahan yang
sempit, atau bahkan tidak punya sama sekali. Anak-anak yang lahir dari
keluarga seperti ini, sejak awal sudah mewarisi kemiskinan tersebut. Mereka
sulit mendapatkan akses untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan
untuk memperbaiki kualitas diri dan hidupnya sehingga jatuh dalam situasi
kemiskinan yang tidak jauh berbeda dengan generasi sebelumnya.
(2) Praktek ekonomi masih jauh dari nilai-nilai moral Pancasila yang bertumpu
pada kebersamaan, kekeluargaan, dan keadilan. Dalam praktek kehidupan
lebih mengarah pada praktek ekonomi pasar bebas yang mengagungkan
kompetisi dan individu dari pada kebersamaan, kekeluargaan, dan masih
jauh dari nilai keadilan.
(3) Pasal 33 UUD 1945 masih belum efektif untuk diterjemahkan dalam
peraturan organik yang lebih operasional untuk mengatur praktek kegiatan
ekonomi. Undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai turunan dari
pasal 33 tersebut masih dibutuhkan. Sejumlah Undang-Undang Organik dan
peraturan telah dibuat oleh lembaga tinggi negara yang berkompeten.

30
Namun, bukan berarti permasalahannya selesai dengan Undang-Undang
Organik tersebut. Kenyataanya masih muncul berbagai masalah yang
berdampak pada potensi peningkatan jumlah penduduk miskin. Pengelolaan
sumber daya air, tambang dan gas yang kurang baik dapat menimbulkan
jumlah penduduk miskin. Sebagai contoh sumber daya air yang tidak
terkelola dengan baik menyebabkan air sungai tercemar. Pada hal selama ini
sungai menjadi sumber air keluarga, terutama bagi rumah tangga miskin.
Tidak berfungsinya air sungai sebagai sumber air bersih menyebabkan
rumah tangga miskin membeli air bersih, setidahnya untuk minum, atau
terpaksa mengkonsumsi air yang tercemar tersebut. Sebagai akibatnya
mereka mengeluarkan biaya hidup untuk membeli air. Hal itu akan
menambah jumlah kemiskinan penduduk. Sumber daya alam yang
melimpah tidak otomatis dapat mensejahterakan penduduk sekitar. Kasus
tambang di Papua menggambarkan realitas itu. Tambang emas, tembaga
yang sangat besar itu belum dapat mengentaskan kemiskinan penduduk
sekitar dan membebaskan dari keterbelakangan. Hal itu dapat terjadi karena:
(1) nilai kontrak yang terlalu murah, (2) distribusi hasil yang belum
berpihak pada kaum miskin sekitar, (3) pengelolaan yang salah.
(4) Paradigma ekonomi masih bertumpu pada ekonomi neoliberal yang
kapitalistik. Dalam Peradaban global diakui bahwa pengaruh ekonomi
kapitalistik demikian besar. Bahkan peradapan kehidupan umat manusia
pada abad XXI ini telah dimenangkan oleh peradaban kapitalistik. Karena
itu, pemikiran-pemikiran neo liberalisme, di sadari atau tidak banyak
mempengaruhi kebijakakan ekonomi di Indonesia. Praktek ekonomi yang
bertumpu pada modal dan pasar bebas menjadi dasar dalam aktivitas
ekonomi. Sebagai contoh terbaru adalah kebijakan yang longgar terhadap
keberadaan pasar modern supermaket/minimarket. Pemerintah daerah belum
memiliki aturan yang jelas tentang masalah ini. Sementara dilapangan telah
bergulir pembangunan supermaket tersebut demikian cepatnya. Sebagai
akibatnya banyak toko-toko di pasar tradisional atau di luarnya yang
mengalami penurunan pembeli, karena tidak dapat bersaing. Aturan yang

31
telah ditetapkan jarak 500m dari pasar tradisional, ternyata tidak dapat
berjalan efektif.
(5) Konsistensi terhadap nilai-nilai moral Pancasila yang masih kurang.
Pancasila merupakan seperangkat nilai-nilai luhur dan mulia yang
menggambarkan hubungan mausia dengan Tuhan, Manusia dengan sesama
manusia, dan manusia dengan alam. Jabaran nilai-nilai luhur tersebut
tersurat dan tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila
mengajarkan praktek ekonomi yang demokratis, berkeadilan, efisien, dan
berkelanjutan, dan menempatkan posisi negara sebagai entitas yang penting
sebagai regulatator dan eksekutor. Namun, kenyataanya praktek ekonomi
lebih berpihak kepada ekonomi modal besar dari pada rakyat. Nasib
ekonomi kerakyatan menjadi kurang jelas, dan kurang berkelnjutan.
b. Faktor kultural penyebab kemiskinan berupa:
(1) Penyakit individu (patologis) yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
(2) penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan
keluarga.
(3) penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan
dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan
sekitar.
(4) penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang
lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi.
c. Faktor sumberdaya alam yang terbatas berupa:
(1) Tanah yang semakin tandus dan terkontaminasi bahan kimia.
(2) Curah hujan yang rendah hingga kering.
(3) Wilayah tambang yang sudah tinggal sisa-sisa.
(4) Kepemilikan lahan yang semakin menyempit dan hanya bekerja sebagai
buruh tani.

32
Sedangkan menurut Depsos RI (2005), mengkatergorikan penyebab
kemiskinan kedalam dua hal berikut :
1. Faktor Internal
Faktor-faktor internal (dari dalam diri individu atau keluarga fakir miskin)
yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain berupa
kekurangmampuan dalam hal:
1. Fisik (misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan).
2. Intelektual (misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan, kekrangtahuan
informasi).
3. Mental emosional (misalnya malas, mudah menyerah, putus asa,
temperamental)
4. Spritual (misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin).
5. Sosial psikologis (misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri,
depresi/stres, kurang relasi, kurang mampu mencari dukungan)
6. Keterampilan (misalmya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan
permintaan lapangan kerja)
7. Asset (misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah,
tabungan, kendaraan, dan modal kerja)
2. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal (berada diluar diri individu atau keluarga) yang
menyebabkan terjadinya kemiskinan, antara lain :
1. Terbatasnya pelayanan sosial dasar
2. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah
3. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurangnya terlindunginya
usaha-usaha sektor informal,
4. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga
yang tidak mendukung sektor usaha mikro.
5. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil
masyarakat banyak.
6. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum
optimal (seperti zakt)

33
7. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (stuctural
Adjusment Preogram/SAP)
8. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan
9. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau daerah bencana
10. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material
11. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata
12. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada pendukuk miskin
Faktor internal dan eksternal tersebut mengakibatkan kondisi fakir miskin tidak
mempu dalam hal :
1. Memunuhi kebutuhan dasar sehari-hari, seperti tidak mampu memenuhi
sandang, papan, pangan, air bersih, kesehatan dasar, dan pendidikan dasar.
2. Menampilkan peranan sosial, seperti tidak mampu melaksanakan tanggung
jawab sebagai pencari nafkah, sebagai orang tua, dan sebagai warga
masyarakat dalam suatu lingkungan komunitas.
3. Mengatasi masalah-masalah sosial psikologis yang dihadapinya, seperti
konflik kepribadian, stres, kurang percaya diri, masalah keluarga dan
keterasingan dari lingkungan.
4. Mengembangkan potensi diri dan lingkungan, seperti ketrampilan wirausaha,
keberanian memulai bisnis, membangun jaringan, akses informasi dan
sebagainya.
5. Mengembangkan faktor produksi sendiri, seperti kepemilikan tanah yang
terbatas, tidak ada sarana prasarana produksi, keterampilan UEP.

D. Kategori Kemiskinan
Menurut jenisnya mengukur kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua
kategori , yaitu:
1. Kemiskinan Absolut
Konsep kemiskinan pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan
kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau
kebutuhan dasar ( basic need ).
Kemiskinan dapat digolongkan dua bagian yaitu :
a. Kemiskinan untuk memenuhi bebutuhan dasar.

34
b. Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
2. Kemiskinan Relatif
Menurut Kincaid ( 1975 ) semakin besar ketimpang antara tingkat hidup orang
kaya dan miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin.
Sehingga Bank Dunia ( world bank ) membagi aspek tersebut dalam tiga
bagian antara lain :
1. Jika 40 % jumlah penduduk berpendapat rendah menerima kurang dari 12 %
pendapatan nasionalnya maka pembagian pembangunan sangat timpang.
2. Apabila 40 % lapisan penduduk berpendapatan rendah menikmati antara 12–
17 % pendapatan nasional dianggap sedang.
3. Jika 40% dari penduduk berpendapatan menengah menikmati lebih dari 17%
pendapatan nasional maka dianggap rendah.
Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak
terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran
absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup
menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk
laki laki dewasa). Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia
berkembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-
negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana
kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat
dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang
miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap
miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai
negara berkembang. Kemiskinan dipelajari oleh banyak ilmu, seperti ilmu sosial,
ekonomi, dan budaya. Dalam ekonomi, dua jenis kemiskinan dipertimbangkan:
kemiskinan absolut dan relatif. Dalam politik, perlawanan terhadap kemiskinan
biasanya dianggap sebagai tujuan sosial dan banyak pemerintahan telah berupaya
mendirikan institusi atau departemen. Pekerjaan yang dilakukan oleh badan-badan
ini kebanyakan terbatas hanya dalam sensus dan pengidentifikasian tingkat
pendapatan di bawah di mana warga negara dianggap miskin. Penanggulangan
aktif termasuk rencana perumahan, pensiun sosial, kesempatan kerja khusus, dll.
Beberapa ideologi seperti Marxisme menyatakan bahwa para ekonomis dan

35
politisi bekerja aktif untuk menciptakan kemiskinan. Teori lainnya menganggap
kemiskinan sebagai tanda sistem ekonomi yang gagal dan salah satu penyebab
utama kejahatan.
• Dalam hukum, telah ada gerakan yang mencari pendirian “hak manusia”
universal yang bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan.
• Dalam pendidikan, kemiskinan mempengaruhi kemampuan murid untuk
belajar secara efektif dalam sebuah lingkungan belajar.
Dalam lingkungan pendidikan ada istilah untuk menggambarkan fenomena
“yang kaya akan tambah kaya dan yang miskin bertambah miskin” (karena
berhubungan dengan pendidikan, tetapi beralih ke kemiskinan pada umumnya)
yaitu efek.
Perdebatan yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital
individual seseorang cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital
instructional dan capital social yang tersedia hanya bagi mereka yang terdidik
dalam sistem formal.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah
sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per
kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai
pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik,
namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan. Menghilangkan kemiskinan,
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini
telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan
untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk
hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung
kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang
yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua
atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin,
seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.

36
Kesenjangan Pendapatan Masyarakat Bakal Melebar, Kesenjangan pendapatan
masyarakat ke depan bakal makin meningkat akibat terjadinya “decoupling”
sektor finansial dan riil. “Ada kecenderungan makin melebarnya gap antara kaya-
miskin.
Dari sektor riil yang diharapkan bisa menolong masyarakat ekonomi menengah-
bawah masih terkendala ekonomi biaya tinggi. “Orang kan inginnya dapat
penghasilan tinggi. Ketika sektor riil terkendala, sedang finansial menarik karena
penghasilan tinggi, ya orang pilih finansial dibanding sektor riil. Tinggal taruh
uang di deposito, dapat bunga tinggi,” Sedangkan kelompok bisnis cenderung
hampir tidak ada karena lebih banyak diinvestasikan dalam bentuk surat utang.
Dari pasar modal, yang banyak menikmati profit adalah para pelaku pasar yang
berjumlah sedikit. Para pelaku pasar ini mayoritas kalangan pengusaha asing.
Pertumbuhan ekonomi bisa lebih bernilai bagi masyarakat, maka pemerintah
seharusnya menggenjot investasi terutama di sektor industri manufaktur.

Dilihat dari segi penyebabnya kemiskinan dapat dibagi menjadi:


a) Kemiskinan structural
Kemiskinan struktural ini adalah suatu kondisi di mana sekelompok orang
berada di dalam wilayah kemiskinan, dan tidak ada peluang bagi mereka untuk
keluar dari kemiskinan, bahkan juga anak-anaknya. Mereka terjebak dalam
lingkaran setan kemiskinan, dan bisa dikatakan mengalami “kemiskinan abadi“.
Jika seorang pemulung punya anak, dan dia tidak memiliki biaya untuk
memberikan gizi yang cukup, maka akan berdampak kepada kecerdasan sang
anak, lalu juga tidak punya biaya menyekolahkan anaknya, maka seakan-akan
keluar dari wilayah kemiskinan hanyalah sebuah angan-angan.
Apa yang bisa membawa orang keluar dari kemiskinan struktural ? Paling tidak
secara teoritis ada 2 (dua) hal, yaitu:
1. Gizi yang baik semasa balita,
2. Pendidikan yang memadai.
Dengan dua hal tersebut, kemiskinan struktural bisa diatasi perlahan-lahan.
Dengan demikian, program nasional atau gerakan masyarakat pemberian gizi

37
tambahan untuk balita miskin juga salah satu upaya penting dalam menanggulangi
kemiskinan struktural ini.
Demikian juga dengan penyediaan sekolah yang gratis untuk masyarakat
miskin. Program anak asuh yang menjadi inisiatif masyarakat beberapa tahun
yang lalu juga merupakan upaya untuk mengatasi kemiskinan struktural.
b) Kemiskinan cultural
Disebut kemiskinan kultural, adalah budaya yang membuat orang miskin,
yang dalam antropologi disebut Koentjaraningrat dengan mentalitas atau
kebudayan kemiskinan sebagai adanya budaya miskin. Seperti, masyarakat yang
pasrah dengan keadaannya dan menganggap bahwa mereka miskin karena
turunan, atau karena dulu orang tuanya atau nenek moyangnya juga miskin,
sehingga usahanya untuk maju menjadi kurang.

Rangkuman
Kemiskinan memang suatu masalah yang kompleks. Kemiskinan secara global
dapat disebutkan sebagai rendahnya nilai tatanan kehidupan di suatu daerah, baik
kota maupun di desa. Ia tidak berdiri sendiri, banyak faktor yang mempengaruhi
dan menyebabkannya terjadi. Ada faktor internal yang disebabkan oleh dirinya
sendiri, ada juga yang datang dari luar, seperti lingkungan, pemerintahan, keadaan
perekonomian secara umum, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak dan
banyak hal lainnya. Ada empat kategori untuk memahami masalah kemiskinan
yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan kultural dan
kemiskinan structural.

Latihan Soal
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar :
1. Apa yang anda pahami tentang kemiskinan ?
2. Sebutkan dan jelaskan teori-teori yang menjelaskan tentang kemiskinan ?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kemiskina ?
4. Sebutkan dan jelaskan empat kategori kemiskinan !

38
5. Ada dua perspektif yang lazim dipergunakan untuk memahami masalah
kemiskinan yaitu perspektif kultural dan perspektif struktural atau situasional.
Coba anda jelaskan maksud dari pernyataan tersebut !

39
BAB 3
KESEJAHTERAAN SOSIAL

Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan dan memahami definisi, indicator, tujuan, usaha dan fungsi
kesejahteraan sosial.

A. Definisi Kesejahteraan Sosial


Definisi kesejahteraan sosial menurut ahli :
1. W.A Fridlander mendefinisikan: “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang
terorganisir dari usaha-usaha dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk
membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standart hidup dan
kesehatan yang memuaskan serta untuk mencapai relasi perseorangan dan
sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-
kemampuannya secara penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka
selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat”.
2. Kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan pula: “Kesejahteraan Sosial
merupakan keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan
sosial tertentu saja. Bonnum Commune atau kesejahteraan sosial adalah
kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat, sosial yang
memungkinkan dan mempermudah manusia dalam memperkembangkan
kepribadianya secara sempurna”.
3. Sementara itu Skidmore, sebagaimana dikutip oleh Drs. Budie Wibawa,
menuturkan : “Kesejahteraan Sosial dalam arti luas meliputi keadaan yang baik
untuk kepentingan orang banyak yang mencukupi kebutuhan fisik, mental,
emosional, dan ekonominya”.
4. Suparlan dalam Suud (2006:5) kesejahteraan sosial, menandakan keadaan
sejahtera pada umumnya, yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah, dan
sosial dan bukan hanya perbaikan dan pemberantasan keburukan sosial tertentu
saja, jadi merupakan suatu keadaan dan kegiatan.

40
5. Suharto (2006:3) kesejahteraan sosial juga termasuk sebagai suatu proses atau
usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial,
masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas
kehidupan melalui pemberian pelayanan sosial dan tunjangan sosial.
6. Segel dan Bruzy (1998:8), “Kesejahteraan sosial adalah kondisi sejahtera dari
suatu masyarakat. Kesejahteraan sosial meliputi kesehatan, keadaan ekonomi,
kebahagiaan, dan kualitas hidup rakyat.”
7. Midgley (1995:14) menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu
keadaan sejahtera secara sosial tersusun dari tiga unsur sebagai berikut:
Pertama, setinggi apa masalah-masalah sosial dikendalikan. Kedua, seluas apa
kebutuhan-kebutuhan dipenuhi. Dan ketiga, setinggi apa kesempatan-
kesempatan untuk maju tersedia. Tiga unsur ini berlaku bagi individu-individu,
keluarga-keluarga, komunitas-komunitas, dan bahkan seluruh masyarakat.
8. Wilensky dan Lebeaux (1965:138) merumuskan kesejahteraan sosial sebagai
sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga
sosial, yang dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-
kelompok agar mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang memuaskan.
Maksudnya agar tercipta hubungan personal dan sosial yang memberi
kesempatan kepada individu dalam pengembangan kemampuan mereka seluas-
luasnya dan meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
9. Romanyshyn (1971:3) kesejahteraan sosial dapat mencakup semua bentuk
intervensi sosial yang mempunyai suatu perhatian utama dan langsung pada
usaha peningkatan kesejahteraan individu dan masyarakat sebagai keseluruhan.
Kesejahteraan sosial mencakup penyediaan pertolongan dan proses-proses
yang secara langsung berkenaan dengan penyembuhan dan pencegahan
masalah-masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia, dan perbaikan
kualitas hidup itu meliputi pelayanan-pelayanan sosial bagi individu-individu
dan keluarga-keluarga juga usaha-usaha untuk memperkuat atau memperbaiki
lembaga-lembaga sosial.

41
10. Adi (2003: 41) kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan yang dirumuskan
pada Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan-
ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial yaitu :
Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial
materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan
ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga Negara untuk
mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah
dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan
Pancasila.
11. Compton (1980, h.27-29) : Kesejahteraan sosial merupakan sebuah lapangan
kerja/kegiatan dan usaha kebijakan secara langsung untuk memecahkan
masalah sosial.
12. Martin Wolins mengatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu usaha
untuk memelihara atau memperkuat struktur sosial yang ada dalam
masyarakat industri.
13. Elizabeth Wickenden : Kesejahteraan sosial termasuk didalamnya adalah
peraturan perundangan, program, manfaat dan pelayanan yang menjamin atau
memperkuat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar
dari masyarakat serta menjaga ketentraman dalam masyarakat.
14. Dalam pertemuan Panitia Kerja Pra Konferensi Kesejahteraan Sosial
Internasional yang ke 15 dirumuskan pengertian Kesejahteraan Sosial yaitu,
Kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan
mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
berdasarkan konteks sosialnya. Di dalamnya tercakup pula kebijakan dan
pelayanan yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat, seperti
pendapatan; jaminan sosial; kesehatan; perumahan; pendidikan; rekreasi;
tradisi budaya dan lain sebagainya.
15. Dalam UU No. 6 Tahun 1974 tentang Pokok Kesejahteraan Sosial juga
dirumuskan definisi Kesejahteraan Sosial yaiitu: “Kesejahteraan sosial adalah
suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil yang
diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang

42
memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohaniah dan sosial yang sebaik-
baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-
hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.”
Dari pengertian-pengertian diatas, dapat dilihat bahwa pengertian
kesejahteraan sosial sangatlah variatif tergantung dari latar belakang orang yang
memberikan pengertian kesejahteraan sosial, sehingga pengertian kesejahteraan
sosial diatas dapat dilihat dari beberapa sudut pandang yaitu:
1. Kesejahteraan Sosial sebagai suatu Keadaan (kondisi)
2. Kesejahteraan Sosial sebagai suatu Kegiatan
3. Kesejahteraan Sosial sebagai suatu Gerakan
Namun secara umum Pengertian kesejahteraan sosial adalah suatu
keadaan, kegiatan dan gerakan yang bertujuan untuk meningkatkan standar dan
taraf hidup, memecahkan masalah sosial, memperkuat struktur sosial masyarakat,
memenuhi kebutuhan dasar dan menjaga ketentraman masyarakat, serta untuk
memungkinkan setiap warganegara mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan
jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi dirinya, keluarga dan
masyarakat.

B. Indikator Kesejahteraan Sosial


Menurut Wikipedia, sejahtera menunjuk ke keadaan yang lebih baik,
kondisi manusia dimana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan
sehat atau damai. Lebih jauh, menurut Wikipedia, dalam ekonomi, sejahtera
dihubungkan dengan keuntungan benda. Menurut Wikipedia pula, dalam
kebijakan sosial, kesejahteraan sosial menunjuk ke jangkauan pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kesejahteraan meliputi seluruh bidang kehidupan manusia. Mulai dari
ekonomi, sosial, budaya, iptek, hankamnas, dan lain sebagainya. Bidang-bidang
kehidupan tersebut meliputi jumlah dan jangkauan pelayanannya. Pemerintah
memiliki kewajiban utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

43
Untuk mendapatkan kesejahteraan itu memang tidak gampang. Tetapi bukan
berarti mustahil didapatkan. Tak perlu juga melakukan yang haram, sebab yang
halal masih banyak yang bisa dikerjakan untuk mencapai kesejahteraan. Kita
hanya perlu memperhatikan indikator kesejahteraan itu. Adapun indikator tersebut
diantaranya adalah:
1. Jumlah dan pemerataan pendapatan.
Hal ini berhubungan dengan masalah ekonomi. Pendapatan berhubungan
dengan lapangan kerja, kondisi usaha, dan faktor ekonomi lainnya. Penyediaan
lapangan kerja mutlak dilakukan oleh semua pihak agar masyarakat memiliki
pendapatan tetap untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanpa itu semua,
mustahil manusia dapat mencapai kesejahteraan. Tanda-tanda masih belum
sejahteranya suatu kehidupan masyarakat adalah jumlah dan sebaran
pendapatan yang mereka terima. Kesempatan kerja dan kesempatan berusaha
diperlukan agar masyarakat mampu memutar roda perekonomian yang pada
akhirnya mampu meningkatkan jumlah pendapatan yang mereka terima.
Dengan pendapatan yang mereka ini, masyarakat dapat melakukan transaksi
ekonomi.
2. Pendidikan yang semakin mudah untuk dijangkau.
Pengertian mudah disini dalam arti jarak dan nilai yang harus dibayarkan oleh
masyarakat. Pendidikan yang mudah dan murah merupakan impian semua
orang. Dengan pendidikan yang murah dan mudah itu, semua orang dapat
dengan mudah mengakses pendidikan setinggi-tingginya. Dengan pendidikan
yang tinggi itu, kualitas sumberdaya manusianya semakin meningkat. Dengan
demikian kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin
terbuka. Berkat kualitas sumberdaya manusia yang tinggi ini, lapangan kerja
yang dibuka tidak lagi berbasis kekuatan otot, tetapi lebih banyak
menggunakan kekuatan otak. Sekolah dibangun dengan jumlah yang banyak
dan merata, disertai dengan peningkatan kualitas, serta biaya yang murah.
Kesempatan untuk memperoleh pendidikan tidak hanya terbuka bagi mereka
yang memiliki kekuatan ekonomi, atau mereka yang tergolong cerdas saja.
Tapi, semua orang diharuskan untuk memperoleh pendidikan setinggi-
tingginya. Sementara itu, sekolah juga mampu memberikan layanan pendidikan

44
yang sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Pendidikan disini, baik yang
bersifat formal maupun non formal. Kedua jalur pendidikan ini memiliki
kesempatan dan perlakuan yang sama dari pemerintah dalam memberikan
layanan pendidikan kepada masyarakat. Angka melek huruf menjadi semakin
tinggi, karena masyarakatnya mampu menjangkau pendidikan dengan biaya
murah. Kesejahteraan manusia dapat dilihat dari kemampuan mereka untuk
mengakses pendidikan, serta mampu menggunakan pendidikan itu untuk
mendapatkan kebutuhan hidupnya.
3. Kualitas kesehatan yang semakin meningkat dan merata.
Kesehatan merupakan faktor untuk mendapatkan pendapatan dan pendidikan.
Karena itu, faktor kesehatan ini harus ditempatkan sebagai hal yang utama
dilakukan oleh pemerintah. Masyarakat yang sakit akan sulit memperjuangkan
kesejahteraan dirinya. Jumlah dan jenis pelayanan kesehatan harus sangat
banyak. Masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan tidak dibatasi oleh
jarak dan waktu. Setiap saat mereka dapat mengakses layanan kesehatan yang
murah dan berkualitas. Lagi-lagi, ini merupakan kewajiban pemerintah yang
tak bisa ditawar-tawar lagi. Apabila masih banyak keluhan masyarakat tentang
layanan kesehatan, maka itu pertanda bahwa suatu negara masih belum mampu
mencapai taraf kesejahteraan yang diinginkan oleh rakyatnya.
Inilah tiga indikator tentang kesejahteraan sosial. Indikator ini akan
menjadi faktor penentu dalam usaha-usaha yang dilakukan oleh semua pihak
dalam mencapai kesejahteraan. Ketiga hal ini diyakini merupakan puncak dari
gunung es kesejahteraan yang didambakan oleh semua orang.

C. Tujuan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial


Undang-Undang No 11 Tahun 2009 pasal 3 bahwa tujuan penyelenggara
kesejahateraan sosial sebagai berikut :
a. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kelangsungan hidup
b. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian
c. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani
masalah kesejahteraan sosial

45
d. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha
dalam penyelenggara kesejahetraan sosial
e. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggara kesejahteraan
Penjelasan yang pertama adalah tercukupinya kebutuhan dasar dalam
menjalankan kelangsungan hidup seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan,
pendidikan, dan hak untuk berpartisipasi dilingkungan masyarakat. Penjelasan
yang kedua adalah mengembalikan keberfungsian sosialnya di dalam masyarakat,
dimana sebelumnya mempunyai masalah sosial. Penjelasan yang ketiga adalah
menjaga dan mempertahankan kesejahteraan sosialnya pada saat mempunyai
permasalahan dan masalah tersebut bisa dicegah dan ditangani. Penjelasan yang
keempat adalah meningkatkan pengetahuan dan peduli kepada orang-orang yang
mempunyai masalah sosial untuk ditangani. Penjelasan yang kelima adalah
meningkatkan kualitas terlaksananya kesejahteraan bagi setiap masyarakat yang
mempunyai masalah sosial.

D. Usaha Kesejahteraan Sosial


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.6 Tahun 1974, Usaha-
Usaha Kesejahteraan sosial adalah semua upaya, program, dan kegiatan yang
ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan
mengembangkan kesejahteraan sosial. Usaha kesejahteraan sosial mengacu pada
program, pelayanan, dan berbagai kegiatan yang secara konkret berusaha
menjawab kebutuhan ataupun masalah-masalah yang dihadapi anggota
masyarakat. Usaha kesejahteraan sosial dapat diarahkan pada individu, keluarga,
kelompok atau komunitas. Beberapa contoh dari Usaha kesejahteraan sosial yang
searah dengan tujuan pembangunan ekonomi adalah :
a. Beberapa tipe unit usaha kesejahteraan sosial yang secara langsung memberikan
sumbangan terhadap peningkatan produktifitas individu, kelompok ataupun
masyarakat contohnya adalah pelayanan konseling pada generasi muda dan
lain-lain.
b. Jenis usaha kesejahteraan sosial yang berupaya untuk mencegah atau
meminimalisir hambatan (beban) yang dapat dihadapi oleh para pekerja ( yang
masih produktif).

46
c. Jenis usaha kesejahteraan sosial yang memfokuskan pada pencegahan dampak
negatif urbanisasi dan industrialisasi pada kehidupan keluarga dan masyarakat
atau membantu mereka agar dapat mengidentifikasi dan mengembangkan
“pemimpin” dari suatu komunitas lokal.Beberapa karakteristik usaha
kesejahteraan sosial yaitu :
1. Menanggapi kebutuhan manusia.
2. Usaha kesejahteraan sosial diorganisir guna menanggapi kompleksitas
masyarakat perkotaan yang modern.
3. Kesejahteraan sosial mengarah ke spesialisasi, sehingga lembaga
kesejahteraan sosialnya juga menjadi tersepesialisasi.
4. Usaha kesejahteraan sosial menjadi sangat luas.

E. Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial


Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan
sosio-ekonomi, mengindarkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial negatif
akbibat pembangunan serta menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan sosial memiliki fungsi-
fungsi antara lain ialah (Fahrudin, 2012:12-13). :
1. Fungsi Pencegahan (Preventive)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan
masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru.
2. Fungsi Penyembuhan (Curative)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi
ketidakmampuan fisik,emosional, dan sosial agar orang yang mengalami
masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat.
Dalam fungsi ini mencakup juga fungsi pemulihan (rehabilitasi).
3. Fungsi Pengembangan (Development)
Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung
maupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan
tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.
4. Fungsi Penunjang (Supportive)

47
Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan
sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain.

Rangkuman
Kesejahteraan sosial adalah suatu keadaan, kegiatan dan gerakan yang
bertujuan untuk meningkatkan standar dan taraf hidup, memecahkan masalah
sosial, memperkuat struktur sosial masyarakat, memenuhi kebutuhan dasar dan
menjaga ketentraman masyarakat, serta untuk memungkinkan setiap warganegara
mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-
baiknya bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. Ada tiga indikator untuk melihat
kesejahteraan suatu kehidupan masyarakat yaitu jumlah dan pemerataan
pendapatan, pendidikan yang semakin mudah untuk dijangkau dan ualitas
kesehatan yang semakin meningkat dan merata. Kesejahteraan sosial memiliki
fungsi-fungsi antara lain fungsi pencegahan (Preventive), fungsi penyembuhan
(Curative), fungsi pengembangan (Development) dan fungsi penunjang
(Supportive).

Latihan Soal
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar :
1. Apa yang anda pahami tentang kesejahteraan sosial ?
2. Indikator apa saja untuk melihat kesejahteraan di dalam kehidupan masyakat
kita ?
3. Sebutkan tujuan penyelenggaran kesejahteraan sosial !
4. Sebutkan usaha-usaha kesejahteraan sosial !
5. Sebutkan dan jelaskan empat fungsi kesejahteraan sosial !

48
BAB 4
KEMISKINAN DI INDONESIA

Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan dan memahami kondisi kemiskinan di Indonesia.

A. Pendahuluan
Antara pertengahan tahun 1960-an sampai tahun 1996, waktu Indonesia
berada di bawah kepemimpinan Pemerintahan Orde Baru Suharto, tingkat
kemiskinan di Indonesia menurun drastis - baik di desa maupun di kota - karena
pertumbuhan ekonomi yang kuat dan adanya program-program penanggulangan
kemiskinan yang efisien. Selama pemerintahan Suharto angka penduduk
Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan menurun drastis, dari awalnya
sekitar setengah dari jumlah keseluruhan populasi penduduk Indonesia, sampai
hanya sekitar 11 persen saja.
Namun, ketika pada akhir tahun 1990-an Krisis Finansial Asia terjadi,
tingkat kemiskinan di Indonesia melejit tinggi, dari 11 persen menjadi 19.9 persen
di akhir tahun 1998, yang berarti prestasi yang sudah diraih Orde Baru hancur
seketika.
Tabel berikut ini memperlihatkan angka kemiskinan di Indonesia, baik
relatif maupun absolut (untuk membaca analisis mengenai Gini Rasio silakan
lanjut baca di bagian bawah halaman situs ini):

49
Statistik Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia:
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kemiskinan 16,6 15,4 14,2 13,3 12,5 11,7 11,5 11,0 11,1 10,9
Relatif
(% dari
populasi)
Kemiskinan 37 35 33 31 30 29 29 28 29 28
Absolut
(dalam jutaan)
Koefisien 0,35 0,35 0,37 0,38 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 0,40
Gini/Rasio
Gini
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS), 2016
Tabel di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara
perlahan dan konsisten. Namun, pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan
yang tidak ketat mengenai definisi garis kemiskinan, sehingga yang tampak
adalah gambaran yang lebih positif dari kenyataannya. Tahun 2016 pemerintah
Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per
kapita) sebanyak Rp. 354,386 (atau sekitar USD $25) yang dengan demikian
berarti standar hidup yang sangat rendah, juga buat pengertian orang Indonesia
sendiri.
Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan
Bank Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup
dengan penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari sebagai mereka yang hidup di
bawah garis kemiskinan (dengan kata lain miskin), maka persentase tabel di atas
akan kelihatan tidak akurat karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen.
Lebih lanjut lagi, menurut Bank Dunia, kalau kita menghitung angka penduduk
Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari USD $2 per hari angkanya
akan meningkat lebih tajam lagi. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar
penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan. Laporan lebih
anyar lagi di media di Indonesia menginformasikan bahwa sekitar seperempat

50
jumlah penduduk Indonesia (sekitar 65 juta jiwa) hidup hanya sedikit saja di atas
garis kemiskinan nasional.
Dalam beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia
memperlihatkan penurunan yang signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan
penurunan ini akan melambat di masa depan. Mereka yang dalam beberapa tahun
terakhir ini mampu keluar dari kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung
garis kemiskinan yang berarti tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk
mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Namun sejalan dengan berkurangnya
kelompok tersebut, kelompok yang berada di bagian paling bawah garis
kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu untuk bangkit dan keluar dari
kemiskinan. Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan tingkat
kemiskinan yang berjalan lebih lamban dari sebelumnya.
Stabilitas harga makanan (khususnya beras) merupakan hal penting sekali
bagi Indonesia sebagai negara yang penduduknya menghabiskan sebagian besar
pendapatan mereka untuk membeli beras (dan produk makanan lain). Oleh karena
itu, tekanan inflasi pada harga beras (misalnya karena gagal panen) dapat
memiliki konsekuensi serius bagi mereka yang miskin atau hampir miskin.
Bahkan sebagian dari mereka yang hidup sedikit saja di atas garis kesmiskinan
bisa jatuh dalam kemiskinan penuh karena inflasi yang tinggi.
Selain inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga makanan, keputusan
pemerintah untuk mengurangi subsidi (terutama subsidi untuk BBM dan listrik)
menyebabkan inflasi yang tinggi. Misalnya waktu pemerintahan presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pemotongan subsidi BBM pada akhir
tahun 2005 terjadinya peningkatan signifikan angka kemiskinan di antara tahun
2005 dan 2006. Harga minyak internasional yang naik membuat pemerintah
terpaksa mengurangi subsidi BBM waktu itu guna meringankan defisit anggaran
pemerintah. Konsekuensinya adalah inflasi dua digit di antara 14 sampai 19
persen (tahun-ke-tahun) terjadi sampai oktober 2006. Presiden Joko Widodo juga
mengurangi subsidi BBM, baik pada akhir tahun 2014 maupun awal tahun 2015.
Namun karena harga minyak internasional yang lemah pada waktu itu, keputusan
ini tidak mengimplikasikan dampak yang luar biasa pada angka inflasi. Toh,
angka inflasi Indonesia naik menjadi di antara 8 - 9 persen (t/t) pada tahun 2014

51
maka ada peningkatan kemiskinan sedikit di Indonesia di antara tahun 2014 dan
2015, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan.

B. Kemiskinan di Indonesia dan Distribusi Geografis


Salah satu karakteristik kemiskinan di Indonesia adalah perbedaan yang
begitu besar antara nilai kemiskinan relatif dan nilai kemiskinan absolut dalam
hubungan dengan lokasi geografis. Jika dalam pengertian absolut lebih dari
setengah jumlah total penduduk Indonesia yang hidup miskin berada di pulau
Jawa (yang berlokasi di bagian barat Indonesia dengan populasi padat), dalam
pengertian relatif propinsi-propinsi di Indonesia Timur menunjukkan nilai
kemiskinan yang lebih tinggi. Tabel di bawah ini menunjukkan lima propinsi di
Indonesia dengan angka kemiskinan relatif yang paling tinggi. Semua propinsi ini
berlokasi di luar wilayah Indonesia Barat seperti pulau Jawa, Sumatra dan Bali
(yang adalah wilayah-wilayah yang lebih berkembang dibanding pulau-pulau di
bagian timur Indonesia).
Propinsi dengan Angka Kemiskinan Relatif Tinggi:
Propinsi Orang Miskin
Papua 28,5 %
Papua Barat 25,4 %
Nusa Tenggara Timur 22,2 %
Maluku 19,2 %
Gorontalo 17,7 %
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2016
Tingkat kemiskinan di propinsi-propinsi di Indonesia Timur ini, di mana
sebagian besar penduduknya adalah petani, kebanyakan ditemukan di wilayah
pedesaan. Di daerah tersebut masyarakat adat sudah lama hidup di pinggir proses
perkembangan ekonomi dan jauh dari program-program pembangunan (yang
diselenggarakan pemerintah atau lembaga internasional). Migrasi ke daerah
perkotaan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan pekerjaan dan - dengan
demikian - menghindari kehidupan dalam kemiskinan.
Bertentangan dengan angka kemiskinan relatif di Indonesia Timur, tabel di
bawah ini menunjukkan angka kemiskinan absolut di Indonesia yang

52
berkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatra. Kedua pulau ini adalah pulau terpadat
(populasi) di Indonesia.
Propinsi dengan Angka Kemiskinan Absolut Tinggi:
Propinsi Orang Miskin (dalam jutaan)
Jawa Timur 4,78
Jawa Tengah 4,51
Jawa Barat 4,49
Sumatera Utara 1,51
Nusa Tenggara Timur 1,16
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2016

C. Kemiskinan di Indonesia: Kota dan Desa


Indonesia telah mengalami proses urbanisasi yang cepat dan pesat (sama
seperti tren internasional belakangan ini). Sejak pertengahan tahun 1990-an
jumlah absolut penduduk pedesaan di Indonesia mulai menurun dan saat ini lebih
dari setengah total penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan (padahal
pada tengah 1990-an hanya sekitar sepertiga populasi Indonesia tinggal di daerah
perkotaan). Kecuali beberapa propinsi, wilayah pedesaan di Indonesia relatifnya
lebih miskin dibanding wilayah perkotaan. Angka kemiskinan pedesaan Indonesia
(persentase penduduk pedesaan yang hidup di bawah garis kemiskinan desa
tingkat nasional) turun hingga sekitar 20 persen di pertengahan 1990-an tetapi
melonjak tinggi ketika Krisis Finansial Asia (Krismon) terjadi antara tahun 1997
dan 1998, yang mengakibatkan nilainya naik mencapai 26 persen. Setelah tahun
2006, terjadi penurunan angka kemiskinan di pedesaan yang cukup signifikan
seperti apa yang ditunjukkan tabel di bawah ini, walau slowdown ekonomi
Indonesia di antara tahun 2011 dan 2015 membatasi penurunan tersebut.
Statistik Kemiskinan Pedesaan di Indonesia:
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kemiskinan 21,8 20,4 18,9 17,4 16,6 15,7 14,3 14,4 13,8 14,2 14,1
Pedesaan1
1
persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan desa

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

53
Angka kemiskinan kota adalah persentase penduduk perkotaan yang
tinggal di bawah garis kemiskinan kota tingkat nasional. Tabel di bawah ini, yang
memperlihatkan tingkat kemiskinan perkotaan di Indonesia, menunjukkan pola
yang sama dengan tingkat kemiskinan desa: semakin berkurang mulai dari tahun
2006 tetapi kinerja ini terbatasi di antara tahun 2012-2015 karena slowdown
perekonomian Indonesian. Slowdown ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan
ekonomi global yang lemah, penurunan harga komoditas, dan iklim suku bunga
Bank Indonesia yang tinggi pada periode 2013-2015 (demi melawan inflasi yang
tinggi, mendukung rupiah, dan membatasi defisit transaksi berjalan).

Statistik Kemiskinan Perkotaan di Indonesia:


2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kemiskinan 13,5 12,5 11,6 10,7 9,9 9,2 8,4 8,5 8,2 8,3 7,8
Kota1
1
persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan kota

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Ketidaksetaraan di Indonesia yang semakin Meluas?


Rasio Gini (atau koefisien), yang mengukur ketidaksetaraan distribusi
pendapatan, merupakan indikator penting untuk menilai tingkat 'kebenaran' di
suatu negara (walaupun indikator ini memang memiliki beberapa kekurangan).
Koefisien Gini 0 menunjukkan persamaan sempurna, sedangkan koefisien 1
menunjukkan ketidaksetaraan sempurna. Menarik untuk dicatat bahwa kenaikan
tajam dalam ketidaksetaraan distribusi pendapatan terjadi di Indonesia pada era
pasca-Suharto. Dengan demikian, periode demokrasi dan desentralisasi di era
pasca-Suharto menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya
ketidaksetaraan di masyarakat Indonesia: sementara pada tahun 1990an rasio Gini
di Indonesia rata-rata mencapai 0,30, rata-rata meningkat 0,39 pada tahun 2000an
, dan tetap stabil di 0,41 di tahun 2011-2015 sebelum mereda sedikit ke 0,40 pada
tahun 2016.
Kenyataannya adalah fakta yang menyakitkan bahwa ketidaksetaraan
Indonesia muncul saat - pada saat bersamaan - ekonomi secara keseluruhan

54
berkembang dari ekonomi senilai USD $ 163,8 miliar pada tahun 1999 menjadi
ekonomi USD 861,9 miliar pada tahun 2015 (dan sementara Indonesia menjadi
anggota kelompok G20 ekonomi utama di tahun 2008).
Laporan Bank Dunia yang dirilis pada bulan Desember 2015 mengklaim
bahwa hanya 20 persen penduduk terkaya di Indonesia yang telah menikmati hasil
pertumbuhan ekonomi satu dekade, yang menyiratkan bahwa 80 persen populasi
(atau 200 juta orang secara absolut) ditinggalkan dibelakang. Ini adalah angka
yang mengkhawatirkan. Kenyataannya, setelah China, Indonesia melihat kenaikan
tertinggi dalam ketidaksetaraan distribusi pendapatan antara tahun 1990an dan
2000an di antara negara-negara Asia:
Negara Asia dengan Rasio Gini Rata-rata Tertinggi:
Negara Rasio Gini Tahun Rasio Gini tahun Perbedaan
1990-an 2000-an
China 0,34 0,45 +0,11
Indonesia 0,30 0,39 +0,09
Laos 0,32 0,38 +0,06
India 0,34 0,39 +0,05
Vietnam 0,37 0,37 0,00
Kambodia 0,39 0,38 -0,01
Philipina 0,45 0,44 -0,01
Malaysia 0,49 0,47 -0,02
Thailand 0,46 0,41 -0,05
Sumber : Bank Dunia,2016
Di Indonesia rasio Gini juga terkait erat dengan pergerakan harga
komoditas. Tren kenaikan rasio Gini di tahun 2000an terjadi di tengah boom
komoditas, sementara rasio Gini stabil setelah harga komoditas turun pada tahun
2011. Oleh karena itu, kenaikan atau penurunan harga komoditas tampaknya
sangat mempengaruhi 20 persen teratas populasi Indonesia. Turunnya harga
komoditas menurunkan pendapatan dan daya beli kelompok ini.
Tingkat ketidaksetaraan yang tinggi di masyarakat merupakan ancaman
karena tidak hanya membahayakan kohesi sosial namun juga membahayakan
stabilitas politik dan ekonomi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Bank

55
Dunia menunjukkan bahwa negara-negara dengan distribusi kekayaan yang lebih
setara cenderung tumbuh lebih cepat dan lebih stabil dibandingkan dengan
negara-negara yang menunjukkan tingkat ketidaksetaraan yang tinggi.
Selain ketidaksetaraan nasional secara keseluruhan di Indonesia, ada juga
tingkat ketidaksetaraan yang tinggi di antara berbagai daerah di dalam negeri.
Misalnya pulau Jawa, khususnya wilayah Jabodetabek, menyumbang sekitar 60
persen terhadap total perekonomian Indonesia. Investasi langsung juga sangat
terkonsentrasi di pulau ini sehingga menyebabkan ketidaksetaraan antara Jawa
dan pulau-pulau terluar.
Apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk memerangi kesenjangan
pendapatan di Indonesia? Strategi utama adalah meningkatkan kesempatan kerja
bagi masyarakat Indonesia dengan mendorong pengembangan sektor padat karya
(terutama sektor pertanian dan industri manufaktur). Untuk mencapai hal ini,
penting untuk menarik investasi langsung di industri padat karya ini (menyiratkan
bahwa pemerintah perlu terus fokus untuk memperbaiki iklim investasi di
Indonesia).
Sementara itu, pemerintah perlu fokus pada pengembangan sentra
pertumbuhan ekonomi baru di luar Pulau Jawa dalam rangka mengurangi
ketimpangan (struktural) antar berbagai daerah. Pembangunan infrastruktur di
daerah terpencil merupakan salah satu strategi untuk mencapai hal ini (yang akan
menyebabkan apa yang disebut multiplier effect). Terakhir, pendidikan dan
kesehatan juga harus ditingkatkan secara nasional karena pendidikan tinggi dan
gaya hidup sehat cenderung mengarah pada pendapatan yang lebih tinggi.
Namun, kita masih dapat mempertanyakan metodologi koefisien Gini ini
karena ia membagi penduduk dalam lima kelompok, masing-masing berisi 20
persen dari populasi: dari 20 persen terkaya sampai ke 20 persen termiskin.
Selanjutnya, koefisien ini mengukur kesetaraan (dan ketimpangan) antara
kelompok-kelompok tersebut. Ketika menggunakan koefisien ini untuk Indonesia
masalah yang timbul adalah negara ini memiliki karakter ketidakseimbangan
ekstrim dalam setiap kelompoknya, sehingga membuat hasil koefisien Gini
kurang selaras dengan kenyataan.

56
Rangkuman
Dalam beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia
memperlihatkan penurunan yang signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan
penurunan ini akan melambat di masa depan. Mereka yang dalam beberapa tahun
terakhir ini mampu keluar dari kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung
garis kemiskinan yang berarti tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk
mengeluarkan mereka dari kemiskinan. Namun sejalan dengan berkurangnya
kelompok tersebut, kelompok yang berada di bagian paling bawah garis
kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu untuk bangkit dan keluar dari
kemiskinan. Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan tingkat
kemiskinan yang berjalan lebih lamban dari sebelumnya. Apa yang bisa dilakukan
pemerintah untuk memerangi kesenjangan pendapatan di Indonesia? Strategi
utama adalah meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia dengan
mendorong pengembangan sektor padat karya (terutama sektor pertanian dan
industri manufaktur). Sementara itu, pemerintah perlu fokus pada pengembangan
sentra pertumbuhan ekonomi baru di luar Pulau Jawa dalam rangka mengurangi
ketimpangan (struktural) antar berbagai daerah. Pembangunan infrastruktur di
daerah terpencil merupakan salah satu strategi untuk mencapai hal ini (yang akan
menyebabkan apa yang disebut multiplier effect). Terakhir, pendidikan dan
kesehatan juga harus ditingkatkan secara nasional karena pendidikan tinggi dan
gaya hidup sehat cenderung mengarah pada pendapatan yang lebih tinggi.

Latihan Soal
Coba anda diskusikan beberapa permasalahan berikut bersama rekan anda :
1. Berikanlah satu contoh kemiskinan yang terjadi di sekitar lingkungan tempat
tinggal anda ? Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan hal itu terjadi ? dan apa
dampaknya dalam kehidupan masyarakat di sekitar ?
2. Menurut analisis anda bagaimana kondisi kehidupan sosial ekonomi
masyarakat Indonesia jika dilihat dari perpektif kultural dan struktural ?

57
BAB 5
UPAYA PENYELESAIAN KETIMPANGAN SOSIAL DAN KEMISKINAN

Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan mampu
memberikan solusi alternatif untuk menyelesaikan masalah ketimpangan sosial
dan kemiskinan.

A. Strategi Menanggulangi Kemiskinan Di Indonesia


Dimulai dari awal orde baru, pemerintah telah melakukan berbagai upaya
penanggulangan kemiskinan, baik melalui pendekatan sektoral, regional,
kelembagaan, maupun strategi dan kebijakan khusus. Program-program tersebut
meliputi Program Inpres Desa Tertinggal, Kredit Usaha Tani, UPPKS dan Gerdu
Taskin, serta Program Kredit-kredit Mikro dari BRI.
Sementara di pemerintahan yang sedang berjalan juga menghadapi hal
yang sama yaitu strategi atau cara penanggulangan kemiskinan. Perdebatan
mengenai angka kemiskinan yang masih besar dan konsep penanggulangannya
sekarang ini tidak diperlukan lagi. Karena hal tersebut justru akan menghabiskan
waktu dan energi. Rakyat miskin kita tidak membutuhkan perdebatan retorika
yang berkepanjangan. Mereka butuh suatu konsensus kebijakan kemudian
diimplementasikan. Maka dari itu hal ini menjadi pekerjaaan rumah tersendiri
bagi pemerintahan yang sedang berjalan. Rakyat mengharapkan suatu penajaman
konsep program Penajaman program bisa juga dilakukan dengan melakukan
evaluasi terhadap program dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan yaitu
kesulitan yang dihadapi dan kelebihan dari program penanggulangan kemiskinan
tersebut. Tetapi pada intinya penanganan berbagai masalah di atas memerlukan
strategi penanggulangan kemiskinan. Kita banyak melihat bahwa selama ini
pemerintahan menyelesaikan dan mengadaptasikan rancangan strategi
penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan. Kemudian hal ini dapat
dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan. Berikut ini akan dijabarkan beberapa

58
langkah dan strategi cara penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah
:
A. Perbaikan pada Masalah sektor Kesehatan
Masalah kesehatan menjadi sangat vital bagi semua kalangan. Kesehatan
adalah kunci hidup nomor satu. Kebanyakan penduduk Indonesia rentan terhadap
kemiskinan. Hidup mereka hanya sedikit diatas garis kemiskinan nasional dan
mempunyai pendapatan kurang dari US$2 per hari. Pendapatan itu hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup saja (makan, minum). Sehingga dengan
pendapatan yang hanya sebesar itu tidak akan cukup mengcoverage kebutuhan
kesehatan. Di bidang kesehatan diupayakan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara makin merata melalui peningkatan jangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan. Pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk
mengatasinya dari ASKESKIN, JAMKESMAS maupun adanya Pengobatan gratis
yang dilakukan rutin. Tetapi yang menjadi masalah saat ini adalah bagaimana
pelayanan masyarakat penggunan ASKESKIN yang sering kurang diutamakan,
sering terjadi pembedaan dan lain sebagainya. Peta pembedaan ini menjadi
masalah tersendiri yang harus segera diselesaikan.
Mungkin kita juga kurang melihat dan mengerti bahwa pada kenyataannya
kesehatan masyarakat itu bisa dilihat dari sistem sanitasi rumahnya. Pemerintah
selama ini kurang memperhatikan faktor ini. Hal ini bisa dilihat dari kasuks krisis
penyediaan fasilitas sanitasi. Anggaran dari pemerintah belum bisa menghandle
adanya pembangunan sanitasi yang baik. Efeknya bisa dilihat dari penduduk
miskin yang cenderung menggunakan air dari sungai yang telah tercemar. Bahkan
di Ibukota atau di kora-kota besar tempat tinggal mereka cenderung berada di
tempat pembuangan limbah. Maka dari itu ada beberapa pilihan untuk
mengatasinya dari mengadakan suatu konsensus nasional untuk membahas
mengenai pembiayaan fasilitas sanitasi dan mendorong pemerintah daerah untuk
membangun fasilitas tersbut melalui dana alokasi khususnya (DAK) Untuk
keseluruhan solusinya harus ada pengkajian ulang mengenai anggaran dan
kebijakan yang fokus pada masalah kesehatan dan sanitasi. Proporsi anggaran
APBN harus bisa menjadikan pemecah masalah ini. Pembangunan sarana-

59
prasarana yang baik sejatinya terus dilakukan dengan diimbangi dengan kesadaran
sosial masyarakat akan arti pentingnya kesehatan.
Dengan peningkatan mutu kesehatan, rakyat lebih mampu berperan serta
secara aktif dalam pembangunan sehingga pendapatannya juga meningkat.
B. Perbaikan pada Masalah Sektor Pendidikan
Salah satu langkah dari strategi dan cara menanggulangi kemiskinan
adalah perbaikan atas kualitas pendidikan. Menurut saya, Indonesia telah
mencapai hasil yang memuaskan dalam meningkatkan partisipasi di tingkat
pendidikan dasar 9tahunnya. Hanya saja masih ada keluarga miskin yang terpaksa
tidak bisa melanjutkan sekolah dan efeknya keluar dari sekolah. Penyebab yang
utama dari masalah diatas adalah mahalnya biaya pendidikan yang juga diikuti
oleh buruknya kualitas pendidikan. Kedua kondisi itu merupakan potret nyata
dunia pendidikan kita. Lihat saja pada masa 1970-1980an kita mengirim banyak
tenaga ahli ke Malaysia dan Singapura untuk menjadi tenaga pendidik disana.
Tetapi kondisi itu berbalik arah dengan yang terjadi sekarang. Justru orang-orang
Singapura dan Malaysialah yang datang ke Indonesia untuk menjadi tenaga
pengajar atau mahasiswa Indonesia yang banyak meneruskan kuliah disana.
Pemerintah dapat memperbaiki kualitas pendidikan dan mencegah terputusnya
pendidikan masyarakat miskin dengan cara:
- Membantu pembiayaan pendidikan yang bertumpu pada peran sekolah.
Langkah tersebut bisa dilakukan melalu penyediaan dana bantuan
pendidikan bagi masyarakat miskin. Dana pendidikan yang berasal dari
pemerintah pusat bisa disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan didaerah.
Penyaluran dana itu bisa dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK)
Peranan ini kemudian menjadi satu target untuk membantu sekolah-
sekolah didaerah yang menyediakan pendidikan bagi masyarakat miskin
serta tidak dapat memenuhi standar yang dibutuhkan. Tetapi harus ada
sinergi antara pemberian dana bantuan dan kondisi perbaikan mutu
pendidikan sekolah. Maka dari sinergi keduanya akan meningkatkan
kualitas pendidikan Indonesia.

60
- Penyediaan sarana prasarana pendidikan
Sering kita melihat dilayar televisi banyak gedung sekolah yang kurang
terurus padahal anggaran pendidikan di negara kita mencapai 20%.
Banyak berita yang melansir adanya buruknya gedung sekolah, ambruknya
gedung sekolah telah menyadarkan kita. Betapa buruknya kualitas sarana-
prasarananya. Pemerintah hanya mengembar-ngemborkan anggaran
pendidikan yang mencapai 20% . Jika melihat gedung sekolah yang
ambruk dan lokasi tak jauh dari Istana presiden itu menjadi tamparan keras
bagi pemerintah. Apa yang salah?
Sekarang kita tidak perlu mencari-cari penyebab kesalahan dari masalah
ini. Penyelesaian dan solusi menjadi hal yang harus kita bicarakan
bersama. Banyaknya permasalahan sarana dan prasarana sekolah harus
menjadi fokus utama sekolah. Bangunan sekolah menjadi suatu tempat
peneduh bagi para anak sekolah. Perlunya penanganan dan bantuan
perbaikan gedung sekolah seharusnya menjadi prioritas utama. Tetapi
kenyataannya tidak, sekolah yang bangunannya ambruk dan meminta
bantuan pada pemerintah melalui dinas pendidikannya mendapat respon
yang lambat. Kalau saja prosedur yang salah atau prosedur yang
complicated? Kenapa hal ini harus terjadi?
Solusi utama adanya pembiayaan sarana dan prasarana juga harus masuk
kedalam ranah anggaran pendidikan. Menurut saya, selama ini yang salah
bukan pemerintah. Tetapi sistem yang ada. Misalnya mengenai sistem dan
prosedur meminta bantuan perbaikan sarana prasarana yang seharusnya itu
mudah dan cepat terealisasikan justru malah menjadi sebaliknya dan
memunculkan masalah-masalah baru. Pembenahan pada sistem harus
segera dibenahi serta adanya kesadaran dari masing-masing pihak yang
kemudian keduanya menjadi solusi utamanya.
Guna menjamin keberhasilan berbagai program di atas, sarana dan
prasarana pendidikan, seperti gedung sekolah dan laboratorium, terus
ditingkatkan dan lebih didayagunakan. Gedung sekolah yang sudah
ambruk sudah sewajarnya diperbaiki melalui dana pemerintah ditambah
swadaya masyarakat.

61
- Peningkatan kualitas tenaga pengajar
Tenaga pengajar cukup memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
keberhasilan pendidikan di Indonesia. Adanya tenaga pendidik yang
profesional dan kapabel akan memberikan efek positif terhadap kualitas
sumber daya manusiannya. Diantara dari sekian banyak program
peningkatan kualitas tenaga pengajar yang paling penting dan terkenal
adalah sertifikasi. Sertifikasi banyak efek positif dan negatifnya. Tetapi
disini saya memandang bahwa sertifikasi itu merupakan stimulus bagi
tenaga pendidik untuk menjadi yang lebih baik. Hal ini bisa dilihat dari
syarat untuk sertifikasi, tenaga pendidik yang tidak memenuhi syarat
tersebut tidak akan lolos sertifikasi. Tetapi yang menjadi pertanyaan
seberapa signifikankah program sertifikasi menjadikan peningkatan
kualitas tenaga pendidik dalam mencetak sumber daya manusia yang
berkualitas? Jawabannya adalah tergantung pada masing-masing tenaga
pendidik. Sejatinya mereka harus sadar akan peranan vitalnya nya dalam
pembangunan sumber daya manusia. Tanpa menyalahkan program
sertifikasi bahwa hal tersebut merupakan suatu bentuk pemborosan
anggaran, tetapi itulah stimulus yang efektif untuk meningkatkan kualitas
tenaga pendidik. Disamping melalui berbagai pendidikan dan latihan
(diklat) tenaga pendidik. Pendidikan dan pembinaan guru serta tenaga
pendidikan lainnya, termasuk tenaga pendidikan di luar sekolah,
ditingkatkan mutunya dan pelaksanaannya diselenggarakan secara terpadu
C. Perbaikan Kualitas Jalan dan Listrik Khususnya bagi Pedesaan
Berbagai pengalaman di negara-negara seperti China, Vietnam dan juga di
Indonesia sendiri menunjukkan bahwa pembangunan jalan di area pedesaan
merupakan salah satu cara yang efektif dalam mengurangi kemiskinan. Jalan
nasional dan jalan provinsi di Indonesia relatif dalam keadaan yang baik. Tetapi,
setengah dari jalan kabupaten berada dalam kondisi yang buruk. Sementara itu
lima persen dari populasi, yang berarti sekitar 11 juta orang, tidak mendapatkan
akses jalan untuk setahun penuh. Hal yang sama dapat terlihat pada penyediaan
listrik. Saat ini masih ada sekitar 6000 desa orang belum menikmati tenaga listrik

62
(Data BPS). Meskipun permasalahan tersebut sangat kompleks dan rumit, namun
solusinya bisa terlihat jelas :
1. Menjalankan program skala besar untuk membangun jalan pedesaan dan di
tingkat kabupaten. Program pembangunan jalan tersebut juga dapat
meningkatkan penghasilan bagi masyarakat miskin dan mengurangi
pengeluaran mereka, disamping memberikan stimulasi pertumbuhan pada
umumnya. Berbicara mengenai solusi pembiayaannya, program tersebut bisa
dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana pembangunan yang ada
harus ditargetkan pada daerah-daerah yang mempunyai kondisi dan kualitas
jalan yang buruk. Hal ini bisa dilihat dari peta lokasi kemiskinan dan peta
kondisi halan yang keduanya menjadu alat untuk mengidentifikasi peta kondisi
jalan. Tidak luap masyarakat setempat harus dilibatkan agar hasilnya dapat
sesuai dengan kebutuhan mereka yang kemudian menjamin tersedianya
pemeliharaan jalan secara lebih baik.
2. Menjalankan strategi pembangunan fasilitas listrik pada desa-desa yang belum
menikmati tenaga listrik.
Kompetisi pada sektor kelistrikan harus ditingkatkan dengan
memperbolehkan perusahaan penyedia jasa kelistrikan untuk menjual tenaga
listrik yang mereka hasilkan kepada PLN. Akses pada jaringan yang dimiliki PLN
juga patut dibuka dalam rangka meningkatkan kompetisi tersebut. Penyusunan
rencana pelaksanaan dengan lebih terinci atas dua skema subsidi yang ada
sangatlah diperlukan, untuk menjamin subsidi tersebut tidak menghambat
penyediaan listrik secara lebih luas.
D. Membangun Lembaga-Lembaga Pembiayaan Mikro yang Memberi Manfaat
pada Penduduk Miskin
Data BPS menunjukkan bahwa sekitar 50 persen rumah tangga tidak
memiliki akses yang baik terhadap lembaga pembiayaan, sementara hanya 40
persen yang memiliki rekening tabungan. Kondisi ini terlihat lebih parah di daerah
pedesaan. Solusinya bukanlah dengan memberikan pinjaman bersubsidi ataupun
berbiaya. Melihat kenyataannya rakyat miskin cenderung tidak mau meminta
pinjaman dari Bank dan justru meminjam uang dari bank plecit yang transaksinya
dilakukan dengan cara door to door. Padahal bank plecit tersebut biasanya

63
memberikan biaya pinjaman yang lebih tinggi daripada Bank. Maka dari itulah
dibentuklah lembaga pembiayaan mikro (LPM). Solusi yang lebih tepat adalah
memanfaaatkan dan mendorong pemberian kredit dari bank-bank komersial
kepada lembaga-lembaga pembiayaan mikro tersebut. Berbagai langkah penting
yang dapat diambil untuk meningkatkan akses penduduk miskin atas kredit
pembiayaan adalah:
1. Membangun hubungan antara sektor perbankan dengan LPM, misalnya dengan
memberikan kesempatan bagi BKD untuk menjadi agen untuk bank-bank
komersial dalam menghimpun dan menyalurkan dana.
2. Mengesahkan revisi Undang-Undang Koperasi guna memberikan kerangka
hukum yang lebih baik untuk pengembangan pembiayaan mikro, termasuk
mewajibkan adanya audit dan pengawasan eksternal bagi koperasi simpan
pinjam.
E. Memberikan Lebih Banyak Dana untuk Daerah-Daerah Miskin
Kesenjangan antar daerah di Indonesia sangatlah terasa. Hal tersebut bisa
terlihat pada kedua daerah yaitu : Jakarta dengan Kupang. Kondisi itu
menjelaskan adanya pemerintah daerah terkaya di Indonesia mempunyai
pendapatan per penduduk 46 kali lebih tinggi dari pemerintah di daerah termiskin.
Akibatnya pemerintah daerah yang miskin sering tidak dapat menyediakan
pelayanan yang mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemberian
dana yang terarah dengan baik dapat membantu masalah ini. Untuk memecahkan
masalah tersebut, pemerintah dapat melakukan beberapa langkah (Indonesian
Brief Policy) seperti :
1. Memperbaiki formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) agar memungkinkan
pemerintah daerah dapat menyediakan pelayanan dasar yang cukup baik. DAU
dimaksudkan untuk membantu kesenjangan keuangan antar daerah berdasarkan
formula yang memperhitungkan tingkat kemiskinan, luas wilayah, jumlah
penduduk, biaya hidup dan kapasitas fiskal. Tetapi pada kenyataannya, dana ini
masih dialokasikan berdasar pola pengeluaran pada tahun-tahun sebelumnya.
Untuk itu penetapan besar DAU harus lebih banyak didasarkan formula di atas,
bahkan dengan memberikan porsi yang lebih besar pada tingkat kemiskinan.

64
2. Meningkatkan pemberian Dana Alokasi Khusus untuk menunjang target
program nasional pengentasan kemiskinan. DAK dapat menjadi insentif bagi
pemerintah daerah untuk memenuhi target penurunan tingkat kemiskinan. Oleh
karena itu DAK harus ditingkatkan fungsinya dan dikaitkan dengan program
pengentasan kemiskinan, termasuk infrastruktur di daerah pedesaan, kesehatan,
pendidikan, serta penyediaan air bersih dan sanitasi. Daerah yang lebih miskin
harus dapat menerima DAK yang lebih besar, mengingat DAU belum dapat
memperkecil kesenjangan pembiayaan antar daerah. Peningkatan DAK dapat
dilakukan dengan memotong anggaran pemerintah pusat di daerah melalui
departemen teknis, yang selama ini dikenal sebagai Daftar Isian Proyek (DIP).
F. Merancang Perlindungan Sosial yang Lebih Tepat Sasaran
Program perlindungan yang tersedia saat ini, seperti beras untuk orang miskin
serta subsidi bahan bakar dan listrik, dapat dikatakan belum mencapai sasaran
dengan baik. Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia mengeluarkan Rp 74 trilliun
untuk perlindungan sosial. Angka ini lebih besar dari pengeluaran di bidang
kesehatan dan pendidikan. Sayangnya, hanya 10 persen yang dapat dinikmati oleh
penduduk miskin, sementara sekitar Rp60 trilliun lebih banyak dinikmati oleh
masyarakat mampu. Secara rata-rata, rumah tangga miskin hanya memperoleh
subsidi sebesar Rp12.000 untuk beras dan Rp 9.000 untuk minyak tanah setiap
bulannya. Pemerintah dapat menjalankan program bantuan dengan menggunakan
peta kemiskinan memberikan informasi mengenai kecamatan-kecamatan
termiskin yang patut mendapatkan bantuan. Bantuan perlindungan sosial bisa
berupa 9 kebutuhan pokok atau sembako.

B. Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Kemiskinan Berbasis


Bantuan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
Program pemerintah yang sudah dijalankan dalam rangka penanggulangan
kemiskinan di sini hanya pada dua masa pemerrintahan orde reformasi. Untuk
membedakan satu dengan yang lainnya, maka dibagi menjadi dua, yaitu program
zaman pemerintahan Presiden SBY dan pemerintahan Presiden Jokowi. Namun,
untuk melengkapi khazanah program penanggulangan kemiskinan juga terdapat
program spesifik yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial yang banyak

65
dirasakan manfaatnya bagi rumah tanggasangat miskin dan penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS) sebagaimana uraian berikut ini.
Program Pemerintahan SBY
Program penanggulangan kemiskinan di pemerintahan SBY dikoordinasikan oleh
Tim Nasional Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), yaitu dengan ditetapkannya
dua Peraturan Presiden (Perpres) yaitu Perpres No.13 tahun 2009 tentang
koordinasi penanggulangan kemiskinan dan Perpres No. 15 tahun 2010 tentang
percepatan penanggulangan kemiskinan. TNP2K diketuai langsung oleh wakil
presiden dan mengoordinasikan seluruh kementerian yang menangani kemiskinan.
Program penanggulangan kemiskinan di pemerintahan ini ada tiga program, yaitu
1. Program berbasis bantuan sosial
Karakteristik klaster satu berupa program bantuan sosial ini adalah bersifat
pemenuhan hak dasar untuk individu dan rumah tangga miskin yang meliputi
bantuan pangan, pendidikan, kesehatan, papan, sanitasi dan air bersih. Ciri lain
dari kelompok program ini adalah mekanisme pelaksanaan kegiatan yang bersifat
langsung dan manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh penerima manfaat.
Jenis program pada klaster satu ini adalah Jamkesmas (BPJS), program keluarga
harapan (PKH), bantuan beras buat rumah tangga miskin (Raskin), bantuan siswa
miskin (BSM), bantuan sanitasi (pansimas) dan rumah tidak layak huni (RTLH).
2. Program berbasis pemberdayaan masyarakat
Karakteristik klaster dua berupa pemberdayaan masyarakat ini adalah
menitikberatkan pada penguatan kapasitas masyarakat dengan mengembangkan
berbagai skema program berdasarkan sector tertentu yang dibutuhkan oleh
masyarakat di suatu wilayah baik di pedesaan maupun perkotaan.
Program pada klaster dua ini adalah program nasional pemberdayaan masyarakat
(PNPM) mandiri baik yang ada di pedesaan dan di perkotaan. Program ini terbagi
tiga, yaitu :
a. Program infrastruktur. Pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan,
irigasi, air bersih dan lainnya terutama di daerah pedesaan.
b. Program ekonomi. Pengembangan ekonomi produktif, simpan pinjam, dan
lainnya terutama dikembangkan di daerah perkotaan.

66
c. Program sosial. Perbaikan kesehatan, pendidikan, gizi dan lainnya terutama
untuk kesejahteraan ibu dan anak baik di daerah pedesaan dan perkotaan.
3. Program berbasis usaha kecil mikro
Karakteristik klaster tiga ini memberikan akses yang luas dalam usaha kecil dan
mikro, memperluas produksi dan pemasaran hasil produksi rumah tangga dan
industri kecil dengan pemberian kredit usaha rakyat (KUR).
Selain memberikan modal usaha bagi usaha kecil, program ini juga memberikan
pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan keterampilan dan manajemen
usaha kepada pelaku usaha kecil dan mikro.
Program Pemerintahan Jokowi
Pemerintahan Presiden Jokowi dimulai pada tanggal 20 Oktober 2014 telah
berniat melanjutkan agenda pemerintahan sebelumnya, yaitu dengan program
percepatan penanggulangan kemiskinan di mana pada tanggal 3 November 2014
ditandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No. 166 tahun 2014 tentang
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Program penanggulangan kemiskinan pada masa pemerintahan Jokowi yang
melanjutkan dari pemerintah sebelumnya terdiri dari 3 program, yaitu :
1. program bantuan sosial
2. program pemberdayaan masyarakat
3. program usaha ekonomi kecil dan mikro
Selain itu, ditambah dengan tiga program baru dengan cakupan dan jangkauan
yang lebih luas kepada rumah tangga sangat miskin yang lebih dikenal dengan
Kartu Sakti Jokowi yang meliputi KIS, KIP dan PSKS.
a. Kartu Indonesia Sehat (KIS)
Sebelumnya program ini disebut Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),
tetapi sejak dilaksanakan BPJS Kesehatan kemudian penerima Jamkesmas
diperluas dengan rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang belum terkaver
program bantuan kesehatan dimasukkan menjadi penerima bantuan iuran (PBI)
sehingga dikeluarkan model baru dengan nama Kartu Indonesia Sehat (KIS)
b. Kartu Indonesia Pintar (KIP)
Sebelumnyaprogram ini disebut Bantuan Siswa Miskin (BSM), tetapi sejak
pemerintahan baru diperluas kepada seluruh siswa miskin baik pada tingkat

67
sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah
menengah kejuruan bahkan sampai perguruan tinggi. Selanjutnya program ini
diberi nama Kartu Indonesia Pintar (KIP).
c. Kartu Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS)
Sebelumnya program ini disebut Kartu Perlindungan Sosial (KPS), tetapi sejak
pemerintahan baru diperluas kepada seluruh rumah tangga sangat miskin dengan
member bantuan langsung tunai yang dimasukkan ke dalam tabungan atau
simpanan, sehingga program ini sering disebut Program Simpanan Keluarga
Sejahtera (PSKS).
Program Kementerian Sosial
Melalui Undang-undang No. 13 tahun 2014 tentang Penanganan Fakir Miskin,
maka Kementerian Sosial membuat program spesifik terutama terkait dengan
masalah keterlantaran, keterasingan, kemiskinan, kebencanaan dan kecacatan di
mana sudah dikenal dan dirasakan banyak manfaatnya bagi masyarakat dan
rumah tangga sangat miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial
(PMKS). Program-program tersebut adalah sebagai berikut.
1. Program Keluarga Harapan (PKH)
Program bagi perempuan ini merupakan bantuan tunai bersyarat yang diberikan
kepada ibu yang hamil, mempunyai anak balita dan mempunyai anak sekolahan.
Bantuan diberikan dengan syarat ibu hamil dan balita harus memeriksakan
kesehatannya, dan anak usia sekolah harus tetap sekolah.
2. Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
Program bagi keluarga ini merupakan bagian permodalan untuk usaha ekonomi
produktif secara kelompok dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan
usaha kecil mikro terutama mengentaskan rumah tangga sangat miskin atau fakir
miskin baik di wilayah pedesaan maupun wilayah perkotaan.
3. Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
Program bagi anak ini merupakan bantuan financial kepada anak dan keluarga
khususnya bagi anak terlantar dan anak yang memiliki permasalahan khusus
untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam pendidikan dan pengasuhan
anak baik di dalam dan di luar keluarga.
4. Program Asistensi Lanjut Usia (Aslut)

68
Program bagi Lanjut Usia ini merupakan bantuan financial bulanan secara
permanen kepada lanjut usia terlantar yang belum mendapatkan pelayanan sosial
baik berbasis institusi maupun masyarakat sehingga untuk memenuhi
kebutuhannya lanjut usia perlu mendapat dukungan sosial agar dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya.
5. Program Asistensi Orang dengan Kecacatan (ASODK)
Program bagi disabilitas ini merupakan bantuan financial bulanan secara
permanen kepada orang dengan cacat berat yang belum mendapatkan pelayanan
sosial baik berbasis institusi maupun masyarakat sehingga untuk memenuhi
kebutuhannya orang dengan cacat berat perlu mendapat dukungan sosial agar
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
6. Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT)
Program bagi komunitas adat terpencil ini merupakan program pemberdayaan
yang diberikan kepada masyarakat yang tinggal di pedalaman, di pesisir, di pulau
terpencil yang menngalami keterisolasian sehingga susah menjangkau pelayanan
pendidikan, kesehatan, dan sosial. Untuk itu pemerintah memberikan bantuan
melalui perbaikan perumahan, pengembangan lingkungan sosialnya, peningkatan
keterampilannya, peningkatan pendapatan, pemberian fasilitas pelayanan
pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosialnya.

Rangkuman
Langkah dan strategi cara penanggulangan kemiskinan yang dilakukan yang telah
dilakukan pemerintah adalah perbaikan pada masalah sektor kesehatan, sector
pendidikan, perbaikan kualitas jalan dan listrik khususnya bagi pedesaan,
membangun lembaga-lembaga pembiayaan mikro yang memberi manfaat pada
penduduk miskin, memberikan lebih banyak dana untuk daerah-daerah miskin,
dan merancang perlindungan sosial yang lebih tepat sasaran. Program pemerintah
yang sudah dijalankan dalam rangka penanggulangan kemiskinan di sini hanya
pada dua masa pemerrintahan orde reformasi. Untuk membedakan satu dengan
yang lainnya, maka dibagi menjadi dua, yaitu program zaman pemerintahan
Presiden SBY dan pemerintahan Presiden Jokowi. Namun, untuk melengkapi
khazanah program penanggulangan kemiskinan juga terdapat program spesifik

69
yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial yang banyak dirasakan manfaatnya
bagi rumah tanggasangat miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial
(PMKS)

Latihan Soal
Coba anda diskusikan beberapa permasalahan berikut bersama rekan anda :
1. Menurut anda apakah peran pemerintah dalam mengatasi masalah ketimpangan
sosial dan kemiskinan sudah berjalan optimal ? Jelaskan jawaban anda !
2. Menurut anda solusi atau strategi apa yang tepat dalam upaya penyelesaian
ketimpangan sosial dan kemiskinan di Indonesia ?
3. Sebagai seorang mahasiswa, bagaimana seharusnya peran atau keterlibatan
anda dalam berupaya membantu menyelesaikan masalah tersebut ?

70
DAFTAR PUSTAKA

Asy’arie, Musa. 2011. Kebangkitan Nasional, Perspektif Kebudayaan.


Kompas.

Collins, Elizabeth Fuller. 2008. Indonesia Dikhianati. Jakarta : PT


Gramedia Pustaka Utama

Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Haughton, Jonathan dan Shahidur R.Khandker. 2012. Pedoman


Tentang Kemiskinan dan Ketimpangan. Jakarta : Penerbit Salemba
Empat

Khomsan, Ali dkk. 2015. Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang


Miskin. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Moeljarto T. 1987. Politik Pembangunan Sebuah Analisis Konsep, Arah


dan Strategi. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Nain, Mochtar. 2011. Kita Belum Merdeka. Kompas.

Rachbani, Didik. 2010. Kemiskinan dan Politik Ekonomi. Media


Indonesia.

Remi, Sutyastie Soemitro dan Prijono Tjiptoherijanto. 2002.


Kemiskinan dan Ketidakmerataan Di Indonesia. Jakarta : PT Rineka
Cipta

Rustanto, Bambang. 2015. Menangani Kemiskinan. Bandung : PT


Remaja Rosdakarya

Soemardjan, Selo dkk. 1984. Kemiskinan Struktural Suatu Bunga


Rampai. Jakarta : PT Sangkala Pulsar

Suhariyanto, Kecuk. 2011. Jumlah Si Miskin. Kompas.

Sukmana, Oman. 2005. Sosiologi dan Politik Ekonomi. Malang : UMM


Press.

Tantoro, Swis. 2014. Pembasmian Kemiskinan Perspektif Sosiologi-


Antropologi. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar

Yustika, Ahmad Erani. 2009. Ekonomi Politik Kajian Teoritis dan


Analisis Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

71

Anda mungkin juga menyukai