Anda di halaman 1dari 94

HALAMAN JUDUL

i
KATA PENGANTAR
Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Pusat bekerjasama dengan Asosiasi
Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) pada tahun 2021 telah
menyusun 6 (enam) buku terkait Model Implementasi Mata Pelajaran Kebutuhan Khusus bagi
peserta didik berkebutuhan khusus. Buku ini diharapkan sebagai acuran dalam menyusun 5 buku
model lainnya, sehingga berisi gambaran umum tentang pelaksanaan mata plajaran program
kebutuhan khusus di sekolah khusus (SLB), maupun di sekolah penyelenggara Pendidikan inklusif
(SPPI).
Penerapan mata pelajaran kebutuhan khusus bagi peserta didik berkebutuhan khusus
memiliki strategi yang beragam dan unik yang memerlukan landasan yang kuat tentang
karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus, dilaksanakan oleh guru yang memiliki kualifikasi
khusus tentang program tersebut. Buku desain model ini mencakup hal-hal sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan
Bab II Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
Bab III Pengembangan Program Kebutuhan Khusus
Bab IV Implementasi Program Kebutuhan Khusus
Bab V Desain Model Implementasi
Bab VI Penutup
Disadari bahwa penulisan desain model masih terdapat beberapa kekurangan, sehingga
saran perbaikan amat diharapkan untuk perbaikan penulisan model ini. Penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan wawasan dan
bimbingan selama model ini.
Surakarta, 21 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
B. Landasan Hukum ................................................................................................................... 4
C. Tujuan dan Sasaran ................................................................................................................ 5
D. Ruang Lingkup ...................................................................................................................... 5
BAB II PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS ........................................................ 6
A. Peserta Didik Berkebutuhan khusus ...................................................................................... 6
B. Ragam Peserta Didik Berkebutuhan Khusus ......................................................................... 6
C. Peserta Didik Dengan Hambatan Penglihatan ....................................................................... 8
D. Peserta Didik Dengan Hambatan Pendengaran ..................................................................... 9
E. Peserta Didik Dengan Hambatan Intelektual ....................................................................... 13
F. Peserta Didik Dengan Hambatan Gerak/Motorik ................................................................ 17
G. Peserta Didik Syndrom Autis .............................................................................................. 22
BAB III RUANG LINGKUP MATERI PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS ................. 26
A. Orientasi, Mobilitas, Sosial dan Komunikasi (OMSK) ....................................................... 26
B. Komunikasi, Persepsi, Bunyi dan Irama (PKPBI) ............................................................... 38
C. Pengembangan Diri.............................................................................................................. 62
D. Pengembangan Diri dan Gerak. ........................................................................................... 66
E. Interaksi, Komunikasi, dan Perilaku. ................................................................................... 71
BAB IV DESAIN PENGEMBANGAN MODEL PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS ... 76
A. Rambu-Rambu ..................................................................................................................... 76
B. Kurikulum ............................................................................................................................ 77
C. Model Implementasi Progam Kebutuhan Khusus di Satuan Pendidikan ............................ 78
D. Mekanisme ........................................................................................................................... 79
BAB V MODEL IMPLEMENTASI PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS ........................ 81
A. Pengertian ............................................................................................................................ 81
B. Ruang Ligkup Model Implementasi Program Kebutuhan Khusus ...................................... 81
1. Orientasi, Mobilitas, Sosial dan Komunikasi (OMSK) ....................................................... 81
2. Komunikasi, Persepsi, Bunyi dan Irama (KPBI) ................................................................. 81
3. Pengembangan Diri.............................................................................................................. 81
4. Pengembangan Diri dan Gerak. ........................................................................................... 81
5. Interaksi, Komunikasi, dan Perilaku. ................................................................................... 81

iii
C. Model Desain Pembelajaran ................................................................................................ 82
BAB VI PENUTUP ..................................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 87

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Derajat Pendengaran Menurut Boothroyd ............................................................ 10


Tabel 2.2 Klasifikasi dan Karateristik Hambatan Intelektual menurut DSM 5 ................. 15
Tabel 2.3 Klasifikasi Gangguan Spektrum Autis ................................................................... 24
Tabel 4.1 Alternatif Pengintegrasian ....................................................................................... 38
Tabel 4.2 Penambahan sturktur kurikulum pengembangan program khusus di SPPI ..... 38
Tabel 4.3 Deskripsi Kondisi Awal ............................................................................................ 40
Tabel 5.1 Modifikasi Langkah Kemp ...................................................................................... 45

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1: Mekanisme .......................................................................................................... 39


Gambar 5.1: Desain Model ....................................................................................................... 45

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peserta didik berkebutuhan khusus adalah mereka yang mengalami keterbatasan
atau keluarbiasaan baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang
berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya. Peserta didik berkebutuhan
khusus adalah memiliki kondisi yang berbeda dank arena perbedaannya itu menyebabkan
adanya kebutuhan khusus untuk mencapai taraf kehidupan yang wajar seperti siswa pada
umumnya. Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan secara fisik, sensorik, kognitif,
atau karakteristik perilaku yang signifikan dari masyarakat pada umumnya sehingga
membutuhkan program layanan pendidikan khusus untuk mengakomodir kebutuhan
khususnya (Gargiulo: 2012).
Era globalisasi menuntut setiap individu mempersiapkan diri untuk masuk dalam
kehidupan yang beraneka ragam, seperti keanekaragaman budaya, bentuk, kebiasaan dan
sistem yang berlaku. Lebih-lebih saat ini dalam pendidikan khususnya pendidikan bagi
peserta didik berkebutuhan khusus mengalami perubahan pradigma yang ditandai dengan
adanya perubahan pandangan sosial dimana selama ini peserta didik berkebutuhan khusus
ditempatkan dalam lingkungan yang terbatas (restrictive environment), mengharuskan
mereka berada di lingkungan yang tidak terbatas (least restrictive environment).
Perubahan paradigma tersebut menuntut peserta didik berkebutuhan khusus
(PDBK) menyesuaikan dan mempersiapkan diri pada lingkungan yang lebih terbuka tidak
terbatas sesuai dengan kelainannya baik dalam segi fisik, intelektual, sosial, emosi atau
gabungan dari kelainan tersebut, baik yang berupa kelainaan permanen maupun temporer.
Pembahasan dalam tulisan ini difokuskan pada PDBK yang mengalami hambatan
permanen atau menetap yaitu hambatan penglihatan (tunanetra), hambatan pendengaran
(tunarungu), hambatan intelektual (tunagrahita), hambatan motorik/gerak, persendian,
tulang (tunadaksa), dan autis.
Keterbatasan peserta didik berkebutuhan khusus berdampak tidak hanya bagi anak,
tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat yang bervariasi sesuai dengan latar belakang
budaya, pendidikan, dan status sosial ekonomi. Bagi anak, keterbatasan akan
mempengaruhi perkembangannya dan berdampak selama hidupnya. Intensitas dampak
ini dipengaruhi pula oleh jenis dan tingkat kekhususan yang dimiliki, serta masa
munculnya kekhususan tersebut. Bagi keluarga, dampak kekhususan bervariasi, namun

1
pada umumnya keluarga merasa shock dan tidak siap menerima kenyataan, hal demikian
tidak terjadi pada orangtua yang tidak memiliki anak dengan kebutuhan khusus
Dampak keterbatasan tersebut, layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan
khusus yang dilakukan oleh satuan pendidikan perlu dilakukan dengan memodifikasi dan
menyesuaikan penyelenggaraan pendidikan yang tepat sesuai kebutuhan berdasarkan
ragam kebutuhan khusus yang dimiliki agar peserta didik mendapatkan layanan
pendidikan yang tepat. Modifikasi dan penyesuaian yang diperlukan disediakan oleh
satuan pendidikan dalam bentuk akomodasi yang layak.
Keterbatasan yang dimiliki PDBK, mereka memerlukan pelayanan pendidikan
yang bersifat khusus untuk membantu mengurangi keterbatasaannya dalam hidup di
masyarakat serta meningkatkan potensi yang dimiliki secara optimal. Layanan
pendidikan dimaksud biasa disebut dengan program kebutuhan khusus atau pendidikan
kompensatori (education compensatory) yaitu sistem pendidikan yang dirancang untuk
memberi kompensasi, rehabilitasi dan optimalisasi kepada peserta didik atas hambatan
yang mereka alami sebagai konsekuensi dari kekurangan mereka karena latar belakang
sosial dan lingkungan. (https://encyclopedia2.thefreedictionary.com/).
Di Indonesia program kompensatori disebut dengan Program Kebutuhan Khusus.
Setiap satuan pendidikan dibantu Unit Layanan Disabilitas bertugas mengembangkan
program kompensatorik (Pasal 24 – PP Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang
Layak bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas). Program kebutuhan khusus
merupakan suatu layanan intervensi dan/atau pengembangan yang dilakukan sebagai
bentuk kompensasi atau penguatan akibat kelainan yang dialami anak berkebutuhan
khusus dengan tujuan meminimalkan hambatan dan meningkatkan akses dalam
mengikuti pendidikan dan pembelajaran yang lebih optimal. Program kebutuhan khusus
wajib diberikan sesuai kebutuhan peserta didik. Program kebutuhan khusus memiliki
tujuan secara umum yaitu memfasilitasi anak yang mengalami hambatan pada salah satu
atau beberapa aspek tertentu yang dialihkan, digantikan, kepada fungsi lain yang
memungkinkan dapat menggantikan fungsi yang hilang atau yang lemah.
Program kebutuhan khusus pada kurikulum pendidikan regular dan pada kurikulum
pendidikan khusus dikembangkan sebagai penguatan bagi peserta didik berkelainan atau
berkebutuhan khusus untuk meminimalkan hambatan dan meningkatkan capaian
kompetensi secara optimal (Permendikbud 157 tahun 2014 pasal 10). Melalui
pembelajaran program kebutuhan khusus, peserta didik berkebutuhan khusus dibimbing
untuk mengembangkan keterampilan hidupnya. Keterampilan hidup (life skills) adalah

2
kemampuan untuk beradaptasi dan menunjukkan perilaku positif yang pada akhirnya
memampukan individu untuk menghadapi tuntutan dan tantangan kehidupan sehari-hari
dengan efektif. Sedemikian pentingnya program kebutuhan khusus ini dalam
mengembangkan kemandirian peserta didik sehingga program kebutuhan khusus
memiliki peran penting dalam pproses pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan
khusus
Berdasarkan Struktur Kurikulum 2013 Pendidikan Khusus, program kebutuhan
khusus untuk SDLB mendapat alokasi waktu sebanyak 4 (empat) jam pembelajaran yang
dilakukan secara tatap muka masing-masing 30 menit. Sedangkan di SMPLB alokasi
semakin berkurang yaitu 2 (dua) jam pelajaran dengan masing-masing 35 menit
pembelajaran tatap muka. Sementara di satuan pendidikan SMALB program kebutuhan
khusus diberikan secara fakultatif berdasarkan kebutuhan peserta didik (Perdirjen
Dikdasmen No. 10/D/KR/2017 tentang Struktur Kurikulum, Kompetensi Inti -
Kompetensi Dasar, dan Pedoman Implementasi Kurikulum 2013 Pendidikan Khusus).
Bagi peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara Pendidikan inklusif,
pembelajaran program kebutuhan khusus diberikan secara fleksibel terintegrasi dengan
mata pelajaran atau materi pembelajaran yang relevan, dan/atau diberikan secara khusus
melalui kegiatan ekstra kurikuler sesuai dengan kebutuhan PDBK. Sesuai kebijakan
tersebut di atas, Program Kebutuhan Khusus ditetapkan sebagai bidang studi yang
dilaksakan secara terjadwal sesuai dengan Sktuktur Kurilkulum.
Pelaksanaan Pembelajaran Program kebutuhan Khusus (Progsus) pada satuan
pendidikan berbagai jenjang berdasarkan di Indonesia masih beragam. Hasil survey yang
dilakukan oleh Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) pada tanggal
14-15 November 2021 terhadap 2.149 Guru, Kepala SLB dan Pengawas SLB
memberikan hasil bahwa, 46, 21%, responden melaksanakan Progsus bagi peserta didik
dengan hambatan penglihatan yang dilaksanakan secara terpisah dengan alokasi waktu
tersendiri. Sedangkan 51,33% pembelajaran Progsus dilaksanakan tidak dengan alokasi
waktu tersendiri dan 2,7% sisanya tidak dilaksanakan. SDLB yang
mengimplementasikan Progsus sesuai kurikulum yang berlaku (4 jam pelajaran/minggu)
sebanyak 26,2%, sedangkan SMPLB sebanyak 6,51%. Sementara itu SDLB yang tidak
melaksanakan Progsus sama sekali sebanyak 27% dan SMPLB sebanyak 30,29% dan
selebihnya diajarkan tidak sesuai dengan alokasi waktu yang ditentukan. Sebanyak 42%
SMALB telah melakukan Progsus sesuai dengan peraturan yang berlaku, namun
demikian belum menjadi jaminan bahwa peserta didik telah memiliki komptensi yang

3
diharapkan.
Selain persentase pelaksanaan Progsus pada satuan pendidikan, hasil survey
menunjukkan bahwa masih banyak kendala dan hambatan dalam pelaksanaan program
kebutuhan khusus, diantaranya; tidak memiliki guru khusus (34%), kekurangan guru
(28%) dan tidak memiliki sarpras yang mecukupi (25%). Sejumlah 2.149 orang (66,5%)
guru/responden menghendaki bahwa program kebutuhan khusus (Progsus) secara legal
sebagai mata pelajaran yang memiliki alokasi waktu tersendiri. Sebanyak 644 guru
(29,97%) mengharapkan Progsus sebagai muatan/bukan mata pelajaran dan 76 guru
(3,54%) responden mengharapkan Progsus sebagai ekstra kurikuler. Dari hasil suvey
tersebut juga diperoleh data bahwa program kebutuhan khusus sebagian besar diampu
oleh guru kelas (74,5%), dan hanya 17% diampu oleh guru khusus.
Berdasarkan data tersebut memberikan gambaran bahwa implementasi program
kebutuhan khusus selama ini masih belum berjalan secara efektif. Hasil survey juga
mengungkap tentang harapan sebagian besar (74,7%) guru/Kepala Sekolah/Pengawas
untuk dilatih dalam mengimplementasikan program kebutuhan khusus, sedangkan
sebanyak 69,8% responden mengharapkan adanya peningkatan serta kelengkapan
berbagai sarana yang diperlukan.
Kenyataan tersebut menuntut perlunya perubahan kebijakan bahwa program
kebutuhan khusus yang semula sebagai muatan harus diubah menjadi mata pelajaran yang
wajib diajarkan oleh semua satuan pendidikan khusus. Mengingat pentingnya Program
Kebutuhan Khusus untuk meningkatkan akses dalam mengikuti pendidikan dan
pembelajaran yang lebih optimal, maka diperlukan sebuah desain model untuk
mengimplementasikan program kebutuhan khusus baik di Sekolah Luar Biasa maupun di
Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif.

B. Landasan Hukum
Kebijakan perundang-undangan yang digunakan sebagai rujukan dalam penyusunan model
implementasi kompetensi program kekhususan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak Bagi
Peserta Didik Penyandang Disabilitas;

4
4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 157 Tahun
2014 tentang Kurikulum Pendidikan Khusus;
5. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kurikulum Pada Satuan Pendidikan Dalam Kondisi Khusus.
6. Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 10/D/KR/2020 tentang Struktur Kurikulum, Kompetensi Inti
Kompetensi Dasar, dan Pedoman Implementasi Kurikulum 2013 Pendidikan Khusus.
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009
Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan
Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa.

C. Tujuan dan Sasaran


1. Tujuan
Penyusunan Desain Pengembangan Model Program Kebutuhan Khusus bagi Peserta
Didik Berkebutuhan Khusus ditujukan sebagai rujukan dalam penyusunan model
implementasi Program Kebutuhan Khusus sesuai dengan jenis hambatan yang dialami
PDBK yang mengikuti pendidikan di Sekolah Luar Biasa/Sekolah Khusus maupun di
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
2. Sasaran
Sasaran penyusunan Desain Pengembangan Model Program Kebutuhan Khusus
adalah para guru di Sekolah Luar Biasa/Sekolah Khusus dan Guru Pembimbing
Khusus (GPK) di satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup desain pengembangan model ini membahas beberapa hal, yaitu:
1. Landasan dan konsep dasar Program Kebutuhan Khusus,
2. Peserta didik berkebutuhan khusus dan karakteristiknya,
3. Jenis peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK), dibatasi (1) Anak dengan hambatan
penglihatan, (2) Anak dengan hambatan pendengaran, (3) Anak dengan Hambatan
Intelektual, (4) Anak dengan hambatan gerak/motorik, (5) Anak dengan spektrum
autis, dan
4. Desain Pengembangan Model Pengembangan Program Kebutuhan Khusus di SLB dan
Desain Pengembangan Model Program Kebutuhan Khusus di Sekolah Penyelenggara
Pendidikan Inklusif.

5
BAB II
PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS

A. Peserta Didik Berkebutuhan khusus


Peserta didik berkebutuhan khusus adalah peserta didik atau sekelompok peserta
didik yang berbeda dari masyarakat atau standar normalitas masyarakat. Perbedaan
tersebut dapat berupa perbedaan secara fisik, sensorik, kognitif, atau karakteristik perilaku
yang signifikan dari masyarakat pada umumnya, sehingga membutuhkan program layanan
pendidikan khusus untuk mengakomodir kebutuhan khususnya.
Peserta didik berkebutuhan khusus merupakan peserta didik yang secara fisik, sosial,
kognitif dan/atau emosi memiliki hambatan jika dibanding dengan peserta didik lain yang
sebaya, sehingga memerlukan suatu layanan pendidikan khusus. Mazurek dan Winzer
(2000) menekankan adanya kondisi yang berbeda dalam beberapa fungsi pada beberapa
aspek keadaan dirinya dengan kondisi rata-rata peserta didik pada umumnya, meliputi
hambatan fisik, gangguan perkembangan termasuk gangguan perilaku, emosi, dan
komunikasi, serta hambatan belajar (Bryat, Bryant, dan Smith : 2017).
Dalam paradigm pendidikan kebutuhan khusus, keberagaman anak sangat dihargai.
Setiap anak memiliki latar belakang kehidupan, budaya dan perkembangan yang
berbedabeda. Oleh karena itu sangat mungkin ada anak yang memiliki potensi dan
kecepatan belajar yang sangat tinggi melebihi anak-anak sebaya lainnya, ada anak yang
biasa-biasa saja dalam perkembangan kemampuan belajarnya, dan ada anak yang memiliki
keterbatasan secara fisik, mental, intelektual, emosi, sosial dan sensoriknya yang
berdampak pada adanya sejumlah hambatan untuk mencapai tujuan dalam belajar maupun
kehidupan sehari-hari. Kepada mereka yang mengalami hambatan belajar dan hambatan
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, diperlukan dukungan dari ekosistem
pendidikan agar dapat berpartisipasi secara penuh sesuai dengan potensi masing-masing.

B. Ragam Peserta Didik Berkebutuhan Khusus


Ragam peserta didik berkebutuhan khusus dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu (1)
anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara atau temporer, dan (2) anak
berkebutuhan khusus yang bersifat menetap atau permanen.
1. Anak berkebutuhan khusus bersifat sementara atau temporer.
Anak berkebutuhan khusus bersifat sementara atau temporer adalah anak yang mengalami
hambatan belajar dan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya
anak yang mengalami trauma karena tindak kekerasan, dapat menyebabkan timbulnya

6
tekanan yang berat, stress, dan gangguan mental. Anak yang mengalami kecelakaan
sehingga memerlukan bantuan kruk atau kursi roda pada masa pengobatan dan pemulihan.
Kondisi-kondisi seperti di atas akan mengganggu proses pembelajaran, tetapi pada saatnya
ketika lingkungan memberikan dukungan yang positif dalam bentuk pengobatan, terapi,
layanan konsultasi, dan/atau pendampingan yang tepat, mereka akan kembali memasuki
kondisi kehidupan yang ‘normal’ sehingga hambatan belajar dapat teratasi.

2. Anak berkebutuhan khusus bersifat menetap atau permanen


Anak berkebutuhan khusus bersifat menetap atau permanen adalah anak-anak yang
mengalmi hambatan belajar dan hambatan perkembangan karena faktor internal dan
merupakan akibat langsung dari kondisi ‘kecacatan’ atau disabilitas, seperti anak yang
kehilangan fungsi penglihatan atau disabilitas netra, fungsi pendengaran atau disabilitas
rungu, hambatan kecerdasan atau disabilitas intelektual, hambatan mental atau disabilitas
mental, disabilitas perkembangan, disabilitas fisik, dan/atau disabilitas ganda.
Mereka membutuhkan akomodasi yang sesuai dengan hambatan yang dialami agar dapat
menyesuaikan dengan tuntutan pembelajaran dan keleluasaan mendapatkan akses sesuai
dengan ekosistem pendidikan.
Permendiknas Nomor 70 tahun 2009, membagi ragam anak berkebutuhan khusus ke dalam
13 jenis, yaitu (1) tunanetra; (2) tunarungu; (3) tunawicara; (4) tunagrahita; (5) tunadaksa;
(6) tunalaras; (7) berkesulitan belajar; (8) lamban belajar; (9) autis; (10) memiliki gangguan
motorik; (11) menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif
lainnya; (12) memiliki kelainan lainnya; (13) tunaganda.
Dari berbagai jenis anak berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada
Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tersebut, beberapa diantaranya memiliki karakteristik
yang sangat khas yang memerlukan program kebutuhan khusus. Program kebutuhan
Khusus ini merupakan kompensasi dari akibat adanya kondisi internal yang tidak
memungkinkan dapat diatasi hanya dengan pendidikan biasa. Sesuai dengan Perdirjen
Dikdasmen Nomor 10/D/KR/2017 bahwa Pengembangan Program Kebutuhan Khusus
diperuntukkan bagi:
1. Peserta Didik dengan Hambatan Penglihatan
2. Peserta Didik dengan Hambatan Pendengaran
3. Peserta Didik dengan Hambatan Intelektual
4. Peserta Didik dengan Hambatan Motorik
5. Peserta Didik dengan spektrum Autis

7
C. Peserta Didik Dengan Hambatan Penglihatan
1. Pengertian
Peserta didik dikatakan mengalami hambatan penglihatan secara fungsional jika
secara umum mempergunakan kemampuan perabaan dan pendengaran sebagai saluran
utama dalam melakukan aktivitas belajar dan mempergunakan sedikit sisa
penglihatannya untuk memperoleh informasi tambahan dari lingkungan. Menurut
WHO seseorang yang memiliki ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada mata
terbaik setelah dikoreksi, atau memiliki lantang pandang <20 derajat dikategorikan
sebagai hambatan penglihatan. Dalam definisi ini, 20 feet adalah jarak dimana
ketajaman penglihatan diukur. Sedangkan 200 dalam definisi ini menunjukkan jarak
dimana orang dengan mata normal dapat membaca huruf yang terbesar pada kartu
snellen. Bagian yang kedua dari definisi tersebut berhubungan dengan adanya
keterbatasan pada lapang pandang, merupakan kemampuan seseorang untuk melihat
objek ke arah samping tanpa harus melirik (Sunanto, 2005). Peserta Didik dengan
hambatan penglihatan mempergunakan huruf Braille sebagai media membaca dan
memerlukan latihan orientasi dan mobilitas untuk membantu aktivitas mereka (Genes
& Genes, 2005).
PDBK dengan hambatan penglihatan menurut perspekstif pendidikan adalah
peserta didik yang memiliki hambatan penglihatan secara signifikan, sekalipun telah
dikoreksi dengan alat optik PDBK tersebut tidak dapat memanfaatkan penglihatanya
dalam pembelajaran, sehingga tetap memerlukan layanan Pendidikan khusus.

2. Klasifikasi
Menurut WHO PDBK diklasifikan hambatan penglihatan total jika memiliki
ketajaman penglihatan kurang dari 3/60 m, sedangkan low vision ketajaman (6/20-6/60
m). Bila diukur dengan kartu Snellen anak diklasifikasikan tunanetra bila: 1) ketajaman
penglihatannya kurang dari 20/200; 2) ketajaman penglihatannya lebih dari 20/200
tetapi luas lapangan penglihatannya membentuk sudut kurang dari 20 derajat. (Dawn.,
2018; Hardman, et al, 1990:313). Dandona & Dandona (2006) membagi ketunanetraan
menjadi tiga yaitu 1) Buta anak yang memiliki ketajaman penglihatan 6/60 atau lebih;
2) Gangguan penglihatan sedang 6/18 sampai dengan kurang dari 6/60; dan Ganguan
penglihatan ringan 6/12 sampai dengan kurang dari 6/18. Secara umum PDBK dengan
hambatan penglihatan diklasifikan menjadi PDBK dengan klasifikasi total dan low
vision (kurang lihat).

8
3. Karakteristik
Hambatan Penglihatan akan berpengaruh terhadap jenis perolehan pengalaman yang
dimiliki oleh anak, kemampuan untuk melakukan perjalanan di dalam lingkungan, dan
keterlibatan aktual dalam lingkungan secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-
faktor tersebut akan berpengaruh secara berbeda tergantung pada jumlah kehilangan
penglihatan. Anak dengan low vision memiliki pengalaman yang berbeda dengan anak
dengan hambatan penglihatan total. Berikut adalah beberapa karakteritik PDBK dengan
hambatan penglihatan.
d. Mengalami penglihatan kabur sebagian atau total.
e. Canggung: PDBK tampak terlalu kikuk, terus-menerus menabrak sesuatu atau
jatuh, mengalami kesulitan menyadari seberapa dekat atau jauh objek sebenarnya.
f. Perilaku: Memiliki rentang perhatian yang pendek. Sebagian PDBK dengan
hambatan penglihatan (PDBK Low Vision) sering berkedip atau menyipitkan mata
setiap kali membaca atau menonton televisi, sensitif terhadap cahaya terang atau
mungkin duduk dekat dengan televisi atau memegang buku yang mereka baca dekat
dengan wajahnya, memegang mainan sangat dekat dengan wajahnya.
g. Koordinasi Mata-Tangan yang Buruk: Koordinasi mata dan tangan yang buruk bisa
menjadi tanda lain bahwa seorang anak memiliki masalah penglihatan, oleh karena
itu orang tua harus mengamati anak kecil saat ia bermain. Anak-anak yang lebih tua
yang bersekolah mungkin mengalami kesulitan dengan kegiatan olahraga atau
proyek tertentu di kelas. Tanda-tanda koordinasi mata-tangan yang buruk mungkin
termasuk kesulitan melempar atau menangkap bola, mengikat sepatu atau menyalin
tugas sekolah dari papan tulis. Tulisan tangan yang buruk seringkali merupakan
tanda lain dari koordinasi mata-tangan yang buruk (Keefer, A, 2018)

D. Peserta Didik Dengan Hambatan Pendengaran


1. Pengertian
Hambatan pendengaran juga dikenal dengan istilah tunarungu atau tuli. Secara
etimologis istilah tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang
atau tidak memiliki dan rungu artinya mendengar atau pendengaran. Jadi secara bahasa
tunarungu dapat diartikan sebagai seesorang yang tidak mampu mendengar.
Donald F. Morees dalam Somad dan Herawati (1996), mendefinisikan tunarungu
sebagai suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan
sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang
kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa

9
melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar di mana
batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses
informasi bahasa melalui pendengaran. Tunarungu ditujukan kepada seseorang yang
mengalami segala gangguan dalam daya dengar, terlepas dari sifat, faktor penyebab,
dan tingkat/derajat ketunarunguan. Seseorang yang mengalami gangguan kemampuan
daya dengar walaupun tingkat derajatnya bervariasi dalam menangkap bunyi akan
dikatakan sebagai tunarungu (Boothroyd dalam Bunawan dan Yuwati : 2000).
Hambatan pendengaran merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami
kerusakan pada indera pendengaran yang mengakibatkan mengalami gangguan
kemampuan dalam daya dengar, yang meliputi seluruh gradasi baik ringan, sedang
sampai berat walaupun dengan atau tanpa alat bantu dengar tetap mengalami kesulitan
dalam percakapan (berbahasa) sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus
untuk memaksimalkan kemampuan yang ada sehingga mampu berinteraksi dengan
lingkungan sekitar.

2. Klasifikasi
Klasifikasi anak dengan hambatan pendengaran dapat dibagi berdasarkan:
a. Saat terjadinya ketunarunguan: ketunarunguan bawaan, artinya ketika lahir anak
sudah mengalami/menyandang tunarungu dan indera pendengarannya sudah tidak
berfungsi lagi, dan ketunarunguan setelah lahir, artinya terjadinya tunarungu setelah
anak lahir dan diakibatkan oleh kecelakaan atau suatu penyakit atau seebab lain.
b. Tingkatan Derajat Pendengaran
Menurut Boothroyd dalam Winarsih dkk (2010), klasifikasi tunarungu berdasarkan
tingkatan derajat pendengaran terbagi menjadi:
Tabel 2.1 Derajat Pendengaran

Kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau


Kelompok I ketunarunguan ringan, Daya tangkap terhadap
suara percakapan manusia
Kehilangan 31- 60 dB, moderate hearing losses
Kelompok II atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap
suara percakapan manusia hanya sebagian.
Kehilangan 61-90 dB: severe hearing losses atau
Kelompok III ketunarunguan berat, Daya tangkap terhadap suara
percakapan manusia tidak ada

10
Kehilangan 91-120 dB: profound hearing losses
atau ketunarunguan sangat berat; daya tangkap
Kelompok IV
terhadap suara percakapan manusia tidak ada
sama sekali.
Kehilangan lebih dari 120 dB: total hearing losses
Kelompok V atau ketunarunguan total; daya tangkap terhadap
suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

c. Berdasarkan penguasaan bahasa, yaitu: (1) Tuli Pra Bahasa, mereka yang menjadi
tuli sebelum dikuasainya bahasa, artinya anak baru menggunakan tanda tertentu
seperti mengamati, menunjuk, meraih, memegang suatu benda atau orang dan mulai
mengerti lambang tetapi belum membentuk suatu sistem lambang bahasa.
Tingkatan ini biasanya terjadi saat anak berusia dibawah 16 bulan. (2) Tuli Purna
Bahasa, mereka yang menjadi tuli setelah menguasai sesuatu bahasa yaitu telah
menerapkan dan memahami sistem lambang bahasa yang berlaku di lingkungan.
Biasanya hal ini terjadi karena seseorang terkena suatu penyakit yang merusak
fungsi pendengarannya.
d. Tempat kerusakan pendengaran: (1) Tuli konduktif yaitu kerusakan terjadi pada
bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan
masuk ke dalam telinga. (2) Tuli sensoris yaitu: kerusakan terjadi pada telinga
bagian dalam sehingga tidak dapat mendengar bunyi/suara. (3) Tuli campuran
yaitu: kerusakan terjadi pada telinga luar, telinga tengah dan telinga bagian
dalam,dan merupakan kerusakan gabungan pada bagian konduktif dan sensoris.
3. Karateristik
Karakteristik peserta didik dengan hambatan pendengaran menurut UNESCO (2014)
sebagai berikut:
a. Tidak menyadari adanya bunyi atau suara
b. Tidak dapat melihat ke sumber suara
c. Terlihat mendekatkan telinga pada sumber suara
d. Sulit untuk berbicara atau berbicara dengan kata yang tidak jelas dengan suara keras
e. Sulit untuk mengungkapkan perasaan dengan tepat
f. Cenderung menggunakan mimik atau gerakan (tangan dan tubuh) untuk
berkomunikasi

11
Menurut Calderon dan Greenberg (2012), karakteristik yang muncul pada peserta didik
dengan hambatan pendengaran merupakan dampak dari hambatan bahasanya yang
kompleks, seperti:
a. Bahasa reseptif dan ekspresif tidak sesuai usia sebaya. Gangguan pendengaran
menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan kemampuan bahasa dan
pemerolehan bahasa lisan reseptif dan ekspresif. Namun, pada sebagian kecil
peserta didik hambatan pendengaran yang lahir dari keluarga dengan hambatan
pendengaran, keterampilan bahasa dan komunikasi biasanya berkembang pada
tingkat yang setara.
b. Mengisolasi diri dari social. Gangguan pendengaran membuat akses ke pengalaman
pendengaran lingkungan menjadi terhambat. Interaksipun menjadi terbatas karena
hambatan tersebut. Peserta didik dengan gangguan pendengaran menggunakan
semua informasi visual dan sisa pendengaran untuk membantu pemahaman pesan.
Namun, tidak semua peserta didik mampu secara kognitif mengeksplorasi
kemungkinan dari apa yang dikatakan sebelum mencoba memperbaiki
kesalahpahaman tentang pesan tersebut sehingga mereka lebih memilih untuk
menarik diri.
c. Memiliki konsep diri yang buruk. Bahasa yang kurang menyebabkan
perkembangan kognitif yang terhambat membuat konsep diri tidak utuh dan
cenderung menganggap diri buruk dibanding orang lain.
d. Menurunnya prestasi akademik. Defisit bahasa dapat menyebabkan masalah belajar
yang berakibat pada menurunnya prestasi akademik.
Van Uden dan Meadow dalam Bunawan dan Yuwati (2000), sifat atau ciri-ciri yang
juga sering dijumpai pada anak tunarungu adalah sebagai berikut:
a. Sifat ego-sentris yang lebih besar daripada anak mendengar. Sifat ini menunjukan
bahwa anak tunarungu akan lebih terarah kepada dirinya sendiri yang membuat
mereka sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan perasaan orang lain, dan
kurang menyadari atau peduli efek perilakunya terhadap orang lain. Dalam
tindakannya dikuasai oleh perasaan dan pemikiran yang berlebihan sehingga sulit
menyesuaikan diri. Hal ini disebabkan karena kemampuan bahasa yang terbatas
sehingga akan membatasi pula kemampuan untuk mengintegrasikan pengalaman
dan akan semakin memperkuat sifat egosentrisnya.
b. Memiliki sifat impulsif. Sifat ini menunjukan bahwa anak tunarungu dalam
tindakannya tidak didasarkan pada perencanaan yang hati-hati dan jelas, serta tanpa

12
mengantisipasi akibat yang mungkin ditimbulkan oleh perbuatannya. Apa yang
mereka inginkan biasanya perlu segera dipenuhi karena sulit bagi mereka untuk
merencanakan atau menunda suatu pemuasan kebutuhannya dalam jangka panjang.
c. Sifat kaku (rigidity). Sifat ini menunjuk pada sikap kaku atau kurang luwes dalam
memandang dunia dan tugas-tugas dalam kehidupan sehari-hari. Karena miskin
bahasa mengakibatkan suatu kekakuan dalam menerapkan suatu suatu aturan (yang
pernah dipelajari) tanpa melihat situasi atau kondisi yang dihadapinya.
d. Sifat lekas marah dan tersinggung. Sifat ini merujuk pada kemiskinan bahasa yang
dialami oleh tunarungu yang mengakibatkan tidak dapat menjelaskan maksudnya
dengan baik dan sebaliknya kurang dapat memahami apa yang dikatakan orang lain.
Keadaan ini menyebabkan kekecewaan, ketegangan, dan frustasi pada akhirnya
menyebabkan ledakan kemarahan.
e. Perasaan ragu-ragu dan khawatir. Sifat ini terjadi seiring dengan makin banyaknya
pengalaman yang dialami anak secara terus-menerus. Mereka juga memiliki
keinginan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Sehingga dibutuhkan
kemampuan bahasa agar anak dapat termotivasi untuk berkomunikasi dengan
lingkungan sekitar sehingga kepercayaan diri anak dapat tumbuh.
Karakteristik anak dengan hambatan pendengaran tidak terbatas pada berbagai hal yang
telah dijelaskan di atas, akan tetapi bisa saja individu tunarungu memiliki karakteristik
lainnya yang muncul dan menjadi ciri khas dari individu tersebut. Namun demikian
hanya kasusistik saja, misalnya individu tunarungu yang pembawaannnya tenang, tidak
mudah tersinggung dan percaya diri, hal ini disebabkan karena pengaruh pola asuh
keluarga yang sudah mendidik dengan nilai-nilai yang positif.

E. Peserta Didik Dengan Hambatan Intelektual


1. Pengertian
Definisi yang diterima secara luas dan menjadi rujukan utama dirumuskan oleh
Grossman yang secara resmi digunakan AAMD (American Association of Mental
Deficiency) yaitu hambatan intelektual mengacu pada fungsi intelektual umum yang
secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan
kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung pada masa
perkembangan. Tunagrahita adalah seseorang yang mengalami hambatan fungsi
kecerdasan intelektual dan adaptasi tingkah laku yang terjadi pada masa

13
perkembangannya dan juga menyebabkan kesulitan dalam tugas-tugas akademik,
komunikasi maupun sosial.
Definis yang dikeluarkan DSM-V (Diagnostic and Statistical manual Of Mental
Disorder, 2013), disabilitas intelektual (gangguan perkembangan intelektual) adalah
gangguan yang munculnya selama, periode perkembangan yang mencakup defisit
fungsi intelektual dan adaptif dalam domain konseptual, sosial, dan praktis. Tiga kriteria
yang harus dipenuhi:
a. Defisit dalam fungsi intelektual, seperti penalaran, pemecahan masalah,
perencanaan, abstrak pemikiran, penilaian, pembelajaran akademik, dan
pembelajaran dari pengalaman, dikonfirmasi oleh baik penilaian klinis maupun
individual, tes kecerdasan standar.
b. Defisit dalam fungsi adaptif yang berakibat pada kegagalan dalam memenuhi
kemandirian personal dan tanggungjawab sosial yang sesuai dengan standar
perkembangan dan sosial dan budaya. Tanpa adanya dukungan yang berkelanjutan,
defisit dalam kemampuan adaptif tersebut dapat membatasi keberfungsian peserta
didik dengan hambatan intelektual di dalam satu atau beberapa aktivitas sehari-hari,
seperti komunikasi, partisipasi sosial, dan hidup secara mandiri. Hal tersebut dapat
terjadi dalam berbagai ruang lingkup kehidupannya, seperti keluarga, sekolah,
pekerjaan, dan masyarakat.
c. Kemunculan kedua defisit tersebut terjadi selama periode perkembangan peserta
didik.

2. Klasifikasi dan Karateristik


Berdasarkan tingkat keparahannya (DSM-5, 2013), klasifikasi dan karakteristik
hambatan intelektual diklasifikasikan menjadi empat, antara lain:
Tabel. 2.2 Klasifikasi dan Karateristik Hambatan Intelektual menurut DSM 5
Klasifikasi Karakteristik
a. Mild (ringan) 1) Memiliki kesulitan dalam mempelajari keterampilan
akademik pada usia sekolah, seperti membaca, menulis,
berhitung, mengenali waktu atau uang.
2) Kurang dapat memahami isyarat-isyarat sosial
3) Memiliki kesulitan dalam meregulasi emosi dan perilaku
4) Terbatas dalam memahami konsekuensi dari suatu
perilaku

14
Klasifikasi Karakteristik
5) Membutuhkan bantuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari yang kompleks
6) Membutuhkan bantuan dalam pembuatan keputusan
terkait kesehatan dan keterampilan vokasional
b. Moderate 1) Kemampuan bahasa dan keterampilan akademik
(sedang) berkembang lambat.
2) Pada peserta didik usia sekolah dasar, perkembangan
membaca, menulis, matematika, pemahaman tentang
waktu dan uang berkembang secara lambat dan terbatas.
3) Membutuhkan asistensi / bantuan secara berkelanjutan
untuk menyelesaikan aktivitas sehari-hari.
4) Mampu berjalan sendiri di tempat yang dikenal
5) Kemampuan bicaranya terbatas dan lebih sederhana
dibandingkan peserta didik seusianya.
6) Kurang mampu menterjemahkan isyarat sosial secara
akurat.
7) Terbatas dalam membuat keputusan dan penilaian,
sehingga membutuhkan bantuan orang lain untuk
mengambil keputusan dalam hidupnya.
8) Dapat memenuhi kebutuhan personalnya (makan,
berpakaian, dan kesehatan) tetapi membutuhkan waktu
belajar yang lebih lama untuk bisa melakukan secara
mandiri dan perlu diingatkan terus menerus.
c. Severe (berat) 1) Kemampuan intelektual terbatas
2) Sulit memahami bahasa tertulis atau konsep-konsep
yang melibatkan angka, jumlah, waktu, dan uang.
3) Memiliki kemampuan kosakata dan tata bahasa yang
terbatas.
4) Memiliki kesulitan dalam berbicara dan berkomunikasi.
5) Peserta didik mampu memahami pembicaraan dan
gestur yang sederhana.
6) Membutuhkan bantuan orang lain dalam kehidupan
sehari-harinya secara terus menerus dalam semua

15
Klasifikasi Karakteristik
aktivitas harian (makan, berpakaian, mandi, dan
membersihkan diri).
d. Profound 1) Memiliki kemampuan sensori motorik yang terbatas.
(sangat berat) 2) Kemungkinan mampu dilatih untuk menggunakan
tangan, kaki, dan rahang.
3) Lambat dalam semua aspek perkembangan dan
pembicaraan sulit dipahami.
4) Pemahaman yang terbatas dalam komunikasi, baik
verbal maupun non-verbal.
5) Mengekspresikan keinginan dan emosinya melalui
komunikasi nonverbal.
6) Tidak mampu merawat diri.
7) Sangat bergantung pada orang lain dalam berbagai aspek
aktivitas sehari-harinya, seperti perawatan fisik,
kesehatan, dan keamanan.

3. Kebutuhan Khusus Hambatan Intelektual


Peserta didik dengan hambatan intelektual dengan karakteristik memiliki
hambatan-hambatan yang menjadi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dalam
kemandirian peserta didik dengan hambatan intelektual. Hambatan-hambatan tersebut
meliputi hambatan kognitif yang mempengaruhi cara belajar PDBK, serta hambatan
perilaku adaptif yang berdampak pada penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitar dan
kemampuan menolong diri sendiri. Di samping itu peserta didik dengan hambatan
intelektual juga menampakkan kondisi seperti: (a) hambatan perilaku adaptif atau
rendahnya kemandirian dan tanggungjawab sosial; (b) hambatan dalam penyelesaian
tugas karena kemampuan intelektual di bawah rata-rata secara signifikan; dan (c)
hambatan dalam Activity Daily Living (ADL) (Turnbull : 2004).
Berdasarkan hambatan yang dialami peserta didik dengan hambatan intelektual
maka dapat diidentifikasi kebutuhan khusus PDBK dengan hambatan intelektual
meliputi kebutuhan pendidikan khusus, dan program khusus. Selain itu, peserta didik
dengan hambatan intelektual membutuhkan bimbingan ADL, bimbingan bicara, dan
bimbingan vokasional.

16
F. Peserta Didik Dengan Hambatan Gerak/Motorik
1. Pengertian
Peserta didik dengan hambatan motorik merupakan istilah yang diberikan bagi anak
tunadaksa. Peserta didik dengan hambatan motorik atau hambatan gerak/motorik
menurut Individuals with Disabilities Education Act (IDEA) (Vaughn, Bos, dan
Schumm, 2002) adalah suatu kondisi terganggunya otot, tulang, dan sendi dalam fungsi
normalnya, sehingga mempengaruhi performa peserta didik dalam proses pembelajaran.
Garguilo (2016) menjelaskan bahwa peserta didik dengan gangguan fisik atau hambatan
gerak/motorik merujuk pada mereka yang memiliki kondisi fisik yang parah,
mengakibtkan ketidakmampuan untuk berbicara, berjalan, atau bergerak sesuai dengan
fungsi anggota tubuhnya.
Peserta didik dengan hambatan motorik memiliki hambatan yang bersifat menetap
pada alat gerak tubuh (otot, tulang, sendi) dan/atau pada syarafnya sehingga
membutuhkan layanan pendidikan khusus yang sesuai agar dapat meminimalisir
dampak yang dialami dan mengoptimalkan potensi yang masih dimiliki untuk
menunjang kemandirian dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dapat disebabkan
oleh anomali kongenital (misalnya, kaki pengkor, tidak adanya beberapa anggota),
gangguan yang disebabkan oleh penyakit (misalnya: poliomielitis, tuberkulosis tulang),
dan gangguan dari penyebab lain (misalnya: cerebral palsy, amputasi, dan patah tulang
atau luka bakar yang menyebabkan kontraktur)

2. Klasifikasi Peserta Didik dengan Hambatan Motorik


Peserta didik dengan hambatan motorik secara umum dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu peserta didik yang memiliki hambatan motorik yang disebabkan
hambatan pada sistem otot dan rangka (contohnya Poliomyelitis/penyakit virus polio,
Muscular dystrophy/distrofi otot, dan spina bifida) dan peserta didik yang memiliki
hambatan motorik yang disebabkan hambatan hambatan pada sistem cerebral,
contohnya adalah cerebral palsy (CP). Namun, peserta didik dengan hambatan motorik
juga bisa dikelompokkan berdasarkan intensitas gangguan gerak motoriknya menjadi
peserta didik dengan hambatan gerak yang hiperaktif dan hipoaktif. Peserta didik
dengan hambatan motorik yang hiperaktif ditunjukkan dengan perilaku yang cenderung
tidak mau diam dan/atau gelisah. Sedangkan peserta didik dengan hambatan motorik
yang hipoaktif menunjukkan sikan yang cenderung pendiam, gerakan lamban,
kurang/lamban dalam merespon rangsangan yang diberikan sera koordinasi gerak yang

17
kurang seperti kaku saat berjalan, sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan
integrasi gerak motorik halus seperti menggenggam, menulis, dan menggambar.
Klasifikasi peserta didik dengan hambatan motorik diuraikan sebagai berikut:
a. Berdasarkan kelainan sistem serebral (Cerebral System)
Tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem syaraf atau otak dikenal dengan
istilah Cerebral Palsy (CP). CP secara umum adalah suatu kelainan pada gerak
tubuh sebagai akibat dari adanya kerusakan/kelainan otak atau sistem syaraf yang
bersifat menetap. CP tidak bersifat progresif. CP dikelompokkan menjadi: CP
berdasarkan letak kelainan di otak dan fungsi geraknya, CP berdasarkan jumlah
anggota badan yang mengalami kelainan atau luas jaringan otak yang mengalami
kerusakan, CP berdasarkan derajat gangguan fungsi.
b. Berdasarkan kelainan sistem otot dan rangka (Musculus Skeletal System) yang
termasuk di dalamnya adalah
1) Poliomyelitis
Merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh
virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan pengecilan otot (atropi)
anggota gerak tubuh yang bersifat menetap
2) Muscle Dystrophy
Suatu kondisi yang menyebabkan terjadinya kemunduran atau kelemahan otot
lurik.
3) Spina Bifida
Merupakan jenis hambatan yang terjadi pada bagian tulang belakang yang
ditandai dengan 1 atau 3 ruas tulang belakang yang terbuka dan tidak tertutup
kembali selama proses perkembangan. Hal tersebut menyebabkan
terganggunya fungsi jaringan saraf yang berakibat terjadinya kelumpuhan
dan/atau terjadi pembesaran kepala karena produkasi cairan yang berlebihan
(hydrocepalus).
3. Karakteristik Peserta Didik dengan Hambatan Motorik
Peserta didik dengan hambatan motorik yang mengalami kelainan pada sistem
serebral adalah peserta didik cerebral palsy. Peserta didik cerebral palsy mengalami
gangguan yang disebabkan karena kerusakan otak yang terjadi pada masa prenatal,
natal, ataupun postnatal. Tidak seluruh sistem saraf otak rusak, hanya pada bagian-
bagian yang mengontrol gerakan. Secara spesifik peserta didik cerebral palsy
mempunyai karakteristik sebagai berikut:

18
a. Hambatan motorik
Peserta didik cerebral palsy mengalami kerusakan pada syaraf pusat yang
mengakibatkan terganggu kemampuan motoriknya. Hambatan motorik berupa
kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan
ritmis dan gangguan keseimbangan. Adanya hambatan motorik tersebut
mengakibatkan peserta didik kesulitan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari;
seperti pindah diri (ambulasi), makan, minum dan lainnya.
b. Inteligensi
Kemampuan intelegensi peserta didik cerebral palsy cukup bervariasi. Ada peserta
didik cerebral palsy yang disertai dengan keterbelakangan mental, ada yang
kemampuan intelegensinya normal, tapi juga ada yang peserta didik cerebral palsy
yang gifted. Jadi secara umum kemampuan intelegensi peserta didik cerebral palsy
sama dengan peserta didik normal. Karena pada dasarnya, tidak ada korelasi antara
hambatan fisik dengan kemampuan intelegensi seseorang.
c. Kemampuan persepsi
Persepsi peserta didik cerebral palsy mengalami gangguan, hal ini disebabkan
syaraf penghubung dan jaringan syaraf otak mengalami gangguan atau kerusakan.
Akibatnya proses stimulus yang datang dari luar sulit untuk diterima, ditafsirkan,
dianalisis oleh syaraf sensoris. Peserta didik akan mengalami kesulitan untuk
mengolah rangsangan visual, auditori dan taktil yang diterima. Peserta didik
mengalami kesulitan dalam konsep bentuk, keseimbangan posisi, orientasi ruang,
warna, bunyi, perasa dan peraba.
d. Kognisi
Peserta didik cerebral palsy mengalami gangguan atau keterbatasan dalam
kemampuan kognisinya sebagai akibat dari kelainan otaknya, sehingga
mengganggu fungsi kecerdasan, pendengaran, penglihatan, bicara, bahasa dan juga
perabaannya. Sehingga peserta didik cerebral palsy kesulitan dalam melakukan
interaksi dengan lingkungan secara terus menerus melalui media sensori.
e. Kemampuan bahasa dan bicara
Gangguan bicara disebabkan kelainan motorik otot-otot bicara dan karena
kurangnya interaksi dengan lingkungan sekitar. Gangguan bicara pada peserta didik
cerebral palsy dapat berupa kesulitan artikulasi. Peserta didik yang mempunyai
gagasan atau ide yang akan disampaikan pada orang lain secara lisan tidak

19
terkomunikasikan, karena bicaranya tidak jelas dan ucapannya susah dipahami.
Peserta didik cerebral palsy juga dapat mengalami hipoaktif yaitu mengalami
kemiskinan bahasa karena kurangnya berinteraksi dengan orang lain.
f. Emosi dan penyesuaian sosial
Hambatan yang dialami peserta didik cerebral palsy mengakibatkan kondisi
kejiwaan (emosi) menjadi labil. Peserta didik merasa rendah diri, keras kepala,
mudah tersinggung, takut, mudah marah. Hal tersebut, disebabkan oleh rasa
frustrasi peserta didik yang tidak mampu melakukan apa yang dikehendakinya
dengan tubuhnya. Jika berada di lingkungan yang tidak konduksi (ramai/terlalu
banyak orang beraktivitas di sekitarnya) peserta didik dapat menjadi takut atau
bingung.
Problema yang dialami peserta didik dengan hambatan motorik berbeda antara yang
satu dengan lainnya, tergantung jenis, dan derajat ketunaan yang dialami. Peserta didik
yang mengalami gangguan fisik mengalami permasalahan di area; motorik, sensorik,
kognitif, intrapersonal, interpersonal, perawatan diri, produktivitas, serta leisure.
Adapun karakteristiknya sebagai berikut.
a. Kemampuan motorik
1) Peserta didik kesulitan untuk melakukan kegiatan yang melibatkan
ketrampilan motorik halus dan kasar
2) Mengalami kejang otot
3) Mengalami kelayuan pada otot-otot
4) Kualitas otot kurang
5) Kekurangan kontraksi otot
6) Peserta didik mengalami kesulitan menggunakan anggota tubuh yang
dominan
7) Adanya ketidaksamaan/asimetri baik dalam sikap dan mobilitas
8) Peserta didik mengalami kesulitan untuk duduk dengan posisi yang baik
9) Peserta didik tidak dapat mengontrol gerakan atau keseimbangan badan.
10) Kehilangan jangkauan gerak (derajat gerak sendi)
b. Sensori
1) Mengalami gangguan pendengaran
2) Mengalami gangguan bicara
3) Terganggunya gangguan penglihatan seperti kabur, penglihatan ganda
4) Kesulitan membedakan rasa dan aroma

20
5) Sebagian atau seluruh kehilangan sentuhan dan perasaan
c. Kognitif
1) Keterbatasan kemampuan untuk konsentrasi
2) Mengalami kesulitan dalam konsep keseimbangan posisi, warna, dan ruang.
3) Keterbatasan kemampuan untuk belajar atau berlatih
4) Sebagian peserta didik mengalami gangguan persepsi
5) Sebagian peserta didik mengalami gangguan belajar
6) Kesulitan membuat keputusan dan pemecahan masalah
d. Intrapersonal
1) Mengalami emosi yang labil
2) Takut menjadi terlantar
3) Mengalami frustrasi, rasa rendah diri, mudah tersinggung
4) Kehilangan rasa ketidaktergantungan
5) Sebagian peserta didik mempunyai konsep diri yang rendah
e. Interpersonal
1) Menarik atau menolak berinteraksi dengan teman atau keluarga
2) Sebagian peserta didik memiliki kesulitan untuk mengembangkan hubungan
sosial.
f. Perawatan Diri
1) Peserta didik mengalami gangguan dalam melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari (makan, minum, berpakaian, berias, dan sejenisnya).
2) Peserta didik membutuhkan bantuan untuk mengembangkan ketrampilan
hidup secara mandiri.
g. Produktivitas
1) Sebagian peserta didik mempunyai kesulitan mengembangkan keterampilan
bermain.
2) Sebagian peserta didik mempunyai kesulitan keterampilan menulis
3) Peserta didik membutuhkan bantuan untuk mengeksplorasi kemampuan
untuk berkarir.
4) Membutuhkan mengeksplorasi kemampuan bermain
h. Leisure (mengisi waktu luang)
1) Peserta didik mempunyai sedikit minat untuk rekreasi/mengisi waktu luang.
2) Peserta didik mempunyai kesulitan untuk memilih kegiatan pada waktu luang

21
4. Kebutuhan Khusus Peserta Didik dengan Hambatan Motorik
Peserta didik dengan hambatan motorik membutuhkan layanan program kebutuhan
khusus untuk dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Secara umum, kebutuhan
khusus yang diperlukan bagi peserta didik dengan hambatan motorik adalah
pengembangan pada kemampuan diri dan gerak. Pengembangan diri merupakan
upaya/progam yang dikembangkan berupa latihan untuk dapat menolong diri sendiri.
Pengembangan gerak merupakan upaya/program yang dikembangkan berupa latihan
untuk mengubah, memperbaiki, dan membentuk pola gerak yang mendekati
normal/wajar. Selain pengembangan diri dan gerak, peserta didik dengan hambatan
motorik juga membutuhkan bimbingan psikologis, terapi, dan bimbingan vokasional.
Terapi dan bimbingan vokasional banyak ragamnya, namun tidak semua terapi dan
bimbingan vokasional harus diberikan bagi peserta didik dengan hambatan motorik
kebutuhan khusus masing-masing anak dengan hambatan motorik juga berbeda.
Bimbingan vokasional juga diberikan sesuai dengan minat, bakat, dan fungsi bimbingan
tersebut. Prinsipnya, layanan pengembangan diri, gerak, bimbingan psikologis, terapi,
dan bimbingan vokasional harus diberikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing
peserta didik dengan hambatan motorik.

G. Peserta Didik Syndrom Autis


1. Pengertian
American Psychiatric Association (APA) (2013) dalam DSM-V (Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder-fifth edition) menjelaskan bahwa Autism
Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autis (GSA) adalah suatu
gangguan perkembangan saraf (neurodevelopmental disorder) yang ditandai dengan
hambatan komunikasi sosial dan interaksi sosial pada berbagai situasi (termasuk
hambatan dalam timbal balik sosial, perilaku komunikatif non-verbal yang digunakan
untuk interaksi sosial, dan keterampilan dalam mengembangkan, mempertahankan dan
memahami hubungan) dan juga adanya pola perilaku, ketertarikan yang terbatas
maupun aktivitas yang berulang.
Dengan demikian, peserta didik autis adalah peserta didik dengan hambatan
komunikasi sosial dan interaksi sosial pada berbagai situasi (termasuk hambatan dalam
timbal balik sosial, perilaku komunikatif non-verbal yang digunakan untuk interaksi
sosial, dan keterampilan dalam mengembangkan, mempertahankan dan memahami

22
hubungan) dan juga adanya pola perilaku, ketertarikan yang terbatas maupun aktivitas
yang berulang sehingga membutuhkan layanan pendidikan secara khusus.
2. Spektrum
Dalam DSM V (APA, 2013), gangguan spektrum autis dapat didasarkan tingkat
keparahannya menjadi tiga level berdasarkan aspek komunikasi dan interaksi sosial
serta aspek ketertarikan yang terbatas dan perilaku berulang, yaitu membutuhkan
dukungan/bantuan (level 1/ringan), membutuhkan dukungan/bantuan yang substansial
(level 2/sedang), dan sangat membutuhkan dukungan/bantuan yang substansial (level
3/berat). Secara lebih rinci, klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3. Klasifikasi Gangguan Spektrum Autis
Level Gangguan Komunikasi dan Interaksi Ketertarikan yang terbatas
Spektrum Autis Sosial dan perilaku berulang
Level 1 Dapat berinteraksi sosial tanpa Keterbatasan yang nyata
Membutuhkan bantuan, walaupun mengalami paling tidak pada satu hal.
dukungan/bantuan kendala atau kekurangan dalam
(ringan) komunikasi sosial
Level 2 Ditandai dengan kekurangan Ditandai dengan keterbatasan
Membutuhkan dan keterbatasan dalam yang nyata dalam beberapa
dukungan/bantuan berinteraksi serta dalam hal.
substansial memberikan respon secara
(sedang) sosial

Level 3 Kemampuan berkomunikasi Ditandai dengan adanya


Sangat sosial yang terbatas keterbatasan yang nyata dalam
membutuhkan kehidupan sehari-hari.
dukungan/bantuan
yang substansial
(berat)

Berdasarkan penjelasan di atas, peserta didik autis dapat diklasifikasikan menjadi


peserta didik autis yang membutuhkan dukungan/bantuan (level 1/ringan),
membutuhkan dukungan/bantuan yang substansial (level 2/sedang), dan sangat
membutuhkan dukungan/bantuan yang substansial (level 3/berat).

23
3. Karateristik
Berdasarkan DSM V (APA, 2013), karakteristik dari gangguan spektrum autis
adalah memiliki hambatan komunikasi dan interaksi sosial serta memiliki pola perilaku,
minat, dan aktivitas yang terbatas, khas, dan berulang. Secara lebih rinci, karakteristik
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Hambatan komunikasi dan interaksi sosial
1) Hambatan dalam hubungan sosial-emosional timbal balik.
2) Hambatan dalam penggunaan komunikasi non-verbal untuk interaksi sosial.
3) Hambatan dalam mengembangkan, mempertahankan dan memahami hubungan
sosial.
b. Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, khas, dan berulang
1) Gerakan motorik, penggunaan obyek atau bicara yang stereotip dan berulang.
2) Ketaatan pada rutinitas yang berlebihan/kaku, adanya pola ritualistik perilaku
verbal dan nonverbal atau kesulitan untuk berubah.
3) Ketertarikan yang terbatas dan kaku, yang abnormal dalam intensitas dan fokus.
4) Reaksi yang berlebihan atau sangat kekurangan terhadap rangsang sensori atau
ketertarikan yang tidak biasa terhadap aspek sensori lingkungan.
Berdasarkan penjelasan di atas, peserta didik autis memiliki karakteristik berupa
hambatan komunikasi dan interaksi sosial serta memiliki pola perilaku, minat, dan
aktivitas yang terbatas dan berulang.
4. Kebutuhan Khusus Peserta Didik Autis
Berdasarkan karakteristiknya, peserta didik autis memiliki hambatan interaksi
sosial dan komunikasi sosial serta pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas dan
berulang sehingga peserta didik autis membutuhkan program kebutuhan khusus berupa
Pengembangan Komunikasi, Interaksi Sosial, dan Perilaku untuk peserta didik autis.
Program kebutuhan khusus berupa Pengembangan Komunikasi, Interaksi Sosial, dan
Perilaku untuk peserta didik autis tersebut terdiri dari bentuk layanan sebagai berikut:
a. Layanan Komunikasi dan Bahasa
Peserta didik autis mengalami hambatan komunikasi dan bahasa (verbal dan
nonverbal) sehingga sulit berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya. Dengan
demikian, peserta didik autis membutuhkan layanan komunikasi dan bahasa.

24
b. Layanan Interaksi Sosial
Peserta didik autis mengalami hambatan interaksi sosial sehingga sehingga sulit
berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya. Dengan demikian, peserta didik autis
membutuhkan layanan interaksi sosial.
c. Layanan Emosi
Peserta didik autis mengalami hambatan emosi sehingga sering mengalami tantrum
dan sulit mengekspresikan emosinya dengan baik. Dengan demikian, peserta didik
autis membutuhkan layanan emosi.
d. Layanan Perilaku
Peserta didik autis memiliki pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, khas,
dan berulang. Dengan demikian, peserta didik autis membutuhkan layanan perilaku.
e. Layanan Sensorik Motorik
Peserta didik autis mengalami hambatan sensorik dan motorik sehingga sering
mengalami reaksi yang berlebihan atau sangat kekurangan terhadap rangsang
sensori atau ketertarikan yang tidak biasa terhadap aspek sensori lingkungan
Dengan demikian, peserta didik autis membutuhkan layanan sensorik motorik.
f. Layanan Pengembangan Diri
Peserta didik autis mengalami hambatan kemandirian sehingga kurang memiliki
kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Dengan demikian, peserta
didik autis membutuhkan layanan pengembangan diri.

25
BAB III
RUANG LINGKUP MATERI PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS

Ruang lingkup materi Program Kebutuhan Khusus sebagaimana diuraikan pada Bab sebelumnya
dikelompokkan menjadi 5 Program Kebutuhan Khusus, yaitu:
1. Orientasi, Mobilitas, Sosial dan Komunikasi (OMSK)

2. Komunikasi, Persepsi, Bunyi dan Irama (PKPBI)

3. Pengembangan Diri.

4. Pengembangan Diri dan Gerak.

5. Interaksi, Komunikasi, dan Perilaku.

Berdasarkan ruang lingkup tersebut, masing-masing dapat dijelaskan pengertian, tujuan, dan
ruang lingkup materi sebagai berikut.
A. Orientasi, Mobilitas, Sosial dan Komunikasi (OMSK)
1. Pengertian

OMSK merupakan Program Kebutuhan Khusus bagi peserta didik dengan


hambatan penglihatan. Cakupan materi OMSK terdiri dari 3 aspek yaitu: (a)
pengembangan orientasi dan mobilitas; (b) pengembangan sosial; (c) dan
pengembangan komunikasi. Ketiga hal tersebut memiliki pengertian sebagai berikut.
a. Pengembangan orientasi dan mobilitas adalah kemampuan, kesiapan dan
mudahnya bergerak dari satu posisi/tempat ke satu posisi/tempat lain yang
dikehendaki dengan baik, tepat, efektif, dan selamat.
b. Pengembangan sosial: keterampilan seseorang untuk mempertahankan tujuan
pribadi yang hendak dicapai dengan hubungan baik dengan orang lain dengan cara
yang dapat diterima secara sosial
c. Pengembangan komunikasi: Komunikasi dua arah secara lisan pikiran dan
maksudnya dengan ekspresif/reseptif dan menarik kepada orang lain
2. Tujuan

a. Pengembangan orientasi dan mbilitas adalah mampu memasuki setiap lingkungan


yang dikenal maupun tidak dikenal dengan efektif, aman, dan baik, tanpa banyak
meminta bantuan orang lain.
b. Pengembangan sosial: mampu melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari
sehingga peserta didik mampu berinteraksi, beradaptasi dan berpartisipasi aktif

26
dalam kehidupan pribadi dan sosial di lingkungan keluarga di sekolah dan
masyarakat luas
c. Pengembangan komunikasi: mampu bersikap baik dan benar dalam
berkomunikasi lisan, tulisan dan isyarat secara ekspresif menyenangkan baik
menggunakan alat komunikasi manual maupun berbasis teknologi dan informasi.
3. Ruang lingkup

a. Pengembangan Orientasi Mobilitas


1) Prinsip dan komponen orientasi
2) Pengembangan motorik kasar
3) Kesadaran ruang
4) Pengembangan Konsep tubuh
5) Jalan dengan pendamping awas
6) Keterampilan teknik tongkat
7) Bepergian mandiri
b. Pengembangan sosial
1) Empati
2) Afiliasi dan resolusi konflik
3) Pengembangkan citra diri yang positif
c. Pengembangan Komunikasi
1) Membaca-menulis huruf Braille
2) Komunikasi
3) Teknologi bantu

CAPAIAN PEMBELAJARAN DAN INDIKATOR PENGEMBANGAN ORIENTASI,


MOBILITAS, SOSIAL DAN KOMUNIKASI UNTUK PDBK HAMBATAN PENGLIHATAN
1. Pengembangan Orientasi Dan Mobilitas Untuk PDBK Hambatan Penglihatan

NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

1. Gambaran tubuh
1.1 Menjelaskan nama-nama • Menyebut nama-nama bagian tubuh dari
bagian tubuh rambut sampai ke ujung kaki
• Menyebutkan nama-nama bagian tubuh depan
dan belakang.
• Menyebutkan bagian-bagian sisi tubuh

27
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

1.2 Menunjukkan Lokasi • Menemutunjukkan tiap-tiap bagian tubuh


bagian-bagian tubuh • Menemutunjukkan bagian tubuh yang ada di
kepala
• Menemutunjukkan bagian tubuh yang ada di
badan
• Menemutunjukkan bagian tubuh yang ada di
kaki
1.3 Melakukan gerakan • Melakukan gerakkankepala dan leher
bagian-bagian tubuh • Melakukan gerakkan lengan siku
• Melakukan gerakkan jari dan pergelangan
tangan
• Melakukan gerakkan pinggul
• Melakukan gerakkan paha
• Melakukan gerakkan lutut
• Melakukan gerakkan kaki
• Melakukan gerakkan pergelangan kaki
1.4 Menjelaskan fungsi dan • Menjelaskan fungsi tiap bagian tubuh dari
bagian tubuh rambut sampai kaki
• Malakukan aktifitas dengan memfungsikan
bagian-bagian tubuh tertentu
1.5 Menghubungkan antar • Menghubungkan antar bagian tubuh sendiri
bagian-bagian tubuh • Menghubungkan bagian tubuh sendiri dengan
tubuh orang lain
• Menghubungkan bagian tubuh sendiri dengan
bagian tubuh binatang
• Menghubungkan bagian tubuh sendiri dengan
objek-objek di sekitarnya.
2. Keterampilan motorik, kesadaran ruang dan lingkungan.
2.1 Melakukan gerakan • Melakukan gerakan:
tidur • Melakukan gerakan tidur terlentang
• Melakukan gerakan tidur miring

28
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Melakukan gerakan tidur telungkup


2.2 Melakukan gerakan • Melakukan gerakan berguling ke kiri
berguling • Melakukan gerakan berguling ke kanan
• Melakukan gerakan berguling dari telentang
• Melakukan gerakan berguling dari posisi
telungkup ke telungkup
• Melakukan gerakan berguling dari posisi
miring ke posisi miring
2.3 Melakukan gerakan • Melakukan gerakan duduk di lantai
duduk • Melakukan gerakan duduk di kursi
• Melakukan gerakan duduk dengan posisi
bersila
• Melakukan gerakan duduk dengan kaki lurus
ke depan (selonjor)
1.4 Melakukan gerakan • Melakukan gerakan posisi merangkak
merangkak • Melakukan gerakan merangkak maju
• Melakukan gerakan merangkak mundur
• Melakukan gerakan merangkak menirukan
gerakan binatang
2.5 Melakukan gerakan • Melakukan gerakan berdiri sempurna
berdiri • Melakukan gerakan berdiri dengan satu kaki
• Melakukan gerakan berdiri dengan kaki dan
tangan di angkat (posisi pesawat terbang)
2.6 Melakukan latihan • Membedakan permukaan yang berbeda yaitu
perabaan kasar, halus, lembek, panas dan dingin
• Membedakan berbagai bahan yaitu sutera,
katun, dan wol.
• Membedakan berjalan diberbagai permukaan
seperti rumput, aspal, tanah, kerikil
• Membedakan ukuran yaitu panjang dan pendek.

29
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Membedakan bentuk yaitu lingkaran, segitiga,


segi empat dsb.
• Membedakan hubungan dua objek atau lebih.
2.7 Melakukan latihan • Menyebutkan jenis suara
pendengaran • Menyebutkan lokasi suara
• Membedakan suara
• Merespon terhadap suara
2.8 Melakukan latihan • Membedakan dan menunjukkan
Penciuman • Menunjukkan jenis bau-bauan
• Membedakan jenis bau-bauan
• Menunjukkan lokasi bau-bauan
• Merespon terhadap bau-bauan
2.9 Melakukan gerakan • Melakukan gerakan jalan sempurna
berjalan
2.10 Melakukan gerakan lari • Melakukan gerakan lari dengan bimbingan guru
• Melakukan gerakan lari tanpa bimbingan guru
• Melakukan gerakan lari dengan pengarah
2.11 Melakukan gerakan • Melakukan gerakan Jongkok sempurna
jongkok • Melakukan gerakan jongkok sempurna dan
lompat ke depan
• Melakukan gerakan jongkok sempurna dan
melompat ke belakang
2.12 Melakukan gerakan • Melakukan gerakan loncat dari atas ke bawah
meloncat dengan bimbingan guru
• Melakukan gerakan loncat dari atas ke bawah
tanpa bimbingan guru
• Melakukan gerakan loncat dari bawah ke atas
2.13 Melakukan gerakan • Melakukan gerakan melompat sempurna
melompat • Melakukan gerakan melompat dengan satu kaki
• Melakukan gerakan melompat menirukan katak

30
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

2.14 Melakukan gerakan • Melakukan gerakan menendang bola


koordinasi • Melakukan gerakan memukul
• Melakukan gerakan menarik
• Melakukan gerakan mengambil
• Melakukan gerakan menangkap
2.15 Melakukan gerakan • Melakukan gerakan berjalan dengan satu kaki
Keseimbangan • Melakukan gerakan berjalan dengan jarai kaki
• Melakukan gerakan berjalan di atas papan titian
2.16 Melakukan gerakan • Melakukan gerakan mengelillingi ruangan
dengan mengeksplorasi • Melakukan gerakan mencari objek di ruang
lingkungan atau di lingkungan
• Melakukan gerakan mengikuti sumber bunyi
• Melakukan gerakan mengambil objek
3. Konsep dasar orientasi dan • Menjelaskan arti orientasi
mobilitas • Menjelaskan arti mobilitas
• Menjelaskan manfaat O&M
4. Prinsip dan komponen keterampilan orientasi
4.1 Menetapkan posisi diri • Menetapkan dimana dirinya
dengan menggunakan • Menetapkan dimana atau ke mana tujuannya.
indera yang masih berfunsi • Menetapkan bagaimana caranya untuk sampai
ke tujuan
4.2 Menggunakan komponen • Menemukan landmark
keterampilan orientasi • Menemukan clue
• Menggunakan kompas
• Menetapkan sistem penomoran
• Menetapkan sistem pengukuran
5. Tehnik pra tongkat
5.1 Melakukan bepergian • Melakukan gerakan dasar pendampingan awas
dengan teknik pendaping • Melakukan teknik jalan sempit
awas di lingkungan dekat • Melakukan teknik melewati pintu:
sekolah ✓ Pintu terbuka kanan mendekat

31
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

✓ Pintu terbuka ke arah kanan menjauh


✓ Pintu membuka ke kiri mendekat
✓ Pintu membuka ke kiri menjauh.
✓ Pintu terbuka otomatis digeser
• Melakukan teknik pindah pegangan
• Melakukan teknik berbalik arah
• Melakukan teknik cara duduk
✓ Duduk di kursi dengan meja
✓ Duduk di kursi tanpa meja
• Melakukan teknik naik turun tangga
• Melakukan teknik escalator dan elevator
• Melakukan teknik masuk dan keluar mobil
• Melakukan teknik menerima dan menolak
ajakan
• Melakukan teknik penggunaan kamar kecil
5.2 Bepergian dengan teknik • Melakukan teknik menyilang tangan di
melindungi diri di atas(upper hand)
lingkungan sekolah • Melakukan teknik menyilang tangan ke
bawah(lower hand)
• Melakukan teknik merambat(trailling)
• Melakukan teknik tegak lurus dengan benda
(squaring off)
• Teknik mencari benda jatuh(drop objek)
5.3 Melakukan orientasi ruang • Melakukan gerakan mengelilingi ruangan
• Melakukan gerakan menjelajahi ruangan
• Menemutunjukkan letak benda di ruangan
6. Tehnik Tongkat
6.1 Penggunaan tehnik tongkat • Menjelaskan tentang tongkat.
di lingkungan terbatas • Menggunakan tongkat ada saat berjalan
dengan pendamping awas
• Menyimpan tongkat waktu tidak dipergunakan

32
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Menggunakan teknik tongkat


• Menggunakan teknik tongkat waktu turun-naik
tangga
• Menggunakan teknik trailling dengan tongkat
• Menggunakan teknik mendeteksi objek-
rintangan
• Menggunakan teknik sentuhan (touch)
• Menggunakan teknik dua sentuhan (two touch)
• Menggunakan teknik dua sentuhan waktu
menelusuri shore line/garis pengarah
• Menggunakan teknik dorong (Pussing Slide
Technique)
6.2 Tehnik tongkat di • Menetapkan posisi jalan dan bagian jalan
lingkungan sekitar • Menyeberang jalan dengan teknik tongkat
sekolah • Berjalan di antara blok di lingkungan sekolah
• Melakukan bepergian di daerah dengan kondisi
jalan, dan letak rumah yang tidak teratur
• Membaca dan membuat peta lingkungan
• Menemukan rumah dan nomor rumah sebagai
tujuan
• Melakukan bepergian dengan menggunakan
kendaraan umum
6.3 Tehnik tongkat di • Menetapkan posisi jalan dan bagian jalandi
lingkungan perumahan lingkungan perumahan
• Menyeberang jalan dengan teknik tongkat
• Berjalan di antara blok di lingkungan
perumahan
• Membaca dan membuat peta lingkungannya
• Menemukan rumah dan nomor rumah sebagai
tujuan
• Menyeberang jalan di lampu penyeberangan

33
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Melakukan bepergian dengan menggunakan


kendaraan umum
6.4 Penggunaan teknik tongkat • Menggunakan tehnik meminta bantuan
dilingkungan perkotaan • Menyeberang jalan dengan teknik tongkat
• Melakukan berjalan di antara blok di
perumahan
• Melakukan bepergian di daerah dengan kondisi
jalan, dan letak rumah yang tidak teratur
• Membaca dan membuat peta lingkungannya
• Menemukan rumah dan nomor rumah sebagai
tujuan
• Melakukan (drop off) diturunkan dalam satu
tempat dan kembali ke rumah/tujuan yang telah
ditentukan
6.5 Penggunaan teknik • Menggunakan tehnik meminta bantuan kepada
tongkat di pusat orang lain
perbelanjaan • Menggunakan tehnik tongkat saat berkendaraan
umum
• Menggunakan tehnik tongkat di saat
menyeberang jalan
• Menggunakan tehnik tongkat di pusat
perbelanjaan/ mall
• Menggunakan tehnik tongkat di pasar
tradisional
• Membaca dan membuat peta lingkungan pusat
perbelanjaan
• Menemutunjukkan toko dan nomor toko
sebagai tujuan

2. Pengembangan Sosial Untuk PDBK Hambatan Penglihatan

34
NO KOMPETENSI INDIKTOR
1. Kesehatan Pribadi
1.1 Memelihara kesehatan pribadi • Melakukan mandi sendiri
• Mencuci dan mengeringkan tangan
• Mencuci dan mengeringkan kaki
• Menggosok gigi
• Menggunakan kamar mandi (toilet)
• Menggunakan deodoran
• Memakai sepatu dan sandal
• Memotong kuku
• Mencuci rambut dan menyisir
• Merias diri (make up)
1.2 Merawat dan memelihara • Mencuci dengan cara manual
pakaian. • Mencuci dengan menggunakan mesin cuci.
• Melipat pakaian
• Menyetrika pakaian
• Menyimpan pakaian
• Memilih pakaian yang tepat
• Menandai pakaian
2. Aktifitas sehari-hari
2.1 Menggunakan kompor • Menyalakan kompor (minyak, gas, kayu bakar,
(minyak, gas, kayu bakar, arang, briket)
arang, briket) • Merawat kompor
2.2 Menyiapkan makanan • Memilih bahan makanan yang sehat
• Memotong bahan makanan
• Mengupas bahan makanan
• Memasak bahan makanan
• Menggoreng bahan makanan
• Mengontrol kematangan makanan
• Menghidangkan makanan
• Menyimpan makanan.
2.3 Menggunakan etika di meja • Melakukan cara duduk
makan • Menyimpan dan menggunakan serbet

35
• Menggunakan peralatan di meja makan
• Mengorientasi meja makan
• Menggunakan etika di meja makan
• Menuangkan air kedalam gelas
• Menata makanan di meja makan.
• Menyiapkan hidangan utuk tamu/keluarga
• Menyajikan makanan dan minuman
• Melakukan cara makan dan minum
✓ Makan dengan tangan
✓ Makan dengan sendok dan garpu
✓ Minum dengan gelas
✓ Minum dengan botol
• Melakukan tata cara makan di tempat pesta
2.4 Membersihkan dan merawat • Menggunakan lampu (listrik, petromak,
perabot rumah tangga lampu minyak)
• Membersihkan perabot rumah tangga
• Membersihkan langit-langit
• Membersihkan kaca jendela dan pintu
• Menyapu lantai.
• Mengepel lantai
• Menata mebel
2.5 Membersihkan dan merawat • Membersihkan halaman.
halaman rumah • Merawat tanaman
• Merawat alat-alat berkebun
• Merawat hewan peliharaan
2.6 Memperbaiki pakaian • Mamasukan benang ke jarum
sederhana • Memperbaiki pakaian

2.7 Mengelolaan keuangan • Mengenali uang kertas dan uang logam


• Melipat uang kertas
• Menyimpan uang ke dalam dompet/ tas
• Membelanjakan uang
• Menyimpan uang di Bank

36
• Mengatur uang untuk keperluan keluarga
(telp, listrik dll)
3. Dunia kerja
3.1 Manajemen kerja • Menjelaskan arti kerja.
• Menyebutkan aturan kerja
• Menunjukkan sikap dalam bekerja.
• Menyimpan alat kerja
• Memelihara alat kerja.
• Menggunakan alat kerja.
3.2 Menggunakan waktu • Menggunakan waktu efektif dan waktu
senggang

4. Reproduksi Manusia
4.1 Reproduksi manusia • Menjelaskan perbedaan tanda-tanda fisik bayi
sampai dewasa laki dan perempuan dengan
menggunakan model boneka
• Menjelaskan perbedaan alat reproduksi laki-
laki dan perempuan dengan menggunakan
model boneka
• Memahami masalah kewanitaan
✓ Datang bulan
✓ Kehamilan
✓ Merawat bayi
✓ Keluarga berencana
✓ Membesarkan anak
• Menanamkan nilai-nilai moral dan agama
yang berhubungan dengan kewanitaan

37
B. Komunikasi, Persepsi, Bunyi dan Irama (PKPBI)
1. Pengertian
Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama merupakan Program Kebutuhan Khusus
bagi peserta didik dengan hambatan pendengaran dan bicara. PKPBI adalah
pembinaan komunikasi dan penghayatan bunyi yang dilakukan dengan sengaja atau
tidak sengaja, sehingga kemampuan komunikasi dan mempersepsi bunyi melalui
pendengaran dan perasaan vibrasi yang masih dimiliki peserta didik dengan hambatan
pendengaran dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk berintegrasi dengan dunia
sekelilingnya yang penuh dengan bunyi. Pembinaan secara sengaja yang dimaksud
adalah pembinaan dilakukan secara terprogram. Artinya setelah dilakukan identifikasi
dan asesmen, guru menyusun perencanaan program, menetapkan tujuan, metode
pelaksanaan, alokasi waktu, dan penilaian. Pembinaan secara tidak sengaja adalah
pembinaan yang spontan karena peserta didik bereaksi terhadap bunyi latar belakang
yang hadir pada situasi tertentu. Misalnya, ketika dalam suatu pembelajaran di dalam
kelas, tiba-tiba dengar bunyi motor dan peserta didik bereaksi terhadap bunyi tersebut.
Guru merespon reaksi peserta didik dengan mengatakan:
"Kamu mendengar bunyi ya? Bagaimana bunyinya?”
“Brem... brem... brem...”, jawab salah seorang peserta didik. Kemudian guru
mengajak peserta didik menirukan bunyi motor sambil mengepalkan tangan dan
menggerak-gerakkannya seperti orang sedang memainkan handel gas sepeda motor.
Setelah itu pembelajaran yang terhenti karena peserta didik bereaksi terhadap bunyi
latar belakang tadi diteruskan.
Bagi orang dengar, bunyi ditangkap melalui indera pendengaran, namun
getarannya dapat dirasakan pula pada kulit dan bagian tubuh lain. Melalui PKPBI,
diharapkan peserta didik dengan hambatan pendengaran pun mengalami hal yang
sama. Peserta didik yang masih memiliki sisa pendengaran, dapat dioptimalkan agar
dapat mendeteksi, mendiskriminasikan, dan mengidentifikasi bunyi melalui
pendengaran. Peserta didik yang memiliki sedikit sisa pendengaran, dapat merasakan
vibrasi bunyi tersebut melalui bagian tubuh lainnya. Oleh karena itu, pelaksanaan
PKPBI harus mengupayakan terjadinya suatu kesatuan yang utuh antara kemampuan
untuk menangkap gelombang bunyi melalui vibrasi dan/atau sisa pendengaran yang
masih dimiliki peserta didik. Peserta didik tidak dituntut untuk mendengar dalam arti
sesungguhnya tetapi dilatih untuk mempersepsi bunyi. Hal ini sesuai dengan tujuan
umum program PKPBI yaitu untuk meningkatkan kepekaan kemampuan mempersepsi

38
bunyi dan perasaan vibrasi sehingga peserta didik dengan hambatan pendengaran
dapat melakukan kontak dengan dunia.
Terdapat dua arah pengembangan program PKPBI, yaitu pengembangan
komunikasi dan pengembangan persepsi bunyi dan irama. Pengembangan komunikasi
menitikberatkan pada pengembangan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi
sebagai kebutuhan dasar manusia. Menurut Irwin dalam Samuel A. Kirk (1989),
komunikasi adalah penyampaian informasi melalui bicara dan bahasa, tekanan,
kecepatan, intonasi, kualitas suara, pendengaran dan pemahaman, ekspresi muka dan
gerak isyarat tangan. Mengacu pada definisi komunikasi tersebut, maka keterampilan
komunikasi yang dapat dikembangkan dan digunakan dalam oleh peserta didik dengan
hambatan pendengaran dalam berinteraksi dengan lingkungannya dapat berupa
komunikasi oral, manual (isyarat), atau gabungan keduanya (komunikasi total).
Pengembangan persepsi bunyi dan irama menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan peserta didik dalam mempersepsi bunyi. Pemilihan istilah “persepsi”
digunakan karena peserta didik tunarungu mengenal bunyi bukan karena mendengar,
tetapi karena pengamatan bunyi melalui ujung jari atau rongga dada sehingga dapat
mendeteksi, mendiskriminasi, mengidentifikasi, dan memahami (komprehensi) bunyi.
Peserta didik dengan hambatan pendengaran memiliki kemampuan untuk
mempersepsi gelombang suara atau bunyi melalui rasa vibrasi dan dan/atau sisa
pendengaran sebagai satu kesatuan yang utuh.
2. Tujuan dan ruang lingkup pengembangan komunikasi
a. Tujuan
1) Memiliki dasar kemampuan ucapan yang benar
2) Mampu membentuk bunyi bahasa (vokal dan konsonan) dengan benar,
sehingga dapat dimengerti orang lain.
3) Memiliki keyakinan bahwa bunyi/suara yang diproduksi melalui alat
biacaranya memiliki makna.
4) Memiliki keterampilan pengucapan fonem,
5) Memiliki keterampilan pengucapan kata,
6) Memiliki keterampilan pengucapan kalimat,
7) Memiliki keterampilan komunikasi timbal balik secara lisan.

39
b. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengembangan kemampuan komunikasi disamping diarahkan
pada keterampilan menyimak dalam arti memahami makna bunyi bahasa, juga
ditujukan sebagai berikut:
1) Latihan pelemasan diberikan dalam bentuk senam mulut dan bibir.
2) Latihan pernafasan
3) Latihan pembentukan suara dan bahasa antara lain:
a) Latihan pengucapan fonem,
b) Latihan pengucapan kata,
c) Latihan pengucapan kalimat,
d) Latihan komunikasi langsung
3. Tujuan dan ruang lingkup pengembangan persepsi bunyi dan irama
a. Tujuan
Secara umum tujuan program pengembangan persepsi bunyi dan irama sebagai
berikut:
1) Peserta didik dengan hambatan pendengaran terhindar dari cara hidup yang
semata-mata tergantung pada daya penglihatan saja, sehingga cara hidupnya
lebih mendekati peserta didik dengar.
2) Kehidupan emosi peserta didik dengan hambatan pendengaran berkembang
dengan lebih seimbang dan kaya, karena dapat menghayati irama, tekanan
(aksen) dan tempo dari bunyi.
3) Pola penyesuaian peserta didik dengan hambatan pendengaran menjadi lebih
baik berkat dunia pengalamannya yang lebih luas.
4) Motorik peserta didik dengan hambatan pendengaran berkembang lebih
sempurna karena adanya hubungan timbal balik antara gerak (motorik)
dengan pendengaran (sensorik).
5) Meningkatkan keterampilan wicara dan membaca ujaran. Dengan PKPBI
peserta didik dilatih untuk mendengar suara/wicara sendiri maupun suara
orang lain sehingga peserta didik mampu mengontrol wicaranya sendiri
menjadi makin baik.
6) Peserta didik dengan hambatan pendengaran mempunyai kemungkinan untuk
mengadakan kontak yang lebih baik sebagai bekal hidup di masyarakat yang
mendengar sehingga lebih meningkatkan rasa percaya diri.

40
Secara khusus tujuan program pengembangan persepsi bunyi dan irama adalah
sebagai berikut:
1) Peserta didik dengan hambatan pendengaran dapat beradaptasi dengan
masyarakat mendengar di tengah dunia bunyi
2) Kehidupan emosi peserta didik dengan hambatan pendengaran berkembang
lebih seimbang setelah mengenal bunyi
3) Penyesuaian peserta didik dengan hambatan pendengaran menjadi lebih baik
berkat pengalamannya lebih luas di dunia bunyi
4) Gerakan motorik peserta didik dengan hambatan pendengaran berkembang
lebih sempurna setelah mengenal irama
b. Ruang Lingkup
Sesuai dengan tahapan proses mendengar manusia, maka ruang lingkup program
pengembangan kemampuan persepsi bunyi dan irama bagi peserta didik dengan
hambatan pendengaran meliputi:
1) Tahap deteksi bunyi yaitu kemampuan menyadari ada dan tidak ada bunyi.
2) Tahap diskriminasi bunyi yaitu kemampuan membedakan bunyi
3) Tahap identifikasi bunyi yaitu kemampuan mengenal bunyi
4) Tahap komprehensi bunyi yaitu kemampuan memahami bunyi
Ruang lingkup bunyi yang digunakan sebagai stimulus/rangsangan bunyi dalam
pengembangan kemampuan persepsi bunyi pada peserta didik dengan hambatan
pendengaran meliputi penghayatan bunyi yang paling primitif hingga bunyi yang
tertinggi yaitu:
1) Taraf penghayatan bunyi-bunyi latar belakang yang ada di sekitar
2) Taraf penghayatan bunyi sebagai isyarat atau tanda, dan
3) Taraf penghayatan bunyi sebagai lambang yaitu bunyi bahasa atau
percakapan yang terjadi saat ada interaksi antar manusia
Ruang lingkup respon/reaksi peserta didik terhadap bunyi yang didengar
dilakukan secara verbal maupun nonverbal, yaitu dalam bentuk:
1) Gerak bebas, gerak dasar, gerak berirama, gerak tari
2) Gambar lambang bunyi, sumber bunyi, lambang bilangan
3) Menunjukan pias-pias kata, atau kelompok kata
4) Melakukan perintah yang didengar.
5) Bermain peran
6) Tulisan nama bunyi, nama bilangan, nama sumber bunyi

41
7) Ucapan nama sifat bunyi, nama sumber bunyi
8) Menirukan membuat bunyi /memainkan alat musik
9) Mengucapkan kata, kelompok kata, atau kalimat yang didengarnya
10) Menjawab pertanyaan yang didengar.

CAPAIAN PEMBELAJARAN DAN INDIKATOR PROGAM KEBUTUHAN KHUSUS


PKPBI UNTUK PDBK DENGAN HAMBATAN PENDENGARAN
1. Pengembangan Komunikasi untuk PDBK Hambatan Pendengaran
NO. CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR
1. Pengucapan fonem • Mampu mengucapkan vocal depan
1.1 Mampu mengucapkan vocal • Mampu mengucapkan vocal tengah
• Mampu mengucapkan vocal belakang
• Mampu mengucapkan vocal rangkap (diftong)
1.2 Mampu mengucapkan • Mampu mengucapkan konsonan /b/ pada kata
konsonan ibu, boneka, dan bedak
• Mampu mengucapkan konsonan /p/ pada awal,
tengah dan akhir kata (pita, tutup, dan topi)
• Mampu mengucapkan konsonan /m/ pada awal,
tengah dan akhir kata (mata, kemarin, asam)
• Mampu mengucapkan konsonan /f/ pada awal,
tengah dan akhir kata ( fajar, kafan, arif)
- Mampu mengucapkan konsonan /v/ pada awal,
tengah kata (variasi, motivasi)
- Mampu mengucapkan konsonan /w/ pada awal,
tengah dan akhir kata (warna, bawang, bapaw)
- Mampu mengucapkan konsonan /t/ pada awal,
tengah dan akhir kata (topi, pintu, pahat)
- Mampu mengucapkan konsonan /d/ pada awal,
tengah dan akhir kata (dasi, dadu, padi)
- Mampu mengucapkan konsonan /n/ pada awal,
tengah dan akhir kata (nama, nanas, sampan)
- Mampu mengucapkan konsonan /s/ pada awal,
tengah dan akhir kata (sabun, susu, panas)

42
NO. CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR
- Mampu mengucapkan konsonan /z/ pada awal,
tengah kata (ijazah, lazim)
- Mampu mengucapkan konsonan /l/ pada awal,
tengah dan akhir kata (lampu, lilin, halal)
- Mampu mengucapkan konsonan /r/ pada awal,
tengah dan akhir kata (rambut, marah, petir)
- Mampu mengucapkan konsonan /y/ pada awal,
tengah kata (saya, papaya,)
- Mampu mengucapkan konsonan /sy/ pada
awal, tengah dan akhir kata (syarat,
masyarakat)
- Mampu mengucapkan konsonan /k/ pada awal,
tengah dan akhir kata,(kera, kaki, katak)
- Mampu mengucapkan konsonan /g/ pada awal,
tengah dan akhir kata, (gajah, lagu, bedug)
- Mampu mengucapkan konsonan /ng/ pada
awal, tengah dan akhir kata,(ngarai, mangga,
gudang)
- Mampu mengucapkan konsonan /c/ pada awal,
tengah kata,(cacing, baca),
- Mampu mengucapkan konsonan /j/ pada awal,
tengah dan akhir kata (jalan, baju, bajaj)
- Mampu mengucapkan konsonan /ny/ pada
awal, tengah kata,(nyanyi, menyalin)
- Mampu mengucapkan konsonan /h/ pada awal,
tengah dan akhir kata,(harimau, bahu, puyuh)
2. 2.1 Pengucapan kata • Mampu mengucapkan kata benda
• Mampu mengucapkan kata sifat
• Mampu mengucapkan kata kerja
• Mampu mengucapkan kata ganti
• Mampu mengucapkan kata keterangan
• Mampu mengucapkan kata bilangan
• Mampu mengucapkan kata sandang

43
NO. CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR
• Mampu mengucapkan kata depan
• Mampu mengucapkan kata sambung
• Mampu mengucapkan kata seru
2.2 Pengucapan kata dengan • mampu mengucapkan kata dengan tekanan
tekanan kata lemah
• mampu mengucapkan kata dengan tekanan
keras
• mampu mengucapkan kata dengan tekanan
menurut situasi
3. 3.1 Pengucapan kalimat • Mampu mengucapkan kalimat ajakan
• Mampu mengucapkan kalimat larangan
• Mampu mengucapkan kalimat permintaan
• Mampu mengucapkan kalimat perintah biasa
• Mampu mengucapkan kalimat tanya dengan
kata tanya apa
• Mampu mengucapkan kalimat dengan kata
tanya siapa
• Mampu mengucapkan kalimat dengan kata
tanya kapan
• Mampu mengucapkan kalimat dengan kata
tanya mengapa
• Mampu mengucapkan kalimat dengan kata
tanya bagaimana
• Mampu mengucapkan kalimat dengan kata
tanya yang mana
3.2 Pengucapan tekanan dan • Mampu mengucapkan kalimat dengan tekanan
intonasi kalimat dan intonasi kalimat berita
• Mampu mengucapkan kalimat dengan tekanan
dan intonasi kalimat perintah
• Mampu mengucapkan kalimat dengan tekanan
dan intonasi kalimat tanya

44
NO. CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR
4. Komunikasi langsung • Mampu berkomunikasi timbal balik dengan
orang lain
• Mampu mengungkapkan keinginannya secara
lisan
• Mampu menjawab pertanyaan secara lisan
• Mampu mengungkapkan gagasan secara lisan.

2. Kompetensi dan Indikator Pengembangan Persepsi Bunyi dan Irama untuk PDBK
Hambatan Pendengaran

NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

1. Bunyi • Memberikan,reaksi ucapan, gerak, tulisan,


.1 Mampu mendeteksi bunyi • menggambar lambang bunyi,memainkan
latar belakang dengan sumber bunyi, dan bermain peran bila
kekerasan 90dB atau lebih mendengar bunyi benda secara tiba tiba
dengan menggunakan ABM • Memberikan reaksi ada atau tidak ada bunyi
atau tidak. benda yang diperdengarkan secara langsung.
• Memberikan reaksi ada atau tidak ada bunyi
alam disekitar yang terdengar secara langsung.
• Memberikan reaksi ada atau tidak ada bunyi
birama dasar yang diperdengarkan secara
langsung.
• Memberikan reaksi ada atau tidak ada bunyi
musik disekitar yang terdengar secara
langsung.
• Memberikan reaksi ada atau tidak ada bunyi
musik secara langsung.
• Memberikan reaksi ada atau tidak ada suara
binatang di lingkungan sekitar yang terdengar
secara tiba-tiba.
• Menyadari ada atau tidak ada suara rekaman
binatang di lingkungan sekitar secara langsung.

45
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Menyadari ada atau tidak ada suara manusia di


lingkungan sekitar yang terdengar secara tiba-
tiba.
• Menyadari ada atau tidak ada suara manusia di
lingkungan yang diperdengarkan secara
langsung.
.2 Mampu mendiskriminasi • Membedakan 2 bunyi benda yang
bunyi latar yang sudah diperdengarkan secara langsung .
dideteksi dengan kekerasan • Memberikan reaksi ucapan, gerak, tulisan,
90dB atau lebih dengan gambar, membuat bunyi, bermain peran,
menggunakan ABM atau menjawab pertanyaan ( bahasa ) bila
tidak mendengar 2 bunyi benda secara langsung
• Membedakan 2 bunyi alam yang
diperdengarkan lewat rekaman
• Membedakan 2 bunyi musik yang
diperdengarkan lewat rekaman
• Membedakan 2 suara binatang yang
diperdengarkan lewat rekaman
• Membedakan 2 suara manusia yang
diperdengarkan lewat rekaman
.3 Mampu mendeteksi bunyi • Menyadari ada atau tidak ada bunyi benda
sebagai sinyal dengan • Mengucapkan ada atau tidak ada bunyi benda
kekerasan 90dB atau lebih • Bergerak bila ada atau tidak ada bunyi benda
menggunakan ABM atau tanpa • Menuliskan ada atau tidak ada bunyi benda
menggunakan ABM yang • Memainkan sumber bunyi bila ada atau tidak
diperdengarkan secara ada bunyi benda
langsung atau rekaman. • Bermain peran bila mendengar ada atau tidak
ada bunyi benda
• Menyadari ada atau tidak ada bunyi alam
• Mengucapkan ada atau tidak ada bunyi alam
• Bergerak bila ada atau tidak ada bunyi alam

46
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Menuliskan ada atau tidak ada bunyi alam


• Memainkan sumber bunyi bila ada atau tidak
ada bunyi alam
• Bermain peran bila mendengar ada atau tidak
ada bunyi alam
• Menyadari ada atau tidak ada jumlah bunyi
• Mengucapkan ada atau tidak ada jumlah bunyi
• Bergerak bila ada atau tidak ada jumlah bunyi
• Menuliskan ada atau tidak ada jumlah bunyi
• Memainkan sumber bunyi bila ada atau tidak
ada jumlah bunyi
• Bermain peran bila mendengar ada atau tidak
ada jumlah bunyi
• Menyadari ada atau tidak ada arah bunyi
• Mengucapkan ada atau tidak ada arah bunyi
• Bergerak bila ada atau tidak ada arah bunyi
• Menuliskan ada atau tidak ada arah bunyi
• Memainkan sumber bunyi bila ada atau tidak
ada arah bunyi
• Bermain peran bila mendengar ada atau tidak
ada arah buny
• Menyadari ada atau tidak ada bunyi birama
dasar.
• Mengucapkan ada atau tidak ada birama dasar
• Bergerak bila ada atau tidak ada birama dasar
• Menuliskan ada atau tidak ada birama dasar
• Memainkan sumber bunyi bila ada atau tidak
ada birama dasar
• Bermain peran bila mendengar ada atau tidak
ada birama dasar
• Menyadari ada atau tidak ada bunyi musik

47
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Mengucapkan ada atau tidak ada bunyi musik


• Bergerak bila ada atau tidak ada bunyi musik
• Menuliskan ada atau tidak ada bunyi musik
• Memainkan sumber bunyi bila ada atau tidak
ada bunyi musik
• Bermain peran bila mendengar ada atau tidak
ada bunyi musik
• Menyadari ada atau tidak ada suara binatang.
• Mengucapkan ada atau tidak ada suara binatang
• Bergerak bila ada atau tidak ada suara binatang
• Menuliskan ada atau tidak ada suara binatang
• Memainkan sumber bunyi bila ada atau tidak
ada suara binatang
• Bermain peran bila mendengar ada atau tidak
ada suara binatang
• Menyadari ada atau tidak ada suara manusia
• Mengucapkan ada atau tidak ada suara manusia
• Bergerak bila ada atau tidak ada suara manusia
• Menuliskan ada atau tidak ada suara manusia
• Memainkan sumber bunyi bila ada atau tidak
ada suara manusia
• Bermain peran bila mendengar ada atau tidak
ada suara manusia
.4 Mampu mendiskriminasi • Membedakan 2 bunyi benda, alam,irama dasar,
bunyi sebagai sinyal yang musik, binatang,dan suara manusia yang
sudah dideteksi dengan berbeda frekwensi, timbre, dan durasi,
kekerasan 90dB atau lebih • Mengucapkan kata bila mendengar 2 bunyi
menggunakan ABM atau benda, alam,irama dasar, musik, binatang,dan
tidak. Diperdengarkan secara suara manusia yang berbeda frekwensi,
langsung atau berupa rekaman. timbre, dan durasi
.

48
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Bergerak bila mendengar 2 bunyi benda,


alam,irama dasar, musik, binatang,dan suara
manusia yang berbeda frekwensi, timbre, dan
durasi
• Menuliskan kata 2 bunyi benda, alam,irama
dasar, musik, binatang,dan suara manusia
yang berbeda frekwensi, timbre, dan durasi
• Memainkan sumber bunyi 2 bunyi benda,
alam,irama dasar, musik, binatang,dan suara
manusia yang berbeda frekwensi, timbre, dan
durasi
• Bermain peran bila mendengar 2 bunyi benda,
alam,irama dasar, musik, binatang,dan suara
manusia yang berbeda frekwensi, timbre, dan
durasi
• Membedakan 2 bunyi benda, alam, musik,
binatang dan suara manusia yang berbeda
frekwensi dan timbre.
• Mengucapkan kata bila mendengar 2 bunyi
benda, alam, musik, binatang dan suara
manusia yang berbeda frekwensi dan timbre.
• Bergerak bila mendengar 2 bunyi benda, alam,
musik, binatang dan suara manusia yang
berbeda frekwensi dan timbre.
• Menuliskan bila mendengar 2 bunyi benda,
alam, musik, binatang dan suara manusia yang
berbeda frekwensi dan timbre.
• Memainkan sumber bunyi bila mendengar 2
bunyi benda, alam, musik, binatang dan suara
manusia yang berbeda frekwensi dan timbre.

49
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Melakukan permainan bila mendengar 2 bunyi


benda, alam, musik, binatang dan suara
manusia yang berbeda frekwensi dan timbre
• Membedakan 2 benda,alam, musik,binatang
dan suara manusia sebagai sinyal yang berbeda
timbre.
• Mengucapkan kata 2 benda,alam,
musik,binatang dan suara manusia sebagai
sinyal yang berbeda timbre.
• bergerak bila mendengar 2 benda,alam,
musik,binatang dan suara manusia sebagai
sinyal yang berbeda timbre
• menunjukkan tulisan bila mendengar 2
benda,alam, musik,binatang dan suara
manusia sebagai sinyal yang berbeda timbre
• Memainkan sumber bunyi bila mendengar 2
benda,alam, musik,binatang dan suara
manusia sebagai sinyal yang berbeda timbre
• Melakukan permaian bila mendengar 2
benda,alam, musik,binatang dan suara
manusia sebagai sinyal yang berbeda timbre
• Membedakan 2 benda,alam, binatang , dan
suara manusia sebagai sinyal yang berbeda
frekwensi
• Mengucapkan kata 2 benda,alam,
• binatang dan suara manusia sebagai sinyal yang
berbeda frekwensi
• Bergerak bila mendengar 2 benda,alam,
• binatang dan suara manusia sebagai sinyal yang
berbeda frekwensi
• menulis bila mendengar 2 benda,alam,

50
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• binatang dan suara manusia sebagai sinyal yang


berbeda frekwensi
• memainkan sumber bunyi bila mendengar 2
benda,alam,
• binatang dan suara manusia sebagai sinyal yang
berbeda frekwensi
• Bermain bila mendengar 2 benda,alam,
• binatang dan suara manusia sebagai sinyal yang
berbeda frekwensi
• Membedakan sifat bunyi,cepat-lamba, panjang-
pendek, keras lemah dan tinggi- rendah.
• Mengucapkan bunyi sifat yang didengar
• Bergarak bila mendengar bunyi yang didengar.
• Menulis bunyi sifat yang didengar
• Memainkan sumber bunyi sifat yang didengar
• Melakukan permainan bila mendengar bunyi
sifat
• Membedakan jumlah bunyi
• Mengucapkan jumlah bunyi yang didengar
• Bergerak sesuai jumlah yang didengar
• Menuliskan jumlah bunyi yang didengar
• Memainkan sumber bunyi sesuai jumlah bunyi
yang didengar.
• Melakukan permainan jumlah bunyi yang
didengar
• Membedakan arah bunyi
• Mengucapkan arah bunyi
• Mununjukan tulisan arah bunyi
• Bergerak sesuai arah bunyi
• Memainkan sumber bunyi sesuai arah bunyi
• Bermain sesuai arah bunyi

51
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

1.5 Mampu mengidentifikasi • Mengenal bunyi benda sebagai sinyal yang


bunyi sebagai sinyal yang diperdengarkan secara langsung melalui
pernah di deskriminasi rekaman.
dengan kekerasan 90db atau • Mengucapkan kembali bunyi benda sebagai
lebih menggunakan ABM atau sinyal
tidak. • Bergerak bila mendengar bunyi benda sebagai
sinyal
• Menunjukkan tulisan bunyi benda sebagai
sinyal.
• Memainkan sumber bunyi bila mendengar
bunyi benda sebagai sinyal
• Bermain peran bila mendengar bunyi benda
sebagai sinyal.
• Mengenal bunyi alam sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman

• Mengucapkan kata bila menbengar bunyi alam
sebagai sinyal
• Menunjukkan tulisan bunyi alam sebagai
sinyal.
• Memainkan sumber bunyi bila mendengar
bunyi alam.
• Bermain peran bila mendengar bunyi alam
sebagai sinyal
• Mengenal jumlah bunyi sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman

• Mengucapkan jumlah bilangan bila
mendengarbunyi sebagai sinyal yang

52
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

diperdengarkan secara langsung melalui


rekaman
• Bergerak bila mendengar jumlah bunyi sebagai
sinyal yang diperdengarkan secara langsung
melalui rekaman
• Menuliskan bilangan jika mendengar jumlah
bunyi sebagai sinyal yang diperdengarkan
secara langsung melalui rekaman
• Memainkan sumber bunyi bila mendengar
jumlah bunyi sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Bermain peran bila mendengar jumlah bunyi
sebagai sinyal yang diperdengarkan secara
langsung melalui rekaman
• Mengenal arah bunyi sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Mengucapkan arah bila mendengar bunyi
sebagai sinyal yang diperdengarkan secara
langsung melalui rekaman
• Bergerak bila mendengar arah bunyi sebagai
sinyal yang diperdengarkan secara langsung
melalui rekaman
• Menunjukkan tulisan arah bunyi sebagai sinyal
yang diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Memainkan sumber bunyi dari berbagai arah
sebagai sinyal yang diperdengarkan secara
langsung melalui rekaman
• Bermain peran bila mendengar bunyi dari
berbagai arah sebagai sinyal yang

53
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

diperdengarkan secara langsung melalui


rekaman
• Mengenal bunyi irama dasar sebagai sinyal
yang diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Mengucapkan kata bunyi irama dasar sebagai
sinyal yang diperdengarkan secara langsung
melalui rekaman
• Bergerak bila mendengar bunyi irama dasar
sebagai sinyal yang diperdengarkan secara
langsung melalui rekaman
• Menuliskan kata bunyi irama dasar sebagai
sinyal yang diperdengarkan secara langsung
melalui rekaman
• Memainkan sumber bunyi irama dasar sebagai
sinyal yang diperdengarkan secara langsung
melalui rekaman
• Bermain peran bila mendengar bunyi irama
dasar sebagai sinyal yang diperdengarkan
secara langsung melalui rekaman
• Mengenal bunyi musik sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Mengucapkan kata bila mendengar bunyi
musik sebagai sinyal yang diperdengarkan
secara langsung melalui rekaman
• Bergerak bila mendengar bunyi musik sebagai
sinyal yang diperdengarkan secara langsung
melalui rekaman
• Menuliskan kata bila mendengar bunyi musik
sebagai sinyal yang diperdengarkan secara
langsung melalui rekaman

54
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Membunyikan sumber bunyi bila mendengar


bunyi musik sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Bermain peran bila mendengar bunyi musik
sebagai sinyal yang diperdengarkan secara
langsung melalui rekaman
• Mengenal suara binatang sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Mengucapkan kata bila mendengar suara
binatang sebagai sinyal yang diperdengarkan
secara langsung melalui rekaman
• Bergerak bila mendengar suara binatang
sebagai sinyal yang diperdengarkan secara
langsung melalui rekaman
• Menunjukkan tulisan kata bila mendengar suara
binatang sebagai sinyal yang diperdengarkan
secara langsung melalui rekaman
• Memainkan sumber bunyi bila mendengar
suara binatang sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Bermain peran bila mendengar suara binatang
sebagai sinyal yang diperdengarkan secara
langsung melalui rekaman
• Mengenal suara manusia sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Mengucapkan kata bila mendengar suara
manusia sebagai sinyal yang diperdengarkan
secara langsung melalui rekaman

55
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Bergerak bila mendengar suara manusia


sebagai sinyal yang diperdengarkan secara
langsung melalui rekaman
• Menunjukkan tulisan kata bila mendengar suara
manusia sebagai sinyal yang diperdengarkan
secara langsung melalui rekaman
• Memainkan sumber bunyi bila mendengar
suara manusia sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Bermain peran bila mendengar suara manusia
sebagai sinyal yang diperdengarkan secara
langsung melalui rekaman
1.6 Manpu mengkomprehensi • Memahami bunyi benda sebagai sinyal yang
bunyi sebagai sinyal yang diperdengarkan secara langsung melalui
pernah diidetifikasikan dengan rekaman.
kekerasan 90db atau lebih • Mengucapkan kata yang akan dilakukan anak
menggunakan ABM atau tidak • Melakukan sesuai yang didengar anak

• Memahami bunyi alam sebagai sinyal yang


diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Mengucapkan kata yang akan dilakukan
• Melakukan sesuai yang didengar
• Memahami jumlah bunyi sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Mengucapkan kata yang akan dilakukan
• Melakukan sesuai yang didengar
• Memahami arah bunyi sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Mengucapkan kata yang akan dilakukan

56
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Melakukan sesuai yang didengar


• Memahami bunyi irama dasar sebagai sinyal
yang diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Mengucapkan kata yang akan dilakukan
• Melakukan sesuai yang didengar
• Memahami bunyi musik sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Mengucapkan kata yang akan dilakukan
• Melakukan sesuai yang didengar
• Memahami suara binatang sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Mengucapkan kata yang akan dilakukan
• Melakukan sesuai yang didengar
• Memahami suara manusia sebagai sinyal yang
diperdengarkan secara langsung melalui
rekaman
• Mengucapkan kata yang akan dilakukan
• Melakukan sesuai yang didengar
2. Bahasa • Menyadari ada atau tidak ada suara fonem.
2.1 Mampu memdeteksi bunyi • Mengucapkan ada atau tidak ada suara fonen
bahasa dengan kekerasan • Mengerakkankan ada atau tidak ada suara
90dB atau lebih menggunakan fonen
ABM atau tidak • Menunjukkan tulisan ada atau tidak ada suara
diperdengarkan secara fonen
langsung. • Menyadari ada atau tidak ada suara panggilan
nama orang
• Mengucapkan ada atau tidak ada suara
panggilan nama orang.

57
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Menunjukkan tulisan ada atau tidak ada


• Suara panggilan nama orang
• Bergerak bila ada atau tidak ada suara
panggilan nama orang
• Menyadari ada atau tidak ada suara nama hari,
bulan,
• Menucapkan ada atau tidak ada suara nama
hari,bulan.
• Menunjukkan tulisan ada atau tidak ada
• Suara nama hari,bulan
• Bergerak bila ada atau tidak ada suara nama
nari,bulan
• Menyadari ada atau tidak suara nama bilangan
• Menucapkan ada atau tidak ada suara nama
bilangan.
• Menunjukkan tulisan ada atau tidak ada
• Suara nama bilangan
• Bergerak bila ada atau tidak ada suara nama
bilanagan
• Menyadari ada atau tidak ada suara kelompok
kata.
• Menucapkan ada atau tidak ada suara kelampok
kata.
• Menunjukkan tulisan ada atau tidak ada
• Suara kelompok kata
• Bergerak bila ada atau tidak ada suara
kelompok kata
• Menyadari ada tidak ada suara kalimat.
• Menucapkan ada atau tidak ada suara kalimat
• Menunjukkan tulisan ada atau tidak ada
• Suara kalimat

58
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Bergerak bila ada atau tidak ada suara kalimat


2.2 Mampu mendiskriminasi • Membedakan unsur suprasegmental bunyi
bunyi bahasa dengan bahasa dengan memberikan respon panjang-
kekerasan 90dB lebih pendek,tinggi-rendah, keras-lemah,cepat-
menggunakan ABM atau lambat
tidak diperdengarkan secara • Mengucapkan panjang pendek,tinggi
langsung. rendah,keras lemah,cepat lambat
• Bergerak sesuai bunyi panjang pendek,tinggi
rendah,keras lemah,cepat lambat
• Menunjukkan tulisan panjang pendek,tinggi
rendah,keras lemah,cepat lambat
• Membuat bunyi panjang pendek,tinggi
rendah,keras lemah,cepat lambat
• Bermain peran sesuai bunyi panjang
pendek,tinggi rendah,keras lemah,cepat lambat
• Membedakan jumlah suku kata
• Menunjukan kartu bilangaan 1,4
• Bergerak sesuai jumlah suku kata
• Menuliskan sesuai jumlah suku kata
• Membuat bunyi sesuai jumlah suku kata
• Bermain peran sesuai jumlah suku kata
• Membedakan dua kata yang kontras pada
aspek bersuara- tak bersuara,daerah artikulasi
dan cara artikulasi.
• Menunjukkan tulisan dua kata yang kontras
• Mengucapan dua kata yang kontras
• Menuliskan dua kata yang kontras
• Membuat bunyi sesuai dua kata yang kontras
• Bermain peran sesuai bunyi dua kata yang
kontras

59
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Membedakan 2 kata yang mengandung


konsonan getar dengan semua konsonan
• Menunjukkan tulisan konsonan getar
• Menunjukkan tulisan semua konsonan.
• Mengucapkan konsonan getar.
• Mengucpkan semua konsonan .
• Membedakan 2 kata yang mengandung
konsonan sengau dan letup.
• Menunjukkan tulisan konsonan letup.
• Menunjukkan tulisan konsonan geser
• Mengucapkan konsonan letup.
• Mengucapkan konsonan geser.
• Menunjukkan konsonsn geser. Membedakan 2
kata yang mengandung konsonan letup dengan
geser.
• Menunjukkan tulisan konsonan letup.
• Menunjukkan tulisan konsonan geser.
• Mengucapkan konsonan letup
• Menunjukkan konsonsn geser.
2.3 Mampu mengidentifikasi • Mengenal konsonan pada kata tertentu yang di
bunyi bahasa yang pernah didengar
dideskriminasi dengan • Mengucapkan kembali konsonan pada kata
kekerasan 90db atau lebih tertentu
menggunakan ABM atau • Mengenal kata benda
tanpa meggunakan ABM • Menunjukkan gambar benda sesuai kata yang
diperdengarkan secara didengar
langsung • Menuliskan kata benda
• Mengucapkan kembali kata benda
• Mengenal kata ganti dengan memberikan
respon menunjuk tulisan
• Mengucapkan kata ganti yang didengar

60
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Menunjukan kata ganti dengan tulisan


• Menuliskan kata ganti yang didengar
• Mengenal kata kerja
• Menunjukkan gambar ilustrasi sesuai perintah
• Mengucapkan kata perintah
• Menirukan kata perintah
• Mengenal kata keterangan dengan memberikan
respon melengkapi kalimat dengan kata yang
tepat
• Dapat mengucapkan kata melengkapi kalimat
keterangan
• Menuliskan kata keterangan
• Mengenal kelompok kata dengan memberikan
respon menyebutkan lawan kata
• Dapat menyebutkan lawan kata
• Mengenal kalimat tanya dengan memberikan
respon menunjuk tulisan jawaban
• Menunjuk tulisan jawaban dari pertanyaan
yang ditanyakan
• Menyebutkan jawaban
2.4 Mampu mengkomprehensi • Memahami kalimat tanya dengan memberikan
bunyi bahasa yang pernah respon menjawab pertanyaan
diidetifikasikan dengan • Menjawab pertanyaan dengan kata tanya siapa
kekerasan 90db atau lebih • Menjawab pertanyaan dengan kata tanya apa
menggunakan ABM atau • Menjawab pertanyaan dengan kata Tanya
tidak berapa
• Menjawab pertanyaan dengan kata Tanya
kapan
• Menjawab pertanyaan dengan kata tanya
dimana

61
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

• Memahami kalimat perintah dengan


memberikan respon melakukan tugas/perintah
• Melakukan tugas yang diperintahkan
• Memahami kalimat berita dengan memberikan
respon pernyataan sanggahan salah, tidak, atau
belum
• Dapat memberikan pernyataan salah
• Dapat memberikan pernytaan tidak
• Dapat memberikan peryataan belum
• Memahami kalimat berita dengan memberikan
respon pernyataan setuju betul, ya,atau sudah
• Memberikan peryataan betul
• Memberikan peryataan ya
• Memberikan peryataan sudah

C. Pengembangan Diri.
1. Pengertian
Pengembangan diri merupakan Program Kebutuhan Khusus bagi peserta didik
yang mengalami hambatan intelektual. Program Kebutuhan khusus bagi peserta didik
dengan hambatan intelektual dimaksudkan untuk memberikan keterampilan perilaku
adaptif. Melalui penguasaan keterampilan perilaku adaptif diharapkan mereka dapat
berperilaku sesuai dengan usianya, pada konteks soial dan budaya dimana peserta
didik tunagrahita tersebut tinggal”. Hal tersebut dapat diartikan bahwa dalam rangka
menangani hambatan perilaku adaptif maka perlu diberikan program khusus yakni
program pengembangan diri.

2. Tujuan
Program kebutuhan khusus memiliki peran dan fungsi membantu peserta didik
berkebutuhan khusus agar mampu mengatasi hambatan yang ada dengan cara
menggantikan, memindahkan, atau mengalihkan komponen yang lemah, kurang atau
tidak berfungsi dengan memperkuat fungsi dan peran komponen lain yang
memungkinkan sehingga dapat mengatasi hambatan yang dialami untuk tumbuh dan

62
berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya masing-masing. Hambatan
kecerdasan pada peserta didik dengan hambatan intelektual diatasi dengan
memperkuat keterampilan hidup (life skill) atau Activity Daily Living (ADL).
3. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup pengembangan program kebutuhan PDBK dengan hambatan
intelektual sebagai beriku.
a) merawat diri,
b) keterampilan menjaga keselamatan dan kesehatan,
c) keterampilan bekomunikasi,
d) keterampilan bersosialisasi,
e) keterampilan bekerja dan
f) keterampilan menggunakan waktu luang

CAPAIAN [EMBELAJARAN DAN INDIKATOR PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS


PENGEMBANGAN DIRI UNTUK PDBK HAMBATAN INTELEKTUAL

NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

1. Merawat Diri

• Mengenal alat makan dan minum


• Menggunakan alat makan dan minum
• Makan menggunakan tangan
• Makan menggunakan alat (sendok, dan
garpu)
1.1 Mampu makan dan minum • Makan makanan berkuah
dalam kehidupan sehari-hari • Makan makanan kemasan
dengan cara yang benar • Minum menggunakan gelas atau cangkir
• Minum menggunakan sedotan
• Minum minuman dalam kemasan
• Makan di restoran atau resepsi
• Melakukan tatacara makan dan minum
dengan sopan

63
• Memelihara kebersihan tangan dan kaki
• Menggunakan toilet
• Membersihkan diri setelah buang air kecil
dan besar
• Mencuci wajah
1.2 Mampu membersihkan dan
• Melakukan kegiatan mandi
menjaga kesehatan badan
• Menggosok gigi
dengan cara yang benar
• Melakukan cuci rambut
• Memelihara kebersihan telinga dan hidung
• Menggunakan pembalut wanita(wanita)
• Memelihara kuku
• Mencukur kumis dan jenggot
• Menanggalkan pakaian dalam
• Mengenakan pakaian dalam
• Menanggalkan pakaian luar
1.3 Mampu menanggalkan dan • Mengenakan pakaian luar
mengenakan pakaian • Melepas sepatu dan kaus kaki
dengan cara yang benar • Memakai sepatu dan kaus kaki
• Mengenakan asesoris pakaian
• Memilih pakaian sesuai kebutuhan
• Mengenakan pakaian sesuai kebutuhan

• Memelihara kebersihan tangan dan kaki


• Menggunakan toilet
• Membersihkan diri setelah buang air kecil
dan besar
1.4 Mampu membersihkan dan • Mencuci wajah
menjaga kesehatan badan • Melakukan kegiatan mandi
dengan cara yang benar • Menggosok gigi
• Melakukan cuci rambut
• Memelihara kebersihan telinga dan hidung
• Menggunakan pembalut wanita(wanita)
• Memelihara kuku

64
• Mencukur kumis dan jenggot

• Menyisir rambut
1.5 Mampu merias diri dengan • Menata rambut
cara yang benar • Merias wajah
• Mengenakan asesoris

2. Menjaga Keselamatan dan Kesehatan

• Mengenal benda-benda berbahaya


• Mengenal binatang buas dan jinak
• Menghindarkan diri dari benda-benda
2.1 Mampu menjaga berbahaya (tajam,runcing,licin,panas)
keselamatan diri dengan • Menghindarkan diri dari binatang berbahaya
baik • Menghindarkan diri dari bencana alam
• Menjaga keselamatan dari dalam
penggunaan ruangan, naik turun tangga atau
eskalator, menggunakan lift

2.2 Mampu mengobati luka • Mengobati luka dari benda-benda berbahaya


dengan cara yang benar • Mengobati luka dari binatang berbahaya

3. Berkomunikasi

3.3 Mampu berkomunikasi


• Berkomunikasi secara audio-visual (dengan
dengan orang lain secara
media)
verbal, dan tulisan dengan
• Menggunakan bahasa sesuai etika
cara yang benar
4. Mampu beradaptasi di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat dengan baik
• Beradaptasi dengan teman
4.1 Mampu beradaptasi di
• Melakukan orientasi dan adaptasi dengan
lingkungan keluarga,
lingkungan
sekolah, dan masyarakat
• Melakukan kerjasama di lingkungan
dengan baik
keluarga, sekolah dan masyarakat
Mampu melaksanakan kesibukan, dan keterampilan sederhana dalam kehidupan
5.
sehari-hari

65
• Mengenal alat masak
• Membuat minuman dingin
• Membuat minuman panas
• Memasak masakan sederhana
• Merapikan tempat tidur
5.1 Mampu melaksanakan • Menjaga kebersihan sekolah dan rumah
kesibukan, dan keterampilan • Menjaga kebersihan pakaian
sederhana dalam kehidupan • Menjaga kerapihan pakaian
sehari-hari • Memelihara pakaian (memasang kancing,
dll)
• Memelihara kebersihan perabot rumah
tangga
• Menghemat penggunaan energi (listrik, air
bersih)
5.2 Mampu mengenal uang • Mengenal nilai uang
dengan baik • Mengenal fungsi uang

6. Menggunakan Waktu Luang

• Menggunakan waktu istirahat


6. 1 Mampu menggunakan
• Menggunakan waktu libur
waktu luang dengan baik
• Berpartisipasi dalam pekerjaan di rumah

D. Pengembangan Diri dan Gerak.


1. Pengertian
Pengembangan Diri dan Gerak merupakan Program Kebutuhan Khusus bagi
peserta didik yang mengalami hambatan motorik. Program pengembangan diri dan
gerak adalah segala usaha, bantuan yang berupa bimbingan, latihan, secara terencana
dan terprogram terhadap peserta didik hambatan motorik, dalam rangka membangun
diri baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, sehingga terwujudnya
kemampuan mengurus diri, menolong diri, merawat diri, dan mobilisasi (bergerak-
berpindah tempat) dalam kehidupan sehari-hari baik di keluarga maupun di
dimasyarakat secara memadai.

66
2. Tujuan
Adapun tujuan dari pengembangan diri dan gerak bagi peserta didik dengan
hambatan motorik sebagai berikut.
a. Agar gerak otot serasi, seimbang, sehat, dan kuat,sehingga mampu melakukan
gerakan sesuai dengan fungsinya.
b. Agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mampu mengatasi
kesulitan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Agar peserta didik tunadaksa memiliki pengetahuan, sikap, nilai dan kemampuan
senso-motorik agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
3. Ruang Lingkup
a. Pengembangan diri
1) Menolong diri sendiri, (kebersihan, berpakaian)
2) Merawat, dan merias diri sendiri
3) Mengurus diri sendiri
4) Berkomunikasi dengan orang lain
5) Bersosialisasi dalam kehidupan di lingkungannya
6) Mengembangkan keterampilan hidup sehari-hari
7) Menyelamatkan diri dari bahaya
b. Pengembangan gerak
1) Melakukan gerak kontrol kepala, melakukan gerak anggota tubuh (tangan, kaki,
badan).
2) Melakukan gerak pernapasan,
3) Melakukan gerak pindah diri,
4) Melakukan gerak koordinasi (motorik kasar dan motorik halus), koordinasi
mata dan tangan, koordinasi mata dan kaki)
5) Menggerakkan alat bantu gerak, (menggunakan alat bantu yang dipakai, alat
bantu gerak, dan alat bantu yang sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.

CAPAIAN PEMBELAJARAN DAN INDIKATOR PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS


PENGEMBANGAN DIRI DAN GERAK UNTUK ANAK DENGAN HAMBATAN MOTORIK

67
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

1. Pengembangan Diri

1.1 Mampu menolong diri Kebersihan diri


sendiri tentang kebersihan • Buang air kecil
diri, berpakaian, merawat • Mencuci rambut
diri, dan mengurus diri Berpakaian
sendiri dalam kehidupan • Menanggalkan pakaian dalam
sehari-hari dengan cara yang • Mengenakan pakaian dalam
benar. • Menanggalkan pakaian luar
• Melepas sepatu dan kaos kaki
• Memakai sepatu dan kaos kaki.
Merawat diri
• Memakai minyak rambut
• Menyisir rambut
• Memakai alat rias sederhana
Mengurus diri
• Makan dengan menggunakan tangan/sendok.
• Minum menggunakan gelas/cangkir/sedotan
dan membersihkan mulut dengan serbet/lap.
1.2 Mampu melakukan Berkomunikasi dan bersosialisasi langsung
komunikasi dan • Menyampaikan pesan / menerima pesan
bersosialisasi langsung dan dengan menelpon, dan menerima telpon
tidak langsung dengan orang • Menerima tamu dengan baik.
lain dalam kehidupan sehari- Berkomunikasi dan bersosialisasi tidak langsung
hari dengan baik • Melihat gambar pada majalah dinding
• Menangkap pesan dan rambu-rambu/gambar
pompa bensin, pria/wanita di toilet.
• Membaca petunjuk-petunjuk sederhana

68
1.3 Mampu menyelamatkan diri • Menyelamatkan diri dari bahaya api
dari bahaya yang • Menyelamatkan diri dari bahaya benda tajam
mengancam dirinya dalam • Menyelamatkan diri dari bahaya listrik
kehidupan sehari-hari • Menyelamatkan diri dari bahaya binatang
dengan baik.

2. Pengembangan Gerak

2.1 Mampu melakukan gerak Gerakan kontrol kepala


kontrol kepala, gerakan • Mengangkat kepala dalam posisi tengkurap
kontrol kaki, gerakan • Mempertahankan kepala tegak dalam berbagai
kontrol badan, dalam posisi
kehidupan sehari-hari • Menyundul bola
dengan baik. • Menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan
• Menggerakan kepala ke atas dan ke bawah
• Memutar kepala ke kiri dan ke kanan
• Menggerakkan kepala sesuai dengan irama
music
Gerak kontrol kaki
• Gerakan berselonjor
• Gerakan menekuk
• Menggerakkan tumit
• Berjongkok
• Berdiri
• Berjalan ditempat dan berjalan-jalan
• Berlari secara optimal
Gerakan kontrol badan
• Mengangkat bahu naik turun
• Menggerakkan bahu ke depan dan ke belakang
• Memutar bahu ke depan dan ke belakang
• Gerakan punggung pada posisi tegak dan
bungkuk
• Gerakan pinggang dengan posisi miring ke kiri
dan ke kanan secara optimal

69
2.2 Mampu melakukan gerakan • duduk
keseimbangan tubuh dalam • berdiri
kehidupan sehari-hari • berjalan
dengan benar
2.3 Mampu melakukan gerak
• Melakukan pernafasan dada dan perut sesuai
pernafasan dalam kehidupan
dengan hitungan.
sehari-hari dengan benar.
2.4 Mampu melakukan gerak
• Mengambil benda sendiri
pindah diri dalam kehidupan
• Berjalan dengan membawa benda
sehari-hari dengan benar.
2.5 Mampu melakukan gerak Gerak koordinasi motorik kasar
koordinasi motorik kasar, • merangkak dalam terowongan
gerak motorik halus, gerak • melempar dan menangkap bola
koordinasi mata dan tangan, • memukul bola dengan tangan/alat
mata dan kaki, mata tangan • menendang bola tanpa awalan
dan kaki dalam kehidupan Gerak koordinasi mata dan tangan
sehari-hari dengan benar. • Meletakkan benda dalam berbagai posisi
• Menyusun benda dari ukuran besar dan kecil
• Menyusun benda dengan urutan dari yang tingi
ke yang rendah
• Menyusun bermacam-macam balok
• Membongkar dan memasang puzzle
Gerak koordinasi mata dan kaki
• Melangkah kaki dalam berbagai pola dan
bentuk
• Menendang bola berbagai ukuran
Gerak koordinasi mata tangan dan kaki
• Bermain kelereng dan bola dengan optimal
• Melempar dan menangkap bola.

70
2.3 Mampu menggunakan alat Alat bantu gerak yang melekat
bantu gerak yang melekat • Memasang brace Sepatu rehabilitasi tanpa
dan alat bantu yang bergerak bantuan.
dalam kehidupan sehari-hari • Mepelepas brace sepatu rehabilitasi tanpa
dengan benar. bantuan.
Alat bantu yang bergerak
• Memakai kruk,
• Memakai walker,
• Memakai tripod,
• Memakai stik,
• Memakai crowler dan
• Memakai kursi roda dengan baik
2.4 Mampu menggunakan alat • Memakai Brace dan kruk
bantu yang sesuai dengan • Memakai Brace dan walker
kebutuhan masing-masing • Memakai Brace dan stick
peserta didik dalam • Memakai Sepatu rehabilitasi dan kruk
kehidupan sehari-hari • Memakai Sepatu rehabilitasi dan walker
dengan baik. • Memakai Sepatu rehabilitasi dan tripod.

E. Interaksi, Komunikasi, dan Perilaku.


1. Pengertian
Program kebutuhan khusus berupa pengembangan interaksi, komunikasi, dan
perilaku merupakan Program Kebutuhan Khusus bagi peserta didik autis. Program
Pengembangan interaksi, komunikasi dan perilaku merupakan usaha pemberian
bantuan yang berupa bimbingan dan latihan secara terencana dan terprogram terhadap
peserta didik autis, dalam rangka membangun diri baik sebagai individu maupun
sebagai makhluk sosial, sehingga terwujudnya kemampuan untuk hidup mandiri di
tengah masyarakat. Program kebutuhan khusus berupa pengembangan interaksi,
komunikasi, dan perilaku bagi peserta didik autis ini terkait dengan hambatan dasar
pada aspek perkembangan peserta didik autis.
Program kebutuhan khusus berupa pengembangan interaksi, komunikasi, dan
perilaku merupakan segala usaha, bantuan yang berupa bimbingan, latihan, secara
terencana dan terprogram terhadap peserta didik autis, dalam rangka membangun diri

71
baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, sehingga terwujudnya
kemampuan untuk hidup mandiri di tengah masyarakat.
2. Tujuan
Program kebutuhan khusus berupa pengembangan interaksi, komunikasi, dan
perilaku bagi peserta didik autis bertujuan untuk:
a. Mengurangi kecenderungan munculnya perilaku antisosial (perilaku tidak
efektif) dan mengarahkan pada perilaku yang fungsional/efektif.
b. Meningkatkan ketrampilan berkomunikasi secara visual, lisan maupun tertulis
melalui pembiasaan dan latihan yang terus-menerus dalam kehidupan sehari-
hari.
c. Meningkatkan kemampuan bersosialisasi peserta didik autis dengan lingkungan
sekitarnya.
d. Mewujudkan manusia yang berakhlak mulia, mandiri, jujur, disiplin,
bertanggung jawab dan toleransi.
e. Mencapai tugas-tugas perkembangan peserta didik autis yang sesuai dengan
teman sebayanya secara maksimal.
3. Ruang Lingkup
Hambatan utama aspek perkembangan pada peserta didik autis meliputi
interaksi, komunikasi, dan perilaku. Terdapat hambatan penyerta pada peserta didik
autis seperti permasalahan sensori, motorik, emosi, dan kemandirian. Oleh karena itu,
ruang lingkup program kebutuhan khusus berupa aspek:
a) Perilaku
b) Keterampilan komunikasi dan bahasa
c) Keterampilan interaksi sosial
d) Keterampilan sensori
e) Ketrampilan motorik
f) Emosi
g) Pengembangan diri

CAPAIAN PEMBELAJARAN DAN INDIKATOR PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS


UNTUK ANAK AUTIS

72
NO CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR

1. Perilaku

1.1.Memiliki perilaku yang • Duduk dengan tenang selama 5-10 menit


kooperatif • Bersedia mengalah
• Dispilin terhadap aturan
• Dapat diarahkan saat kegiatan
1.2 Mampu menirukan • Dapat menirukan gerakan motorik kasar;
gerakan/aktifitas angkat tangan, tepuk tangan, lompat dsb.
• Dapat menirukan gerakan motorik halus; buka
telapak tangan, menggenggam, tunjukkan
jempol dsb.
• Dapat menirukan gerakan dengan benda
(kibarkan bendera, memainkan mobil, pukul
kendang, bunyikan lonceng dsb)

2. Interaksi Sosial

2.1 Mampu bersosialisasi di • Bersabar saat menunggu giliran/ antrian


lingkungan sekitar • Mematuhi aturan (boleh/ tidak boleh di
lakukan)
• Berbagi , menolong, empati, dan membantu
teman
2.2 Mampu mengikuti • Memilih kegiatan sendiri
permainan dngan baik • Mengajak teman untuk bermain
• Dapat mengikuti lomba dalam permainan
• Dapat bekerjasama dengan oranglain/temannya
• Bermain bersama 2-7 orang teman secara
bersamaan
• Melakukan permainan terstruktur

3. Komunikasi dan Bahasa

73
3.1 Melakukan komunikasi • Melakukan kontak mata pada saat
awal dengan benar berkomunikasi
• Menirukan verbal vocal
• Menjawab” iya” setiap kali namanya di panggil
• Menjawab kabar sesuai dengan kondisi pada
saat itu
• Memberi salam pada saat bertemu orang lain
3.2 Mampu mengungkapkan • Memanggil orang disekitarnya/ temannya
perasaan dan pikiran • Mengungkapkan keinginan secara lisan: mau
buang air, makan dan minum
• menjawab pertanyaan sederhana mengenai
‘apa, siapa’
3.2 Mengidentifikasi orang- • Mengidentifikasi diri sendiri
orang atau tempat-tempat • Mengidentifikasi keluarga inti
yang ada di sekitar • Mengidentifikasi teman sekelas
• Mengidentifikasi guru-gurunya

4. Sensori

4.1 Dapat melakukan kegiatan • Berdiri dengan satu kaki


(merespon) dengan baik • Melakukan kegiatan melompat
terkait dengan • Melakukan gerakan menggantung/ bergelayut
keseimbangan • Meniti di atas papan titian
• Berjalan dengan berbagai tehnik
• Berdiri di atas papan keseimbangan
• Main ayunan
• Bermain prosotan
• Bermain jungkat-jungkit
4.2 Dapat melakukan kegiatan • Bermain pasir
(merespon) dengan baik • Melem
terkait dengan sentuhan • Bermain lilin
• Bermain dengan media tanah liat

5. Motorik

74
5.1 Mampu melakukan latihan • Mengordinasikan jari-jari tangan untuk
motorik halus memegang benda pipih dan kecil
• Memegang alat tulis
• Menuang air atau benda-benda yang berukuran
kecil ke suatu tempat dengan tepat
• Meronce manik-manik dengan tepat
• Berkarya seni menggunakan media atau
lainnya
• Meremas kertas, plastisin atau kain dengan
menggerakkan seluruh jari
• Membalik, menyobek dan melipat kertas
5.2 Mampu melakukan latihan • Melempar dan menangkap bola dengan benar
motorik kasar • Menarik suatu benda
• Dapat berguling diatas matras
• Mengangkat beban
• Memukul benda

6. Pengembangan Diri

5.1 Mampu merawat diri • Dapat melakukan kegiatan buang air kecil
sendiri • Melakukan kegiatan buang air besar (BAB)
• Berpakaian dengan rapi
• Melakukan kegiatan mandi dengan mandiri
5.2 Kemandirian terkait dengan • Membuka makanan kemasan
diri sendiri • Menggunakan alat makan dan minum
• Mengambil nasi dan lauk sendiri
• Makan dan minum secara mandiri
• Makan menggunakan tangan/sendok dan
garpu
• Menuang air ke dalam gelas dari teko
/dispenser.
• Minum menggunakan gelas atau cangkir
• Minum menggunakan sedotan
• Berpakaian dan berhias

75
BAB IV
DESAIN PENGEMBANGAN MODEL PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS

A. Rambu-Rambu
Desain pengembangan model progam kebutuhan khusus, dalam implementasinya mengacu
pada rambu-rambu sebagai berikut:
1. Program Kebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa, merupakan mata pelajaran yang
wajib diberikan kepada peserta didik sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku di
SLB.
2. Program Kebutuhan Khusus di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif merupakan
program tambahan yang wajib diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus
sesuai dengan kebutuhannya, baik secara integratif dengan mata pelajaran dan/atau
materi pembelajaran yang relevan, maupun dengan menggunakan waktu khusus melalui
kegiatan ekstra kurikuler.
3. Program Kebutuhan Khusus hendaknya diberikan oleh Guru yang memiliki kualifikasi
dan kompetensi pembelajaran Program Kebutuhan Khusus, diantaranya Guru dengan
latar belakang PLB/PKh, Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolah inklusif, atau
Guru lain yang berkompeten yang kompetensinya diperoleh melalui pelatihan khusus.
4. Program Kebutuhan Khusus, dalam implementasinya wajib mengacu pada standar
proses pembelajaran yang mencakup perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran dan penilaian proses dan hasil pembelajaran.
5. Dalam perencanaan pembelajaran Program Kebutuhan Khusus, wajib diawali dari
proses asesmen diagnostik yang terukur untuk mengetahui level kebutuhan dari setiap
program kebutuhan khusus serta jenis dan bentuk dukungan yang diperlukan dalam
proses pembelajaran Program Kebutuhan Khusus.
6. Dalam perencanaan pembelajaran Program Kebutuhan Khusus, sekurang-kurangnya
memuat capaian pembelajaran yang merupakan wujud dari tujuan pembelajaran
berdasarkan hasil asesmen diagnostik yang dilakukan sebelumnya, isi atau materi
pembelajaran, dan penilaian proses dan hasil pembelajaran.
7. Dalam pelaksanaan pembelajaran Program Kebutuhan Khusus, wajib mengacu kepada
perencanaan pembelajaran, dilakukan secara fleksibel, terstruktur, aman, dan
menyenangkan. Fleksibel dimaksud adalah menyesuaikan waktu, tempat, dan kesiapan
peserta didik. Terstruktur dimaksud berjenjang dari yang sederhana ke yang kompleks,

76
dari yang mudah ke yang lebih sulit, dan berkelanjutan. Aman dimaksud adalah dalam
pelaksanaan pembelajaran harus mempertimbangkan jaminan keamanan dan
keselamatan. Misalnya dalam praktik OMSK peserta didik dengan hambatan
penglihatan, mungkin harus melewati lorong-lorong yang membahayakan bagi
keselamatan anak. Guru wajib memperhatikan keamanan dan keselamatan dalam
peleksanaan pembelajaran Program Kebutuhan Khusus. Menyenangkan dimaksud
adalah agar dalam pelaksanaan pembelajaran Program Kebutuhan Khusus diciptakan
situasi pembelajaran yang ramah, tidak kaku dan menyenangkan bagi peserta didik.
8. Dalam penilaian proses dan hasil pembelajaran, Guru melibatkan peserta didik, Guru
yang lain, Orangtua, dan/atau masyarakat untuk mengetahui kualitas proses
pembelajaran dan hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan.
9. Dalam penilaian proses dan hasil pembelajaran Program Kebutuhan Khusus,
menekankan pada aspek keterampilan dan kemandirian. Karena itu pengukuran capaian
pembelajaran bukan menekankan pada aspek pengetahuan tetapi keterampilan dan
kemandirian.

B. Kurikulum
1. Berdasarkan Hasil Asesmen
Perencaan pembelajaran hendaknya didasarkan pada hasil asesmen PDBK. Hal
ini dimkasudkan untuk menghubungkan kurikulum dengan pembelajaran. Kurikulum
berbasis asesmen memiliki tiga tujuan: (1) menentukan kelayakan antara level
kompetensi peserta didik dengan kurikulum yang sesuai; (2) mengembangkan
kompetensi untuk pembelajaran; dan (3) mengevaluasi kemajuan peserta didik dalam
kurikulum.
Berdasarkan hasil asesmen anak, maka guru dapat menentukan tujuan
pembelajaran. Keluasan, kedalaman, dan keruntutan materi yang digunakan atas dasar
hasil asesmen dan tidak berasal dari kurikulum yang ditentukan. Beberapa alternatif
yang dapat dipilih sebagai berikut:
a. Jika hasil asesemen menunjukkan bahwa peserta didik berkebutuhan memiliki
kompetensinya sama dengan anak lain sebaya, maka seluruh keluasan,
kedalaman, dan keruntutan materi dapat digunakan untuk peserta didik
berkebutuhan khusus (beberapa hal mungkin diperlukan modifikasi).
b. Jika hasil asesemen menunjukkan bahwa peserta didik kompetensinya di bawah
anak lain sebaya, maka keluasan, kedalaman dan keruntutan materi disesuaikan

77
dengan komptensi awal peserta didik dengan mengambil kompetensi pada
kelas/jenjang di bawah atau menyusun kompetensi sendiri sesuai kebutuhan.
c. Jika hasil asesemen menunjukkan bahwa peserta didik kompetensinya di atas anak
lain sebaya maka maka keluasan, kedalaman dan keruntutan materi disesuaikan
dengan komptensi awal peserta didik dengan mengambil kompetensi dengan
berbagai pengayaan.
2. Implementasi Program Kebutuhan Khusus di satuan Pendidikan
Implementasi Desain Pengembangan Model Program Kebutuhan Khusus dibedakan
antara yang dilaksanakan di satuan pendidikan khusus (Sekolah Luar Biasa) dan di
satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif. Penjelasan lebih lanjut akan
diuraikan di bagian berikut.

C. Model Implementasi Progam Kebutuhan Khusus di Satuan Pendidikan


1. Implementasi Program Kebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB)
a. Implementasi Program Kebutuhan Khusus di Sekolah (SLB) merupakan mata
pelajaran tersendiri. Sebagai sebuah mata pelajaran, maka materi pembelajaran
disusun sedemikian rupa sesuai dengan alokasi waktu yang disediakan dalam
struktur kurikulum SLB.
b. Pada tingkat Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), program kebutuhan khusus
diintegrasikan dengan mata pengembangan kemampuan yang ada dalam kurikulum
TKLB. Pelaksanaannya bersifat fleksibel baik dari sisi materi, waktu, tempat dan
pelaksanaannya. Pada tingkat SDLB Program Kebutuhan Khusus merupakan mata
pelajaran yang berdiri sendiri, disediakan alokasi waktu 4 jam per minggu. Pada
tingkat Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Program Kebutuhan
Khusus merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri dengan alokasi waktu
khusus yaitu 3 jam pelajaran/minggu. Pada tingkat Sekolah Menengah Atas Luar
Biasa (SMALB), sesuai Struktur Kurikulum SMALB ditentukkan alokasi waktu 2
jp/minggu atau disesuaikan dengan kebutuhan.
c. Sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, maka Program Kebutuhan Khusus
perlu disusun dan dikembangkan Guru menjadi sebuah struktur mata pelajaran yang
memuat capaian pembelajaran sebagai wujud dari tujuan pembelajaran, isi atau
materi pembelajaran, metode atau strategi pembelajaran, dan penilaian proses dan
hasil pembelajaran.

78
2. Implementasi Program Kebutuhan Khusus di Sekolah Penyelenggara Pendidikan
Inklusif (SPPI).
a. Pengembangan program kebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif (SPPI) tidak merupakan mata pelajaran yang masuk dalam struktur
kurikulum. Program Kebutuhan Khusus tetap disediakan jika di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif terdapat peserta didik berkebutuhan khusus
yang membutuhkan Program Kebutuhan Khusus.
b. Pelaksanaan Program Kebutuhan Khusus bagi peserta didik berkebutuhan Khusus
di sekolah inklusif, didasarkan atas hasil asesmen diagnostic yang terukur yang
dilakukan oleh Guru dan ahli lain yang kompeten untuk mengetahui level
kebutuhan layanan program kebutuhan khusus. Berdasarkan hasil asesmen
diagnostic yang terukur tersebut, Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolah
inklusif, dibantu pihak lain yang terkait, menyusun renana pembelajaran Program
Kebutuhan Khusus secara tertulis berbasis pada masing-masing individu peserta
didik berkebutuhan khusus.
c. Pelaksanaan Program Kebutuhan Khusus dilakukan secara fleksibel, dengan
menggunakan dua model, yaitu (1) terintegrasi dengan mata pelajaran atau materi
pembelajaran yang relevan dan terkait, dan/atau (2) dilaksanakan secara terpisah
dari mata pelajaran lain dilakukaan pada kegiatan ekstra kurikuler.

D. Mekanisme
Pengembangan program kebutuhan khusus di SLB maupun di SPPI mengikti langkah
sebagai berikut.
1. Guru di Sekolah (bisa merupakan suatu tim yang dibentuk sekolah), melakukan
identifikasi dan asesmen diagnostic secara sistemtis dan terukur terhadap
perkembangan dan pertumbuhan setiap peserta didik berkebutuhan khusus. Aspek
perkembangan dan pertumbuhan tersebut mengacu pada kebutuhan terhadap jenis
pengambangan kebutuhan khusus yang diperlukan. Sedikitnya terdapat 3 komponen
yang harus dimuat dalam tahap ini yaitu: (a) menggali kompetensi yang telah
dimiliki; (b) Menggali kompetensi yang belum dimiliki/tertinggal; (c) menggali
kompetensi yang dibutuhkan.
2. Menyusun profil PDBK dari hasil asesmen: mencakup identitas PDBK, dan deskripsi
kemampuan awal PDBK, Level kebutuhan layanan Program Kebutuhan Khusus, dan
bentuk dukungan yang diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran.

79
3. Menyusun perencanaan pembelajaran Program Kebutuhan Khusus sesuai hasil
asesmen diagnostic yang di dalamnya mencakup rumusan capaian pembelajaran, isi
dan materi pembelajaran, strategi yang akan ditempuh dalam pembelajaran, dan
evaluasi proses dan hasil pembelajaran.
4. Pelaksanaan/implementasi pembelajaran Program Kebutuhan Khusus mengacu pada
perencanaan pembelajaran, dan dilaksanakan secara fleksibel, terstruktur, aman dan
menyenangkan.
5. Penilaian proses dan hasil pembelajaran, yang dalam pelaksanaannya dapat
melibatkan secara langsung atau tidak langsung dengan peserta didik, Guru lain,
Orangtua peserta didik dan/atau masyarakat.
6. Refleksi/tindak lanjut yang mendasarkan pada penilaian proses dan hasil
pembelajaran. Tindak lanjut dapat berupa remedial, pengayaan.

1. Identifikasi
dan asesmen
diagnostik
6. 2. Profil kebutuhan
Refleksi/tinda layanan Program
k lanjut Kebutuhan Khusus

5. Penilaian Proses 3. Perencanaan


dan Hasil Program Pembelajaran
Pembelajaran Kebutuhan Khusus

4.
Pelaksanaan
Pembelajaran

Gambar 4.1: Mekanisme

80
BAB V
MODEL IMPLEMENTASI PROGRAM KEBUTUHAN KHUSUS

A. Pengertian
Model implementasi Program Kebutuhan Khusus adalah contoh bagaimana
merencanakan, melaksanakan dan menilai Program Kebutuhan Khusus di sekolah yang
diterapkan kepada peserta didik berkebutuhan khusus untuk satu atau lebih materi
pembelajaran Program Kebutuhan Khusus. Karena sifatnya sebagai contoh, maka Guru
dapat mengembangkan model-model lain dari materi yang sama atau materi yang berbeda
sesuai dengan kebutuhan lapangan. Kata kuncinya adalah hasil asesmen diagnostic yang
dilakukan Guru. Asesmen merupakan proses yang berkesinambungan. Hasil asesmen
digunakan untuk menyusun profil belajar peserta didik, dan kemudian sebagai dasar dalam
penyusunan perencanaan pembelajaran. Oleh karena itu model implementasi Program
Kebutuhan Khusus perlu dibuat dalam buku terpisah sesuai dengan jenis Program
Kebutuhan Khusus yang direncanakan dalam Kurikulum Satuan Pendidikan.
pencapaian tujuan.

B. Ruang Ligkup Model Implementasi Program Kebutuhan Khusus


Ruang lingkup model implementasi Program Kebutuhan Khusus meliputi. Masing-
masing perlu disusun tersendiri dalam suatu buku panduan yang terpisah dari buku desain
pengembangan model Program Kebutuhan Khusus ini, yaitu:
1. Orientasi, Mobilitas, Sosial dan Komunikasi (OMSK)
2. Komunikasi, Persepsi, Bunyi dan Irama (KPBI)
3. Pengembangan Diri.
4. Pengembangan Diri dan Gerak.
5. Interaksi, Komunikasi, dan Perilaku.

81
C. Model Desain Pembelajaran
Ada beberapa model desain pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru dalam
implementasi Program Kebutuhan Khusus. Beberapa diantaranya adalah:
1. Model Banathy: Model ini memandang bahwa penyusunan sistem pembelajaran
dilakukan melalui tahapan-tahapan yang jelas. Terdapat 6 tahap dalam mendesain
suatu program pembelajaran yakni:
a. Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik tujuan pengembangan sistem
maupun tujuan spesifik. Tujuan merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai
oleh siswa atau peserta didik.
b. Merumuskan kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Item
tes dalam tahap ini dirumuskan untuk menilai perumusan tujuan. Melalui
rumusan tes dapat meyakinkan kita bahwa setiap tujuan ada alat untuk menilai
keberhasilannya.
c. Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni kegiatan
mengiventasikan seluruh kegiatan belajar mengajar, menilai kemampuan
penerapannya sesuai dengan kondisi yang ada serta menentukan kegiatan yang
mungkin dapat diterapkan.
d. Merancang sistem, yaitu kegiatan menganalisis sistem menganalisis setiap
komponen sistem, mendistribusikan dan mengatur penjadwalan.
e. Mengimplementasikan dan melakukan kontrol kualitas sistem, yakni melatih
sekaligus menilai efektivitas sistem, melakukan penempatan dan melaksanakan
evaluasi.
f. Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi.

2. Model Dick and Carey: Dick, Carey, dan Carey memandang desain pembelajaran
sebagai sebuah sistem dan menganggap pembelajaran adalah proses yang sitematis.
Pada kenyataannya cara kerja yang sistematis inilah dinyatakan sebagai model
pendekaan sistem. Dipertegas oleh Dick, Carey, dan Carey bahwa pendekatan
sistem selalu mengacu kepada tahapan umum sistem pengembangan pembelajaran
(Instructional Systems Development/ISD). Komponen model Dick, Carey, dan
Carey meliputi; pembelajar, pebelajar, materi, dan lingkungan. Demikian pula
dilingkungan pendidikan non formal meliputi; warga belajar (pebelajar), tutor
(pembelajar), materi, dan lingkungan pembelajaran.
Adapun langkah Dick and Carey sebagai berikut.

82
a. Analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan (Identifying goals):
b. Melakukan analisis Pembelajaran (Conducting instructional analysis)
c. Menganalisis warga belajar dan lingkungannya (Identifying entry behaviors and
learner characteristics)
d. Merumuskan tujuan khusus (Writing performance objective)
e. Mengembangkan instrumen penilaian (Developing criterion-referenced test
items)
f. Mengembangkan strategi pembelajaran (Developing instructional strategy)
g. Mengembangkan materi pembelajaran (Developing and selecting instructional
materials)
h. Merancang & Mengembangkan Eva Formatif (Designing and conducting the
formative evaluation of instruction)
i. Merevisi Pembelajaran (Revising instruction)
j. Mengembangkan evaluasi sumatif (Conducting summative evaluation)

3. KEMP: Model desain sistem pembelajaran yang dikembangkan oleh Jerrold Kemp
(1994) merupakan model yang membentuk siklus. Dalam model ini pengembangan
desain sistem pembelajaran terdiri atas komponen-komponen yang dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan, tujuan, dan berbagai kendala yang timbul. Menurut Kemp
pengembangan perangkat merupakan suatu lingkaran yang kontinyu. Tiap-tiap
langkah pengembangan berhubungan langsung dengan aktivitas revisi.
Pengembangan perangkat ini dimulai dari titik manapun sesuai di dalam siklus
tersebut. Model Kemp ini tidak menentukan dari komponen mana seharusnya proses
pengembangan itu dimulai. Dalam mengembangkan sistem pembelajaran bisa
dimulai dari komponen mana saja, asal tidak mengubah urutan komponennya, dan
setiap komponen itu memerlukan revisi demi mencapai hasil yang maksimal.
Pengembangan perangkat model Kemp memberi kesempatan kepada para
pengembang untuk dapat memulai dari komponen manapun. Namun sebaiknya
proses pengembangan itu dimulai dari tujuan.
Adapun langkah yang dikembangkan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi masalah pembelajaran, dan menentukan tujuan untuk
merancang program pembelajaran.
b. Memeriksa karakteristik peserta didik yang harus mendapat perhatian selama
perencanaan.

83
c. Mengidentifikasi isi/ materi, dan menganalisis komponen tugas yang
berkaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan dan tujuan.
d. Tujuan pembelajaran nasional
e. Urutan isi dalam setiap unit pembelajaran
f. Merancang strategi pembelajaran sehingga setiap peserta didik dapat
menguasai tujuan.
g. Rencanakan dan pengiriman. pesan pembelajaran
h. Mengembangkan instrumen evaluasi untuk mengukur ketercapaian tujuan.
i. Pilih sumber daya untuk mendukung kegiatan pengajaran dan pembelajaran
D. Implementasi Model Pembelajaran Kemp.
1. Model Desain Pembelajaran Pengembangan Program Kebutuhan Khusus PDBK
Pengembangan program kebutuhan khusus PDBK mencakup 5 program, sehingga
dalam perancang model pembelajaran untuk kelima program tersebut memiliki
desain yang sama tetapi sasaran dan isinya disesuaikan dengan jenis PDBK.

5 JENIS
PDBK

DESAIN
MODEL
5 JENIS
9 LANGKAH
PROGRAM
KEMP
KHUSUS

Gambar 5.1: Desain Model


Pengembangan program kebutuhan khusus PDBK menggunakan langkah yang
kembangkan Kemp dengan berbagai modifikasi. Adapun modifikasi Langkah
Kemp sebagai berikut.
Tabel 5.1: Modifikasi Langkah Kemp

Langkah Kemp Modifikasi


1. Mengidentifikasi masalah pembelajaran, a. Mengidentifasi masalah
dan menentukan tujuan untuk merancang dan asesmen diagnostik
program kebutuhan khusus untuk asesmen
masing-masing PDBK

84
Langkah Kemp Modifikasi
2. Memeriksa karakteristik PDBK b. Penyusunan profil
berdasarkan hasil asesmen yang harus PDBK
mendapat perlakukan. c. Penentuan capaian
3. Mengidentifikasi isi/ materi, dan pembelajaran
menganalisis komponen tugas yang d. Pelaksanaan
berkaitan dengan tujuan. 1) Perencanaan
4. Menentuan kompetensi program (sedikitnya
kebutuhan khusus yang telah ditetapkan mencakup: silabus,
dalam kurikulum Pendidikan Khusus penyusunan program
5. Menentukan keluasan, kedalaman dan dan RPP)
keruntutan materi. 2) Pelaksanaan
6. Merancang strategi pengembangan 3) Penilaian proses
program kebutuhan khusus PDBK pembelajaran
sehingga setiap peserta didik dapat g. Refleksi/Tindak lanjut
mencapai tujuan masing-masing ii.
7. Pelaksanaan
pengembangan/intervensi/pembelajaran
8. Mengembangkan refleksi atau instrument
penilaian untuk mengukur ketercapaian
tujuan.
9. Memilih sumber daya, sarana, media,
teknologi bantu untuk mendukung
kegiatan pengajaran dan pembelajaran.

85
BAB VI
PENUTUP

Peserta didik berkebutuhan khusus mengalami hambatan dalam beberapa hal.


Untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal diperlukan pengembangan
program kebutuhan khusus. Program kebutuhan khusus tersebut diberikan sebagai
upaya intervensi/aktivitas untuk meminimalisir, mengembangkan, mengoptimalkan,
mengkompensasikan dampak sebagai akibat langsung dari hambatan atau
disabilitasnya. Program kebutuhan khusus merupakan program unik yang hanya
diperuntukkan terhadap PDBK.
Pelaksanaan program kebutuhan khusus diawali dengan asesmen kemampuan
peserta didik terkait dengan program kebutuhan khusus. Berdasarkan hasil asesmen
disusun profil PDBK. Pelaksanaan pengembangan kebutuhan khusus tidak berbasis
kelas, tetapi didasarkan oleh profil masing-masing PDBK.
Implementasi program kebutuhan khusus membutuhkan guru yang memiliki
kualifikasi dalam program kebutuhan khusus PDBK. Untuk SLB bisa dilakukan oleh
guru kelas yang memiliki salah satu keahlian program keahlian, sedangkan untuk
sekolah penyelenggara Pendidikan inklusif dapat dilakukan oleh GPK atau guru lain
yang memiliki kompetensi mengajarkan program kebutuhan khusus. Sarana dan
prasarana juga dibutuhkan untuk pelaksanaan program kebutuhan khusus.

86
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Edition
(DSM-V). Washington: American Psychiatric Publishing
Bambang Nugrogo. (2002). Modul Kuliah Ketunarunguan. Jakarta: UNJ.
Bunawan, Lani dan Cecilia Susila Yuwati. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu, Jakarta: Yayasan
Santi Rama.
Boothroyd, Arthur (1982), Hearing Impairments in Young Children, Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs,
New York.
Calderon, R. & Greenberg, M.T. (2012). Social and Emotional Development of Deaf Children: Family,
School, and Program Effects. Oxford University Press: England.
Keefer, A. (2018). Characteristics of a Visually Impaired Child. Diunduh dari
https://www.hellomotherhood.com/characteristics-of-a-visually-impaired-child-4886241.html
Dandona, L., Dandona, R. (2006). What is the global burden of visual impairment?. BMC Med 4, 6
Gargiulo, R. (2012). Special Education in Contemporary Society. An Introduction to Exceptionality. USA:
Thomson Learning.
Moores, Donald F. (2001). Educating The Deaf, Psychology, Principles and Practices, Houghton Mifflin
Company, Boston, New York.
Murni Winarsih dkk. (2010). Program Khusus SLB Tunarungu Bina Persepsi Bunyi dan Irama. Jakarta:
Pusat Kurikulum.
Pemerintah. (2013). Perlindungan anak. Jakarta. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Republik Indonesia
Pemerintah. (2020). Akomodasi Yang Layak bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas. Jakarta.
Kemendikbud
Pemerintah. (2014). Kurikulum Pendidikan Khusus. Jakarta. Kemendikbud
Vaughn, bos, Schumm, J.S. (2000). Teaching Exeptional, Diverse and at risk Students in the General
Education Classroom. Needham Heights, MA. Allyn and Bacon
UNESCO. (2014). Inclusion from the start: guidelines on inclusive early childhood care and education for
Roma children. UNSCO: France.

87
-

88

Anda mungkin juga menyukai