Anda di halaman 1dari 18

LABORATORIUM FITOKIMIA

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

LAPORAN PRAKTIKUM

EKSTRAKSI DENGAN METODE MASERASI DAUN BINAHONG

(Anredera cordifolia)

DISUSUN OLEH :

NAMA : AINUNNISA ASYIFAH M.

NIM : PO713251181051

KELOMPOK : B1

HARI PARKTIKUM : RABU

PEMBIMBING : RUSDIAMAN, S,Si.,Apt.,M.Si

POLITEKNIK KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN FARMASI
2020

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam bahan

organik seperti yang terdapat didalam tumbuh-t umbuhan sangat

dibutuhkan oleh keperluan hidup manusia, baik komponen s e n y a w a

tersebut digunakan untuk keperluan industri maupun untuk

b a h a n o b a t - o b a t a n . Komponen tersebut dapat diperoleh dengan metode

ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutan komponen kimia yang

sering digunakan dalam senyawa organik untuk melarutkansenyawa tersebut

dengan menggunakan suatu pelarut. Berdasarkan bentuk campuran yang

diekstraksi, ekstraksi dibagi menjadi dua yaitu ekstraksi  padat-cair dan

ekstraksi cair-cair. Pada ekstraksi cair-cair, bahan yang menjadi analit

berbentuk cair dengan pemisahannya menggunakan dua pelarut yang

tidak saling bercampur sehinggaterjadi distribusi sampel di antara

kedua pelarut terebut. Pendistribusian sampel dalam kedua  pelarut

tersebut dapat ditentukan dengan perhitungan KD (koefisien distribusi).

Daun binahong mengandung antioksidan tinggi dan flavonoid. Flavonoid

sebagai antioksidan dapat membantu menetralisir serta menstabilkan radikal bebas

sehingga tidak lagi merusak sel-sel dan jaringan sehat. Selain antioksidan juga

berguna untuk mengatur agar tidak terjadi proses oksidasi berkelanjutan di dalam
tubuh. Cordifolia anredera lokal dikenal sebagai binahong yang berpotensi

sebagai tanaman obat karena senyawa bioaktif dari tanaman ini. Skrining

fitokimia diketahui mengandung flavonoid, saponin, steroid/ triterpenoid dan

kumarin. Kelas flavonoid senyawa yang dikenal memiliki aktivitas biologis

beragam seperti antioksidan.Ekstrak etil asetat daun binahong mempunyai

aktivitas rendah sebagai antioksidan dengan nilai IC 50 sebesar 1458,8 ppm.

Binahong mempunyai aktivitas biologis karena adanya senyawa bioaktif asam

fenolat yang memiliki aktivitas antioksidan.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud percobaan

Adapun maksud dari percobaan ini adalah:

a. Mengetahui proses ekstraksi sampel Daun Binahong (Anredera cordifolia)

dengan metode maserasi.

b. Mengidentifikasi cara pemisahan ekstrak dari pelarut dengan

c. Mengetahui cara pemisahan filtrat dengan corong pisah.

d. Mengetahui cara mengidentifikasi komponen kimia dalam ekstrak dengan

metode KLT.

Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah:

a. Untuk menentukan rendamen dari simplisia basah menjadi simplisia kering

dan menjadi ekstrak

b. Untuk menentukan jumlah komponen kimia dalam ekstrak metanol, eter dan

n-butanol.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke

dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,

kemudian berdifusi ke dalam pelarut dan setelah pelarut diuapkan maka zat

aktifnya akan diperoleh (Adrian, 2000).

Tujuan Ekstraksi yaitu penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif dari

bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis hewan termasuk biota laut.

Komponen kimia yang terdapat pada tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan

pada umumnya mengandung senyawa-senyawa yang mudah larut dalam pelarut

organik (Adrian, 2000).

Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman adalah pelarut

organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka

larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus

sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di

luar sel (Adrian, 2000).

Macam – macam cairan penyari (Rohman, 2007) :

a.    Air
Termasuk yang mudah dan murah dengan pemakaian yang luas, pada suhu

kamar adalah pelarut yang baik untuk bermacam-macam zat misalnya : garam-

garam alkaloida, glikosida, asam tumbuh-tumbuhan, zat warna dan garam-garam

mineral.

Umumnya kenaikan suhu dapat menaikkan kelarutan dengan pengecualian

misalnya pada condurangin, Ca hidrat, garam glauber dll. Keburukan dari air

adalah banyak jenis zat-zat yang tertarik dimana zat-zat tersebut meripakan

makanan yang baik untuk jamur atau bakteri dan dapat menyebabkan

mengembangkan simplisia sedemikian rupa, sehingga akan menyulitkan

penarikan pada perkolasi.

b.   Etanol

Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, Umumnya pelarut yang

baik untuk alkaloida, glikosida, damar-damar, minyak atsiri tetapi bukan untuk

jenis-jenis gom, gula dan albumin. Etanol juga menyebabkan enzym-enzym tidak

bekerja termasuk peragian dan menghalangi perutumbuhan jamur dan kebanyakan

bakteri. Sehingga disamping sebagai cairan penyari juga berguna sebagai

pengawet. Campuran air-etanol (hidroalkoholic menstrum) lebih baik dari pada air

sendiri.

c.    Gycerinum (Gliserin)

Terutama dipergunakan sebagai cairan penambah pada cairan menstrum

untuk penarikan simplisia yang mengandung zat samak. Gliserin adalah pelarut

yang baik untuk tanin-tanin dan hasil-hasil oksidanya, jenis-jenis gom dan
albumin juga larut dalam gliserin. Karena cairan ini tidak atsiri, tidak sesuai untuk

pembuatan ekstrak-ekstrak kering.

d.   Eter

Sangat mudah menguap sehingga cairan ini kurang tepat untuk pembuatan

sediaan untuk obat dalam atau sediaan yang nantinya disimpan lama.

e.   Solvent Hexane

Cairan ini adalah salah satu hasil dari penyulingan minyak tanah kasar.

Pelarut yang baik untuk lemak-lemak dan minyak-minyak. Biasanya

dipergunakan untuk menghilangkan lemak dari simplisia yang mengandung

lemak-lemak yang tidak diperlukan, sebelum simplisia tersebut dibuat sediaan

galenik, misalnya strychni, secale cornutum.

f.     Acetonum

Tidak dipergunakan untuk sediaan galenik obat dalam, pelarut yang baik

untuk bermacam-macam lemak, minyak atsiri, damar. Baunya kurang enak dan

sukar hilang dari sediaan. Dipakai misalnya pada pembuatan Capsicum oleoresin

(N.F.XI)

g.   Chloroform

Tidak dipergunakan untuk sediaan dalam, karena efek farmakologinya.

Bahan pelarut yang baik untuk basa alkaloida, damar, minyak lemak dan minyak

atsiri.

h. Diklorometana
Diklorometana (CH2Cl2) adalah pelarut organik sering menggunakan untuk

mengekstrak senyawa organik dari sampel. Ini adalah racun tapi lebih sedikit

daripada kloroform.

Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah (Tobo, 2001) :

a. Secara panas seperti refluks dan destilasi uap air karena sampel langsung

dipanaskan dengan pelarut; dimana umumnya digunakan untuk sampel yang

mempunyai bentuk dan dinding sel yang tebal.

b. Secara dingin misalnya maserasi, perkolasi, dan soxhlet. Dimana untuk

maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia, sedangkan soxhlet

dengan cara cairam penyari dipanaskan dan uap cairan penyari naik ke

kondensor kemudian terjadi kondensasi dan turun menyari simplisia.

Adapun cara-cara ekstraksi adalah :

1. Maserasi

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa

hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan

untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut

dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin (Adrian, 2000).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara

maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang. Maserasi dapat

dilakukan modifikasi misalnya (Adrian, 2000):

a. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu

pada suhu 40 – 50oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk

simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan

akan diperoleh keuntungan antara lain kekentalan pelarut berkurang, yang

dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas, daya melarutkan

cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai

pengaruh yang sama dengan pengadukan, koefisien difusi berbanding lurus

dengan suhu absolut dan berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga

kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan

zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.

b. Maserasi dengan mesin pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus- menerus, waktu proses

maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

c. Remaserasi

Cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan

penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi

dengan cairan penyari yang kedua.

d. Maserasi melingkar

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu

bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali

secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat

aktifnya.
2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan

penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang berperan

pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan

permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya gesekan (friksi). Alat

yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk

menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari

perkolator disebut sari/perkolat, sedang sisa setelah dilakukannnya penyarian

disebut ampas atau sisa perkolasi(Tobo, 2001).

Cara perkolator lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena (Tobo,

2001) :

a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi

dengan larutan yang konsentasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan

derajat perbedaan konsentrasi.

b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat

mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka

kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat

meningkatkan perbedaan konsentrasi.

Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka

cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Dalam proses perkolasi biasa,

perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang maksimal (Tobo, 2001).

Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator berbentuk tabung,

perkolator berbentuk paruh dan perkolator berbentuk corong. Pemilihan


perkolator bergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan disari. Serbuk kina

yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi

dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan

berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair, jumlah cairan penyari

yang diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan tersebut, pembuatan

sediaan digunakan perkolator lebar untuk mempercepat proses perkolasi (Tobo,

2001).

3. Soxhletasi

Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,

cairan penyari dipanaskan hingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi

menjadi molekul cairan oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia di

dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah

melewati pipa siphon, proses ini berlangsung hingga proses penyarian zat aktif

sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa

siphon tersebut atau jika diidentifikasi dengan KLT tidak memberikan noda lagi

(Adrian, 2000).

Keuntungannya cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan lebih

pekat. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa menambah

volume cairan penyari. Kerugiannya : larutan dipanaskan terus-menerus, sehingga

zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang cocok (Adrian, 2000).
Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas namun

proses ekstraksinya secara dingin, sehingga metode soxhlet digolongkan dalam

cara dingin (Tobo, 2001).

4. Destilasi Uap Air

Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang

mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara

normal. Pada pemanasan biasa kemungkinan akan terjadi kerusakan zat aktifnya.

Untuk mencegah hal tersebut maka penyarian dilakukan dengan destilasi uap

(Tobo, 2001).

B. Klasifikasi Tanaman Binahong

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta

Superdivisio : Spermatophyta

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Hamamelidae

Ordo : Caryophyllales
Familia : Basellaceae

Genus : Anredera

Species : Anredera cordifolia (Tenore)

Morfologi Tanaman Binahong

1) Daun

Daunnya termasuk daun tunggal, terletak berseling, bertangkai sangat pendek

(subsessile), bentuk jantung (cordata), panjang 5-10 cm, lebar 3-7 cm, ujung

runcing, pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata, helaian daun tipis lemas,

permukaan licin, bisa dimakan (Nuraini, 2014).

2) Batang

Batang tanaman binahong lunak, bentuk silindris, saling membelit, berwarna

merah, dan bagian solid dengan permukaan halus (Utami dan Desty, 2013).

3) Akar

Bentuk dari akarnya rimpang dan berdaging lunak (Susetya, 2012).

4) Bunga

Bentuk bunganya majemuk rimpang, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun,

mahkota berwarna krem keputih-putihanan berjumlah lima helaian tidak

berlekatan dan panjang helaian mahkota 0,5-1 cm, berbau harum (Susetya, 2012).
Kandungan Kimia Tanaman Binahong

Rachmawati, (2008) dalam Ekaviantiwi et al., (2013), kandungan metabolit

sekunder daun binahong, yaitu flavonoid, alkaloid, tanin, steroid, triterpenoid,

saponin, dan minyak atsiri. Selanjutnya, menurut penelitian Kumalasari dan

Nanik, (2011), menyatakan bahwa hasil skrining fitokimia ekstrak etanol 70%

dari batang binahong mengadung senyawa polifenol, flavonoid, dan saponin.

Senyawa ini diduga memberikan konstribusi dalam aktivitas antimikroba.

Flavonoid adalah senyawa fenol yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya

tersebar di dunia tumbuhan. Senyawa - senyawa ini merupakan zat warna merah,

ungu, biru, dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan (Susetya, 2012).

Flavonoid dari ekstrak daun binahong memiliki aktivitas farmakologi sebagai

antiinflamasi, analgesik, dan antioksidan (Mardiana, 2013). Flavonoid yang

terkandung pada ekstrak daun binahong dari sampel segar dan kering adalah

7,81% mg/kg dan 11,23 mg/kg (Selawa, et al., 2013). Menurut penelitian

Sugiyarto dan Paramita, (2014), kadar flavonoid total sampel kalus daun binahong

bertekstur kompak diperoleh 0,0019%, sampel kalus remah sekitar 0,0017%, dan

sampel daun sekitar 0,015%. Alkaloid adalah senyawa-senyawa organik yang

terdapat dalam tumbuh-tumbuhan, bersifat basa, dan struktur kimianya

mempunyai sistem lingkar heterosiklis dengan nitrogen sebagai hetero atomnya.

Alkaloid padat umumnya berwarna putih atau tidak berwarna, tetapi ada pula

yang berwarna kuning (Sumardjo, 2009). Alkaloid merupakan golongan zat

tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid memliki kemampuan sebagai


antibakteri (Robinson, 1995 dalam Anasta et al., 2013). Hasil penelitian Titis et

al., (2013) menunjukkan bahwa alkaloid total daun binahong menunjukkan sifat

yang sangat sitotoksik dengan harga 85,583 ppm. Triterpenoid merupakan

senyawa berbentuk Kristal, tidak berwarna, dan memiliki titik leleh yang tinggi

(Indrawati dan Razimin, 2013). Berdasarkan penelitian Murdianto et al., (2013),

hasil uji antibakteri dari isolat triterpenoid mampu menghambat pertumbuhan

bakteri Staphyococcus aureus dan Escherichia coli. Saponin yaitu metabolit

sekunder yang banyak terdapat di alam, terdiri dari gugus gula yang berkaitan

dengan aglikon atau sapogen. Saponin memiliki sifat antibakteri dan antivirus

berkhasiat sebagai obat antikanker, antitumor, dan penurun kolesterol (Mardiana,

2013).
BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan :

a. Bejana (Toples)

b. Beaker Glass

c. Timbangan

d. Batang pengaduk

e. Gunting

f. Kertas Lempeng

2. Bahan yang digunakan :

a. Air g. Kloroform

b. Daun binahong h. Heksan

c. Metanol i. Eter

d. n-butanol j. Asam asetat

e. Benzen k. Etil asetat

f. Etanol
A. Cara Kerja

1. Metode Maserasi

a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b. Ditimbang simplisia kering herba Daun binahong yang telah

diserbukkan sebanyak 130 gr.

c. Simplisia dimasukkan ke dalam toples dan direndam dengan cairan

penyari metanol sebanyak 1,5 L

d. Dilakukan pengadukan sekali sehari selama 3 hari berturut-turut

e. Disaring simplisia yang telah di maserasi dengan kain saring dan

kertas saring

f. Diuapkan pelarutnya hingga terbentuk ekstrak kental

2. Pembuatan Ekstrak

a. Larutan dalam botol dimasukkaan kedalam beaker gelas, dilakukan

secara berulang sampai larutan dalam botol habis dan menguap

b. Kemudian diatur suhu penangas air hingga 600C

c. Setelah itu larutan dalam beaker gelas di panaskan di atas water bath,

dilakukan secara berulang hingga semua larutan menguap dan

menyisakan ekstrak metanol dari tanaman tersebut.

d. Setelah ekstrak methanol siap, disiapkan alat dan bahan untuk

membuat ekstrak eter dan n-butanol dari sampel tanaman.


e. Ekstrak methanol siap, ekstrak methanol sebagian dimasukkan

kedalam beaker gelas kemudian ditambahkan 10 ml air suling dan eter

10 ml larutan eter kemudian di aduk.

f. Setelah itu di masukkan kedalam corong pisah, lalu didiamkan hingga

terjadi pemisahan air dan eter

g. Air yang sudah dipiasah dari eter dimasukkan ke dalam beaker gelas

dan eter di masukkan kedalam vial sebagai ekstrak eter sampel

h. Setelah itu air dalam beaker gelas ditambahkan 10 n-butanol, diaduk

kembali lalu dimasukkan ke dalam corong pisa dan didiamkan

i. Setelah terjadi pemisahan, air dikeluarkan dan larutan n-butanol

dimasukkan kedalam vial sebagai ekstrak n-butanol sampel.

3. KLT Sampel

a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b. Dibuat eluen non polar dan polar, dimasukkan dalam camber 1cm dan

di jenuhkan, setelah jenuh eluen tidak dapat digoyangkan lagi

c. Setelah itu dilakukan penotolan ekstrak pada lempeng

d. Lempeng ekstrak metanol di masukkan ke semua eluen, ekstrak eter di

masukkan ke eluen non polar dan ekstrak n-butanol dimasukkan ke

eluen polar

e. Didiamkan hingga eluen terserap sampai batas atas dari lempeng KLT

f. Kemudian dikeluarkan dari camber, dan dicatat kemunculan noda di

bawah sinar UV
g. Terakhir di lakukan perhitungan nilai Rf dari masing-masing noda

yang muncul.

Anda mungkin juga menyukai