Topic 2
Simplex Method
Fungsi Pembatas :
𝑥1 , 𝑥2 , . . . . 𝑥𝑛 ≥ 0
Pada Model matematik standar untuk permasalahan programa linier terlihat tanda
ketidaksamaan (≤ = ≥) yang harus diterjemahkan menjadi persamaan, untuk itu ada beberapa
aturan yang harus dipahami supaya solusi untuk permasalahan programa linier dapat diperoleh.
Sama dengan
Maksimasi g0 = -x = - c x - c x - . . . - c x
0 1 1 2 2 n n
b. Ketidaksamaan pada satu arah (, atau ) dapat diubah menjadi ketidaksamaan pada arah
berlawanan (, atau )
Contoh : a x + a x b
1 1 2 2
ekuivalen dengan
- a x - a x -b
1 1 2 2
Atau
a x +a x b
1 1 2 2
ekuivalen dengan
- a x - a x -b
1 1 2 2
c. Bila fungsi pembatas dalam bentuk persamaan dapat diubah menjadi dua bentuk
ketidaksamaan.
Contoh : a x +a x = b
1 1 2 2
menjadi
a x +a x b dan a x +a x b
1 1 2 2 1 1 2 2
Atau
d. Batasan dalam bentuk ketidaksamaan dengan ruas kiri bernilai absolut dapat diubah
menjadi dua ketidaksamaan.
Contoh : | a1x1 + a2x2 | b untuk b 0
menjadi : a1x1 + a2x2 -b dan a1x1 + a2x2 b
Sebagai contoh :
Maksimasi : x0 = x1 - 3x2
Fungsi Pembatas :
- x1 + 2x2 5 → - x1 + 2x2 + S1 = 5
x1 + 3x2 10 → x1 + 3x2 - S2 = 10
x1, x2 0
Ide-ide yang disampaikan oleh solusi LP grafis dalam kuliah sebelumnya meletakkan landasan
bagi pengembangan metode simpleks aljabar. Gambar berikut dtunjukkan menarik paralel antara
dua metode. Dalam metode grafis, ruang solusi yang digambarkan oleh halfspaces mewakili
kendala, dan dalam metode simpleks ruang solusi adalah diwakili oleh m simultan persamaan
linear dan n variabel non-negatif.
Identifikasi titik sudut layak dari ruang Menetapkan ‘feasible basic solution dari
solusi persamaan
Kandidat untuk optimal solusi yang Kandidat untuk solusi optimal yang
diberikan oleh suatu nilai pasti dari titik diberikan oleh angka tertentu dari ‘basic
sudut feasible solution’
Secara visual dapat dilihat mengapa ruang solusi grafis memiliki jumlah tak terbatas dari poin
solusi, tapi bagaimana kita bisa menarik kesimpulan serupa dari sudut pandang aljabar untuk
merepresentasikan ruang solusi? Jawabannya adalah bahwa dalam representasi aljabar jumlah
persamaan m selalu kurang dari atau sama dengan jumlah variabel n.
1. Jika m = n, dan persamaan konsisten, sistem hanya memiliki satu solusi; tetapi
2. Jika m <n (yang mewakili mayoritas Linear Programming), maka sistem persamaan, jika
konsisten, akan menghasilkan jumlah solusi tak terbatas.
Setelah menunjukkan bagaimana ruang solusi LP direpresentasikan secara aljabar, kandidat untuk
optimal (yaitu, titik sudut) ditentukan secara simultan dari persamaan linear dengan cara berikut:
Dalam satu set m x n persamaan (m <n), jika kita menetapkan n - m variabel sama dengan nol
dan kemudian memecahkan m persamaan untuk variabel m yang tersisa, solusi yang dihasilkan,
jika yang unik, disebut solusi dasar dan harus sesuai dengan (layak atau tidak layak) titik sudut
dari ruang solusi. Ini berarti bahwa jumlah maksimum sudut poin adalah:
Maksimasi Z = 2 X1 + 3 X2
Pembatas :
2 X1 + X2 ≤ 4
X1 + 2 X2 ≤ 5
X1, X2 ≥ 0
Pada gambar berikut diberikan ruang solusi grafis untuk suatu masalah programa linier seperti
pada bentuk diatas:
B C
D E
A
Secara aljabar, bentuk dari model matematik yang telah diubah dari ketidaksamaan
menjadi persamaan adalah sebagai berikut:
2 X1 + X2 + S1 = 4
X1 + 2 X2 + S2 = 5
S1 = 4, S2 =5
Untuk titik yang lainnya dapat dilakukan perhitungan dengan menetapkan nilai S1 = 0 dan
S2 = 0 sehingga dari persamaan standarnya menjadi :
2 X1 + X2 ≤ 4
X1 + 2 X2 ≤ 5
Dari kedua persamaan diatas akan diperoleh = 1, = 2 yaitu ada pada titik C pada gambar
diatas.
Seperti yang telah dinyatakan pada bentuk formula kombinasi yang menghitung jumlah titik yang
layak untuk nilai optimum dari persamaan programa linier.
4!
𝐶24 = = 6 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡
2! (4 − 2)!
Kalau dilihat pada gambar grafik diatas, ada 4 titik sudut hasil perpotongan gari-garis dari
persamaan pada model programa liniernya, yaitu : A, B, C, D. Akan tetapi dari hasil perhitungan
jumlah titik yang terbentuk seharusnya ada 6 titik. Sebenarnya titik E dan F juga merupakan titik
dari permasalahan akan tetapi titik tersebut tidak layak karena titik tersebut tidak memenuhi
syarat dari persamaan-persamaan yang membentuk batasan.
Dengan menyimpulkan transisi dari solusi secara grafis ke bentuk aljabar, nilai nol dari n-
m variabel diketahui sebagai variabel non basis. Sisa dari m variabel disebut variabel basis dan
solusinya (diperoleh dengan menyelesaikan m persamaan) mengacu pada solusi basis. Tabel
berikut menunjukkan tersebut :
Fungsi Tujuan :
Maksimum / Minimum 𝑍 = 𝐶1 𝑋1 + 𝐶2 𝑋2 . . . + 𝐶𝑛 𝑋𝑛
Fungsi Pembatas :
𝑥1 , 𝑥2 , . . . . 𝑥𝑛 ≥ 0
Tahap selanjutnya merupakan tahap teknis yang secara umum ada dalam program linier, sebagai
berikut:
1. Menentukan variabel keputusan, dimana maksud dari variabel keputusan ini merupakan
simbol matematika yang menggambarkan tingkatan aktivitas perusahaan. Tahap ini
sebenarnya untuk mempermudah dalam menggunakan metode matematik, dengan
memutuskan memakai simbol matematik untuk hal yang ingin dihitung.
2. Membuat fungsi tujuan, yang dimaksudkan dari fungsi tujuan ini adalah hubungan
matematika linier yang menjelaskan tujuan perusahaan dalam terminologi variabel
keputusan. Jadi setelah ditentukan variabel keputusan, kemudian digunakan dalam
membuat fungsi (persamaan matematika) dari tujuan yang ingin dicapai perusahaan.
Dalam fungsi tujuan dan batasan model harus diberikan parameter, yaitu nilai numerik
yang aktual dan biasanya merupakan koefisien dari variabel (simbol) dalam persamaan.
Langkah-langkah selanjutnya merupakan inti dari penyelesaian metode simplex, yaitu:
1. Mengubah bentuk batasan model pertidakasamaan menjadi persamaan. Hal yang
dilakukan bisa menggunakan variabel pengurang (slack variable), dimana ini digunakan
untuk batasan kurang-dari-atau-sama-dengan (tanda “<” atau “<”) atau juga variabel
penambah (surplus variable), dimana digunakan untuk batasan lebih-dari-atau-sama-
dengan (tanda “>” atau “>”).
2. Membentuk tabel awal untuk solusi fisibel dasar pada titik original dan menghitung nilai-
nilai baris Zj dan Cj-Zj.
3. Menentukan kolom pemutar (variabel non dasar yang masuk) dengan cara memilih kolom
yang memiliki nilai positif tertinggi pada baris Cj-Zj.
4. Menentukan baris pemutar (variabel dasar yang keluar) dengan cara membagi nilai pada
kolom kuantitas dengan nilai-nilai pada kolom pemutar dan memilih baris dengan hasil
bagi nonnegatif terkecil.
5. Menhitung nilai baris pemutar yang baru dengan menggunkan formula:
1. Minimumkan Z = 2 X1 + 5.5 X2
Kendala: X1 + X2 = 90
0.001 X1 + 0.002X2 ≤ 0.9
0.09 X1 + 0.6 X2 ≥ 27
0.02 X1 + 0.06 X2 ≤ 4.5
X1, X2 ≥ 0
1 3 4 5
2 6
Koefisien Diri
Var. X X X X ……………. Xn RHS
0 1 2 3
Basis bj Ratio
C C C ……………. C
1 2 3 n
C b a a a ……………. a
1 1 11 12 13 1n
C b a a a ……………. a
2 2 21 22 23 2n
C b a a a ……………. a
3 3 31 32 33 3n
. . . . . .
C b a a a ……………. a
m m mn m2 m3 mn
((a c ) – c )
∑ 𝒄𝒋 ∗ 𝒃𝒋 ij i j
7
Penjelasan Tabel Simpleks.
1. Kolom 1, berisi variabel basis yaitu variabel-variabel yang membentuk matrik satuan dari
kumpulan fungsi pembatas.
2. Kolom 2, berisi konstanta dari variabel basis yang terdapat pada fungsi tujuan.
Untuk penerapan simpleks, contoh berikut dapat memberi gambaran bagaimana melakukan
iterasi atas permasalahan programa linier sampai mendapatkan solusi optimalnya.
Dari model persamaan diatas kemudian ditermahkan kedalam tabel simpleks sehingga dapat
diselesaikan untuk mendapatkan solusi optimalnya. Adapun bentuk tabel simpleksnya dan
langkah-langkah penyelesaian metoda simpleks nya adalah sebagai berikut :
1. Menterjemahkan dari model ketidaksamaan menjadi model persamaan (seperti diatas).
2. Dari model persamaan dikonversikan ke tabel simpleks seperti dibawah,
3. Variabel-variabel S1, S2, S3 yang membentuk matriks satuan
Koefisien Diri
Var. S1 S2 S3 RHS
X0 X1 X2 X3
Basis bj Ratio
4 2 5 0 0 0
S1 0 430 1 2 1 1 0 0
S2 0 460 3 0 2 0 1 0
S3 0 420 1 4 0 0 0 1
Koefisien Diri
Var. RHS
X0 X1 X2 X3 S1 S2 S3
Basis bj Ratio
4 2 5 0 0 0
S1 0 430 1 2 1 1 0 0
S2 0 460 3 0 2 0 1 0
S3 0 420 1 4 0 0 0 1
0 -4 -2 -5 0 0 0
Entering variabel
5. Memilih yang akan menjadi ‘entering variabel’ dari nilai pada baris akhir tabel simplek. Nilai
yang terkecil akan dipilih menjadi ‘entering variabel’, dalam kasus ini adalah -5 yang berarti
variabel X3 menjadi ‘entering variabel’.
6. Langkah berikutnya adalah menetapkan variabel-variabel pada variabel basis yang akan
digantikan oleh ‘Entering variabel’ dalam contoh ini adalah X3 .Variabel yang akan
digantikan biasa disebut ‘Leaving variable’ dipilih dengan cara mengisi nilai pada kolom
RHS Ratio dari hasil pembagian kolom bi dengan kolom ‘Entering variable’, yaitu : 430, 230,
~ (~ = 420/0, pada kolom RHS Ratio nilai hasil pembagian yang dicantumkan adalah nilai
positif dan tidak tak hingga). Sebagai ‘leaving variable’ nya dipilih nilai terkecil dari RHS
Ratio, yaitu 230 berarti S2 sebagai ‘leaving variable’. Sehingga isian tabel menjadi sebagai
berikut :
Koefisien Diri
Var. RHS
X0 X1 X2 X3 S1 S2 S3
Basis bj Ratio
4 2 5 0 0 0
S1 0 430 1 2 1 1 0 0 430
S2 0 460 3 0 2 0 1 0 230
S3 0 420 1 4 0 0 0 1 -
‘Leaving
-2 variable’
0 -4 -5 0 0 0
Entering variabel
7. Setelah ‘leaving variable’ diperoleh, variabel S2 pada kolomVariabel Basis diganti dengan
variabel X3. Selain itu juga untuk nilai-nilai pada baris tersebut dibagi dengan 2 (nilai
semula,lihat pada tabel diatas, sehingga isi dari tabel menjadi :
0 -4 -2 -5 0 0 0
8. Baris variabel X3 menjadi pivot poin untuk menentukan nilai-nilai pada baris yang lainnya
dengan melakukan perhitungan sebagai berikut : (perhatikan tabel diatas)
Koefisien Diri
Var. RHS
X0 X1 X2 X3 S1 S2 S3
Basis bj Ratio
4 2 5 0 0 0
9. Berikutnya lakukan dari langkah 1 hingga langkah ke 8 berulang sampai nilai optimal tercapai
dengan syarat untuk tujuan maksimasi baris Cj-Zj lebih besar sama dengan nol atau positif,
sebaliknya untuk minimasi Cj-Zj lebih kecil sama dengan nol.
Koefisien Diri
Var. RHS
X0 X1 X2 X3 S1 S2 S3
Basis bj Ratio
4 2 5 0 0 0
0
1150 3,5 -2 0 2,5 0
Entering variabel
10. Dengan cara yang sama pada poin 8 maka diperoleh tabel simpleks berikut :
1350 3 0 0 1 2 0
Kondisi sudah optimal karena nilai Cj – Zj sudah positif., X2 = 100 dan X3 = 230 dan nilai fungsi
tujuan adalah 1350.
3. BIG M Method
Pada permasalahan diatas model programa linier mempunyai fungsi pembatas dalam
bentuk ketidaksamaan lebih kecil sama dengan (≤). Adakalanya fungsi pembatas dalam bentuk
ketidaksamaan lebih besar sama dengan (≥) atau sama dengan (=). Dalam bentuk tersebut perlu
dilakukan konversi sehingga fungsi pembatas menjadi bentuk persamaan, sehingga dapat
diselesaikan dengan menggunakan metoda simpleks. Untuk menjadi bentuk persamaan,
ketidaksamaan lebih besar sama dengan tidak hanya disesuaikan dengan ‘surplus variabel’
sehingga menjadi bentuk persamaan, akan tetapi karena ‘surplus variabel’ ini sifatnya negative
maka persamaan yang terbentuk perlu ditambahkan ‘Artificial Variable’.
Contoh berikut dapat memberi gambaran mengenai artificial variabel,
Minimize Z = 4X1 + X2
Pembatas :
3 X1 + X2 = 3
4 Xl + 3 X2 ≥ 6
X1 + 2 X2 ≤ 4
X1, X2 ≥ 0
Untuk linier programming diatas akan diubah dari ketidaksamaan menjadi persamaan
sebagai berikut :
Penyelesaian permasalahan programa linier tersebut diatas menggunakan metoda yang disebut
Metoda ‘Big M’. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada metoda ‘Big M’:
Bentuk persamaan dari permasalahan programa linier diatas setelah dimasukkan pada tabel
simpleks sebagai berikut :
Koefisien Diri
Var. RHS
X0 X1 X2 S1 S2 R1 R2
Basis bj Ratio
4 1 0 0 -M -M
R1 -M 3 3 2 0 0 1 0
R2 -M 6 4 3 -1 0 0 1
S2 0 4 1 2 0 1 0 0
Dari tabel simplek diperoleh untuk iterasi selanjutnya sebagai ‘entering variabel’ adalah
pada kolom X1, sedangkan sebagai ‘leaving variable’ adalah R1. Dengan melakukan iterasi
2 9 17
seperti contoh sebelumnya, maka akan diperoleh solusi optimalnya 𝑋1 = , 𝑋2 = ,𝑍 =
5 5 5
4. METODE 2 FASE
[1] Phase I : Formulasikan permasalahan baru dengan menggantikan fungsi obyektif yang baru
menjadi minimasi jumlah semua artifisial variabel.
[2] Phase II : Dengan menggunakan hasil yang optimum untuk phase I sebagai awal penyelesaian
permasalahan yang sebenarnya.
Koefisien Diri
Var. RHS
X0 X1 X2 S1 R1 R2 S2
Basis bj Ratio
0 0 0 1 1 0
R1 1 3 3 1 0 1 0 0 3/3
R2 1 6 4 3 -1 0 1 0 6/4
S2 0 3 1 2 0 0 0 1 3/1
9 7 4 -1 0 0 0
Koefisien Diri
Var. RHS
X0 X1 X2 S1 R1 R2 S2
Basis bj Ratio
0 0 0 1 1 0
X1 0 1 1 1/3 0 1/3 0 0 3
R2 1 2 0 5/3 -1 -4/3 1 0 6/5
S2 0 2 0 5/3 0 -1/3 0 1 6/5
2 0 5/3 -1 -7/3 0 0
Koefisien Diri
Var. RHS
X0 X1 X2 S1 R1 R2 S2
Basis bj Ratio
0 0 0 1 1 0
0 0 0 0 -1 -1 0
X1 4 3/5 1 0 1/5 0
X2 1 6/5 0 1 -3/5 0
S2 0 0 0 0 1 1
18/5 0 0 1/5 0
5. Duality theory
Ditinjau dari teori dan praktek, maka dualitas merupakan konsep linear programming
yang penting dan menarik. Ide dasar dari teori dualitas adalah bahwa setiap persoalan linear
programming mempunyai suatu linear program yang berkaitan yang disebut ”dual”. Sehingga
solusi dari persoalan asli LP (primal), juga memberikan solusi pada dualnya.
Secara sistematis, dualitas merupakan alat bantu masalah LP, yang secara langsung
didefinisikan dari persoalan aslinya atau dari model LP primal. Dalam kebanyakan perlakuan LP,
dualitas sangat tergantung pada primal dalam hal tipe kendala, variabel keputusan dan kondisi
optimum. Oleh karena itu dalam kenyataannya teori dualitas secara tegas tidak diharuskan
penggunaannya.
Contoh berikut memberikan gambaran yang lebih jelas memahami bentuk standar primal dual.
Contoh 1
Bentuk Primal
Maksimum Z = 5 X1 + 12 X2 + 10 X3
Dengan Kendala : 1) X1 + 4 X2 + X3 ≤ 10
2) 2 X1 + X2 + 3 X3 ≤ 15
X1 , X2 , X3 ≥ 0
Contoh 2 :
Bentuk Primal
Minimum Z = 5 X1 + 2 X2
Dengan Kendala : 1) - X1 + X2 ≥ 3
2) 2 X1 + 3 X2 ≥ 5
X1 , X2 ≥ 0
Bentuk Dual
Maksimum W = 3 Y1 + 5 Y2
Dengan Kendala : 1) - Y1 + 2 Y2 ≤ 5
2) Y1 + 3 Y2 ≤ 2
Y1 ≥ 0
Y2 ≥ 0
Maksimum Z = 5 X1 + 12 X2 + 4 X3 + 0S1
Dengan Kendala : 1) X1 + 2 X2 + X3 + S1 = 10
2) 4 X1 + X2 + 3 X3 = 8
X1 , X2 , X3 , S1 ≥ 0
Bentuk Primal
Maksimum Z = 5 X1 + 6 X2
Dengan Kendala : 1) X1 + 2 X2 = 5
2) - X1 + 5 X2 ≥ 3
3) 4 X1 + 7 X2 ≤ 8
X1 tidak bertanda
X2 ≥ 0
Oleh karena variabel X1 tidak bertanda (boleh positif atau negatif), maka variabel
tersebut diganti dengan dua variuabel yang berlainan yaitu X1 = X3 – X4, dimana X3, X4 ≥ 0.
Dengan demikian bentuk standar primal contoh 4 adalah :
Bentuk Dual
Minimum W = 5 Y1 + 3 Y2 + 8 Y3
Dengan Kendala : 1) Y1 - Y2 + 4 Y3 ≥ 5
2) - Y1 + Y2 - 4 Y3 ≥ -5
3) 2 Y1 + 5 Y2 + 7 Y3 ≥ 6
Y2 ≥ 0
Maksimum Minimum ≥
Minimum Maksimum ≤
Ketentuan dalam bentuk standar primal adalah semua konstanta ruas kanan kendala non-
negative dan semua variabel keputusan non-negative
Untuk membahas hubungan antara primal-dual, akan digunakan contoh berikut, dimana
solusi optimum dual dapat diperoleh secara langsung dari tabel simpleks optimum primal.
Bentuk Primal
Maksimum Z = 5 X1 + 12 X2 + 10 X3
Dengan Kendala : 1) X1 + 2 X2 + X3 ≤ 10
2) 2 X1 + X2 + 3 X3 ≤ 15
X1 , X2 , X3 ≥ 0
Bentuk Dual
Minimum W = 10 Y1 + 15 Y2
Dengan Kendala : 1) Y1 + 2 Y2 ≥ 5
2) 2 Y1 + Y2 ≥ 12
3) Y1 + 3 Y2 ≥ 10
Y1 ≥ 0
Y2 ≥ 0
Cj 5 12 10 0 0 Solusi
CB
VDB
X1 X2 X3 S1 S2 (bi)
0
S1 1 2 1 1 0 10
Iterasi 0
0
S2 2 1 3 0 1 15
Zj –
Cj -5 - 12 - 10 0 0 0
12
X2 0,5 1 0,5 0,5 0 5
Iterasi 1
0
S2 1,5 0 2,5 - 0,5 1 10
Zj –
Cj 1 0 -4 6 0 60
Iterasi 2 12
X2 0,2 1 0 0,6 - 0,2 3
Optimum
10
X3 0,6 0 1 - 0,2 0,4 4
Zj –
Cj 3,4 0 0 5,2 1,6 76
Solusi optimum primal dalam tabel adalah : X2 = 3 dan X3 = 4, dengan total Z = 76.
CB
VDB (bj)
Y1 Y2 S1 S2 S3 A1 A2 A3
M A1 1 2 -1 0 0 1 0 0 5
M A2 2 1 0 -1 0 0 1 0 12
M A3 1 3 0 0 -1 0 0 1 10
-
2M- 3M+7. 12M+3
Wj-Cj M-2.5 0 7.5 -M -M 5 0 0 7.5
-
4
/3M+ 26/3M
5 1
Wj-Cj /3M-5 0 0 -M /3M-5 -M 0 5 +50
1. 5,2 = Y1 ≥ 0, atau
5,2 = Y1 – 0, atau Y1 = 5,2
2. 1,6 = Y2 ≥ 0, atau
1,6 = Y2 – 0, atau
Y2 = 1,6
Hasil ini sama dengan solusi optimum yang terdapat pada tabel dual optimum.
Sekarang perhatikan tabel optimum dual yang dapat memberikan solusi optimum primal
dengan menggunakan persamaan diatas. Variabel basis dalam tabel awal dual (iterasi ke 0)
adalah : A1, A2 dan A3. Koefisien Wj-Cj tabel optimum dual untuk kolom A1 = -M, A2 = -
M+3, dan A3 = -M+4. Kendala primal untuk A1, A2 dan A3 adalah : X1 ≥ M, X2 ≥ M, dan X3
≥ M. Informasi ini dapat menentukan solusi optimum primal sebagai berikut :
1. X1 – M = – M,
atau X1 = M –
M, atau
X1 = 0
2. X2 – M = – M + 3,
atau X2 = 3 + M –
M, atau
X2 = 3
3. X3 – M = – M + 4,
atau X3 = 4 + M –
M, atau
X3 = 4
1. Maksimum Z = Minimum W = 76
Hasil ini juga dapat diperoleh dengan memasukkan nilai variabel keputusan ke dalam
fungsi tujuan masing-masing.
Metode simpleks merupakan salah satu teknik penyelesaian dalam program linier
yang digunakan sebagai teknik pengambilan keputusan dalam permasalahan yang
berhubungan dengan pengalokasian sumberdaya secara optimal. Metode simpleks digunakan
untuk mencari nilai optimal dari program linier yang melibatkan banyak constraint
(pembatas) dan banyak variabel (lebih dari dua variabel).
Fase pertama bertindak untuk menghilangkan variabel artifisial, sedangkan fase kedua
bertindak meneruskan algoritma simpleks sebagaimana biasa bilamana suatu solusi feasible
dapat dicapai pada fase pertama. Fase pertama dilakukan dengan memberikan sebuah angka
arbitrar sebagai koefisien objective function dari setiap variabel artifisial. Koefisien untuk
variabel-variabel lain di-set menjadi nol pada fase ini. Kemudian algoritma simplex
dieksekusi seperti biasa. Fase pertama dikatakan mencapai nilai solusi feasible apabila
objective function bernilai nol dan variabel artifisial menjadi variabel non-basic dan nilainya
nol. Jika fase pertama berhasil, maka algoritma simplex dilanjutkan dengan fase kedua. Pada
fase kedua, koefisien untuk variabel selain variabel artifisial dikembalikan ke dalam objective
function.
Konsep dualitas merupakan sebuah konsep bagian dari program linear yang sangat
penting dan sangat menarik untuk dibahas. Konsep ini menyatakan dalam setiap masalah
program linear mempunyai dua bentuk yang saling berhubungan dan keterkaitan. Dapat pula
diartikan sebagai kebalikan dari model primal, maksudnya apabila terdapat persamaan mula-
mula dalam bentuk primal maka mempunyai lawan dalam bentuk dual, jika bentuk dual itu
dianggap sebagai primal maka bentuk dualnya adalah persamaan mula-mula tersebut diatas.
Bentuk pertama (asli) dinamakan primal, sedangkan bentuk kedua adalah dual. Apabila
Taha, Hamdy A., (2007). Operation Research: An Introduction. 8th Edition, Pearson Prentice
Hall, New Jersey. ISBN: 0-13-188923-0
Hillier, F.S., Lieberman, G.J. 2015. Introduction to Operations Research, 10th Edition.
McGraw Hill Education, New York. ISBN: 978-0-07-352345