Week 1
Introduction to Probability Theory
1. Peserta dapat menghitung peluang kejadian, nilai harapan, dan varians dari variabel
random dan peluang distribusi peluang di aplikasi yang spesifik
2. Peluang bersyarat
4. Joint Probability
5. Posterior Probability
6. Bayes Theorem
2. PELUANG
Peluang logis sebenarnya didasarnya pada pertimbangan logika semata, bukan
berdasarkan hasil percobaan. Tetapi hasil ini bisa diuji melalui suatu percobaan.
Pelemparan dua buah dadu yang merupakan salah satu upaya keras tertua dalam
pengembangan teori peluang, bisa diambil sebagai contoh dari penurunan peluang
logis ini. Pada pelemparan dua buah dadu kita tahu bahwa jumlah angka dari kedua
dadu yang bisa muncul adalah 2, 3, 4, 5, …, 12 atau ada 11 peristiwa yang berbeda.
Berapa peluang munculnya jumlah 5? Meski peristiwa jumlah 5 ada 1 dari 11
peristiwa, tidak berarti bahwa peluangnya adalah 1/11. Mengapa demikian, karena
kita tidak mempertimbangkan bagaimana berbagai peristiwa bisa dihasilkan.
Perhatikan Tabel 1 yang merupakan matriks dari semua kombinasi peristiwa yang
mungkin terjadi dalam pelemparan dua buah dadu. Dari sini tampak bahwa ada 36
kombinasi yang mungkin. Peristiwa “jumlah 5” adalah hasil dari kombinasi 4
peristiwa. Berarti peluang munculnya jumlah 5 pada pelemparan dua buah dadu
adalah 4/36 atau sekitar 0,11.
5 6 7 8 9 10 11
6 7 8 9 10 11 12
secara notasi
Jika sebuah eksperimen dilakukan sebanyak N kali dan sebuah peritiwa A terjadi
sebanyak n(A) kali dari N pengulangan ini, maka peluang terjadinya peristiwa A
dinyatakan sebagai proporsi terjadinya peristiwa A ini.
Atau :
n( A)
P( A) =
N
3. RUANG SAMPEL
Semua hasil yang mungkin dari sebuah eksperimen, seperti yang baru
dicontohkan, dalam teori peluang disebut sebagai ruang sampel atau ruang hasil.
Jumlah titik yang dianggap sebagai representasi setiap peristiwa dalam ruang sampel
ini dinotasikan dengan N, sedangkan jumlah peristiwa yang sedang diamati
dinotasikan dengan huruf n. Secara formal ruang sampel ini dinyatakan dengan huruf
S. Untuk kemudahan bentuk penulisan ruang sampel ini mengunakan teori himpunan
seperti contoh berikut.
Contoh 2 :
Berapa banyak cara sebuah regu basket dapat menjadwalkan 3 pertandingan
dengan 3 regu lainnya bila semuanya bersedia pada 5 kemungkinan tanggal
yang berbeda
Jawab :
Banyaknya kemungkinan jadwal pertandingan adalah
b. Kombinasi
Bagaimana kita mengetahui banyaknya cara mengambil r objek dari n
objek tanpa memperhatikan urutannya. Banyaknya kombinasi r objek dari n
objek yang berbeda adalah :
Contoh 2 :
Menyambung soal nomor 1, jika ada partai lain (Partai Loba Omong) yang
beranggotakan 4 orang dan 2 diantaranya akan menjadi angota komisi diatas,
berapa susunan dari kedua partai tersebut yang dapat disusun.
Jawab :
Untuk Partai Lidah Tak Bertulang ada 10 susunan,
Untuk Partai Loba Omong :
Rumus ini juga berlaku bagi k buah peristiwa A1, A2, …, Ak dengan mengambil
bentuk :
P(A1 A 2 ... A k = P(A1 ) + P(A 2 ) + ... + P(Ak )
Contoh :
Atas prestasinya seorang manajer pemasaran memperoleh penghargaan untuk
mengunjungi 3 negara. Dia memutuskan untuk memilih secara acak 3 dari 5
negara yang tersedia (Amerika, Belanda, China, Denmark dan Ekuador) dengan
mengambil inisial dari nama negara tersebut. Berapa peluang Amerika dan
Belanda selalu terpilih bersamaan, atau China dan Ecuador selalu terpilih, atau
Belanda, China dan Denmark?
Jawab :
Ruang sample dari kombinasi pilihan adalah :
S = {abc, abd, abe, acd, ace, ade, bcd, bce, bde, cde} → N = 10
Sekarang kita tentukan peristiwa-peristiwa yang dimaksud oleh soal di atas
berikut ini
A AB B
Berapa peluang munculnya jumlah 7 atau angka 2 pada dadu pertama atau
keduanya?
Jawab :
Misal E = peristiwa munculnya jumlah 7
F = peristiwa munculnya angka 2 pada dadu pertama
Dari tabel bisa ditentukan :
E = {(1,6), (2,5), (3,4), (4,3), (5,2), (6,1) → n = 6
F = {(2,1), (2,2), (2,3), (2,4), (2,5), (2,6) → n = 6
Perhatikan bahwa dari kedua peristiwa di atas ada 1 titik yang sama di dalamnya
yakni (2,5). Ini berarti bahwa P(EF)= 1/36.
Dengan menggunakan Rumus akan diperoleh :
6 6 1
P( A B) = P( A) + P( B) − P( A B) = + −
36 36 36
11
=
36
Karena tidak ada waktu untuk melakukan penyaringan, maka seluruh peserta
dianggap memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai sekretaris.
Misal E : peristiwa pelamar yang dipilih memiliki pengalaman lebih tiga tahun
M : peristiwa pelamar yang dipilih statusnya menikah
Dari tabel di atas bisa dihitung :
Jumlah titik dalam ruang sampel S = 100
P(E) = 36/100 = 0,36
P(M) = 30/100 = 0,30
P(EM) = 12/100 = 0,12
Anggaplah karena ada sesuatu hal maka pelamar dibatasi pada pendaftar yang
statusnya telah menikah. Selanjutnyai perusahaan ingin mengetahui peluang
terpilihnya pelamar dengan pengalaman lebih dari tiga tahun dari pembatasan
tersebut. Dalam notasi peluang bersyarat, peluang yang demikian dituliskan sebagai
P(EM) atau peluang terjadinya E bersyarat M.
Dengan membatasi pelamar yang hanya menikah, ini berarti ruang sampel atau
populasi telah berubah menjadi ruang sampel yang lebih kecil atau menjadi
Dari hasil ini terlihat bahwa 12 adalah titik sampel irisan antara E dan M populasi
(EM), sedangkan 30 adalah titik sampel subpopulasi atau ruang sampel untuk syarat
M dengan peluang P(M) Apabila hasil ini kita tuliskan dalam notasi peluang maka
diperoleh bentuk :
P( E M )
P(EM) =
P( M )
Peluang bersyarat juga bisa dihitung dari pendekatan subpopulasi. Perhatikan
subpopulasi pelamar yang telah menikah. Jumlah peluang yang ada pada subpopulasi
tetap harus memenuhi aturan peluang yakni sama dengan satu, P(M) = 12/30 + 18/30
= 1.
Perhatikan bahwa P(EM) pada ruang sample awal adalah 12/100 = 0,12, akan
tetapi setelah menjadi subpopulasi P(EM) menjadi 12/30 = 0,40. Sedangkan peluang
terpilihnya pelamar menikah P(M) pada ruang sample awal adalah 30/100 = 0,30 ,
sekarang menjadi 18/30 = 0,60. Mengapa menjadi 18 bukannya 30? Karena yang 12
ada pada ruang sample irisan (EM). Dengan demikian P(EM) berdasarkan
subpopulasi adalah
P(EM) = 0,40/1,00 = 0,40
Jadi hasil perhitungan peluang bersyarat baik dengan menggunakan ruang sample
asli maupun pendekatan subpopulasi akan memberikan hasil yang sama.
Peluang bersyarat untuk kedua keadaan yang dijelaskan di atas, secara visual
dapat dilihat pada Gambar 5.
(a) (b)
Gambar 5. Peluang bersyarat dalam ruang sample asli (a) dan subpopulasi (b)
Dari contoh yang dipaparkan di atas, maka definisi peluang bersyarat dapat
didefinisikan sebagai berikut :
Definisi : Jika A dan B adalah dua peristiwa dalam ruang sample S, maka peluang
terjadinya A bersyarat B adalah :
P( A B)
P(AB) = ; P(B) 0
P( B)
Atau
P( B A)
P(BA) = ; P(A) 0
P( A)
Sebagai konsekuensi maka diperoleh :
P(AB) = P(B). P(AB) ; P(B) 0
atau
P(BA) = P(A). P(BA) ; P(A) 0
Rumus di atas dalam teori peluang dikenal sebagai aturan perkalian.
Contoh .
Perusahaan “Highfly” adalah perusahaan yang bergerak dalam pembuatan suku
cadang pesawat terbang. Dari pengalaman yang telah lampau diketahui bahwa (1)
peluang pesanan siap dikirim secara tepat waktu adalah 0,80 dan (2) peluang pesanan
dikirim dan sampai di tujuan tepat waktu adalah 0,72. Berapakah peluang pesanan
sampai di tujuan secara tepat waktu dengan catatan bahwa pesanan tersebut sudah
siap untuk dikirimkan secara tepat waktu?
P( R D) 0,72
P(DR) = = = 0,90
P( R) 0,80
Jadi peluang pesanan akan sampai di tujuan sesuai tepat waktu adalah 0,90 dengan
syarat bahwa pesanan siap dikirim tepat waktu. Perlu dicatat di sini bahwa P(DR)
tidak bisa dihitung karena P(D) tidak diketahui.
9. Peristiwa Bebas
Pengertian bebas di sini sebenarnya bukanlah bebas dalam pengertian umum
akan tetapi bebas secara statistis. Meski pengertian bebas secara umum hampir sama
dengan bebas secara statistis akan tetapi pada dasarnya keduanya tidak identik.
Peristiwa A dikatakan bebas dari peristiwa B jika salah satu peristiwa tidak
dipengaruhi oleh peristiwa lainnya. Sebagai contoh jika kita mengambil kartu dari
setumpuk kartu bridge secara berurutan dimana setiap pengambilan kartu selalu
dikembalikan lagi, maka semua hasil dari peristiwa ini dikatakan bebas antara yang
satu dengan lainnya. Peluang terambilnya kartu As pada setiap pengambilan akan
selalu 4/52. Jika pengambilan kartu tidak dengan pengembalian maka hasil yang
diperoleh akan bersifat tidak bebas atau saling tergantung. Peluang terambilnya kartu
As pada pengambilan pertama adalah 4/52, pengambilan kedua 3/51, pengambilan
ketiga 2/50 dan seterusnya.
Dua peristiwa yang saling bebas dinyatakan dalam hubungan A dan B atau
secara notasi himpunan AB adalah perkalian antara kedua peluang tersebut.. Secara
simbolik :
P(A dan B) = P(A B) = P(A).P(B)
Konsekuensi rumus ini terhadap rumus peluang bersyarat diatas adalah :
P(AB) = P(A) dan P(BA) = P(B)
Untuk k buah peristiwa yang saling bebas maka Rumus (6.8) bisa diperluas menjadi :
P(A1 A2… Ak)= P(A1).P(A2)…P(Ak)
Contoh :
Lihat kembali tabel yang berisikan hasil pelemparan dua buah dadu. Tabel tersebut
diubah dengan menggantikan angka jumlah yang muncul menjadi kombinasi angka
seperti tertera pada Tabel 2. Berapa peluang dadu kedua memunculkan angka 6
bersyarat dadu pertama memunculkan angka 4. Apakah A bebas dari B?
Tabel 2. Kombinasi angka pelemparan dua buah dadu
Angka pada Angka pada dadu pertama
dadu kedua 1 2 3 4 5 6
1 1,1 2,1 3,1 4,1 5,1 6,1
2 1,2 2,2 3,2 4,2 5,2 6,2
3 1,3 2,3 3,3 4,3 5,3 6,3
4 1,4 2,4 3,4 4,4 5,4 6,4
5 1,5 2,5 3,5 4,5 5,5 6,5
6 1,6 2,6 3,6 4,6 5,6 6,6
Jawab :
Misal B peristiwa munculnya angka 6 pada dadu kedua dan A peristiwa munculnya
angka 4 pada dadu pertama.
A = {(4,1),(4,2), (4,3), (4,4), (4,5), (4,6)} ;
B = { (1,6),(2,6),(3,6),(4,6),(5,6), (6,6)} ;
AB ={(4,6)}
P(A) = 1/6 ; P(AB) = 1/36 ; P(B) = 1/6
P(B A) 1/36 1
P(BA) = = =
P(A) 1/6 6
Hasil di atas ternyata sama dengan P(B) = 1/6 → jadi A bebas dari B
Karena tidak ada waktu untuk melakukan penyaringan, maka seluruh peserta
dianggap memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai sekretaris.
Misal E : peristiwa pelamar yang dipilih memiliki pengalaman lebih tiga tahun
M : peristiwa pelamar yang dipilih statusnya menikah
Dari tabel di atas bisa dihitung :
Jumlah titik dalam ruang sampel S = 100
P(E) = 36/100 = 0,36
P(M) = 30/100 = 0,30
P(EM) = 12/100 = 0,12
Anggaplah karena ada sesuatu hal maka pelamar dibatasi pada pendaftar yang
statusnya telah menikah. Selanjutnyai perusahaan ingin mengetahui peluang
terpilihnya pelamar dengan pengalaman lebih dari tiga tahun dari pembatasan
tersebut. Dalam notasi peluang bersyarat, peluang yang demikian dituliskan sebagai
P(EM) atau peluang terjadinya E bersyarat M.
Dengan membatasi pelamar yang hanya menikah, ini berarti ruang sampel atau
populasi telah berubah menjadi ruang sampel yang lebih kecil atau menjadi
Dari hasil ini terlihat bahwa 12 adalah titik sampel irisan antara E dan M populasi
(EM), sedangkan 30 adalah titik sampel subpopulasi atau ruang sampel untuk syarat
M dengan peluang P(M) Apabila hasil ini kita tuliskan dalam notasi peluang maka
diperoleh bentuk :
P( E M )
P(EM) =
P( M )
Peluang bersyarat juga bisa dihitung dari pendekatan subpopulasi. Perhatikan
subpopulasi pelamar yang telah menikah. Jumlah peluang yang ada pada subpopulasi
tetap harus memenuhi aturan peluang yakni sama dengan satu, P(M) = 12/30 + 18/30
= 1.
Perhatikan bahwa P(EM) pada ruang sample awal adalah 12/100 = 0,12, akan
tetapi setelah menjadi subpopulasi P(EM) menjadi 12/30 = 0,40. Sedangkan peluang
terpilihnya pelamar menikah P(M) pada ruang sample awal adalah 30/100 = 0,30 ,
sekarang menjadi 18/30 = 0,60. Mengapa menjadi 18 bukannya 30? Karena yang 12
ada pada ruang sample irisan (EM). Dengan demikian P(EM) berdasarkan
subpopulasi adalah
P(EM) = 0,40/1,00 = 0,40
Jadi hasil perhitungan peluang bersyarat baik dengan menggunakan ruang sample
asli maupun pendekatan subpopulasi akan memberikan hasil yang sama.
Peluang bersyarat untuk kedua keadaan yang dijelaskan di atas, secara visual
dapat dilihat pada Gambar 5.
(a) (b)
Gambar 5. Peluang bersyarat dalam ruang sample asli (a) dan subpopulasi (b)
Dari contoh yang dipaparkan di atas, maka definisi peluang bersyarat dapat
didefinisikan sebagai berikut :
Definisi : Jika A dan B adalah dua peristiwa dalam ruang sample S, maka peluang
terjadinya A bersyarat B adalah :
P( A B)
P(AB) = ; P(B) 0
P( B)
Atau
P( B A)
P(BA) = ; P(A) 0
P( A)
Sebagai konsekuensi maka diperoleh :
P(AB) = P(B). P(AB) ; P(B) 0
atau
P(BA) = P(A). P(BA) ; P(A) 0
Rumus di atas dalam teori peluang dikenal sebagai aturan perkalian.
Contoh .
Perusahaan “Highfly” adalah perusahaan yang bergerak dalam pembuatan suku
cadang pesawat terbang. Dari pengalaman yang telah lampau diketahui bahwa (1)
peluang pesanan siap dikirim secara tepat waktu adalah 0,80 dan (2) peluang pesanan
dikirim dan sampai di tujuan tepat waktu adalah 0,72. Berapakah peluang pesanan
sampai di tujuan secara tepat waktu dengan catatan bahwa pesanan tersebut sudah
siap untuk dikirimkan secara tepat waktu?
P( R D) 0,72
P(DR) = = = 0,90
P( R) 0,80
Jadi peluang pesanan akan sampai di tujuan sesuai tepat waktu adalah 0,90 dengan
syarat bahwa pesanan siap dikirim tepat waktu. Perlu dicatat di sini bahwa P(DR)
tidak bisa dihitung karena P(D) tidak diketahui.
2. Teorema Bayes
Teorema ini menerangkan hubungan antara probabilitas terjadinya peristiwa A
dengan syarat peristiwa B telah terjadi dan probabilitas terjadinya peristiwa B dengan
syarat peristiwa A telah terjadi. Teorema ini didasarkan pada prinsip bahwa tambahan
informasi dapat memperbaiki probabilitas. Misalkan {B1, B2,…,Bn} suatu himpunan
kejadian yang merupakan suatu sekatan runag sampel S dengan P(Bi) ≠ 0 untuk i = 1,
2,…n. Dan misalkan A suatu kejadian sembarang dalam S dengan P(A) ≠ 0.
Contoh:
Di sebuah sekolah terdapat 60% pelajar laki-laki dan 40% pelajar perempuan. Pelajar
perempuan mengenakan pantalon atau rok dalam angka yang sama sedangkan pelajar
laki-laki semuanya mengenakan pantalon. Seorang pengamat melihat seorang pelajar
secara acak dari jauh, mereka semua dapat melihat bahwa pelajar ini mengenakan
pantalon. Berapa peluang bahwa pelajar ini adalah seorang anak perempuan ?
Dengan semua informasi tersebut, maka peluang dari pelajar yang diamati adalah
anak perempuan yang mengenakan pantalon adalah :
Contoh 2 :
Seorang ahli geologi dari suatu perusahaan minyak, akan memutuskan melakukan
pengeboran minyak di suatu lokasi tertentu. Diketahui sebelumnya, probabilitas untuk
memperoleh minyak, katakan usaha berhasil adalah H sebesar 0,20 dan akan gagal
adalah G, tidak memperoleh minyak sebesar 0,80. Sebelum keputusan dibuat, akan
dicari tambahan informasi dengan melakukan suatu eksperimen yang disebut
pencatatan seismografis (seismographic recording). Hasil eksperimen berupa
diketemukan tiga kejadian yang sangat menentukan berhasil tidaknya pengeboran,
yaitu :
Kejadian R1, tidak terdapat struktur geologis
Kejadian R2, strutur geologis terbuka
Kejadian R3, struktur geologis tertutup
Berdasarkan pengalaman masa lampau, probabilitas dari ketiga kejadian ini untuk
dapat memperoleh minyak yaitu berhasil H, masing-masing sebesar 0,30 ; 0,36 dan
0,34. Sebaliknya untuk tidak memperoleh minyak yaitu gagal G, masing-masing
sebesar 0,68 ; 0,28 dan 0,04. Informasi ini, sebagai hasil eksperimen, merupakan
informasi tambahan yang berguna untuk memperbaiki probabilitas prior. Jika H =
kejadian memperoleh minyak, dan G = kejadian tidak memperoleh minyak,
Maka hitunglah :
Jawab :
Jika keadaan tersebut digambarkan dalam pohon kemungkinan maka diperoleh
sebagai berikut :
1. Hayter, Anthony.J, (2012), Probabilty and Statistics for Engineers and Scientiest 4th
edition,Cengage Learning, Chapter 1
2. http://www.mysmu.edu/faculty/zlyang/STAT151-10/LectureMat.htm