Anda di halaman 1dari 5

POTENSI PEMANFAATAN KITOSAN PADA TANAMAN TEH

Sekar Ayu Catur Pamungkas dan Erdiansyah Rezamela

Sumber : Google.com
“Hidup itu seperti secangkir teh,
bagaimana rasanya, tergantung
bagaimana kamu meraciknya”.
Dewasa ini, banyak dijumpai kutipan-kutipan yang menyiratkan sebuah
nasehat, peristiwa, perasaan yang dialami oleh penulis dengan mengibaratkannya
pada suatu hal yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Salah satunya adalah
kutipan diatas yang menyiratkan bahwa nikmatnya hidup tergantung dari
bagaimana proses kita menjalaninya layaknya meracik sebuah teh untuk
mendapatkan rasa yang nikmat. Penulis sedikit kurang setuju dengan kutipan
diatas. Kutipan tersebut memang tidak salah, namun akan lebih tepat jika rasa teh
juga tergantung bagaimana cara kita membudidayakannya. Pembudidayaan yang
tepat, dimulai dari kegiatan pemilihan bibit, cara penanaman, pemeliharaan,
pemupukan, pemetikan teh, pengolahan pasca panen teh, juga sangat berpengaruh
terhadap nikmatnya secangkir teh yang kita minum.
Kegiatan budidaya yang berpengaruh terhadap cita rasa teh diantaranya
adalah pemupukan. Menurut Hajra (2001) manfaat pemupukan bagi tanaman teh
adalah untuk menyediakan kebutuhan optimal nutrisi esensial tanaman yang
terdiri atas unsur hara makro dan mikro agar mampu menghasilkan pucuk yang
baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemupukan tanaman teh dapat diberikan
melalui tanah dan melalui daun. Menurut Haq et al. (2014) aplikasi pemupukan
untuk memenuhi kebutuhan makronutrien efektif diberikan melalui tanah,
sementara itu, kebutuhan mikronutrien lebih efektif diberikan melalui daun karena
pupuk daun mudah diserap melalui stomata. Aplikasi pupuk daun berupa
biostimulator merupakan salah satu pendekatan untuk meningkatkan pertumbuhan
dan mengurangi dampak dari cekaman lingkungan. Salah satu nya dengan
pemberian chitosan (kitosan).

Lahan Budidaya Teh PPTK Gambung

Kitosan merupakan senyawa turunan kitin yang diperoleh dari kerangka


eksoskeleton hewan bercangkang seperti udang, kepiting, lobster, serangga dan
hewan arthropoda lainnya yang menjadi biopolimer kedua paling melimpah
setelah selulosa. Menurut Sarwono (2010) kitosan merupakan hasil destilasi kitin
menggunakan basa kuat NaOH 12,5 mol l-1 selama 20 jam pada suhu 65ºC.
Peranan umum kitosan menurut Sahidi (1999) adalah sebagai antimikroba,
sebagai bahan aditif yang mempertahankan flavor alami, bahan pengontrol
tekstur, bahan pengemulsi, bahan pengental, stabilizer, dan penyetabil warna.
Sebagai bahan pelapis kitossan berfungsi mengatur perpindahan uap antara
makanan dan lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat antimikroba,
antioksidan, nutrisi, flavor, dan obat, mereduksi tekanan parsial oksigen, pengatur
suhu, menahan proses browning enzimatis pada buah. Kitosan juga berperan
sebagai nutrisi yaitu sumber serat diet, penurun kolesterol persendian dan
tambahan makanan ikan, mereduksi penyerapan lemak.
Gambar :Bubuk Kitosan
Sumber : Google
Pemanfaatan kitosan dalam pertanian telah banyak dilakukan. Aplikasi
kitosan pada tanaman menurut Zhang et al. (2017) mampu meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit, melepaskan tanaman dari stres
biotik, kitosan juga mampu meningkatkan toleransi stres abiotik tanaman.
Menurut Anisa (2014) aplikasi kitosan mampu mengurangi stress lingkungan
karena kekeringan atau defisiensi hara, meningkatkan viabilitas benih, vigor dan
produksi. Aplikasi kitosan juga mampu meningkatkan kandungan klorofil
sehingga meningkatkan efektifitas fotosintesa.
Potensi pemanfaatan kitosan dalam budidaya teh yang dapat dikembangkan
diantara nya adalah untuk mengurangi laju respirasi pada tanaman teh. Potensi ini
didasarkan atas sifat kitosan yang hidrofilik, sehingga mampu menahan air dalam
strukturnya dan membentuk gel secara spontan. Dudin (2016) menjelaskan
membran yang dilapisi kitosan akan mengalami proses penutupan sehingga
membran yang memiliki pori atau lubang akan tertutupi lapisan kitosan sehingga
menimbulkan penghambatan proses metabolisme misalnya respirasi, transpirasi
dan penguapan air.
Pemanfaatan kitosan pada tanaman teh juga dapat ditujukan untuk
meningkatkan kualitas dari rasa teh itu sendiri. Menurut Mawgoud et al. (2010)
kitosan diketahui dapat meningkatkan jumlah daun, kandungan klorofil dan
ketersediaan asam amino bagi tanaman. Diketahui bahwa peningkatan asam
amino dalam teh mampu meningkatkan senyawa aromatis dalam teh. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Towaha (2013) bahwa kandungan protein dalam daun
teh dirasakan sangat besar peranan nya dalam proses pembentukan aroma pada teh
terutama pada teh hitam. Perubahan utama selama proses pelayuan adalah
penguraian protein menjadi asam-asam amin, dengan meningkatnya asam amino
pada teh maka akan menjaga cita rasa dan kualitas teh.
Beberapa penelitian pemanfaatan kitosan pada tanaman teh diantaranya
adalah hasil penelitian Srisornkompon et al. (2014) yang menunjukan bahwa
aplikasi kitosan pada konsentrasi 25 mg l-1 mampu meningkatkan kandungan
fenolik yang akan mengarah pada meningkatnya sifat antioksidan dari minuman
teh. Penelitian lain yang dilakukan oleh Chandra et al. (2015) menunjukan bahwa
aplikasi kitosan pada tanaman teh mampu meningkatkan ketahanan teh terhadap
serangan penyakit blister blight. Pemanfaatan kitosan pada tanaman teh sejauh ini
belum banyak tergali potensinya, maka penting untuk dikembangkan pemanfaatan
kitosan pada tanaman teh untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya.
Daftar Pustaka
Anisa, F. 2014. Pengaruh chitosan dan coumarin terhadap pertumbuhan dan hasil
benih kentang (Solanum tuberosum) G2 kultivar granola. J Science
Agriculture 1 (4) 100-110.
Chandra S, Nilanjan C, Adhiraj D, et al. 2015. Chitosan nanoparticles: A positive
modulator of innate immune responses in plants. Scientific Reports :1-13.
Dudin AF. 2016. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap pertumbuhan vegetatif
dan daya simpan bibit tebu (Saccharum officinarum L.) asal bud chip
varietas PJST. Skripsi. Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang.
Haq MS, Yati R, dan Karyudi. (2014). Pengaruh pupuk daun terhadap hasil dan
komponen hasil pucuk tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze
var. Assamica (Mast.) Kitamura). J Penelitian Teh dan Kina, 17(2): 47-
56.
Hajra, N.G. 2001. Tea cultivation comprehensive treatise. First Edition. India:
International Book Distribiting Company. Page: 517.
Mawgoud AMRA, AS Tantawy, MA El-Nemr, et al. 2010. Growth and yield
responses of strawberry plants to chitosan application. J of Scientific
Research 39 (1) :170-177.
Shahidi, 1999. Aplication of Chitin and Chitosan. Trends in Food Science and
Technology. Vol. 10 No 2.
Sarwono R. 2010. Pemanfaatan kitin / kitosan sebagai bahan anti mikroba. JKTI
12(1) : 32-38.
Srisornkompon P, Rath P, and Supachitra C. 2014. Chitosan increased phenolic
compound contents in tea (Camellia sinensis) leaves by pre- and post-
treatments. Journal of Chitin and Chitosan Science 2 : 1–6.
Towaha J. 2013. Kandungan senyawa kimia pada daun teh (Camellia sinensis). J
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 19(3): 12-16.
Zhang X, Li K, Xing R, Liu S and Li P . 2017. Metabolite profiling of wheat
seedlings induced by chitosan: revelation of the enhanced carbon and
nitrogen metabolism. J Frontiers in Plant Science 8: 2-13.
.

Anda mungkin juga menyukai