Anda di halaman 1dari 2

Permintaan dan Penawaran Jagung

Proyeksi surplus/defisit merupakan selisih antara produksi jagung dan konsumsi jagung.
Sedangkan impor dan ekspor tidak dimasukkan

dalam penawaran ini karena hendak diuji kemampuan produksi dalam negeri untuk
mencukupi kebutuhan jagung nasional. Suplai/penawaran merupakan produksi jagung dalam
bentuk pipilan kering dikurangi dengan susut karena tercecer. Permintaan jagung/demand
yang dimaksud disini adalah jumlah dari pengunaan jagung untuk pakan, bibit, industri dan
konsumsi. Bibit adalah jumlah jagung pipilan kering yang digunakan kembali sebagai bibit.
Untuk menghitung kebutuhan bibit adalah perkalian antara penggunaan bibit jagung per
hektar (20 kg/ha) dan sasaran tanam jagung dengan sumber data dari DitjenTanaman Pangan.

Penggunaan jagung untuk pakan akan dirinci menjadi jagung untuk bahan baku industri
pakan (pabrik pakan) terutama untuk ayam

ras pedaging, dan jagung untuk bahan baku pakan untuk peternak mandiri terutama untuk
yam buras, itik, dan ayam ras petelur. Jagung untuk industri yang dimaksud adalah jagung
untuk bahan baku industri makanan dan makanan. Konsumsi langsung adalah jumlah jagung
yang dikonsumsi rumah tangga secara langsung, dan sebagai sumber data adalah Susenas.

Selama periode 2016-2020, diproyeksikan akan terjadi surplus dalam neraca produksi jagung
(Tabel 5.10). Pada tahun 2016 produksi

jagung sebesar 23,19 juta ton (ARAM II), jagung yang hilang karena Tercecer   1,15 juta ton,
selanjutnya penggunaan jagung untuk

bibit sekitar 96,0 ribu ton, penggunaan jagung untuk bahan baku industri pakan ternak
sebesar 8,63 juta ton, penggunaan jagung untuk

bahan baku peternak mandiri 3,77 juta ton, untuk bahan baku industri makanan 4,59 juta ton,
dan untuk konsumsi langsung sebesar 425,10 ribu ton, sehingga masih ada surplus pada tahun
2016 sekitar 4,52 juta ton.

Berdasarkan hasil analisis proyeksi, pada tahun 2017 diperkirakan terjadi surplus yang
semakin besar yaitu 5,32 juta ton. Peningkatan

surplus ini karena peningkatan produksi jagung diperkirakan lebih tinggi dari peningkatan
permintaan terutama untuk pakan baik pakan untuk industri maupun untuk peternak mandiri.
Peningkatan produksi jagung rata-rata sekitar 5,80% per tahun, sementara peningkatan
permintaan jagung untuk pakan sekitar 3,58% per tahun. Pada tahun 2018, 2019 dan 2020
juga diramalkan surplus jagung semakin meningkat, yaitu masing-masing surplus 5,90 juta
ton, 6,49 juta ton, dan 7,10 juta ton. Dengan adanya surplus jagung yang cukup besar, maka
impor jagung secara perlahan terus diturunkan, bahkan sampai akhirnya tidak perlu lagi
impor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Angka produksi jagung adalah perkalian antara luas panen dan produktivitas. Angka
produktivitas diperleh dari survei ubinan. Kadar air
jagung pada survei ubinan diperkirakan berkisar antara 20 – 25%. Produksi jagung pipilan
kering diperkirakan memiliki kadar air sekitar

25%, di sisi lain pabrik pakan mensyaratakan kadar air sekitar 15%, jadi untuk menghitung
neraca produksi jagung dikonversi ke bentuk pipilan kering dengan kadar air 15%. Untuk
mengkonversi jagung dari kadar air 25% ke kadar air 15%, jagung akan kehilangan bobot
sekitar 13%.

Hasil simulasi neraca produksi jagung dengan produksi kadar air 15%, pada tahun 2016
produksi jagung menyusut menjadi sebesar 20,17

juta ton, setelah dikurangi jagung yang tercecer sebesar 5%, maka produksi bersih sebesar
20,90 juta ton. Produksi jagung tersebut masih berkadar air 25%, setelah dikeringkan lebih
lanjut sampai kadar air 15%, maka produksi akan susut menjadi sekitar 19,16 juta ton.
Permintaan jagung tahun 2016 untuk bibit sekitar 96,0 ribu ton, untuk bahan baku industri
pakan 8,63 juta ton, untuk bahan baku pakan peternak mandiri 3,77 juta ton, untuk konsumsi
langsung 425,10 ribu ton, dan untuk bahan baku industri makanan sebesar 3,99 juta ton.
Setelah produksi dikurangi kebutuhan, maka tahun 2016 masih ada surplus sebesar 2,25 juta
ton (Tabel 5.11)...Lanjut

Anda mungkin juga menyukai