Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditi pangan cukup besar di Indonesia, selain beras
yang merupakan bahan pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal tersebut
ditunjukkan dari produksi jagung di Indonesia yang mencapai 19,4 juta ton (BPS, 2013). Pemanfaatan
jagung untuk industri pangan sudah sangat berkembang dan beragam terutama untuk industri
menengah ke atas seperti industri snack food (makanan ringan), minyak jagung, maizena, grits,
margarin, gula dan lain sebagainya. Akan tetapi, pada skala petani atau usaha kecil menengah, jagung
umumnya hanya dijual begitu saja sebagai kudapan atau makanan ringan. Menurut Agato & Narsih
(2011) jagung dapat dikembangkan menjadi produk olahan bergizi dan bernilai jual tinggi
dibandingkan dengan bentuk segarnya. Contoh produk olahan jagung adalah

kerupuk atau tortilla, selai jagung, dodol jagung, bubur jagung dan susu jagung manis. Produk olahan
ini akan mempunyai masa simpan lebih panjang jika dikemas dengan baik. Dalam upaya meningkatkan
nilai tambah dan pemanfaatan jagung maka perlu dilakukan pengolahan jagung menjadi produk
antaranya, misalnya tepung jagung yang juga bisa digunakan sebagai substitusi tepung jagung dalam
formulasi pengolahan produk berbasis jagung dengan metoda yang tepat guna. Adanya industri snack
jagung dan tepung jagung selain dapat menampung produksi jagung petani juga akan meningkatkan
pendapatan industri dan dapat memperluas lapangan kerja baru. Salah satu produk makanan ringan
yang potensial baik dari segi proses produksi maupun pemasaran adalah kerupuk. Kerupuk adalah
produk yang dibuat dari campuran tepung tapioka dan tepung lainnya dengan atau tanpa
penambahan bahan pangan lain yang diizinkan, harus disiapkan dengan cara digoreng atau
dipanggang sebelum disajikan. Pembuatan kerupuk secara garis besar terdiri dari persiapan bahan
baku, pengadonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan, pengirisan, pengeringan dan pengemasan.
Dalam pengadonan terdapat dua cara proses, yaitu proses dingin dan proses panas. Perbedaan dua
proses tersebut terletak pada saat penambahan tapioka. Pada proses dingin, bahan penolong
dilarutkan dengan air kemudian ditambahkan tepung sambil diadon sampai terbentuk adonan. Pada
proses panas, sebagian tepung tapioka dilarutkan dalam air panas hingga membentuk lem atau bubur
tajin. Bubur tajin kemudian ditambahkan dalam sisa tepung yang telah dicampur dengan bahan
tambahan hingga membentuk adonan yang dapat dibentuk dan tidak melekat di tangan. Pada
penelitian ini dilakukan pembuatan tepung jagung dilanjutkan dengan aplikasinya menjadi kerupuk
jagung. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk memberikan alternatif penanganan panen jagung
yang melimpah di sebagian daerah, menghindari kerusakan produk selama penyimpanan serta
meningkatkan nilai tambah jagung. Selain itu, penambahan tepung jagung diharapkan dapat
memberikan alternatif rasa, menambah kandungan nutrisi pada kerupuk, serta meningkatkan
rendemen produk (w/w) bila dibandingkan dengan kerupuk tanpa penambahan tepung jagung.

TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami definisi jagung
2. Mengetahui potensi jagung di indonesia
3. Mengetahui karakteristik dan sifat sifat jagung
4. Mengetahui sifat fisiko – kimia bahan jagung
5. Mengetahui standar mutu bahan jagung
6. Mengetahui pohon industri jagung
7. Mengetahui proses produksi kerupuk jagung
TINJAUAN PUSTAKA
Data Potensi Jagung 5 Tahun Terakhir
Pertumbuhan produksi jagung juga diikuti dengan peningkatan pertumbuhan luas panen sejak 2014 -
2018 sekitar 11,13% per tahun, serta pertumbuhan produktivitas 1,57% per tahun. Berdasarkan Angka
Ramalan (Aram) II (BPS, 2017) produksi jagung tahun 2017 sebanyak 27,95 juta ton atau meningkat
18,53% dibanding tahun 2016 sebesar 23,58 juta ton. Tahun 2018 diperkirakan produksi jagung
nasional sebesar 30 juta ton (Sasaran Kementan), atau naik 7,34%. Surplus, RI Ekspor Jagung diawal
Tahun 2018 dengan perkiraan kebutuhan 20,23 juta ton, maka terdapat surplus 9,77 juta ton.
Komponen kebutuhan pakan masih menjadi porsi terbesar dalam kebutuhan jagung nasional. Sekitar
50-55% share produksi jagung terhadap bahan baku pakan ternak.

Setidaknya sepuluh provinsi menjadi sentra produksi jagung nasional dan menguasai sekitar 85%
produksi nasional. Kesepuluh provinsi tersebut adalah Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan
Gorontalo. Diperkirakan produksi jagung nasional dalam periode Januari-Maret 2018 berturut-turut:
3,6 juta ton (Januari); 4,3 juta ton (Februari); dan 3,9 juta ton (Maret). Produksi tersebut terhampar
dari luasan panen selama Januari-Maret 2018 yaitu: 686.565 ha (Januari); 840.140 ha (Februari);
941.954 ha (Maret). Dari kondisi tersebut, terdapat surplus jagung pada periode Januari-Maret
berturut-turut adalah: Januari (2,03 juta ton); Februari (2,02 Juta ton); dan Maret (1,67 juta ton).
Sehingga bukanlah keniscayaan pada awal tahun ini tercatat Indonesia sudah tiga kali melakukan
ekspor jagung.

Pertama dilakukan pada 14 februari 2018 dari Gorontalo ke Filipina sebanyak 57.650 ton dari target
100.000 ton, kemudian dilanjutkan pada 9 Maret 2018 dari Makasar sebanyak 60.000 ton dari target
100.000 ton juga ke Filipina. Dan yang ketiga pada 20 Maret 2018 dari Sumbawa (NTB) sebanyak
11.500 ton dari target 100.000 ton. Selain Filipina, Malaysia juga memiliki pangsa pasar potensial
untuk ekspor jagung, yaitu 3 juta ton di Malaysia dalam setahun. Pangsa pasar ini adalah peluang besar
yang harus diambil agar petani sebagai produsen jagung mendapat keuntungan dari usaha taninya,
Potensi ekspor jagung tahun ini diperkirakan akan terus meningkat dibandingkan tahun sebelumnya
mengingat panen di berbagai provinsi akan terus berlangsung. Berdasarkan angka BPS, ekspor jagung
selama 2013-2017 secara berturut-turut adalah: 20.496 ton (2013); 44.843 ton (2014); 250.971 ton
(2015); 41.875 ton (2016); dan 46.997 ton (2017).

Ekspor Jagung
300,000
250,971
250,000
Vol. ( Ton )

200,000
150,000 129,150

100,000
44,843 41,875 46,997
50,000 20,496
-
2013 2014 2015 2016 2017 2018

Vol. Ekspor
Karakteristik Jagung
 Jenis dan Klasifikasi Jagung

Berdasarkan tujuan penggunaan atau pemanfaatannya, komoditas jagung di Indonesia dibedakan atas
jagung untuk bahan pangan, jagung untuk bahan industri pakan, jagung untuk bahan industri olahan,
dan jagung untuk bahan tanaman atau disebut benih. Masing-masing jenis bahan tersebut memiliki
nilai ekonomi yang berarti.

Jagung sebagai bahan pangan, dapat dikonsumsi langsung maupun perlu pengolahan seperti jagung
rebus, bakar, maupun dimasak menjadi nasi. Sebagai bahan pakan ternak, biji pipilan kering digunakan
untuk pakan ternak bukan ruminan seperti ayam, itik, puyuh, dan babi, sedangkan seluruh bagian
tanaman (brangkasan) jagung atau limbah jagung, baik yang berupa tanaman jagung muda maupun
jeraminya dimanfaatkan untuk pakan ternak ruminansia. Selain itu, jagung juga berpotensi sebagai
bahan baku industri makanan, kimia farmasi dan industri lainnya yang mempunyai nilai tinggi, seperti
tepung jagung, gritz jagung, minyak jagung, dextrin, gula, etanol, asam organik, dan bahan kimia lain.
Disamping itu, bahan tanaman jagung yang umum disebut benih, merupakan bagian terpenting dalam
suatu proses produksi jagung itu sendiri.

Plasma nutfah tanaman jagung yang tumbuh di dunia mempunyai banyak jenis. Para ahli botani dan
pertanian mengklasifikasikan tanaman jagung berdasarkan sifat endosperma (kernel) sebagai berikut.

1. Biji Jagung Berdasarkan Sifat Endosperma

Berdasarkan penampilan dan tekstur biji (kernel), jagung diklasifikasikan ke dalam 7 tipe yaitu

* flint corn,

* dent corn,

* sweet corn,

* pop corn,

* floury corn,

* waxy corn dan

* pod corn.

Dari ketujuh jagung tersebut, jagung mutiara (flint corn) dan semi gigi kuda (dent corn), serta jagung
manis (sweet corn) yang banyak dibudidayakan di Indonesia.

a. Jagung mutiara (flint corn) – Zea mays indurata

Biji jagung tipe mutiara berbentuk bulat, licin, mengkilap dan keras karena bagian pati yang keras
terdapat di bagian atas dari biji. Pada waktu masak, bagian atas dari biji mengkerut bersama-sama,
sehingga menyebabkan permukaan biji bagian atas licin dan bulat. Pada umumnya varietas lokal di
Indonesia tergolong ke dalam tipe biji mutiara. Sekitar 75% dari areal pertanaman jagung di Pulau
Jawa bertipe biji mutiara. Tipe biji ini disukai oleh petani karena tahan hama gudang.

b. Jagung gigi kuda (dent corn) – Zea mays identata


Bagian pati keras pada tipe biji dent berada di bagian sisi biji, sedangkan pati lunaknya di tengah
sampai ke ujung biji. Pada waktu biji mengering, pati lunak kehilangan air lebih cepat dan lebih
mengkerut dari pada pati keras, sehingga terjadi lekukan (dent) pada bagian atas biji. Tipe biji dent ini
bentuknya besar, pipih dan berlekuk. Jagung hibrida tipe dent adalah tipe jagung yang populer di
Amerika dan Eropa. Di Indonesia, terutama di Jawa, kira-kira 25% dari jagung yang ditanam bertipe
biji semi dent (setengah gigi kuda).

c. Jagung manis (sweet corn) – Zea mays saccharata

Bentuk biji jagung manis pada waktu masak keriput dan transparan. Biji jagung manis yang belum
masak mengandung kadar gula lebih tinggi dari pada pati. Sifat ini ditentukan oleh satu gen sugary
(su) yang resesif. Jagung manis umumnya ditanam untuk dipanen muda pada saat masak susu (milking
stage).

d. Jagung berondong (pop corn) – Zea mays everta

Pada tipe jagung pop, proporsi pati lunak dibandingkan dengan pati keras jauh lebih kecil dari pada
jagung tipe flint. Biji jagung akan meletus kalau dipanaskan karena mengembangnya uap air dalam
biji. Volume pengembangannya bervariasi (tergantung pada varietasnya), dapat mencapai 15-30 kali
dari besar semula. Hasil biji jagung tipe pop pada umumnya lebih rendah daripada jagung flint atau
dent.

e. Jagung tepung (floury corn) -Zea mays amylacea

Zat pati yang terdapat dalam endosperma jagung tepung semuanya pati lunak, kecuali di bagian sisi
biji yang tipis adalah pati keras. Pada umumnya tipe jagung floury ini berumur dalam (panjang) dan
khususnya ditanam di dataran tinggi Amerika Selatan (Peru dan Bolivia).

f. Jagung ketan (waxy corn) – Zea mays ceratina

Endosperma pada tipe jagung waxy seluruhnya terdiri dari amylopectine, sedangkan jagung biasa
mengandung ± 70% amylopectine dan 30% amylose. Jagung waxy digunakan sebagai bahan perekat,
selain sebagai bahan makanan.

g. Jagung pod (pod corn) – Zea mays tunicata

Setiap biji jagung pod terbungkus dalam kelobot, dan seluruh tongkolnya juga terbungkus dalam
kelobot. Endosperma bijinya mungkin flint, dent, pop, sweet atau waxy.

2. Klasifikasi Jagung Berdasarkan Umur Tanaman

Kelompok varietas tanaman jagung berdasarkan umur tanamannya terbagai menjadi tiga seperti
dijelaskan dibawah ini :

1. Varietas Berumur Pendek (Genjah) : umur panennya berkisar antara 70 – 80 hari setelah tanam
(HST). Contoh : varietas Medok, Madura, Kodok, Putih Nusa, Impa Kina, dan Abimayu.

2. Varietas Berumur Sedang (Medium) : umur panennya berkisar antara 80 – 100 HST. Contoh :
varietas Panjalinan, Bromo, Arjuna, Sadewa, Parikesit, Hibrida C-1 dan CPI-1.

3. Varietas Berumur Panjang (Dalam) : umur panennya berkisar antara 80 – 110 HST. Contoh : varietas
Harapan, Metro, Pandu, Bima dan Composit-2.
3. Klasifikasi Jagung Berdasarkan Tempat Penanaman

Tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi. Berdasarkan ketinggian
tempat penanaman, jagung dibedakan menjadi dua kelompok varietas sebagai berikut :

a. Varietas jagung dataran rendah : dapat tumbuh dan berproduksi baik di daerah yang mempunyai
ketinggian kurang dari 1.000 m dpl. Contoh : varietas Harapan, Arjuna, Sadewa, Parikesit, Bromo,
Abimayu, Kalingga dan Wiyasa.

b. Varietas jagung dataran tinggi : dapat tumbuh dan berproduksi baik di daerah yang mempunyai
ketinggian lebih dari 1.000 m dpl. Contoh : varietas Bima, Pandu, Kania Putih, dan Baster Kuning

Klasifikasi Jagung Berdasarkan Ketahanan Terhadap Hama dan PenyakitSetiap varietas jagung
memiliki ketahanan yang berbeda dengan varietas lain terhadap serangan hama dan penyakit.
Berdasarkan sifat ketahanan tersebut tanaman jagung dapat dibedakan menjadi empat jenis varietas
:

a. Varietas yang Tahan (Resisten) : varietas yang tahan (tetap tumbuh dan berproduksi dengan baik)
apabila dalam keadaan hama dan penyakit berkembang dengan baik serta merupakan tanaman yang
jagungnya terserang kurang dari 10%. Contoh : C-1, Pioneer-1, Pioneer-2, Sadewa, Semar-1 dan
Semar-2.

b. Varietas yang Toleran : varietas yang toleran terhadap hama dan penyakit ditandai dengan
kemampuan varietas jagung yang hanya terserang 11%-25% pada saat hama dan penyakit
berkembang dengan baik. Contoh : DMR 5, C1, C2, dan IPB-4.

c. Varietas Setengah Toleran : tanaman yang ditandai dengan kemampuan terserang antara 26%-50%
oleh hama dan penyakit pada saat organisme tersebut berkembang dengan baik. Cotohnya : semua
varietas jagung unggul.

d. Varietas Peka : tanaman yang ditandai dengan kemampuan terserang lebih dari 50% pada waktu
organisme tersebut berkembang biak. Contohnya : varietas Metro.

4. Klasifikasi Jagung Berdasarkan Pembentukannya

Tanaman jagung adalah tanaman yang menyerbuk silang, artinya sebagian besar (± 95%)
penyerbukannya berasal dari tanaman lain. Pada umumnya tanaman menyerbuk silang atau bersari
bebas, susunan genetik antar satu tanaman dengan yang lain dalam suatu varietas akan berlainan.
Oleh sebab itu sifat-sifat pada tanaman menyerbuk silang akan menunjukkan suatu varietas yang
besar. Walaupun demikian, varietas tersebut masih menunjukkan sifat-sifat yang dapat diukur, seperti
tinggi tanaman, bentuk tongkol, tipe biji, warna biji dan sebagianya. Varietas yang telah mengalami
seleksi dan adaptasi pada suatu lingkungan akan menunjukkan suatu keseragaman fenotipe yang
dapat dibedakan dengan varietas lain. Pada dasarnya varietas jagung digolongkan ke dalam dua
golongan varietas berikut.

a. Varietas bersari bebas (non hibrida atau Open Pollinated Variety / OPV)

b. Varietas hibrida
Sifat Fisiko – Kimia Jagung
 Klasifikasi dan Struktur Fisik Biji Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman semusim dan termasuk ke dalam Divisi Tracheophyta,
Subdivisi Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, Ordo Glumiflorae, Famili Graminae, Genus Zea,
Spesies Zea mays. Tanaman jagung relatif mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh di semua jenis
tanah kecuali tanah liat dan pasir. Kondisi tanah yang dibutuhkan adalah subur, gembur dan kaya
humus. Jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi (ketinggian 0 – 1300 m dpl), di
daerah beriklim sedang dan daerah beriklim tropis basah. Curah hujan optimal untuk pertumbuhan
adalah 85 – 100 mm/bulan merata sepanjang tahun. Biji jagung secara botanis adalah sebuah biji
Caryopsis, yaitu biji kering yang mengandung sebuah benih tunggal yang menyatu dengan jaringan-
jaringan dalam buahnya. Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji jagung, yaitu sekitar 85%,
hampir seluruhnya terdiri atas karbohidrat dari bagian yang lunak (floury endosperm) dan bagian yang
keras (horny endosperm) (Wilson, 1981). Biji jagung terdiri atas empat bagian utama, yaitu : kulit luar
(perikarp) (5 %), lembaga (12 %), endosperma (82 %) dan tudung biji (tip cap) (1 %). Struktur biji jagung
dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Stuktur Biji Jagung ( Damarjhati 1988 )

Kulit luar merupakan bagian yang banyak mengandung serat kasar atau karbohidrat yang tidak larut
(non pati), lilin dan beberapa mineral. Lembaga banyak mengandung minyak. Kulit adalah bagian yang
berfungsi sebagai pelindung endosperma dan bakal benih dari kerusakan fisik serta serangan
serangga, menahan air dan mengurangi proses penguapan air dari biji secara berlebihan yang dapat
mengurangi bobot biji selama penyimpanan, namun selama penepungan bagian kulit perlu
diminimalkan karena mengandung serat yang tinggi. Bagian tipcap adalah bagian tempat
menempelnya biji pada tongkol jagung. Bagian ini merupakan jalur makanan dan air untuk biji. Bagian
lembaga (bakal benih) adalah bagian dari biji yang akan tumbuh menjadi tanaman baru. Bagian ini
mengandung vitamin dan mineral serta lemak yang dibutuhkan biji untuk tumbuh. Bagian ini perlu
diminimalkan agar dihasilkan tepung dengan persyaratan kadar abu dan lemak yang sesuai SNI. Bagian
endosperma merupakan bagian terbesar dari biji (lebih dari 80%) yang merupakan sumber pati dan
protein yang dipertahankan selama pembuatan tepung. Total kandungan minyak dari setiap biji
jagung adalah 4 %. Sedangkan tudung biji dan endosperm banyak mengandung pati. Pati dalam
tudung biji adalah pati yang bebas sedangkan pati pada endosperm terikat kuat dengan matriks
protein (gluten). Bagian endosperma adalah bagian yang mengandung pati, yang berfungsi sebagai
cadangan energi. Sel endosperma memiliki lapisan aleuron yang merupakan pembatas antara
endosperma dengan kulit. Lapisan aleuron merupakan lapisan yang menyelubungi endosperma dan
lembaga. Dalam endosperma terdapat granula pati yang membentuk matriks dengan protein, yang
sebagian besar adalah zein (Johnson, 1991 dalam Anggriawan, 2010). Endosperma jagung terdiri dari
dua bagian yaitu endosperma keras (horny endosperma) dan endosperma lunak (floury endosperm).
Bagian keras tersusun dari sel-sel yang lebih kecil dan tersusun rapat. Bagian endosperma lunak
mengandung pati yang lebih banyak dan susunan pati tersebut tidak serapat pada bagian keras
(Watson, 2003). Kulit ari jagung dicirikan oleh kandungan serat kasar yang tinggi, yaitu 86,7%, yang
terdiri atas hemiselulosa (67%), selulosa (23%), dan lignin (0,1%). Di sisi lain, endosperma kaya akan
pati (87,6%) dan protein (8%), sedangkan kadar lemaknya relatif rendah (0,8%). Lembaga dicirikan
oleh tingginya kadar lemak (33%), protein (18,4%), dan mineral (10,5%). Berdasarkan data tersebut
dapat ditentukan apakah produk yang akan diolah memerlukan biji jagung utuh, atau yang kulit ari
atau lembaganya dihilangkan (Suarni and Widowati, 2007).

 Komposisi Kimia Biji Jagung

Menurut Munarso and Mudjisihono (1998), komposisi kimia jagung bervariasi antara varietas yang
berbeda maupun untuk varietas yang sama pada tanaman yang berbeda. Jagung mengandung lemak
dan protein yang jumlahnya tergantung umur dan varietas jagung tersebut. Komposisi kimia biji
jagung pada berbagai fraksi (% berat kering) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia biji jagung pada berbagai fraksi (% berat kering)

Komponen utama jagung adalah pati, yaitu sekitar 70% dari bobot biji. Komponen karbohidrat lain
adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa dan fruktosa, 1-3% dari bobot biji. Pati jagung terdiri
dari beberapa tempat seperti endosperma (84,4 %), lembaga (8,2 %) dan tudung biji (5,3 %). Protein
jagung terdapat dalam lembaga (8,5%) dan endosperma (8,6 %). Asam lemak essensial berupa asam
linolenat, asam linoleat dan asam oleat berturut-turut adalah 59 %, 0,8 %, 27 % dari total kandungan
lemak biji jagung (Suarni and Widowati, 2007).

Komposisi kimia biji jagung selengkapnya tersaji dalam Tabel 2.


Tabel 2. Komposisi kimia jagung kering

Kandungan pati yang tinggi (72 %) merupakan basis penggunaan biji jagung. Pati biji jagung terdiri atas
amilosa (27 %) dan amilopektin (83 %). Amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α (1,4) D-
glukosa yang bersifat hidrofilik. Sedangkan amilopektin merupakan polimer berantai cabang dengan
ikatan α (1,4) D-glukosa dan percabangannya dengan ikatan α(1,6) D-glukosa (Winarno,1997). Amilosa
bersifat hidrofilik karena terdapat gugus hidroksil pada molekulnya dimana gugus ini bersifat polar
dan memiliki derajat polimerisasi 350-1000. Rantai lurus terdiri dari amilosa cenderung membentuk
susunan paralel satu sama lain saling berikatan melalui ikatan hidrogen. Jika hal ini terjadi, maka
afinitas amilosa terhadap air akan menurun karena adanya ikatan antar molekul (Sihombing, 1993
dalam Apriyani, 2005).

Molekul amilosa cenderung membentuk susunan paralel melalui ikatan hidrogen. Molekul-molekul
amilosa dapat dipisahkan dari pasta pati dengan menambahkan n-butanol dan dipanaskan sampai
mendekati titik didih butanol lalu secara perlahan suhu diturunkan sampai suhu ruang. Selama
penurunan suhu akan diperoleh kristal butanol-amilosa yang terpisah dan dapat dipisahkan dengan
cara pengeringan atau sentrifuge. Molekul amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Molekul amilosa dan amilopektin

amilopektin

Amilopektin memiliki struktur yang bercabang, pati akan mudah mengembang dan membentuk
koloid dalam air. Amilopektin mempunyai bentuk globular yang memperlihatkan peningkatan
pembengkakan dan viskositas yang lebih tinggi daripada amilosa dalam larutan. Hal ini menunjukkan
bahwa struktur molekul amilopektin lebih kompak dalam larutan (Glicksman, 1969). Perbandingan
amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan amilosa dan amilopektin

Molekul-molekul berantai lurus membentuk daerah kristalin yang kompak sehingga susah ditembus
oleh air, enzim dan bahan kimia. Sebaliknya daerah amorf kurang kompak dan lebih mudah
ditembus.
Standar Mutu Jagung
Mutu adalah sejumlah sifat karakteristik dari suatu komoditas yang membedakan suatu produk dan
mempunyai nilai pasti dan mencerminkan tingkat penerimaan konsumen. Sifat-sifat yang dimililiki
suatu produk digunakan sebagai komponen mutu dalam standar mutu, hanya yang berkaitan
dengan tingkat penerimaan konsumen dan untuk menentukan harga dalam perdagangan (Wisnu,
2005).

Di Indonesia, pada saat ini, standar mutu jagung yang dikeluarkan SNI No. 01-3920-1995 dipakai
untuk pengadaan pangan nasional. Standar mutu jagung menurut SNI No. 01-3920-1995 (Badan
Standarisasi Nasional, 1995)

Persyaratan kualitatif:

1. Bebas hama dan penyakit


2. Bebas bau busuk, asam atau bau asing lainnya
3. Bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida

Persyaratan kualitas mutu jagung tersaji pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Persyaratan Kuantitatif Mutu Jagung

Kerusakan jagung akibat penanganan pasca panen yang salah dapat terjadi pada setiap tahapan
kegiatan karena Jagung membutuhkan penanganan yang cepat setelah panen. Beberapa kegiatan
pasca panen yang berpengaruh terhadap mutu jagung (Balai Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Pertanian, 2015). Jagung berpotensi tercemar, terutama selama penanganan pascapanen.

Terdapat beberapa sumber cemaran, yaitu cemaran mikrobiologi (infestasi serangga dan infeksi
kapang) dan cemaran fisik (kotoran, debu, rambut jagung, ranting, kerusakan mekanis), yang lebih
dominan dibandingkan dengan sumber bahaya yang lain. Infestasi serangga mengakibatkan biji
menjadi rusak sehingga spora kapang penghasil mikotoksin mudah menginfeksi ke dalam jagung.

Cemaran fisik biasanya berupa kotoran lain yang terikut ketika pengupasan, penjemuran serta
pemipilan jagung, kaki pekerja ketika mengupas dan menjemur tongkol jagung. Kerusakan fisik lain
yang diakibatkan oleh mesin pemipil, sehingga biji rusak dan rentan terhadap infestasi kapang yang
dapat mencemari jagung (Somantri dan Miskiyah, 2012).

Pengaruh kegiatan terhadap kualitas mutu jagung yang dihasilkan terdapat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Kegiatan Pascapanen yang Berpengaruh Terhadap Kerusakan Jagung.

Pohon Industri Jagung

Daun 1. Pakan
2. Kompos
1. Pakan
Kulit (kelobot) 2. Kompos
3. Rokok

Jagung muda Jagung muda


(Baby Corn) dalam kaleng

Pop Corn

Industri
Grits
Makanan

Makanan Pati Jagung Industri


Ternak (Maizena) Makanan
Buah Industri
Dextrin
Tepung Jagung Farmasi
Jagung Bihun Jagung

Gula Jagung Industri Makanan

Makanan
Minyak Jagung
Makanan
Bungkil
Ternak

Rambut Jagung
1. Pakan
2. Kompos
3. Bahan Bakar
Tongkol 4. Arang
5. Tepung Arang
6. Perasa

1. Pulp
Batang 2. Kertas
3. Bahan Bakar
METODOLOGI
Bahan
Bahan baku yang digunakan pada percobaan ini adalah pipilan jagung lokal yang terdiri dari
jagung kuning (jagung hibrida) dan jagung pulut. Jagung tersebut diperoleh dari Dinas
Pertanian Gorontalo. Bahan penolong yang digunakan pada percobaan ini adalah tepung
tapioka, telur, baking soda, air, kapur sirih, garam, dan bawang putih. Bahan penolong
tersebut didapat dari penjual bahan makanan di kawasan Pasar Bogor.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah wadah plastik, loyang, panci, autoclave, sendok kayu, roller,
mixer, dan pengiris.
Metode
Pembuatan kerupuk jagung
Dalam penelitian dilakukan 2 (dua) tahap penelitian. Pada tahap pertama dilakukan
pembuatan kerupuk jagung menggunakan tepung jagung yang diperoleh melalui proses yang
dilakukan oleh Hutajulu & Aviana (2013), yaitu tepung jagung hibrida dan tepung jagung
pulut. Pada tahap ini dilakukan penentuan jenis tepung jagung dan proses pengadonan yang
akan digunakan. Formula awal yang digunakan pada tahap ini adalah tepung jagung dan
tapioka dengan perbandingan 1 : 1. Adapun jenis perlakuan proses pengadonan yang
digunakan adalah pengadonan dingin dan pengadonan panas. Pada pengadonan dingin,
seluruh bahan dicampur dan diuleni hingga kalis. Sedangkan pada pengadonan panas,
sebanyak 10% w/w tepung tapioka dilarutkan dalam air (tapioka : air = 1:1) kemudian
dipanaskan hingga membentuk bubur tajin yang berfungsi sebagai perekat adonan kerupuk.
Bubur tajin kemudian dicampurkan dengan bahan lainnya setelah itu dilakukan proses
menguleni hingga adonan kalis. Tepung jagung dan proses pengadonan yang menghasilkan
produk dengan karakteristik organoleptik lebih baik akan digunakan sebagai bahan baku pada
tahapan selanjutnya.

Tabel 1
Pada tahap penelitian selanjutnya ditentukan formulasi tepung jagung yang terbaik dari 4 formulasi
pembuatan kerupuk jagung (Tabel 1). Proses pembuatan kerupuk jagung dilakukan dengan metode
tradisional yang terdiri dari tahapan pencampuran bahan, pengadonan, pengukusan, pendinginan,
pengirisan, dan pengemasan. Tepung tapioka dan tepung jagung dengan perbandingan tertentu
diaduk serta ditambahkan garam, soda kue, dan bawang putih yang sudah dihaluskan, kemudian
diaduk sampai terbentuk adonan yang padat, rata dan kalis. Adonan yang telah tercampur rata
dibentuk seperti silinder. Adonan tersebut selanjutnya dikukus selama 30 menit sampai matang. Ciri-
ciri adonan yang telah matang adalah bila dikerat tidak terlihat warna putih dari tepung. Setelah
matang, adonan diangkat dan didiamkan selama 1 (satu) malam. Adonan matang diiris tipis-tipis
(bahan kerupuk) menggunakan pengiris dengan ketebalan 1,5-2 mm. Irisan kerupuk dijemur hingga
kering (kadar air 10%). Setelah kering, irisan kerupuk dikemas.

Metode analisis

Analisis yang dilakukan terhadap bahan baku terdiri dari analisis proksimat dan cemaran logam.
Karakteristik produk dilakukan melalui analisis kimia terhadap kerupuk jagung mentah dengan umur
simpan 0 minggu dan 3 minggu. Parameter yang dianalisa meliputi kadar air, cemaran logam, cemaran
mikrobiologi yang terdiri dari kapang, angka lempeng total (ALT) dan angka E. coli, serta pengujian
organoleptik. Metode uji yang digunakan adalah metode uji sesuai SNI 01-2891-1992 untuk analisis
proksimat, metode uji sesuai SNI 01-2897-1992 untuk cemaran mikrobiologi, serta metode uji AAS
untuk cemaran logam. Uji Organoleptik dilakukan terhadap produk yang sudah matang yang sudah
digoreng. Jenis uji yang digunakan adalah uji kesukaan atau hedonik dimana panelis menilai tingkat
kesukaan terhadap produk tanpa membandingkan antara produk satu dengan lainnya. Produk
kerupuk jagung matang diberikan kepada 20 orang panelis untuk diuji organoleptik. Parameter yang
digunakan adalah warna, aroma, rasa, kerenyahan, tekstur dan penampakan. Adapun skala kesukaan
yang digunakan adalah 1 – 5 dengan tingkat kesukaan sebagai berikut: skala 1 menunjukkan sangat
suka, skala 2 menunjukkan suka, skala 3 menunjukkan netral, skala 4 menunjukkan tidak suka, dan
skala 5 menunjukkan sangat tidak suka. Data uji kemudian dirata-rata untuk mendapatkan skor
penilaian tertinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Analisis bahan baku

Bahan baku jagung pulut dan jagung hibrida dianalisis proksimat; meliputi: kadar air, abu, protein, dan
lemak; dan cemaran logam. Tabel 2 berat kering. Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa kedua
jenis jagung mempunyai kandungan lemak yang berbeda yaitu untuk kandungan lemak jagung hibrida
lebih tinggi yaitu 5,37% dibandingkan jagung pulut 1,56%. Sedangkan kandungan air kedua bahan
baku jagung tidak berbeda jauh yaitu berkisar antara 12.3 % (jagung pulut) dan 12,7 % (jagung hibrida).
Demikian juga dengan parameter lainnya. Adapun kandungan logam berat Pb pada bahan baku
jagung memenuhi persyaratan SNI 7387 : 2009 mengenai logam berat, yaitu maksimal 0,5 mg/kg
untuk komoditas buah dan sayur serta olahannya. Jenis tepung jagung yang digunakan untuk
pembuatan kerupuk adalah tepung jagung hibrida dan jagung pulut. Pengamatan terhadap kerupuk
menunjukkan bahwa kerupuk dengan tepung jagung pulut memiliki tekstur yang lebih renyah dan
warna yang lebih terang dibandingkan kerupuk dengan jagung hibrida. Kerenyahan kerupuk jagung
pulut disebabkan kadar amilopektin jagung pulut yang lebih tinggi daripada jagung hibrida. Perbedaan
kadar amilosa dan amilopektin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses gelatinisasi
atau penyerapan air pada pati jagung. Sugiyono et al. (2010) melaporkan bahwa semakin rendah kadar
amilosa maka nilai setback viscosity juga semakin rendah. Penggunaan jagung pulut yang memiliki
kadar amilosa lebih rendah (11,98%) dibandingkan varietas jagung lainnya (17,6%) (Nur Aini et al.,
2007) dapat meningkatkan nilai setback viscosity yang berpengaruh terhadap peningkatan
kerenyahan pada produk.

Tabel 2

Tabel 3

Tabel 4
Tabel 4 menunjukkan hasil pengamatan karakteristik kerupuk jagung secara organoleptik. Kerupuk
jagung yang dibuat dengan proses pengadonan dingin menghasilkan tekstur adonan yang lebih halus
dan warna yang lebih terang. Akan tetapi setelah dilakukan penggorengan, kerupuk menjadi lebih
keras dan kurang renyah dibandingkan dengan kerupuk jagung yang dibuat melalui proses
pengadonan panas. Adapun tepung jagung pulut menghasilkan kerupuk dengan warna yang lebih
muda dan menarik dibandingkan kerupuk jagung hibrida karena warna dasar dari bahan baku jagung
yaitu jagung pulut adalah putih. Berdasarkan pengamatan organoleptik di atas, maka bahan baku dan
proses pengadonan yang akan digunakan pada tahap proses selanjutnya adalah tepung jagung pulut
dan proses pengadonan panas.

Hasil pengamatan/ analisis (rendemen, kadar air dan mikrobiologi) kerupuk jagung mentah dengan
berbagai jenis perbandingan formulasi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5

Tabel 6

Tabel 6 menunjukkan bahwa rendemen yang dihasilkan bervariasi antara 73-82%. Rendemen tertinggi
didapat dari kerupuk dengan substitusi tepung jagung sebesar 40% (A3) sedangkan rendemen
terendah didapat dari kerupuk tanpa substitusi tepung jagung (A0). Hasil analisis kadar air kerupuk
jagung mentah dalam masa simpan 0 dan 3 minggu masih memenuhi persyaratan kadar air maksimum
SNI Kerupuk beras, kecuali pada kerupuk jagung A4 dimana kadar air sedikit lebih tinggi dari 12%.
Perbedaan kadar air pada produk A4 kemungkinan suhu/panas pengering yang kurang merata.
Analisis kadar air sangat diperlukan karena parameter ini antara lain menentukan sampai sejauh mana
daya simpan produk. Pada umumnya, semakin tinggi kadar air maka semakin rentan produk dari
kerusakan terutama yang disebabkan oleh mikroba. Pengamatan hasil uji cemaran mikroba pada
produk kerupuk jagung mentah ditunjukkan pada Tabel 6. Hasil pengujian mikrobiologi kerupuk
jagung mentah menunjukkan bahwa cemaran mikroba (ALT, kapang dan E. coli) pada kerupuk jagung
mentah selama penyimpanan hingga 3 minggu masih dalam kisaran persyaratan SNI 01-4307-
1996 Kerupuk beras. Pada analisis kapang dan ALT dapat dikatakan hasil pengujian pada produk
kerupuk jagung dari hasil percobaan menunjukan masih pada batas toleransi yang dipersyaratkan SNI.
Persyaratan mikrobiologi dapat dicapai antara lain apabila kadar air pada produk yang rendah
sehingga mikroba tidak dapat tumbuh. Atau sebaliknya cemaran mikrobiologi dapat berasal biasanya
dari bahan baku atau bahan tambahan yang digunakan, misalnya air. Produk kerupuk jagung A4
mengandung kadar air sedikit lebih

tinggi, walaupun demikian proses pembuatan yang higienis dapat mengurangi bahkan membunuh
sebagian besar mikrobiologi tersebut. Demikian juga perlakuan penggorengan/pemanasan pada
kerupuk sebelum disajikan akan membunuh mikroorganisme tersebut sehingga kerupuk aman untuk
dikonsumsi. Pengamatan keberterimaan produk jagung dari berbagai formula ditunjukkan dengan
hasil pengujian organoleptik terhadap 20 panelis. Hasil pengujian organoleptik dapat dilihat pada
Tabel 7 dan 8.

Tabel 7

Tabel 8

Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan warna tertinggi kerupuk jagung mentah pada
penyimpanan minggu ke-0 adalah sampel A1 (20% tepung jagung, 80% tapioka) sedangkan pada
penyimpanan minggu ke-3 adalah sampel A0. Warna dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan,
dalam hal ini jagung pulut. Secara umum dapat dikatakan semakin tinggi konsentrasi tepung jagung
yang digunakan, maka warna kerupuk juga semakin gelap. Hal lain yang mempengaruhi warna
kerupuk adalah proses penggorengan dan browning (proses pencoklatan non enzimatis). Menurut
Suarni (2005) gula total pada jagung berkisar antara 1-5%. Sukrosa merupakan komponen utama dan
terkonsentrasi pada bagian lembaga biji. Monosakarida, disakarida, dan trisakarida terdapat dalam
konsentrasi yang cukup tinggi pada biji jagung yang sudah tua. Proses penggorengan yang terlalu
panas atau terlalu lama akan menyebabkan warna kerupuk menjadi lebih gelap dan kurang menarik.
Salah satu cara untuk meningkatkan tingkat keberterimaan panelis terhadap warna produk adalah
dengan menggunakan pewarna makanan. Akan tetapi perlu dicermati mengenai pemilihan dan
penggunaan pewarna pada makanan yang aman dikonsumsi. Penelitian yang dilakukan oleh
Murtiyanti et al. (2013) menunjukkan bahwa dari 16 produsen kerupuk di Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Demak terdapat 17 sampel kerupuk yang menggunakan pewarna berbahaya. Selain itu,
pengamatan lebih lanjut terhadap tingkat kesukaan oleh panelis pada kerupuk jagung matang telah
dilakukan (Tabel 8). Pada Tabel 8 dapat dilihat presentase panelis yang mengisi sukasangat suka pada
pengujian organoleptik kerupuk jagung matang tertinggi diperoleh pada perlakuan A1, yaitu 90%
pada warna, 90% (minggu ke 0) dan 60% (minggu ke 3) pada aroma, 60% (minggu ke 0) dan 80%
(minggu ke 3) pada rasa, 80% (minggu ke 0) dan 100% (minggu ke 3) pada kerenyahan,90% (minggu
ke 0) dan 60% (minggu ke 3) pada tekstur serta 100% (minggu ke 0) dan 70% (minggu ke 3) pada
penampakan. Berdasarkan pengamatan terhadap hasil uji organoleptik, dapat dikatakan bahwa
kerupuk yang paling disukai oleh panelis adalah kerupuk A1, yaitu dengan substitusi 20% tepung
jagung.

PENUTUP
KESIMPULAN

Tepung jagung terbaik yang digunakan sebagai bahan dalam pembuatan kerupuk jagung adalah
tepung jagung pulut sedangkan proses pengadonan yang menghasilkan kerupuk jagung dengan
penilaian sensoris terbaik adalah proses pengadonan panas. Adapun formulasi kerupuk jagung yang
memberikan keberterimaan terbaik adalah formula menggunakan 20% tepung jagung dan 80%
tapioka.

Anda mungkin juga menyukai