Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

ETIKA DAN ESTETIKA

Disusun Oleh:

RIA NUREVITA : 195401516005

FARADILLA PUTERI R : 195401516007

AMANDA EKA MULIANTI : 195401516098

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEBIDANAN

PROGRAM SARJANA TERAPAN

UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA 2021
i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan
sehingga dapat meyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti nantikan syafa’atnya di akhiran nanti.

Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatnya,
baik berupa fisik maupun akal pikiran sehingga mampu menyelesaikan makalah
yang berjudul “Etika Dan Estetika” Pada Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
Ini.

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk saya
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca makalah ini. saya mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang ikut dalam membuat makalah ini dan yang
membaca makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih

Penulis

Bogor, 16 Desember 2021

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................2
A. Etika Manusia dalam Berbudaya.......................................................................2
B. Estetika Manusia dalam Berbudaya...................................................................4
C. Memanusiakan Manusia......................................................................................6
D. Problematika Kebudayaan..................................................................................7
BAB III PENUTUP........................................................................................................10
A. Kesimpulan.........................................................................................................10
B. Saran...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu sosial budaya dasar adalah suatu rangkaian pengetahuan mengenai aspek
– aspek yang paling mendasar dan menonjol yang ada di dalam kehidupan
manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki budaya dan permasalahan –
permasalahan yang bersifat ada

Aspek lain dari pengantar ilmu sosial budaya dasar merupakan pengenalan
teori – teori ilmu sosial dan kebudayaan sehngga diekspektasikan seseorang
dapat memiliki wawasan keilmuan yang bersifat multidipsliner yang
bersangkutan dengan keagamaan, kesetaraan , dan manusia di dalam
kehidupan bersosialisasi.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat cenderung mempertahankan


kebiasan-kebiasan yang sudah ada sebelumnya, tetapi hal tersebut mudah
sekali terkikis seiring perkembangan globalisasi. Berdasarkan hal itu
masyarakat berperan sebagai regenerasi suatu budaya bersama intelektual-
intelektual sebelumnya,sejarah menunjukan bahwa peningalan kebudayaan
suatu bangsa bisa ditemukan dalam wujud budaya berupa pemikiran yang
terus dilestarikan dan tentu hal yang perlu diperhatikan bahwa dalam budaya
suatu bangsa terdapat unsur-unsur estetika dan etika budaya yang melekat
menjadi kebiasaan-kebiasaan sehari-hari.

Perkembangan etika dan estetika budaya suatu bangsa berhubungan erat


dengan perubahan sosial budaya yang terjadi pada bangsa tersebut.
Permasalahan tersebut dapat menjadi  latar belakang pentingnya mempelajari
bagaimana perubahan dapat diterima masyarakat.

1
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui etika dan estetika berbudaya
2. Untuk mengetahui beberapa contoh problematika kebudayaan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Etika Manusia dalam Berbudaya

Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos. Secara etimologis, etika
adalah ajaran tentang baik–buruk, yang diterima umum atau tentang sikap,
perbuatan, kewajiban, dan sebagainya. Etika bisa disamakan artinya dengan
moral (mores dalam bahasa latin), akhlak, atau kesusilaan. Etika berkaitan
dengan masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan masalah–
masaah yang berkaitan dengan predikat nilai susila, atau tidak susila, baik dan
buruk. Dalam hal ini, etika termasuk dalam kawasan nilai, sedangkan nilai
etika itu sendiri berkaitan dengan baik–buruk perbuatan manusia.

Namun, etika memiliki makna yang bervariasi. Bertens menyebutkan ada


tiga jenis makna etika sebagai berikut :

1. Etika dalam arti nilai–nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau kelompok orang dalam mengatur tingkah laku.
2. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud disini
adalah kode etik)
3. Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang yang baik dan yang buruk .
Disini etika sama artinya dengan filsafat moral.

Etika sebagai nilai dan norma etik atau moral berhubungan dengan makna
etika yang pertama. Nilai–nilai etik adalah nilai tentang baik buruk kelakuan

2
manusia. Nilai etik diwujudkan kedalam norma etik, norma moral, norma
kesusilaan.

Norma etik berhubungan dengan manusia sebagai individu karena


menyangkut kehidupan pribadi. Pendukung norma etik adalah nurani individu
dan bukan manusia sebagai makhluk sosial atau sebagai anggota masyarakat
yang terorganisir. Norma ini dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup
pribadi dan mencegah kegelisahan diri sendiri.

Norma etik ditujukan kepada umat manusia agar tebetuk kebaikan akhlak
pribadi guna penyempurnaan manusia dan melarang manusia melakukan
perbuatan jahat. Membunuh, berzina, mencuri, dan sebagaiya. Tidak hanya
dilarang oleh norma kepercayaan atau keagamaan saja, tetapi dirasaan juga
sebagai bertentangan dengan (norma) kesusilaan dalam setia hati nurani
manusia. Norma etik hanya membebani manusia dengan kewajiban–
kewajiban saja.

Asal atau sumber norma etik adalah dari manusia sendiri yang bersifat
otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap
batin manusia. Batinnya sendirilah yang mengancam perbuatan yang
melanggar norma kesusilaan dengan sanksi. Tidak ada kekuasaaan diluar
dirinya yang memaksakan sanksi itu. Kalau terjadi pelanggaran norma etik,
misalnya pencurian atau penipuan, maka akan timbullah dalam hati nurani si
pelanggar itu rasa penyesalan, rasa malu, takut, dan merasa bersalah.

Daerah berlakunya norma etik relatif universal, meskipun tetap


dipengaruhi oleh ideologi masyarakat pendukungya. Perilaku membunuh
adalah perilaku yang amoral, asusila atau tidak etis. Pandangan itu bisa
diterima oleh orang dimana saja atau universal. Namun, dalam hal tertentu,
perilaku seks bebas bagi masyarakat penganut kebebasan kemungkinan bukan
perilaku yang amoral. Etika masyarakat Timur mungkin berbeda dengan etika
masyarakat barat.

3
Norma etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam berperilaku.
Dengan norma etik, manusia bisa membedakan mana perilaku yang baik dan
juga mana perilaku yang buruk. Norma etik menjadi semacam das sollen
untuk berperilaku baik. Manusia yang beretika berarti perilaku manusia itu
baik sesuai dengan norma–norma etik.

Budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia.
Manusia yang beretika akan menghasilkan budaya yang memiliki nilai–nilai
etik pula. Etika berbudaya mengandung tuntutan atau keharusan bahwa
budaya yang diciptakan manusia mengandung nilai–nilai etik yang kurang
lebih bersifat universal atau diterima sebagian besar orang. Budaya yang
memiliki nilai–nilai etik adalah budaya yang mampu menjaga,
mempertahankan, bahakan mampu meningktkan harkat dan martabat manusia
itu sendiri. Sebaliknya, budaya yang beretika adalah kebudayaan yang akan
merendahkan atau bahkan menghancurkan martabat kemanusiaan.

Namun demikian, menentukan apakah suatu budaya yang dihasilkan


manusia itu memenuhi nilai–nilai etik ataukah menyimpang dari nilai etika
adalah bergantung dari paham atau ideologi yang diyakini masyarakat
pendukung kebudayaan . Hal ini dikarenakan berlakunya nilai–nilai etik
bersifat universal, namun amat dipengaruhi oleh ideologi masyarakatnya.

Contohnya, budaya perilaku berduaan dijalan antara sepasang muda mudi,


bahkan bermesraan di hadapan umum. Masyarakat individual menyatakan
hal    demikian bukanlah perilaku yang etis, tetapi akan ada sebagian orang
atau        masyarakat   yang   berpandangan   hal   tersebut   merupakan   suatu 
penyimpangan etik.

B. Estetika Manusia dalam Berbudaya

4
Estetika dapat dikatakan sebagai teori tentang keindahan atau seni.
Estetika berkaitan dengan nilai indah–jelek (tidak indah). Nilai estetika berari
nilai tentang keindahan.  Keindahan  dapat diberi makna secara luas, secara
sempit, dan estetik murni.

1. Secara  luas  keindahan  mengandung  ide  kebaikan,  bahwa   segala  


sesuatunya yang baik termasuk yang abstrak maupun nyata yang
mengandung ide  kebaikan adalah indah. Keindahan dalam arti luas
meliputi banyak  hal, seperti watak yang indah, hukum yang indah, ilmu
yang indah, dan  kebajikan yang indah. Indah dalam arti luas mencakup
hampir seluruh yang ada apakah  merupakan  hasil  seni,  alam,  moral, 
dan   intelektual.
2. Secara sempit, yaitu indah yang terbatas pada lingkup persepsi penglihatan
(bentuk dan warna).
3. Secara estetik murni, menyangkut pengalaman estetik seseorang dalam
hubungannya dengan segala sesuatu yang diresapinya melalui penglihatan,
pendengaran perabaan dan perasaan, yang semuanya dapat menimbulkan
persepsi (anggapan) indah.

Jika estetika dibandingkan dengan etika, maka etika berkaitan dengan nilai
tentang baik–buruk, sedangkan estetika berkaitan dengan hal yang indah–
jelek. Sesuatu yang estetik berarti memenuhi unsur keindahan (secara estetik
murni maupun secara sempit, baik dala bentuk, warna, garis, kata, ataupun
nada). Budaya yang estetik berarti budaya tersebut memiliki unsur keindahan.

Apabila nilai etik bersifat relatif universal, dalam arti bisa diterima banyak
orang, namun nilai estetik amat subjektif dan partikular. Sesuatu yang indah
bagi seseorang belum tentu indah bagi orang lain. Misalkan dua orang
memandang sebuah lukisan. Orang yang pertama akan mengakui keindahan
yang terkandung dalam lukisan tersebut, namun bisa jadi orang kedua sama
sekali tidak menemukan keindahan di lukisan tersebut.

5
Oleh karena subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan pada orang lain.
Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk mengakui keindahan sebuah lukisan
sebagaimana pandangan kita. Nilai–nilai estetik lebih bersifat perasaan, bukan
pernyataan.

Budaya sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan untuk


memenuhi unsur keindahan. Manusia sendiri memang suka akan keindahan.
Di sinilah manusia berusaha berestetika dalam berbudaya. Semua kebudayaan
pastilah dipandang memiliki nilai–nilai estetik bagi masyarakat pendukung
budaya tersebut. Hal–hal yang indah dan kesukaannya pada keindahan
diwujudkan dengan menciptakan aneka ragam budaya.

Namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang dipandang indah oleh
masyarakat pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain.
Contohnya, budaya suku–suku bangsa Indonesia. Tarian suatu suku berikut
penari dan pakaiannya mungkin dilihat tidak ada nilai estetikanya, bahkan
dipandang aneh oleh warga dari suku lain, demikian pula sebaliknya.

Oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata–mata dalam berbudaya


harus memenuhi nilai–nilai keindahan. Lebih dari itu, estetika berbudaya
menyiratkan perlunya manusia (individu atau masyarakat) untuk menghargai
keindahan budaya yang dihasilkan manusia lainya. Keindahan adalah
subjektif, tetapi kita dapat melepas subjektivitas kita untuk melihat adanya
estetika dari  budaya lain. Estetika berbudaya yang demikian akan mampu
memecah sekat–sekat kebekuan, ketidak percayaan,    kecurigaan,   dan   rasa  
inferioritas   antar    budaya.

C. Memanusiakan Manusia

Manusia tidak hanya sebatas menjadi homo, tetapi harus meningkatkan


diri menjadi human. Manusia harus memiliki prinsip, nilai, dan rasa

6
kemanusiaan yang melekat dalam dirinya. Manusia memiliki
perikemanusiaan, tetapi binatang tidak bisa dikatakan memiliki perbintangan.
Hal ini karena binatang tidak memiliki akal budi, sedangkan manusia
memiliki akal budi yang bisa memunculkan rasa atau perikemanusiaan.
Perikemanusiaan inilah yang mendorong perilaku baik sebagai manusia.

Memanusiakan manusia berarti perilaku manusia untuk seantiasa


menghargai dan menghormati harkat dan derajat manusia lainnya.
Memanusiakan manusia memberi keuntungan bagi diri sendiri maupun orang
lan. Bagi diri sendiri     akan menunjukan harga diri dan nilai luhur pribadinya
sebagai manuia. Sedangkan    bagi orang lain akan memberikan rasa percaya,
rasa hormat, kedamaian, dan   kesejahteraan hidup.

Sebaliknya, sikap tidak manusiawi terhadap manusia lain hanya akan


merendahkan harga diri dan martabatnya sebagai manusia yang sesungguhnya
makhluk mulia. Sedangkan bagi orang lain sebagai korban tindakan yang
tidak manusiawi akan menciptakan penderitaan, kesusahan, ketakutan,
perasaan dendam, dan sebagainya. Sejarah membuktikan bahwa perseteruan,
pertentangan, dan peperangan terjadi diberbagai belahan dunia adalah karena
manusia belum mampu memanusiakan manusia lain, dan sekelompok bangsa
menindas bangsa lain. Penjajahan atau kolonialisme adalah contoh prilaku
satu bangsa menindas bangsa lain. Penjajahan tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan.

Dewasa ini, perilaku tidak manusiawi dicontohkan dengan adanya kasus


kekerasaan terhadap para pembantu rumah tangga. Misalkan seorang
pembantu disiksa, tidak diberi upah, dikurung dalam rumah,dan sebagainya.
Para majikan telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-
prinsip kemanusiaan.

Sikap dan perilaku memanusiakan manusia didasarkan atas prinsip


kemanusiaan yang disebut the mankind is one. Prinsip kemanusiaan  tidak
membeda-bedakan kita memperlakukan orang lain atas dasar warna

7
kulit,suku,agama,ras,asal,dan status sosial ekonomi. Kita tetap harus
manusiawi terhadap orang lain, apa pun latar belakangnya, karena semua
manusia adalah  makhluk Tuhan yang sama harkat dan martabatnya. Perilaku
yang manusiawi atau memanusiakan manusia adalah sesuai dengan kodrat
manusia. Sebaliknya, perilaku yang tidak manusiawi bertentangan dengan
hakikat kodrat manusia.  Perilaku yang tidak manusiawi akan mendatangkan
kerusakan hidup manusia.

D. Problematika Kebudayaan

Kebudayaan mengalami dinamika seiring dengan dinamika pergaulan


hidup manusia sebagi pemilik kebudayaan, Dinamika Kebudayaan berupa :

1. Pewarisan Kebudayaan

Pewarisan kebudayaan adalah proses pemindahan, penerusan, pemilikan


dan pemakaian kebudayaan dari generasi ke generasi secara
berkesinambungan. Pewarisan dapat melalui enkulturasi (Pembudayaan),
yaitu Proses mempelajari dan menyesuaikan pikiran dan sikap individu
dengan sistem norma, adat dan peraturan hidup dalam kebudyaan. Serta
melalui sosialisasi (Proses pemasyarakatan), individu menyesuaikan diri
dengan individu lain dalam masyarakat.
Beberapa masalah dalam pewarisan kebudayaan adalah sebagai berikut:

a. Sesuai/tidaknya budaya warisan dengan dinamika masyarakat saat


sekarang
b. Penolakan generasi penerima terhadap warisan budaya
c. Munculnya budaya baru yang tidak sesuai dengan budaya warisan.

2. Perubahan kebudayaan

8
Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat
adanya ketidaksesuaian diantara unsur-unsur budaya yang saling berbeda
sehingga terjadi keadaan dimana fungsinya tidak sesuai dengan bagi
kehidupan. Contohnya adalah pembangunan , modernisasi .
Beerapa masalah yang muncul antara lain:
a.    Perubahan bersifat regress (kemunduran)
b.    Perubahan melalui revolusi

3. Penyebaran Kebudayaan (difusi)

Difusi adalah proses menyebarnya unsur-unsur kebudayaan dari suatu


kelompok ke kelompok lain. Penyebaran kebudayaan bersifat globalisasi,
yaitu penyebaran budaya secara meluas. Arnold J. Toynbee, dalam
Penyebaran budaya dalil tentang radiasi Budaya sebagai berikut :

a. Aspek atau unsur budaya selalu masuk tidak secara keseluruhan,


melainkan individual.
b. Kekuatan menembus suatu budaya berbanding terbalik dengan
nilainya, makin tinggi aspek budaya, makin sulit diterima.
c. Jika satu unsur budaya masuk, maka akan menarik unsur budaya lain.
d. Unsur budaya yg masuk bisa berbahaya bagi masyarakat yang
menerima budaya tersebut.

Masalah dalam difusi adalah hilangnya nilai-nilai budaya lokal sebagai


akibat masuknya budaya asing. Beberapa kontak antar kebudayaan selain
difusi, antara lain:

a. Asimilasi, yaitu peleburan antar kebudayaan yang bertemu,


berlangsung lama dan intensif.
b. Akulturasi, yaitu kontak antar kebudayaan namun masing-masing
masih menunjukkan unsur-unsur budayanya.

9
10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Budaya pastinya memiliki nilai, dalam hal ini etika. Etika pada umumnya
membahas pandangan atau nilai yang bersifat tata-krama. Kesopanan, gotong-
royong, cara, dan lainnya yang masih berhubungan dengan fisik, juga bersifat
realistis, dan secara kasat mata terlihat. Budaya yang mengandung nilai etika ini
memang sengaja dilestarikan sebab, mungkin telah diprediksikan sebelumnya,
nilai “kemanusiaan” yang wajar akan lumpuh dimasa mendatang, seperti halnya
pergeseran nilai yang telah terjadi saat ini.
Estetika, atau pandangan nilai indah yang berasal dari objek (manusia) kepada
subjek (budaya) yang ada. Estetika tidak berbeda jauh dari etika. Namun dalam
hal estetika, nilai berasal dari pemberi nilai baik melalui mata, hati maupun
pikirannya, bukan nilai yang berasal dari ‘paksaan’ orang lain.
Pandangan nilai yang tidak bisa dipaksakan inilah yang ingin dijadikan sebuah
pandangan atas berbagai macam bentuk budaya yang ada di dunia. Yang mana
yang cocok dengan dirinya, yang mana baik dipandang dalam lingkungannya,
yang mana berguna agar dapat dijadikan contoh dengan tetap menjaga
keberlangsungan budaya selama dunia ini masih tercipta.
Baik etika maupun estetika adalah unsur yang harus ada dalam pelestariannya.
Terwujudnya budaya yang tanpa dasar etika dan estetika patutlah dipertanyakan
seperti mengapa budaya tersebut harus muncul dan apa manfaat budaya tersebut.

B. Saran

Etika dan estetika berbudaya harus dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia
karena pemahaman tentang Etika dan estetika budaya sangat penting dalam
rangka menahan perubahan sosial yang berdampak negatif serta latar belakang
mahasiswa sebagai kalangan intelektual yang menjadi panutan masyarakat luas.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://stikeswh.ac.id/tem/files/isbd.pdf

https://mafiabajigur.wordpress.com/2015/05/31/etika-dan-estetika-berbudaya/

https://ihsanulriyadh.blogspot.com/2015/01/etika-dan-estetika-berbudaya.html

12

Anda mungkin juga menyukai