FAKULTAS PERTANIAN
2017
Taksonomi
Papaya ringspot virus (PRSV) menyebabkan penyakit bercak cincin merupakan salah
satu penyakit penting yang menjadi faktor pembatas produksi pepaya secara global (Tripathi
et al. 2008; Gonsalves et al. 2010). PRSV merupakan virus dari famili Potyviridae dan genus
Potyvirus yang mempunyai partikel berbentuk memanjang (filamentous), lentur (flexuous),
dan berukuran 760-800x 12 nm, dengan genom berupa RNA utas tunggal berorientasi positif
(Purcifull et al. 1984). Semua anggota dari genus tersebut memiliki virion berbentuk filamen
dan fleksibel (Gibbs et al. 2008). CABI (2014) menyebutkan bahwa partikel virus
mengandung 94,5% protein dan 5,5% asam nukleat, serta tidak mempunyai protein amplop.
Kisaran Inang
PRSV terdiri dari dua strain berbeda yaitu strain W dan P yang dapat dibedakan
secara biologi berdasarkan kemampuannya menginfeksi tanaman inang. PRSV-W hanya
menginfeksi tanaman dari famili Cucurbitaceae, sedangkan PRSV-P menginfeksi tanaman
dari famili Caricaceae dan Cucurbitaceae (Bateson et al. 2002; Tripathi et al. 2008;
Gonsalves et al. 2010).
Penyebaran
Infeksi PRSV pada tanaman pepaya pertama dilaporkan di Hawai pada tahun 1949
(Gonsalves et al. 2010). Strain PRSV yang sama kemudian dilaporkan di Thailand pada tahun
1975 (Yeh et al. 1988), bagian tenggara Queensland Australia (1991), Saipan, Kepulauan
Mariana Utara dan Guam pada tahun 1994 (Kiritani dan Su 1999), Polinesia pada tahun 2005
(Davis et al. 2005) dan Afrika Utara ( Dialllo et al. 2007), dengan kehilangan hasil mencapai
100% (Tennant et al. 2007) Strain PRSV yang menginfeksi tanaman dari famili
Cucurbitaceae (PRSV-VV) dilaporkan di Australia 1991 dan Sudan pada tahun 2012
(Gonsalves et al. 2010; Mohammed et al. 2012).
Penularan oleh vektor kutudaun. PRSV dapat ditularkan oleh vektor kutudaun secara
non-persisten (Vvang et al. 1998; Tripathi et al. 2008), sehingga hanya membutuhkan waktu
detik hingga menit untuk dapat ditularkan ke tanaman inang lainnya dan virus tidak
bereplikasi di dalam tubuh vektor. Protein amorphous inclusion (AI), protein komponen
pembantu yang merupakan produk dari gen HC-pro, diperlukan untuk keberhasilan penularan
virus ini (Gonsalves et al. 2010). Menurut Kalleshwaraswamy et al. (2005), Aphis gossypii
merupakan vektor utama PRSV, diikuti A. Craccivora dan Myzus persicae. Penelitian
mengenai efisiensi penularan melalui vektor perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah
individu kutudaun yang sudah mampu menularkan PRSV. Penelitian yang dilakukan oleh
Kalleshwaraswamy dan Kumar (2008) menunjukkan bahvva penularan PRSV pada tanaman
pepaya hibrida “Surya” dengan satu individu kutudaun yang dipuasakan 2 jam dengan
periode makan akuisisi dan inokulasi masing-masing selama 5 menit, M. Persicae, A.
Gossypii, dan A. Craccivora sudah mampu menularkan PRSV berturut-turut sebesar 56%,
48%, dan 30%.
A. gossypii pertama kali dideskripsikan oleh Clover pada tahun 1877. Nama
umumnya adalah melon aphid atau cotton aphid. Panjang tubuh imago bersayap adalah 1.1–
1.8 mm dan imago tidak bersayap 0.9-1.8 mm. Imago umumnya berwarna hijau gelap atau
hitam dengan sifunkuli gelap atau pucat dan kauda kehitaman (Blackman dan Eastop 2000).
Kutudaun ini tersebar di seluruh dunia, dengan warna tubuhnya bervariasi seperti hijau
kehitaman atau kuning kecokelatan (Kalshoven 1981), hijau pucat, kuning kehitaman, dan
sering berwarna hijau terang (Cottier 1953). Bagian posterior abdomen berwarna kuning atau
lebih gelap dari bagian lainnya, kadang-kadang seluruh abdomen berwarna kekuningan atau
kehitaman. Pelat anal berwarna sama dengan kauda, tetapi pelat genitalnya berwarna
kehitaman, lebih terang dibandingkan pelat anal. Femur tungkai belakang berwarna
kehitaman, sedangkan femur tungkai tengah dan depan tidak terlalu kehitaman
Penularan melalui benih. Sejumlah penelitian gagal membuktikan bahwa PRSV dapat
ditularkan melalui benih pepaya maupun Cucurbitaceae (Purcifull et al. 1984). Namun
demikian, penelitian yang dilakukan oleh Bayot et al. (1990) menunjukkan bahvva 2 dari
1355 bibit pepaya dari buah yang terinfeksi PRSV menunjukkan adanya infeksi PRSV;
sedangkan Laney et al. (2012) melaporkan bahwa insidensi penyakit mencapai 50% melalui
biji Black locust (Robinia pseudoacacia L.). Dengan demikian, penularan PRSV melalui
benih dianggap tidak berpengaruh nyata terhadap penyebaran PRSV (Gonsalves 1998)
Deteksi dan Identifikasi virus dapat dilakukan berdasarkan karakter biologi dan
molekuler. Deteksi berdasarkan karakter biologi dapat dilakukan melalui pengamatan gejala
pada tanaman inang atau melalui penularan dengan cara penyambungan, inokulasi mekanis,
atau oleh vektor. Deteksi dan Identifikasi berdasarkan karakter molekuler umumnya
dilakukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan sifat protein dengan uji serologi dan sifat asam
nukleat (Agrios 2005). Identifikasi berdasarkan gejala merupakan data pertama yang
diperlukan untuk identifikasi virus. Namun, identifikasi berdasarkan gejala saja sering
membingungkan karena gejala yang timbul dipengaruhi oleh strain virus, jenis tanaman, dan
faktor lingkungan (Akin 2006). Diperlukan metode identifikasi dan deteksi baik secara
serologi maupun secara molekuler.
Metode yang umum dilakukan untuk mendeteksi virus tanaman, yaitu metode
serologi Dot immunobinding assay (DIBA) dan Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
serta metode molekuler Reserve Transcription- polymerase chain reaction (RT-PCR). Davis
et al. (2007) melaporkan keberhasilan deteksi PRSV menggunakan metode serologi Double
antibody sandwich-ELISA (DAS ELISA) dan RT-PCR. Dilaporkan beberapa primer yang
berhasil mengamplifikasi PRSV yaitu primer universal Potyvirus MJ1/MJ2 (Hidayat et al.
2012), primer spesies PRSV 1298/ PRSV 1942 dan PRSV 326/ PRSV 800 yang berturut-
turut mengamplifikasi bagian nuclear inclusion protein (Nib) dan protein selubung (CP)
(Mohammad et al. 2012).
Dilution end point (DEP) atau titik batas pengenceran dan Titik Panas Inaktivasi
(TPI) dari Pepaya Ringspot Virus masing-masing adalah 10−4 dan 45°C. Ketahanan In Vitro
virus yakni 12 jam pada suhu ruangan (28+2°C) (Mohammad et al. 2012).
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th ed. London (GB): Academic Press
Babadoost M. 2012. Viral disease of Curcubits. Report on Plant Disease. No.926. University
of Illionis
Bateson MF, Lines RE, Revill P, Chaleeprom W, Ha CH, Gibbs AJ, Dale JL. 2002. On the
evolution and molecular epidemiologi of the Potyvirus Papaya ringspot virus.
Journal of General Virology. 83: 2575-2585
Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the world’s crops: an identification and
information guide. 2th Ed. New York (GB): John Wiley & Sons.
Bayot RG, Villegas VN, Magdalita, Jovellana MD, Espino TM, Exconde SB. 1990. Seed
Transmissibility of papaya ringspot virus. Philippines Journal Crop Science. 15: 107-
111
[CABI] CAB International. 2014. Crop Protection Compendium. Willingford (UK) : CABI
Cottier W. 1953. Aphis of New Zealand. New Zealand (NZ): Bull. NZ Depict, industr. Res
Davis RI, Mu L, Maireroa N, Wigmore WJ, Grisoni M, Baterson MF, Thomas JE. 2005. First
records of papaya strain of Papaya ringspot virus (PRSV-P) in French Polynesia and
the Cook Island. Australasian Plant Pathology. 34(1): 125-126
Dialllo HA, Monger W, Kouassi N, Yoro DT, Jones P. 2007. First report of Papaya ringspot
virus infecting papaya in Cote d’Ivoire. Plant Pathology. 26(4): 718.
Gibbs AJ, Trueman WH. 2008. The Bean common mosaic virus lineage of Potyviruses : here
did it arise and hen. Archive of Phytopathology and Plant Protection. 153 : 2177-2187
Gonsalves D, Tripathi S, Carr JB, Suzuki JY. 2010. Papaya ringspot virus. St.Paul (US): The
American Phytophatological.Description of Plant Viruses. No.292. (No. 84 Revise,
July 1984). 8 pp.
Gonsalves C, Cai VV, Tennant PF, Gonsalves D. 1998. Effective development of Papaya
ringspot virus resistant papaya with untranslatable coat protein gene using a modified
microprojectile transformation method. Acta Horticulture. 461:311-319
Green SK, Kim J. 1994. Sources of resistance to viruses of pepper (Capsicum spp.): a catalog
Asian Vegetable Research and Development Center.
Hidayat SH, Nurulita S, Wiyono S. 2012. Infeksi Papaya ringspot virus pada tanaman
pepaya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 8(6):
184-187
Kalshoven L. 1981. Pest of Crop in Indonesia. Jakarta (ID): PT. Ichtiar Baru.
Laney AG, Avanzato MV, Tzanetakis IE. 2012. High incidence of seed transmission of
Papaya ringspot virus and Waermelon mosaic virus, tvvo virus newly identified in
Robinia pseudoacacia. European Journal of plant pathology. 134: 227-230
Temaja, IGRM., I P. Sudiarta, NN. Darmiati. 2015. Papaya Ringspot Virus (PRSV) Causing
Ringspot Disease on Papaya in Bali. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare:
5(18):50-55.
Tripathi S, Suzuki JY, Ferreira SA, Gonsalves D. 2008. Papaya ringspot virus-P:
characteristics, pathogenicity, sequence variability and control. Molecular Plant
Pathology. 9(3): 269-280.
Wang RY, Powell G, Hardie J, Pirone TP. 1998. Role of the helper component in vector
spesific transmission of Potyviruses. Jurnal of General Virology. 79: 1519-1524