Anda di halaman 1dari 10

PAPER

PEPAYA RINGSPOT VIRUS (RRSV)

Disusun untuk memenuhi tugas praktikum pengantar virologi tumbuhan

Naziatul Asna A34160084

Athena Ilda Novanti A34160092

Ridfa Azahidah A34160097

Irma Nurhidayah A34160104

Adrian Triandi A34160106

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2017
Taksonomi
Papaya ringspot virus (PRSV) menyebabkan penyakit bercak cincin merupakan salah
satu penyakit penting yang menjadi faktor pembatas produksi pepaya secara global (Tripathi
et al. 2008; Gonsalves et al. 2010). PRSV merupakan virus dari famili Potyviridae dan genus
Potyvirus yang mempunyai partikel berbentuk memanjang (filamentous), lentur (flexuous),
dan berukuran 760-800x 12 nm, dengan genom berupa RNA utas tunggal berorientasi positif
(Purcifull et al. 1984). Semua anggota dari genus tersebut memiliki virion berbentuk filamen
dan fleksibel (Gibbs et al. 2008). CABI (2014) menyebutkan bahwa partikel virus
mengandung 94,5% protein dan 5,5% asam nukleat, serta tidak mempunyai protein amplop.

Kisaran Inang
PRSV terdiri dari dua strain berbeda yaitu strain W dan P yang dapat dibedakan
secara biologi berdasarkan kemampuannya menginfeksi tanaman inang. PRSV-W hanya
menginfeksi tanaman dari famili Cucurbitaceae, sedangkan PRSV-P menginfeksi tanaman
dari famili Caricaceae dan Cucurbitaceae (Bateson et al. 2002; Tripathi et al. 2008;
Gonsalves et al. 2010).

Gejala Serangan Pepaya Ringspot Virus (PRSV)


Gejala pada tanaman pepaya menujukkan bahwa semua stadia tanaman pepaya rentan
terhadap infeksi PRSV dan pada umumnya gejala akan muncul 2 sampai 3 minggu setelah
inokulasi. Tanaman muda yang terinfeksi tidak akan pernah menghasilkan buah namun
jarang sekali yang ditemukan mati karena penyakit ini. Beberapa isolat PRSV di Taiwan
dapat menyebabkan layu dan kadang-kadang menyebabkan kematian pada tanaman muda
(Gonsalves 1993). Tanaman pepaya yang terinfeksi PRSV juga menunjukan gejala yang khas
berupa mosaik kuning pada daun muda yang baru diinokulasi, tulang daun terlihat lebih jelas
dibanding daun normal (veinclearing), shoestring (daun seperti tali sepatu) pada daun yang
baru muncul, warna hijau tua disepanjang tulang daun (green veinbanding), tanaman kerdil,
berwarna hijau tua dan sedikit cekung berbentuk cincin pada buah, dan terdapat banyak strike
oily-looking (mosaik seperti garis) pada batang. Buah yang dihasilkan setelah tanaman
terinfeksi biasanya berukuran kecil, menunjukan bekas seperti berlumut, bercak berbentuk
cincin, terlihat tonjolan-tonjolan tidak rata, produksi buah menurun dan buah memiliki rasa
yang tidak enak karena kandungan gula berkurang hingga 50%. Tanaman yang terinfeksi
pada usia muda akan menjadi kerdil dan tidak akan menghasilkan buah (Agrios 2005;
Tripathi et al. 2008; Gonsalves et al. 2010).

Sedangkan tanaman Cucurbitaceae yang diinfeksi oleh PRSV akan menunjukan


gejala kerdil, mosaik, dan terjadi salah bentuk pada helaian daun, bentuk dan warna tidak
sempurna (Babadoost 2012). Daun tanaman Cucurbitaceae yang terinfeksi PRSV
menunjukan adanya mosaik dan bentuk daun yang menyempit, kadang-kadang
memperlihatkan shoestring seperti halnya yang terjadi pada tanaman pepaya. Tanaman yang
terinfeksi pada saat muda, tidak akan dapat berkembang. Tanaman tua yang terinfeksi akan
menghasilkan buah namun buahnya akan mengalami malformasi (salah bentuk) dan
perubahan warna pada kulitnya.

Penyebaran
Infeksi PRSV pada tanaman pepaya pertama dilaporkan di Hawai pada tahun 1949
(Gonsalves et al. 2010). Strain PRSV yang sama kemudian dilaporkan di Thailand pada tahun
1975 (Yeh et al. 1988), bagian tenggara Queensland Australia (1991), Saipan, Kepulauan
Mariana Utara dan Guam pada tahun 1994 (Kiritani dan Su 1999), Polinesia pada tahun 2005
(Davis et al. 2005) dan Afrika Utara ( Dialllo et al. 2007), dengan kehilangan hasil mencapai
100% (Tennant et al. 2007) Strain PRSV yang menginfeksi tanaman dari famili
Cucurbitaceae (PRSV-VV) dilaporkan di Australia 1991 dan Sudan pada tahun 2012
(Gonsalves et al. 2010; Mohammed et al. 2012).

Di Indonesia, PRSV merupakan OPT Karantina (OPTK) kategori A1 berdasarkan


Peraturan Menteri Pertanian Nomor. 93/Permentan/OT.140/12/2011, karena keberadaannya
belum dilaporkan di vvilayah Indonesia (Kementan 2011). Vvalaupun demikian terdapat
informasi yang menyatakan bahwa PRSV telah ada di Indonesia yaitu di Daerah Istimewa
Yogyakarta serta sikuen basa nukleotida PRSV asal Indonesia telah terdaftar pada GenBank
dengan nomor aksesi AF374865.1. Pada tahun 2012 dilaporkan keberadaan PRSV di daerah
Nanggroe Aceh Darussalam yang memperkuat keberadaan PRSV di Indonesia (Hidayat et al.
2012). Penelitian terkait survei pada pertanaman pepaya di daerah lain diperlukan untuk
mengetahui daerah penyebaran PRSV. Metode deteksi yang tepat sangat diperlukan untuk
memastikan keberadaan PRSV di wilayah Negara Indonesia.
Penularan
PRSV dapat ditularkan secara mekanis maupun melalui serangga vektor namun tidak
dapat ditularkan melalui benih (Tripathi et al. 2008; Gonsalves et al. 2010). Penularan secara
mekanis. PRSV dapat ditularkan antar tanaman melalui kegiatan mekanis seperti perompesan
(pruning). Green dan Kim (1994) melaporkan bahwa ada banyak kasus , efisiensi penularan
cairan perasan tanaman berkisar antara 60-80%. Kelaniyangoda dan Madhubashini (2008)
juga melaporkan bahwa cairan perasan tanaman yang ditularkan ke bibit pepaya
menunjukkan keberhasilan sebesar 80% karena dari 20 bibit terdapat 16 bibit yang bereaksi
positif saat dilakukan deteksi menggunakan metode Indirect-ELISA. Penelitiannya
menunjukkan bahwa gejala akan muncul 3 minggu setelah inkubasi.

Penularan oleh vektor kutudaun. PRSV dapat ditularkan oleh vektor kutudaun secara
non-persisten (Vvang et al. 1998; Tripathi et al. 2008), sehingga hanya membutuhkan waktu
detik hingga menit untuk dapat ditularkan ke tanaman inang lainnya dan virus tidak
bereplikasi di dalam tubuh vektor. Protein amorphous inclusion (AI), protein komponen
pembantu yang merupakan produk dari gen HC-pro, diperlukan untuk keberhasilan penularan
virus ini (Gonsalves et al. 2010). Menurut Kalleshwaraswamy et al. (2005), Aphis gossypii
merupakan vektor utama PRSV, diikuti A. Craccivora dan Myzus persicae. Penelitian
mengenai efisiensi penularan melalui vektor perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah
individu kutudaun yang sudah mampu menularkan PRSV. Penelitian yang dilakukan oleh
Kalleshwaraswamy dan Kumar (2008) menunjukkan bahvva penularan PRSV pada tanaman
pepaya hibrida “Surya” dengan satu individu kutudaun yang dipuasakan 2 jam dengan
periode makan akuisisi dan inokulasi masing-masing selama 5 menit, M. Persicae, A.
Gossypii, dan A. Craccivora sudah mampu menularkan PRSV berturut-turut sebesar 56%,
48%, dan 30%.

A. gossypii pertama kali dideskripsikan oleh Clover pada tahun 1877. Nama
umumnya adalah melon aphid atau cotton aphid. Panjang tubuh imago bersayap adalah 1.1–
1.8 mm dan imago tidak bersayap 0.9-1.8 mm. Imago umumnya berwarna hijau gelap atau
hitam dengan sifunkuli gelap atau pucat dan kauda kehitaman (Blackman dan Eastop 2000).
Kutudaun ini tersebar di seluruh dunia, dengan warna tubuhnya bervariasi seperti hijau
kehitaman atau kuning kecokelatan (Kalshoven 1981), hijau pucat, kuning kehitaman, dan
sering berwarna hijau terang (Cottier 1953). Bagian posterior abdomen berwarna kuning atau
lebih gelap dari bagian lainnya, kadang-kadang seluruh abdomen berwarna kekuningan atau
kehitaman. Pelat anal berwarna sama dengan kauda, tetapi pelat genitalnya berwarna
kehitaman, lebih terang dibandingkan pelat anal. Femur tungkai belakang berwarna
kehitaman, sedangkan femur tungkai tengah dan depan tidak terlalu kehitaman

Penularan melalui benih. Sejumlah penelitian gagal membuktikan bahwa PRSV dapat
ditularkan melalui benih pepaya maupun Cucurbitaceae (Purcifull et al. 1984). Namun
demikian, penelitian yang dilakukan oleh Bayot et al. (1990) menunjukkan bahvva 2 dari
1355 bibit pepaya dari buah yang terinfeksi PRSV menunjukkan adanya infeksi PRSV;
sedangkan Laney et al. (2012) melaporkan bahwa insidensi penyakit mencapai 50% melalui
biji Black locust (Robinia pseudoacacia L.). Dengan demikian, penularan PRSV melalui
benih dianggap tidak berpengaruh nyata terhadap penyebaran PRSV (Gonsalves 1998)

Deteksi, Identifikasi, dan Inaktivasi

Deteksi dan Identifikasi virus dapat dilakukan berdasarkan karakter biologi dan
molekuler. Deteksi berdasarkan karakter biologi dapat dilakukan melalui pengamatan gejala
pada tanaman inang atau melalui penularan dengan cara penyambungan, inokulasi mekanis,
atau oleh vektor. Deteksi dan Identifikasi berdasarkan karakter molekuler umumnya
dilakukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan sifat protein dengan uji serologi dan sifat asam
nukleat (Agrios 2005). Identifikasi berdasarkan gejala merupakan data pertama yang
diperlukan untuk identifikasi virus. Namun, identifikasi berdasarkan gejala saja sering
membingungkan karena gejala yang timbul dipengaruhi oleh strain virus, jenis tanaman, dan
faktor lingkungan (Akin 2006). Diperlukan metode identifikasi dan deteksi baik secara
serologi maupun secara molekuler.

Metode yang umum dilakukan untuk mendeteksi virus tanaman, yaitu metode
serologi Dot immunobinding assay (DIBA) dan Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
serta metode molekuler Reserve Transcription- polymerase chain reaction (RT-PCR). Davis
et al. (2007) melaporkan keberhasilan deteksi PRSV menggunakan metode serologi Double
antibody sandwich-ELISA (DAS ELISA) dan RT-PCR. Dilaporkan beberapa primer yang
berhasil mengamplifikasi PRSV yaitu primer universal Potyvirus MJ1/MJ2 (Hidayat et al.
2012), primer spesies PRSV 1298/ PRSV 1942 dan PRSV 326/ PRSV 800 yang berturut-
turut mengamplifikasi bagian nuclear inclusion protein (Nib) dan protein selubung (CP)
(Mohammad et al. 2012).

Dilution end point (DEP) atau titik batas pengenceran dan Titik Panas Inaktivasi
(TPI) dari Pepaya Ringspot Virus masing-masing adalah 10−4 dan 45°C. Ketahanan In Vitro
virus yakni 12 jam pada suhu ruangan (28+2°C) (Mohammad et al. 2012).

Metode Pengamatan Pepaya Ringspot Virus (PRSV)

Pengamatan Pepaya Ringspot Virus (PRSV) dilakukan di kebun percobaan IPB


Leuwikopo pada tanggal 9 Desember 2017 dengan melakukan sampling dari populasi yang
menunjukan gejala yakni tanaman papaya yang merupakan jenis papaya Calina dengan umur
rata-rata enam bulan. Pengamatan gejala PRSV menunjukan gejala yang sama dengan
literatur yang disebutkan di atas yakni mosaik kuning pada daun muda yang baru diinokulasi,
tulang daun terlihat lebih jelas dibanding daun normal (veinclearing), shoestring (daun seperti
tali sepatu) pada daun yang baru muncul, warna hijau tua di sepanjang tulang daun (green
veinbanding), tanaman kerdil, berwarna hijau tua dan sedikit cekung berbentuk cincin pada
buah, dan terdapat banyak strike oily-looking (mosaik seperti garis) pada batang. Buah yang
dihasilkan setelah tanaman terinfeksi biasanya berukuran kecil, menunjukan bekas seperti
berlumut, bercak berbentuk cincin, terlihat tonjolan-tonjolan tidak rata.
Pengendalian Pepaya Ringspot Virus (PRSV)
Penyebaran penyakit pada areal pertanaman terutama karena perantaraan serangga
vektor. Pengendalian yang dilakukan adalah untuk mengurangi intensitas dan kuantitas
serangga vektor di lapangan dengan mengendalikan serangga vektor yang masuk ke dalam
pertanaman pepaya. Strategi pengendalian penyakit yang dikaji adalah pemanfaatan mulsa
plastik abu-abu metalik dan tanaman penghalang (Temaja 2016). Penyiapan Lahan Bermulsa
Lahan yang digunakan percobaan adalah lahan tegalan dengan ketesediaan air yang
mencukupi di kecamatan Baturiti. Daerah ini dipilih agar tekanan infeksi virus dari luar
pertanaman cukup tinggi. Daerah tersebut menyediakan berbagai macam jenis tanaman yang
dapat digunakan inang alternatif bagi virus sehingga berfungsi sebagai sumber inokulum bagi
tanaman percobaan. Daerah tersebut menyediakan populasi berbagai jenis kutudaun (aphis)
pada tingkat yang cukup tinggi sebagai agen pembawa (vektor) bagi virus ke dalam
pertanaman percobaan. Lahan diolah dan dibuat guludan.Tanah guludan dicampur merata
dengan pupuk kandang (atau pupuk organik lainnya) pada dosis 5 ton per hektar sebagai
pupuk dasar. Pupuk NPK juga ditambahkan sebagai pupuk dasar. Setelah dirapikan, tanah
guludan ditutup dengan mulsa plastik yang berwarna hitam perak. Lubang berdiameter 10 cm
dibuat pada mulsa plastik dengan jarak 200 cm (kearah memanjang) sebagai tempat
menanam bibit pepaya. Demikian juga sebagai perlakuan kontrol, lahan diolah sama seperti
di atas namun tidak menggunakan mulsa plastik. Tata letak petak percobaan diatur
sedemikian rupa sehingga memenuhi kaidah rancangan percobaan acak kelompok (Temaja
2016).

Dua minggu sebelum dilakukan penanaman benih pepaya, di sekeliling masingmasing


petak perlakuan ditanami sebaris tanaman jagung dengan jarak tanam rapat (20 cm) sehingga
baris tanaman jagung sudah siap sebagai penghalang bila tanaman pepaya sudah tumbuh.
Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mencatat perkembangan gejala yang terjadi pada
semua individu tanaman pada setiap petak percobaan. Konfirmasi infeksi virus pada tanaman
bergejala dilakukan dengan ELISA (Temaja 2016).
Daftar Pustaka

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th ed. London (GB): Academic Press

Akin HM. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Kanisisus.

Babadoost M. 2012. Viral disease of Curcubits. Report on Plant Disease. No.926. University
of Illionis

Bateson MF, Lines RE, Revill P, Chaleeprom W, Ha CH, Gibbs AJ, Dale JL. 2002. On the
evolution and molecular epidemiologi of the Potyvirus Papaya ringspot virus.
Journal of General Virology. 83: 2575-2585

Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the world’s crops: an identification and
information guide. 2th Ed. New York (GB): John Wiley & Sons.

Bayot RG, Villegas VN, Magdalita, Jovellana MD, Espino TM, Exconde SB. 1990. Seed
Transmissibility of papaya ringspot virus. Philippines Journal Crop Science. 15: 107-
111

[CABI] CAB International. 2014. Crop Protection Compendium. Willingford (UK) : CABI

Cottier W. 1953. Aphis of New Zealand. New Zealand (NZ): Bull. NZ Depict, industr. Res

Davis RI, Mu L, Maireroa N, Wigmore WJ, Grisoni M, Baterson MF, Thomas JE. 2005. First
records of papaya strain of Papaya ringspot virus (PRSV-P) in French Polynesia and
the Cook Island. Australasian Plant Pathology. 34(1): 125-126

Dialllo HA, Monger W, Kouassi N, Yoro DT, Jones P. 2007. First report of Papaya ringspot
virus infecting papaya in Cote d’Ivoire. Plant Pathology. 26(4): 718.

Gibbs AJ, Trueman WH. 2008. The Bean common mosaic virus lineage of Potyviruses : here
did it arise and hen. Archive of Phytopathology and Plant Protection. 153 : 2177-2187

Gonsalves D, Tripathi S, Carr JB, Suzuki JY. 2010. Papaya ringspot virus. St.Paul (US): The
American Phytophatological.Description of Plant Viruses. No.292. (No. 84 Revise,
July 1984). 8 pp.
Gonsalves C, Cai VV, Tennant PF, Gonsalves D. 1998. Effective development of Papaya
ringspot virus resistant papaya with untranslatable coat protein gene using a modified
microprojectile transformation method. Acta Horticulture. 461:311-319

Green SK, Kim J. 1994. Sources of resistance to viruses of pepper (Capsicum spp.): a catalog
Asian Vegetable Research and Development Center.

Hidayat SH, Nurulita S, Wiyono S. 2012. Infeksi Papaya ringspot virus pada tanaman
pepaya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 8(6):
184-187

Kalleshwaraswamy CM .2007. Aphid (Aphididae : Homoptera) Vector of PRSV, Binomics,


Transmission Efficiency and Factors Contributing to Epidemiology. ISHS Acta
Horticulture. 851: II International Symposium on Papaya

Kalleshwaraswamy CM, Khrisnakumar NK. 2008. Transmission Efficiency of Papaya


ringspot virus by Three Aphid Species. Journal of Virology. Vol 95(3): 541-546

Kalshoven L. 1981. Pest of Crop in Indonesia. Jakarta (ID): PT. Ichtiar Baru.

Kelaniyangoda D, Madhubashini L. 2008. Indicators Plant: Tools for Detecting Papaya


ringspot potyvirus and Cucumber mosaic cucumovirus. Journal of Food and
Agriculture. 1(2):64-69

[Kementan] Kementrian Pertanian.2011. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93 Tahun 2011


tentang jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina. Jakarta(ID): RI

Laney AG, Avanzato MV, Tzanetakis IE. 2012. High incidence of seed transmission of
Papaya ringspot virus and Waermelon mosaic virus, tvvo virus newly identified in
Robinia pseudoacacia. European Journal of plant pathology. 134: 227-230

Mohammed H, Manggil A, Zicca S, Hussein EI A, Tomassol. 2012. First report of Papaya


ringspot virus in pumkin in Sudan. New Disease Reports. 26:26

Temaja, IGRM., I P. Sudiarta, NN. Darmiati. 2015. Papaya Ringspot Virus (PRSV) Causing
Ringspot Disease on Papaya in Bali. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare:
5(18):50-55.
Tripathi S, Suzuki JY, Ferreira SA, Gonsalves D. 2008. Papaya ringspot virus-P:
characteristics, pathogenicity, sequence variability and control. Molecular Plant
Pathology. 9(3): 269-280.

Wang RY, Powell G, Hardie J, Pirone TP. 1998. Role of the helper component in vector
spesific transmission of Potyviruses. Jurnal of General Virology. 79: 1519-1524

Anda mungkin juga menyukai