KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga kami, penulis dapat menyelesaikan laporan ini
dalam rangka memenuhi tugas besar mata kuliah Sistem Informasi Prencanaan, dengan judul
“Analisis Zonasi Kawasan Pertambangan di Kabupaten Trenggalek” dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Pada kesempatan ini, kami selaku penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dan membantu kami hingga
laporan ini dapat terselesaikan secara baik dan tepat waktu. Selain itu, tidak lupa kami ucapkan
terimakasih kepada Bapak Dr. Cahyono Susetyo, ST, M. selaku dosen pengajar mata kuliah
Sistem Informasi Perencanaan melalui materi dan penjelasan yang telah diberikan sehingga
kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan secara faktual.
Kami menyadari bahwa pada laporan ini masih ditemukan banyak kesalahan dan
kekurangan baik dalam proses penyusunan maupun penyajian. Oleh karena itu, kami
mengharapkan adanya ktirik dan saran yang membangun dari para pembaca laporan ini agar
laporan ini dapat menjadi lebih maksimal. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga
laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
I
DAFTAR ISI
II
3.4.1 Weighted Overlay ................................................................................................................ 15
3.4.2 Query.................................................................................................................................... 15
3.4.3 Reclassify ............................................................................................................................. 15
3.4.4 Buffer ................................................................................................................................... 15
3.4.5 Dissolve................................................................................................................................ 15
3.4.6 Union.................................................................................................................................... 15
BAB VI ................................................................................................................................................. 16
PEMBAHASAN ................................................................................................................................... 16
4.1 Gambaran Umum Wilayah ......................................................................................................... 16
4.2 Ketinggian Lahan ........................................................................................................................ 18
4.3 Kemiringan Lahan ...................................................................................................................... 19
4.4 Daerah Rawan Bencana Longsor ................................................................................................ 20
4.5 Air Tanah .................................................................................................................................... 22
4.6 Sungai ......................................................................................................................................... 23
4.7 Mata Air dan Resapan Air .......................................................................................................... 24
4.8 Kawasan Hutan dan Perkebunan................................................................................................. 25
4.9 Kawasan Permukiman ................................................................................................................ 27
4.10 Penggunaan Lahan Pertanian .................................................................................................... 28
4.11 Potensi Bahan Tambang ........................................................................................................... 29
4.12 Hasil Analisis ............................................................................................................................ 31
BAB V .................................................................................................................................................. 34
PENUTUP ............................................................................................................................................ 34
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 34
5.2 Rekomendasi ............................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 35
LAMPIRAN.......................................................................................................................................... 36
III
DAFTAR GAMBAR
IV
DAFTAR TABEL
V
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Malingreau (1978 : 6) penggunaan lahan adalah segala bentuk campur tangan
atau kegiatan manusia baik secara siklis maupun permanen terhadap suatu kumpulan sumber
daya alam dan sumber daya buatan yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk
mencukupi kebutuhan-kebutuhan baik materil maupun spiritual maupun kedua-duanya.
Penggunaan lahan merupakan interaksi antara manusia dengan lahan. Saat ini, penggunaan
lahan merupakan pertanda adanya dinamika eksploitasi oleh manusia (baik perorangan atau
masyarakat) terhadap sekumpulan sumber daya alam. Penggunaan lahan timbul sebagai akibat
adanya kebutuhan dari aktivitas hidup manusia. Aktivitas manusia ini berupa tempat tinggal,
mata pencaharian, transportasi, dan lain-lain. Klasifikasi penggunaan lahan sangat penting
dilakukan di dalam studi maupun inventarisasi penggunaan lahan. Kuantitas dan kualitas
penggunaan lahan ditunjukkan oleh tipe atau jenis penggunaan lahan. Su Ritohardoyo (2009)
mengklasifikasikan lahan menjadi 7, yaitu lahan permukiman, lahan tegalan, lahan sawah,
lahan kebun campuran, lahan semak belukar, lahan pertambangan, dan lahan hutan.
1
Indonesia. Secara geografis Kabupaten Trenggalek berada diantara koordinat 111°24-112°11'
Bujur Timur dan 7°53' – 8°34' Lintang Selatan dengan kondisi dua per tiga dari luas wilayah
merupakan pegunungan dengan ketinggian 0 – 690 dp. Luas wilayah Kabupaten Trenggalek
sebesar 126.140 Ha yang terbagi ke dalam 14 Kecamatan, meliputi Kecamatan Panggul,
Munjungan, Watulimo, Kampak, Dongko, Pule, Karangan, Suruh, Gandusari, Durenan,
Pogalan Trenggalek, Tugu dan Bendungan. Dalam sistem perwilayahannya, Kabupaten
Trenggalek merupakan Pusat Pelayanan Lokal (PKL) dalam lingkup WP (Wilayah
Pengembangan) Kediri dan sekitarnya, dengan fungsi wilayah yang diarahkan pada kegiatan
pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, pertambangan,
pendidikan, kesehatan, pariwisata, perikanan dan industri.
Kabupaten Trenggalek memiliki potensi bahan tambang yang cukup tinggi terutama
marmer, andesit, dan diorit. Selain itu, terdapat beberapa indikasi potensi bahan galian tambang
golongan B berupa emas, mangan, dan pirit/kalkopirit. Akan tetapi, upaya penataan kawasan
pertambangan belum optimal terutama pengelolaan bahan galian yang dapat dimanfaatkan
untuk peningkatan pendapatan daerah. Hal tersebut dapat terjadi karena sistem pengelolaan
tambang yang ada selama ini terdapat ketimpangan sebab ada beberapa pihak yang
diuntungkan secara berlebih dan ada pula yang dirugikan. Dalam hal ini, sebagian besar pihak
yang dirugikan adalah masyarakat sehingga kegiatan pertambangan di Kabupaten Trenggalek
menuai banyak penolakan dari masyarakat setempat. Kurangnya pengawasan kegiatan
pertambangan akan berakibat pada pemborosan sumber daya tambang serta dikhawatirkan
dapat menyebabkan tumpang tindih penggunaan lahan sehingga fungsi kawasan tambang
mengganggu fungsi kawasan lain ataupun sebaliknya.
2
Sumber: RTRW Kabupaten Trenggalek 2011 – 2031
Pada era ini, perkembangan teknologi telah membuka wawasan dan paradigma baru
dalam berbagai proses pengambilan keputusan serta penyebaran informasinya. Sistem
informasi geografis (SIG) merupakan tools yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai
persoalan, terutama terkait dengan perpetaan. Hal tersebut disebabkan penggunaannya yang
praktis karena dapat menyimpan data yang merepresentasikan keadaan aslinya atau dunia nyata
yang kemudian diproses dan diolah sedemikian rupa sehingga dapat disajikan dalam bentuk-
bentuk yang sederhana. Salah satu analisis yang dapat digunakan dalam SIG adalah analisis
spasial yang memperhatikan kondisi fisik dan lingkungan. Dalam penelitian ini, analisis spasial
digunakan untuk menganalisis zonasi pertambangan di Kabupaten Trenggalek. Terdapat 3
klasifikasi zonasi pertambangan, yakni zona dapat diberi izin ditambang, dapat diberi izin
ditambang dengan bersyarat, dan tidak dapat diberi izin ditambang. Hasil dari zonasi
pertambangan ini dapat bermanfaat sebagai masukan bagi instansi terkait dalam rangka
pengambilan kebijakan yang akurat. Sehingga proses kegiatan pertambangan yang dilakukan
tetap memperhatikan dampak lingkungan serta tidak mengganggu aktivitas penduduk.
3
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lahan - lahan yang memiliki
potensi bahan tambang di Kabupaten Trenggalek, yang selanjutnya dari hasil
identifikasi tersebut akan dibuat zonasi penambangan dengan 3 variabel, yakni dapat
diberi izin penambangan, dapat diberi izin dengan bersyarat, dan tidak dapat diberi izin
penambangan. Hasil zonasi penambangan tersebut dapat dijadikan sebagai masukan
bagi instansi - instansi yang terkait dalam rangka merencanakan maupun mengambil
kebijakan yang akurat dalam bidang penambangan di Kabupaten Trenggalek.
1.4 Manfaat
Dalam penelitian ini, terdapat dua manfaat, yakni manfaat praktis dan manfaat teoritis.
4
• Sebelah Selatan : Samudra Hindia
• Sebelah Barat : Kabupaten Ponorogo dan Pacitan
5
6. Sebaran Mata Air
persebaran mata air sebagai salah satu parameter zonasi pertambangan yang
mempertimbangkan adanya dampak lingkungan.
7. Kawasan Hutan dan Perkebunan
Kawasan hutan termasuk dalam salah satu parameter zonasi pertambangan
sebagai pertimbangan untuk melindungi area hijau di suatu daerah.
8. Kawasan Permukiman
Parameter ini digunakan sebagai acuan kawasan pertambangan agar tidak
terlalu dekat dengan permukiman warga sehingga tidak mengganggu aktivitas
keseharian warga setempat, baik dari polusi yang ditimbulkan hingga
kebisingan dari kegiatan pertambangan.
9. Kawasan Pertanian
Data ini digunakan untuk menentukan daerah zonasi pertambangan agar tidak
berdekatan dan mengganggu aktivitas pertanian.
10. Sebaran Bahan Tambang
Parameter ini sangat digunakan untuk menentukan letak dari zonasi
pertambangan agar bisa memaksimalkan potensi sumber daya tambang yang
ada.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lahan
Lahan (land) merupakan suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua
komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di
bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan
dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan
sekarang; yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada
saat sekarang dan di masa akan datang.
Penggunaan Lahan merupakan aktivitas manusia pada dan dalam kaitannya dengan
lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan telah dikaji
dari beberapa sudut pandang yang berlainan. Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan
manusia pada bidang lahan tertentu, misalnya permukiman, perkotaan dan persawahan.
Penggunaan lahan juga merupakan pemanfaatan lahan dan lingkungan alam untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam penyelenggaraan kehidupannya. Pengertian penggunaan lahan
biasanya digunakan untuk mengacu pemanfaatan masa kini (present or current land use). Oleh
karena aktivitas manusia di bumi bersifat dinamis, maka perhatian sering ditujukan pada
perubahan penggunaan lahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
a. mineral;
b. batubara;
c. minyak dan gas bumi; dan/atau
d. panas bumi.
7
mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan,
serta kegiatan pascatambang. Pengertian tersebut dalam arti luas karena meliputi
berbagai kegiatan pertambangan yang ruang lingkupnya dapat dilakukan sebelum
penambangan, proses penambangan, dan sesudah proses penambangan.
Pengertian pertambangan mineral dan pertambangan batubara jelaslah berbeda.
Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau
batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah. Sedangkan yang
dimaksud dengan pertambangan batubara adalah pertambangan endapan karbon yang
terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.
8
pelaksanaannya. Asas transparansi adalah keterbukaan dalam penyelenggaraan
kegiatan pertambangan diharapkan masyarakat luas dapat memperoleh
informasi yang benar, jelas dan jujur. Sebaliknya masyarakat dapat memberikan
bahan masukan kepada pemerintah. Sedangkan asas akuntabilitas adalah
kegiatan pertambangan dilakukan dengan cara-cara yang benar sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kepada negara dan masyarakat.
4. Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan
Asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah asas yang secara
terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya
dalam keseluruhan usaha pertambangan mineral dan batubara untuk
mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang.
9
Mineral bukan logam dibagi menjadi 40 macam yaitu intan, korundum, grafit,
arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriorit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit,
asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolite,
kaolin, feldspar, bentonit, gypsum, dolomite, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit,
zircon, wollastonite, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu
gamping.
d. Batuan dan batubara
Batuan adalah benda keras dan padat yang berasal dari bumi, yang bukan logam.
Batuan dibagi menjadi 47 macam yaitu pumice, tras, toseki, obsidian, marmer,
perlit, tanah diatom, tanah serap, slate, granit, granodiorit, andesit, garbo,
periodit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon,
chert, kristal kuarsa, jasper, chrysoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat,
diorite, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai,
batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, sirtu, tanah,
urukan tanah setempat, tanah merah, batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir
yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam
dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Batuan
dibagi menjadi 4 macam yaitu bitumen padat, batuan aspal, batubara dan
gambut.
10
Peruntukan Hutan Produksi, Hutan Rakyat, Kawasan Peruntukan Pertanian, Kawasan
Peruntukan Perikanan, Kawasan Peruntukan Pertambangan, Kawasan peruntukan
Industri, Kawasan Peruntukan Pariwisata, Kawasan Peruntukan Permukiman, serta
Kawasan Peruntukan Lainnya.
Dalam Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya tentang Kawasan
Peruntukan Pertambangan sesuai RTRW Kabupaten Trenggalek 2011 - 2031 diatur
ketentuan pokok pertambangan. Aturan yang mengatur ketentuan-ketentuan pokok
pertambangan tersebut adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 yang meliputi
fungsi utama, kriteria umum dan kaidah perencanaan, dan peruntukan air di kawasan
pertambangan. Adapun perincian kawasan peruntukan pertambangan sebagai berikut:
1. Fungsi utama
− Menghasilkan barang hasil tambang yang meliputi minyak dan gas
bumi; bahan galian pertambangan secara umum, dan bahan galian C.
− Mendukung upaya penyediaan lapangan kerja.
− Sumber pemasukan dana bagi Pemerintah Daerah (dana bagi hasil)
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
2. Kriteria umum dan kaidah perencanaan
− Pemanfaatan ruang beserta sumber daya tambang dan galian di kawasan
peruntukan pertambangan harus diperuntukan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya tersebut
sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap
memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
− Setiap kegiatan pertambangan harus memberdayakan masyarakat di
lingkungan yang dipengaruhinya guna kepentingan dan kesejahteraan
masyarakat setempat.
− Kegiatan pertambangan ditujukan untuk menyediakan bahan baku bagi
industri dalam negeri dan berbagai keperluan masyarakat, serta
meningkatkan ekspor, meningkatkan penerimaan negara dan
pendapatan daerah serta memperluas lapangan pekerjaan dan
kesempatan usaha.
11
− Kegiatan pertambangan mulai dari tahap perencanaan, tahap eksplorasi
hingga eksploitasi harus diupayakan sedemikian rupa agar tidak
menimbulkan perselisihan dan atau persengketaan dengan masyarakat
setempat.
− Rencana kegiatan eksploitasi harus disetujui oleh dinas pertambangan
setempat dan atau oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,
dan pelaksanaannya dilaporkan secara berkala.
− Pada lokasi kawasan pertambangan fasilitas fisik yang harus tersedia
meliputi jaringan listrik, jaringan jalan, tempat pembuangan sampah,
saluran drainase, dan saluran air kotor.
3. Peruntukan air di kawasan pertambangan
− Air tanah mempunyai peran penting bagi kehidupan dan penghidupan
rakyat Indonesia, mengingat fungsinya sebagai salah satu kebutuhan
pokok hidup.
− Air tanah harus dikelola secara bijaksana, menyeluruh, terpadu,
berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.
− Pengelolaan air tanah secara teknis perlu disesuaikan dengan perilaku
air tanah meliputi keterdapatan, penyebaran, ketersediaan, dan kualitas
air tanah serta lingkungan keberadaannya.
− Pengelolaan air tanah wajib mengacu kebijakan pengelolaan air tanah
pada cekungan air tanah, kebijakan ini mengacu pada UU No. 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air (SDA).
− Kebijakan pengelolaan air tanah ditetapkan oleh menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing.
− Pengelolaan air tanah perlu diarahkan pada keseimbangan antara upaya
konservasi dan pendayagunaan air tanah yang terintegrasi dalam
kebijakan dan pola pengelolaan sumber daya air.
− Kegiatan utama dalam pengelolaan air tanah yang mencakup konservasi
dan pendayagunaan air tanah diselenggarakan untuk mewujudkan
kelestarian dan kesinambungan ketersediaan air tanah dan pemanfaatan
air tanah yang berkelanjutan.
12
Adapun pengelolaan kawasan pertambangan meliputi:
− Pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan
potensi bahan galian, kondisi geologi dan hidrologi dalam kaitannya dengan
kelestarian lingkungan.
− Pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi/reklamasi sesuai
dengan zona peruntukan yang ditetapkan, dengan melakukan penimbunan tanah
subur dan /atau bahan-bahan lainnya, sehingga menjadi lahan yang dapat
digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budidaya lainnya
dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup.
− Setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan mengamankan
tanah atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas
penambangan.
− Meminimalisasi penggunaan bahan bakar kayu untuk pembakaran kapur dan
batubata-tenting, sebab dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan.
− Mewajibkan bagi seluruh pemegang eksploitasi untuk melakukan reboisasi
terhadap kawasan yang telah dieksploitasi, jika melanggar diberikan sanksi.
− Memberikan batasan lahan yang dapat dieksploitasi dan harus menjaga
keseimbangan lingkungan yang ada.
13
BAB III
METODE PENELITIAN
14
3.4 Metode Analisis Data
3.4.1 Weighted Overlay
Overlay adalah salah satu analisis SIG (Sistem Informasi Geografis). Teknik
analisis ini menempatkan grafis satu peta di atas grafis peta lain dan menampilkan hasil
dari kedua peta tersebut. Metode weighted overlay merupakan analisis spasial dengan
menggunakan teknik overlay beberapa peta berkaitan dengan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap nilai kerentanan.
Teknik analisis ini digunakan untuk menerapkan sebuah skala penilaian untuk
membedakan dan menidaksamakan input dari beberapa peta menjadi sebuah analisa
yang terintegrasi. Hasil dari weighted overlay ini memberikan pertimbangan terhadap
faktor atau kriteria yang ditentukan dalam sebuah proses pemilihan kesesuaian.
3.4.2 Query
Query pada aplikasi ArcGIS adalah tool untuk memilih subset fitur dan catatan
tabel. Ekspresi query di ArcGIS mematuhi ekspresi SQL standar. Tools ini digunakan
untuk memilah, memilih dan mencari data yang dibutuhkan.
3.4.3 Reclassify
Reclassify adalah sebuah alat mengklasifikasi ulang atau mengubah nilai sel
ke nilai alternatif menggunakan berbagai metode.
3.4.4 Buffer
Buffer merupakan analisis yang berfungsi untuk membuat suatu batasan area
tertentu dari obyek yang diinginkan. Analisis buffer menghasilkan output berupa
daerah cakupan (range) di sekitar fitur geografis yang kemudian dapat digunakan untuk
mengidentifikasi atau memilih fitur berdarkan dengan obyek yang terletak pada bagian
dalam batas buffer maupun bagian diluar batas buffer. (Andra, 2014)
3.4.5 Dissolve
Dissolve adalah salah satu tool di ArcGIS untuk menghilangkan batas antara
poligon yang berdekatan yang memiliki nilai yang sama untuk atribut tertentu.
3.4.6 Union
Tool union merupakan tool yang berfungsi untuk menentukan areal yang berada
pada salah satu layer saja atau beberapa layer. Semua fitur yang berada pada layer input
akan menjadi output. Union dapat dilakukan pada dua atau lebih layer. (Astrini dan
Oswald, 2012)
15
BAB VI
PEMBAHASAN
16
6 Pule Pule 118.12
7 Karangan Karangan 50.92
8 Suruh Suruh 50.72
9 Gandusari Gandusari 54.96
10 Durenan Kendalrejo 57.16
11 Pogalan Ngadirenggo 41.8
12 Trenggalek Ngantru 61.16
13 Tugu Gondang 74.72
14 Bendungan Dompyong 90.84
Kabupaten Trenggalek Trenggalek 1261.4
17
4.2 Ketinggian Lahan
18
25 - 100 1 140.691866
12,5 - 25 1 15.11231
0 - 12,5 1 40.475531
Kemiringan lahan menjadi salah satu parameter zonasi pertambangan untuk menilai
apakah lahan tersebut aman dilakukan pertambangan atau tidak. Sama seperti ketinggian,
semakin tinggi kemiringan suatu lahan maka wilayah tersebut makin berisiko dijadikan tempat
pertambangan. Sebaliknya, makin rendah kemiringan suatu lahan maka makin aman untuk
dilakukan kegiatan pertambangan di dalamnya. Berdasarkan peta kelerengan di atas, dapat
diketahui bahwa kemiringan lereng di Kabupaten Trenggalek didominasi oleh kemiringan agak
curam hingga curam serta beberapa bagian wilayah terlihat memiliki kemiringan lereng yang
datar. Dalam penentuan nilai zonasi pertambangan, kemiringan lereng dibagi menjadi 3 kelas,
19
yakni lebih dari 100% dengan nilai 3, kemiringan antara 50 - 100% dengan nilai 2, dan
kemiringan kurang dari 50% dengan nilai 1. Di Kabupaten Trenggalek, perincian dari tiap kelas
lereng tersebut sebagai berikut:
Berdasarkan tabel tersebut, luas wilayah paling besar, yakni seluas 320,761283 Km2
memiliki kemiringan lahan 25 - 40% kemudian disusul oleh kemiringan lahan lebih dari 40%
dengan luas wilayah 283,781067 Km2. Selanjutnya kemiringan lahan 0 - 2% dan 15 - 25%
yang memiliki luas wilayah masing-masing sebesar 245,297611 Km2 dan 219,262299 Km2.
Adapun luas wilayah terkecil, yakni seluas 177,616246 Km2 memiliki kemiringan sebesar 2 -
15%. Dengan demikian, untuk parameter kemiringan lahan ini, sebagian besar wilayah di
Kabupaten Trenggalek memiliki nilai 1 dan hanya sebagian kecil yang bernilai 2 apabila dilihat
dari kemiringan lahannya.
20
Daerah rawan bencana longsor dijadikan salah satu parameter zonasi pertambangan
sebagai salah satu upaya mengurangi terjadinya bencana akibat kawasan pertambangan yang
akan dilakukan. Semakin tinggi daerah tersebut rawan akan longsor maka potensi untuk
dijadikan kawasan pertambangan semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah suatu daerah
mengalami bencana longsor maka semakin besar peluang untuk dijadikan kawasan
pertambangan. Dalam peta di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar daerah di Kabupaten
Trenggalek termasuk dalam kategori aman dari bencana longsor dan ditandai dengan warna
hijau. Sedangkan hanya beberapa daerah saja yang termasuk dalam kategori rawan bencana
longsor tinggi yang ditandai dengan warna merah. Dalam parameter penentuan zonasi
pertambangan, daerah rawan bencana longsor dibagi menjadi 3 kelas, yakni kawasan rawan
bencana III dengan nilai 3, kawasan rawan bencana II dengan nilai 2, dan kawasan rawan
bencana I dengan nilai I. Berikut merupakan tabel daerah rawan bencana longsor di Kabupaten
Trenggalek:
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa luas daerah yang termasuk aman dari
bencana longsor di Kabupaten Trenggalek seluas 1189,934797 Km2 sedangkan luas daerah
rawan bencana longsor atau termasuk dalam kategori longsor yang tinggi seluas 56,78372
Km2. Daerah aman dari bencana longsor termasuk dalam kelas kawasan rawan bencana I
sehingga memiliki nilai 1. Dalam parameter ini, sebagian besar wilayah di Kabupaten
Trenggalek bernilai 1 jika dilihat dari rawan bencana longsornya. Sedangkan daerah dengan
kategori longsor tinggi termasuk dalam kawasan rawan bencana III sehingga nilai dari kategori
tersebut adalah 3.
21
4.5 Air Tanah
Air tanah menjadi salah satu parameter dalam zonasi kawasan pertambangan karena
kegiatan pertambangan yang akan dilakukan perlu mempertimbangkan produktivitas air tanah
di daerah tersebut. Sehingga kegiatan pertambangan yang berlangsung tetap memperhatikan
kondisi lingkungan dan meminimalisasi terjadinya kerusakan alam. Semakin tinggi
produktivitas air tanah maka semakin kecil kemungkinannya untuk dijadikan kawasan
pertambangan. Sebaliknya, semakin rendah produktivitas air tanah maka semakin besar
kemungkinannya dijadikan kawasan pertambangan. Dalam parameter zonasi pertambangan,
produktivitas air tanah dibagi menjadi tiga kelas, yaitu produktivitas air tinggi dengan nilai 3,
produktivitas air sedang dengan nilai 2, dan produktivitas rendah dengan nilai 1. Berdasarkan
peta di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar produktivitas air di Kabupaten Trenggalek
berada di tingkat yang rendah/langka. Sehingga dalam parameter ini, nilai yang paling banyak
didapat adalah 1. Berikut merupakan perincian dari tiap tingkatan produktivitas air tanah di
Kabupaten Trenggalek:
22
Berdasarkan tabel tersebut, luas wilayah dengan produktivitas air rendah/langka di
Kabupaten Trenggalek sebesar 1023,485321 Km2 kemudian luas wilayah dengan
produktivitas air sedang seluas 195,191861 Km2. Sedangkan luas wilayah terkecil memiliki
produktivitas air tinggi dengan total luas 26,20578 Km2.
4.6 Sungai
Selanjutnya adalah parameter sungai. Sungai dijadikan salah satu parameter dari zonasi
pertambangan karena kawasan pertambangan yang akan dilakukan tidak boleh berada di tubuh
sungai dan daerah sekitarnya. Kawasan pertambangan baru boleh dilakukan pada jarak-jarak
tertentu dari sungai. Berdasarkan peta di atas dapat dilihat pergerakan aliran sungai besar di
Kabupaten Trenggalek. Pada parameter ini, penentuan zonasi kawasan pertambangan dibagi
menjadi tiga kelas, yakni jarak 0 - 50 meter dari sungai memiliki nilai tertinggi 3, jarak 50 -
100 meter dari sungai memiliki nilai 2, dan jarak > 100 meter dari sungai memiliki nilai 1.
Karena pada parameter ini penentuan zona berdasarkan aliran sungai, sehingga sebagian besar
wilayah di Kabupaten Trenggalek termasuk dalam kelas yang memiliki jarak > 100 meter dari
sungai. Berikut merupakan perincian parameter jarak dari sungai di Kabupaten Trenggalek:
23
> 100 meter 1 1189.473963
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa luas daerah yang berada di jarak 0 -
50 meter dari sungai di Kabupaten Trenggalek seluas 33,420893 Km2 kemudian daerah dengan
jarak 50 - 100 meter dari sungai memiliki luas 24,340503 Km2. Sedangkan luas wilayah yang
mendominasi parameter ini berada di jarak > 100 meter dari sungai dengan luas 1189,473963
Km2. Dengan demikian, dalam parameter ini, sebagian besar wilayah yang ada di Kabupaten
Trenggalek memiliki nilai 1 apabila dilihat berdasarkan jarak dari sungai.
Sama seperti produktivitas air tanah, persebaran mata air juga dijadikan sebagai salah
satu parameter zonasi pertambangan yang mempertimbangkan dampak lingkungan. Wilayah
dengan sumber mata air tidak boleh dijadikan sebagai kawasan pertambangan sehingga potensi
wilayah tersebut untuk menjadi kawasan pertambangan semakin kecil. Semakin jauh jarak dari
sumber mata air maka potensi daerah tersebut dijadikan kawasan pertambangan juga makin
tinggi. Sebaliknya, semakin dekat dengan sumber mata air maka potensi daerah tersebut
dijadikan kawasan pertambangan akan makin kecil. Dalam parameter ini, jarak dari mata air
dibagi menjadi tiga kelas sama seperti jarak dari sungai, yaitu 0 - 50 meter dengan nilai 3, 50 -
100 meter dengan nilai 2, dan lebih dari 100 meter dari mata air memiliki nilai 1. Di Kabupaten
Trenggalek, pembagian kelas menurut jarak dari mata air dijabarkan sebagai berikut:
24
Tabel 8. Jarak dari Mata Air di Kabupaten Trenggalek
Jarak Nilai Luas (Km²)
0 - 50 meter 3 0.407333
50 - 100 meter 2 1.224164
> 100 meter 1 1245.087009
Berdasarkan tabel tersebut, sebaran mata air berupa titik-titik kemudian dilakukan
perhitungan jarak dengan kelas-kelas seperti yang telah disebutkan. Pada jarak 0 - 50 meter
dari mata air di Kabupaten Trenggalek memiliki luas 0,407333 Km2 yang tersebar seperti
terlihat pada peta. Kemudian pada jarak 50 - 100 meter dari mata air memiliki luas 1,224164
Km2. Lalu kelas dengan luas wilayah terbesar di Kabupaten Trenggalek, yakni dengan jarak
lebih dari 100 meter memiliki luas wilayah sebesar 1245,087009 Km2. Dengan demikian,
dapat diketahui bahwa dalam parameter ini sebagian besar wilayah di Kabupaten Trenggalek
mempunyai nilai 1 yang berarti bahwa potensi menjadi kawasan pertambangan makin besar.
Kawasan hutan termasuk dalam salah satu parameter zonasi pertambangan sebagai
pertimbangan untuk melindungi area hijau di suatu daerah. Berdasarkan peta di atas dapat
diketahui bahwa terdapat berbagai macam jenis hutan dan perkebunan di Kabupaten
Trenggalek. Dalam parameter kawasan hutan sendiri, terdapat 3 kelas sama seperti parameter
25
lainnya. Akan tetapi, terdapat satu tambahan parameter yang bernilai tinggi dibandingkan yang
lain. Parameter tersebut bernilai 21, jauh lebih tinggi dengan nilai tertinggi dari parameter lain,
yaitu 3. Nilai/bobot sebesar 21 tersebut diberikan pada kawasan hutan lindung atau kawasan
lindung apapun yang terdapat di suatu wilayah. Artinya, penggunaan kawasan lindung tersebut
sebagai kawasan pertambangan sama sekali tidak boleh dilakukan atau dilarang. Jika ingin
menggunakan kawasan tersebut sebagai kawasan pertambangan harus memiliki izin-izin
khusus dengan beberapa persyaratan. Dalam zonasi pertambangan Kabupaten Trenggalek ini,
terdapat 2 wilayah dengan nilai 21, yakni kawasan hutan lindung dan kawasan lindung karst.
Sedangkan kawasan hutan lainnya terbagi menjadi 3 kelas, yaitu perkebunan atau hutan rakyat
dengan nilai 3, hutan produksi dengan nilai 2, dan peruntukan lainnya dengan nilai 1.
Klasifikasi pembagian kelas kawasan hutan di Kabupaten Trenggalek dirincikan sebagai
berikut:
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kawasan lindung karst dengan nilai 21
memiliki luas 111,200815 Km2 dan kawasan hutan lindung dengan nilai 21 memiliki luas
78,632819 Km2. Kemudian kawasan dengan nilai 3 yakni hutan rakyat dan perkebunan
memiliki luas masing-masing 45.163418 Km2 dan 75,710089 Km2. Selanjutnya, kawasan
hutan yang mendominasi Kabupaten Trenggalek yaitu hutan produksi dengan nilai 2 terbagi
menjadi kawasan hutan produksi tetap dan kawasan hutan produksi terbatas dengan luas
masing-masing 208,359731 Km2 dan 224,715873 Km2. Sementara itu, luas kawasan hutan
dengan proporsi terkecil dalam parameter ini yakni peruntukan lain dengan luas 1,326604
Km2.
26
4.9 Kawasan Permukiman
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa luas wilayah yang berjarak 0 - 50
meter dari kawasan permukiman seluas 282,897917 Km2 kemudian luas wilayah yang berjarak
27
50 meter - 1 km dari wilayah permukiman seluas 797,615407 dengan proporsi yang paling
besar dibandingkan kedua kelas lainnya. Sedangkan proporsi luas wilayah terkecil berada di
jarak lebih dari 1 km dari permukiman dengan luas 166,2015182. Dengan demikian, dalam
parameter jarak dari permukiman ini, sebagian besar wilayah di Kabupaten Trenggalek berada
di jarak 50 - 1000 meter dengan nilai 2.
28
Tabel 11. Penggunaan Lahan Pertanian di Kabupaten Trenggalek
Keterangan Nilai Luas (Km²)
Sawah Irigasi 3 86.396388
Sawah Tadah Hujan 2 41.465353
Tegalan/Ladang 2 128.042816
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa penggunaan lahan pertanian berupa
sawah irigasi di Kabupaten Trenggalek memiliki luas 86,396388 Km2, luas sawah tadah hujan
sebesar 41,465353 Km2, dan luas penggunaan lahan pertanian yang mendominasi berupa
tegalan/ladang seluas 128,042816. Dengan demikian, penggunaan lahan pertanian di
Kabupaten Trenggalek sebagian besar memiliki nilai 2 pada parameter ini.
29
Tabel 12. Persebaran Potensi Tambang Menurut Jenisnya di Kabupaten Trenggalek
Potensi Tambang Kecamatan
Kecamatan Panggul, Watulimo,
Batu Gamping
Gandusari, Tugu, dan Bendungan
Emas Kecamatan Kampak, Pule, dan Suruh
Feldspar Kecamatan Suruh dan Karangan
Kecamatan Munjungan, Dongko, Durenan,
Lempung
dan Bendungan
Kecamatan Munjungan, Panggul, dan
Kalsit
Gandusari
Kecamatan Munjungan, Pule, Dongko, dan
Kaolin
Bendungan
Kecamatan Panggul, Kampak, dan
Marmer
Bendungan
Kecamatan Munjungan, Karangan, dan
Piropilit
Bendungan
Sirtu Kecamatan Pogalan dan Trenggalek
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa kecamatan dengan jenis potensi
tambang paling banyak adalah Kecamatan Bendungan dengan total 5 jenis potensi tambang,
yakni batu gamping, lempung, kaolin, marmer, dan piropilit. Selanjutnya, kecamatan dengan
jenis potensi tambang terbanyak dengan total 4 jenis potensi tambang adalah Kecamatan
Munjungan yang memiliki potensi lempung, kalsit, kaolin, dan piropilit. Sedangkan kecamatan
yang hanya memiliki satu jenis potensi tambang adalah Kecamatan Tugu, Watulimo, Pogalan,
Gandusari, Trenggalek, Durenan, Karangan, dan Kampak.
30
4.12 Hasil Analisis
Setelah dilakukan analisis pada kesembilan parameter, mulai dari ketinggian lahan,
kemiringan lahan, daerah rawan bencana longsor, produktivitas air tanah, jarak dari sungai,
jarak dari mata air, kawasan hutan dan perkebunan, jarak dari permukiman, dan penggunaan
lahan pertanian kemudian ditentukan nilai dari masing-masing kelas di tiap parameter seperti
yang telah dijelaskan pada tabel tiap parameter. Kemudian, dilakukan penjumlahan nilai dari
skor yang telah ditentukan tersebut menggunakan tools union untuk menggabungkan semua
parameter dan melakukan operasi perhitungan dari kesembilan parameter dan didapatkan hasil
analisis zonasi pertambangan seperti pada peta di atas. Adapun perincian nilai dari tiap
parameter sebagai berikut:
Tabel 13. Penilaian Parameter Kawasan Zonasi Pertambangan
Parameter Unsur Penilaian Parameter Bobot/Nilai
Ketinggian lebih dari 2000m dpl 3
Ketinggian Lahan Ketinggian antara 1000 - 2000m dpl 2
Ketinggian kurang dari 1000m dpl 1
Kemiringan lebih dari 100% 3
Kemiringan Lahan Kemiringan antara 50 - 100% 2
Kemiringan kurang dari 50% 1
31
Kawasan rawan bencana III 3
Rawan Bencana Longsor Kawasan rawan bencana II 2
Kawasan rawan bencana I 1
Produktivitas air tanah tinggi 3
Air Tanah Produktivitas air tanah sedang 2
Produktivitas air tanah rendah 1
Jarak dari sungai 0 - 50 meter 3
Sungai Jarak dari sungai 50 - 100 meter 2
Jarak dari sungai > 100 meter 1
Jarak dari mata air 0 - 50 meter 3
Mata Air dan Peresapan Air Jarak dari mata air 50 - 100 meter 2
Jarak dari mata air > 100 meter 1
Hutan lindung atau kawasan lindung 21
Perkebunan atau hutan rakyat 3
Kawasan Hutan dan Perkebunan
Hutan produksi 2
Peruntukan lain 1
Jarak dari permukiman 0 - 50 m 3
Permukiman Jarak dari permukiman 50 m - 1 km 2
Jarak dari permukiman > 1 km 1
Sawah irigasi 3
Penggunaan Lahan Pertanian Sawah tadah hujan, ladang, tegalan 2
Semak belukar dan rerumputan 1
Penjumlahan tiap nilai yang didapat dari kesembilan parameter kemudian ditotal dan
dibagi menjadi tiga kelas. Semakin besar nilai yang didapat di suatu daerah maka semakin kecil
kemungkinan daerah tersebut tergolong dapat diberi izin tambang. Sebaliknya, semakin kecil
nilai yang didapat di suatu daerah maka kemungkinan daerah tersebut mendapat izin tambang
makin tinggi. Dalam pembagian kelas tersebut, kelas pertama, yakni zona dapat diberi izin
tambang memiliki rentang nilai 1 - 15. Kemudian kelas kedua, yaitu zona dapat diberi izin
tambang bersyarat memiliki rentang nilai 16 - 24. Dan kelas yang terakhir dengan rentang nilai
di atas 24 tidak memiliki izin untuk ditambang. Hasil dari analisis zonasi kawasan
pertambangan di Kabupaten Trenggalek sebagai berikut:
32
Tabel 14. Zonasi Kawasan Pertambangan di Kabupaten Trenggalek
Zona Pertambangan Luas (Km²)
Dapat Diberi Izin Tambang 1060.874357
Dapat Diberi Izin Tambang Bersyarat 0.02184663817
Tidak Dapat Ditambang 189.8324396
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah di Kabupaten
Trenggalek termasuk dalam kategori dapat diberi izin tambang dengan total luas 1060,874357
Km2. Sedangkan zona dapat diberi izin tambang bersyarat memiliki proporsi yang paling kecil
dengan luas 0,02184663817 Km2. Dan zona tidak dapat ditambang di Kabupaten Trenggalek
memiliki luasan 189,8324396 Km2.
Dari tabel dan peta hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa terdapat beberapa
kecamatan dengan proporsi kawasan tidak dapat ditambang yang cukup banyak dibandingkan
kecamatan lain. Kecamatan dengan proporsi tidak dapat ditambang yang cukup besar adalah
Kecamatan Bendungan, Gandusari, Kampak, Dongko, Panggul, dan Munjungan. Padahal di
antara kecamatan tersebut memiliki jenis potensi galian tambang yang cukup banyak, yaitu
Kecamatan Bendungan dengan 5 jenis potensi galian (batu gamping, lempung, kaolin, marmer,
dan piropilit) dan Kecamatan Munjungan dengan 4 jenis potensi galian (lempung, kalsit,
kaolin, dan piropilit).
Sementara itu, kecamatan dengan sebagian besar termasuk kategori dapat diberi izin
tambang dan hanya memiliki sedikit wilayah yang tidak dapat ditambang adalah Kecamatan
Tugu dengan potensi batu gamping, Kecamatan Durenan dengan potensi lempung, Kecamatan
Karangan dengan potensi feldspar, dan Kecamatan Pule dengan potensi kaolin dan emas.
33
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan serta analisis menggunakan weighted analysis, buffer, Union &
reclassify didapatkan hasil pada area studi dalam tiga kategori, dapat diberi izin tambang
dengan total luas 1060,874357 Km2, izin tambang bersyarat memiliki proporsi yang paling
kecil dengan luas 0,02184663817 Km2 dan zona tidak dapat ditambang di Kabupaten
Trenggalek memiliki luasan 189,8324396 Km2. Terdapat beberapa kecamatan yang hampir
sebagian besar merupakan wilayah diberikan izin tambang adalah Kecamatan Tugu dengan
potensi batu gamping, Kecamatan Durenan dengan potensi Lempung, Kecamatan Karangan
dengan potensi feldspar, dan Kecamatan Pule dengan potensi kaolin dan emas.
5.2 Rekomendasi
Dari hasil analis yang telah dilakukan, penulis memberikan beberapa rekomendasi
sebagai berikut :
34
DAFTAR PUSTAKA
Astrini, R., Oswald, P. (2012). Modul Pelatihan Quantum GIS Tingkat Dasar. Diakses 06 Des
2021, dari https://bappeda.ntbprov.go.id/edukasi/module-quantum-gis-dasar/
Andra, O, S. (2014). Praktikum Sistem Informasi Geografi. Diakses 06 Des 2021, dari
https://www.slideshare.net/886428468/buffer-pada-arcgis-100
35
LAMPIRAN
36