oleh :
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan
dan salam teruntuk baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umat manusia dari zaman yang kelam hingga zaman yang terang
izin, hidayah dan inayah-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan karya tulis
BEDAH PRIA RSUP DR. M. DJAMIL PADANG”. Karya ilmiah akhir ini
Merdawati, M. Kep dan Ibu Esi Afriyanti, S.Kp, M.Kes yang telah membimbing
penulis dengan penuh kesabaran hingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
akhir ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada pembimbing klinik Ibu Ns.
Silvia Handayani, S. Kep yang telah memberikan motivasi dan bimbingan selama
penulis mengikuti praktek profesi peminatan di IRNA Bedah Pria RSUP Dr. M.
1. Ibu Hema Malini, S.Kp., MN., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Keperawatan
2. Ibu Ns. Rika Fatmadona, M.Kep, Sp. KMB, selaku Koordinator Program
4. Bagian IRNA Bedah Pria RSUP Dr. M. Djamil Padang yang telah
6. Kepada orang tua saya, Mukhlis (abak), Yenti (ibu), Zira M, Zefi M Zhara
7. Kepada Keluarga K19 (Bg Akbar, Indri, Ima, Rini, Fanny, Fauziah, Dian &
Andalas
9. Kepada Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas
ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran
dari berbagai pihak demi lebih baiknya karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, penulis
berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Penulis
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
KARYA ILMIAH AKHIR
MARET 2020
ABSTRAK
Pasca operasi, pasien membutuhkan waktu sekitar 24 - 48 jam sehingga efek obat
anastesi hilang ditandai dengan meningkatnya peristaltik usus. Laparatomi
merupakan pembedahan pada dinding abdomen dengan menggunakan anatesi
umum (seluruh tubuh), sehingga mengakibatkan penurunan peristaltik usus.
Masalah yang sering muncul setelah laparatomi adalah ileus pasca operasi,
distensi, mual, muntah, nyeri, dan penurunan peristaltik usus. Salah satu cara
untuk menghindari masalah-masalah tersebut adalah dengan terapi chewing gum
yang mampu meningkatkan peristaltik usus pasca operasi dan mempercepat
proses pemulihan ileus. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memaparkan
asuhan keperawatan pada pasien post laparatomi dengan aplikasi terapi chewing
gum untuk meningkatkan peristaltik usus pasien di Ruangan Bedah Pria RSUP.
DR. M. Djamil Padang. Masalah keperawatan yang muncul adalah disfungsi
motalitas gastrointestinal, nyeri akut, resiko infeksi dan ansietas. Berdasarkan
Evidence Based Nursing (EBN) terapi chewing gum terbukti efektif dalam
meningkatkan peristaltik usus pasien post operasi. EBN chewing gum dilakukan
setelah pasien sadar dan kooperatif sekitar 4 jam setelah operasi, dikunyah selama
5 menit dan dihentikan setelah pasien flatus pertama kali. Implementasi terapi
chewing gum terhadap masalah fungsi gastrointestinal teratasi dengan hasil
mampu menigkatkan peristaltik usus dari 4 x/menit menjadi 6 x/menit dan
mempercepat waktu flatus pasien. Diharapkan perawat dapat menggunakan terapi
chewing gum sebagai intervensi keperawatan mandiri untuk meningkatkan
peristaltik usus pasien post laparatomi.
ABSTRACT.
Postoperatively, the patient takes about 24 - 48 hours so that the effects of the
anesthetic drug disappear are characterized by increased intestinal peristalsis.
Laparatomy is surgery on the abdominal wall using general analgesia (whole
body), resulting in a decrease in intestinal peristalsis. Problems that often arise
after laparotomy are postoperative ileus, distension, nausea, vomiting, pain, and
decreased intestinal peristalsis. One way to avoid these problems is with chewing
gum therapy which is able to increase intestinal peristalsis postoperatively and
accelerate the recovery process of ileus. The purpose of this paper is to describe
nursing care in post-laparatomy patients with the application of chewing gum
therapy to improve the intestinal peristalsis of patients in the Male’s Surgical
Ward at RSUP. DR. M. Djamil Padang. Nursing problems that arise are
dysfunction of gastrointestinal motality, acute pain, risk of infection and anxiety.
Based on Evidence Based Nursing (EBN) chewing gum therapy has proven to be
effective in increasing the intestinal peristalsis of postoperative patients. EBN
chewing gum is done after the patient is conscious and cooperative about 4 hours
after surgery, chewed for 5 minutes and stopped after the patient is flatus for the
first time. The implementation of chewing gum therapy for gastrointestinal
function problems is resolved with the result being able to increase intestinal
peristalsis from 4 x / min to 6 x / min and accelerate the patient's flatus time. It is
hoped that nurses can use chewing gum therapy as an independent nursing
intervention to improve the intestinal peristalsis of post-laparatomy patients.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................... 6
C. Manfaat Penelitian ................................................................. 7
BAB IV PEMBAHASAN
A. Manajemen Asuhan Keperawatan .......................................... 98
1. Pengkajian Keperawtan .................................................... 98
2. Diagnosa Keperawatan ...................................................... 102
3. Intervensi Keperawatan ..................................................... 105
4. Implementasi keperawatan ................................................ 106
5. Evaluasi ........................................................................... 116
B. Asuhan Evidence Based Nursing ........................................... 117
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 120
B. Saran ....................................................................................
122
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
atau deformitas tubuh yang akan mencederai jaringan yang dapat menimbulkan
sangat signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2011 terdapat 140 juta
pasien, tahun 2012 data mengalami peningkatan sebesar 148 juta jiwa dan
WHO menuturkan bahwa tindakan operasi akan mencapai 234 juta setiap
(Kusumayanti, 2014)
Delavar, Banihosini, & Khafri, 2013). Komplikasi lain pada pasien laparatomi
dan anastesi juga mempengaruhi susunan saraf tepi dan hipotalamus sehingga
peristaltik usus menjadi lambat dan menyebabkan ileus post operasi (Ernawati
et al, 2014).
operasi, ileus pasca operasi masih terus menjadi masalah paling umum dan
masalah yang tidak diharapkan setelah operasi (Senagore, 2007 hal S3). Ileus
post operasi adalah suatu respon stress utama dari operasi abdomen terutama
laparatomi. Adapun gejala klinisnya seperti nyeri abdomen, mual dan muntah
pasca operasi, menurun atau tidak adanya bising usus, distensi abdomen,
minuman dan makanan yang cukup (Schuster et al, 2006, hal 174). Ileus post
abses, peritonitis, dll). Ileus post operasi dianggap sebagai salah satu respon
stres yang tidak diharapkan dan harus dihindari setelah operasi laparatomi yang
rawat inap dan meningkatkan resiko infeksi yang didapat di rumah sakit serta
selama tahap pemulihan segera setelah operasi, bising usus terdengar lemah
sampai 48 jam, tergantung pada jenis dan lamanya pembedahan karena anastesi
(kembung atau nyeri), bahkan ileus paralitik. Pada pasien yang baru menjalani
laparatomi, distensi bisa juga terjadi jika pasien mengalami perdarahan internal
dan mengalami ileus paralitik akibat operasi pada bagian usus (Potter &Perry
&, 2010). Perasaan kurang nyaman pada perut juga akan menyebabkan
anoreksia (nafsu makan menurun), jika hal ini terjadi maka asupan nutrisi bagi
pada pasien laparatomi akan sangat bermanfaat dalam proses pemulihan pasien,
dimana ileus post operasi dapat dihindari dan intake oral akan menjadi
untuk mencegah ileus post operasi supaya peningkatan peristaltik usus pasien
menjadi lebih baik, mulai dari farmakologis maupun non farmakologis seperti
perubahan teknik bedah, perawatan suportif (Johson, Walsh, 2009, hal 644),
al., 2001; Basse et al., 2005; Bauer, Boeckxstaens, 2004; Mattei, Rombeau,
2006 dalam Zeleníková, R. et al, 2013).
(Fitzgerald, Ahmed, 2009, hal. 2558). Namun, permasalahan ileus post operasi
masih sering terjadi dan hal ini menjadi pendorong bagi penelitian baru untuk
mencari solusi terbaik dalam menangani masalah ini. Salah satu perawatan
yang didasarkan pada teori fisiologis adalah " sham feeding/memberi makan
palsu." Mengunyah permen karet telah dipelajari selama satu dekade terakhir
timbulnya rasa lapar. Ketika timbul flatus yang pertama, merupakan tanda
terapi Chewing Gum atau mengunyah permen karet yang berfungsi untuk
berguna, murah dan ditoleransi dengan baik oleh pasien di bagian bedah
(Ledari et al., 2013). Menurut Wafaa, 2013 mengatakan bahwa terapi Chewing
Gum atau mengunyah permen karet adalah metode fisiologis, aman dan efektif
untuk mengurangi waktu tunngu kembalinya peristaltik usus pasca operasi
laparatomi.
munculnya rasa lapar pertama kali, timbulnya flatus pertama, dan defekasi
kelompok kontrol.
pilihan untuk pencegahan ileus, dituliskan bahwa terapi Chewing gum dan
kekawatiran akan keamanan dan biaya yang lebih tinggi , terapi Chewing gum
jauh lebih disukai dari pada alvimopan (YC. Yeh dkk dalam Sanjay Marwah
2012).
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil studi awal diruangan Bedah
Pria RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada pada tanggal 10 Februari- 7 Maret
peristaltik usus kurang dari 24 jam, 6 pasien lebih dari 24 jam dan 4 pasien
mengalami peningkatan peristaltik usus yang lambat yaitu lebih dari 48 jam.
Dari hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 4 Maret 2020 dengan
beberapa perawat diruangan Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil Padang terkait
kecuali dengan meminta pasien untuk mobilisasi dini, tapi 11 dari 18 pasien
chewing gum untuk meningkatkan peristaltic di Ruang Bedah pria RSUP DR.
M. Djamil Padang.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. MANFAAT
dan para tenaga perawat di Bedah Pria RSUP DR. M. Djamil Padang,
Djamil Padang
keperawatan
pada pasien post laparatomi dengan penerapan aplikasi terapi chewing
TINJAUAN PUSTAKA
A. ILEUS OBSTRUKSI
1. Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
Ileus Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik sehingga isi lumen saluran cerna tidak
disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang
obstruksi mekanik dan non mekanik. Ileus obstruksi mekanik terjadi karena
penyumbatan fisik langsung yang bisa disebabkan karena adanya tumor atau
2. Etiologi
obstruksi.
adalah :
Karsinoma.
Volvulus.
Kelainan divertikular (Divertikulum Meckel), Penyakit Hirschsprung
Inflamasi.
Tumor jinak.
3. Patofisiologi
akibat adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus,
pankreas, dan sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus halus
ditarik oleh sirkulasi darah dan sebagian ke interstisial, dan banyak yang
pembuluh darah vena, dan segmen usus yang terpengaruh akan menjadi
kuman anaerob dan aerob di dalam lumen. Usus yang terletak di bawah
diperlukan banyak waktu untuk mengisi semua lumen usus. Kolik abdomen
4. Klasifikasi
b) Letak sumbatan
ileum terminal)
sampai anus)
c) Sifat sumbatan
al, 2008)
d) Etiologi
5. Gejala Klinis
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen,
mual, muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual
muntah umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di
bagian distal maka gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi
abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus
menjadi kolik yang pada awalnya ringan, tetapi semakin lama semakin
akan berlanjut atau hilang timbul. Pasien sering berposisi knee-chest, atau
kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya
mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus
halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan
distensi abdomen. Muntah adalah suatu tanda awal pada obstruksi letak
halus, muntah mungkin akan tertunda. Pada awalnya muntah berisi semua
yang berasal dari lambung, yang mana segera diikuti oleh cairan empedu,
dan akhirnya muntah akan berisi semua isi usus halus yang sudah basi.
muntah. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan
pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi
dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat
berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Pada palpasi tidak terdapat
2016).
cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis
takikardi dan hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang
terjadi dengan cepat kecuali jika pasien mendapat cairan pengganti melalui
2010).
a. Obstruksi sederhana
dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah.
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan
tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di
daerah distal. Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat
didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal
(Andari, 2017).
disertai dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya
berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan
dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila
akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak
gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada
keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering
distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien
yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri
yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi
(Andari, 2017).
6. Komplikasi
obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan,
terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan perforasi sekum
Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus
yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan
7. Pemeriksaan Fisik
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium.
b) Evaluasi Radiologi
kolorektal. Temuan ini mungkin tidak ada pada early, proximal, dan atau
pada billiary dan batu empedu radiopak di kuadran kanan bawah adalah
digunakan jika lesi mukosa halus yang dicari (yaitu, lead point pada pasien
(Andari, 2017).
tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi
diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat
dilihat dengan memonitor tanda – tanda vital dan jumlah urin yang keluar.
(Schrock, 2014).
B. LAPARATOMI
1. Defenisi
2. Jenis
a. Paramedian
fisiologis, tidak memotong ligament dan saraf, dan insisi mudah diperluas
3. Indikasi
terletak diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atu yang
menusuk (Ignativicus & Workman, 2010). Dibedakan atas dua jenis yaitu:
c. Obstruksi usus
isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus umumnya mengenai kolon
melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut
usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen),
dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau
internal bleeding.
4. Komplikasi
b. Hemoragi
yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak
terikat
ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau
merasa haus, kulit dingin dan basah, sianosis, nadi meningkat, suhu
1. Pengertian mengunyah
mastikasi ini antara lain gigi geligi, otot-otot mastikasi, rahang, dan
sehingga suatu partikel yang lebih kecil untuk membentuk suatu bolus yang
dikatakan sebagai sebuah cara baru dan sederhana untuk mengurangi dan
mencegah ileus post operasi. Hal ini beraksi dengan menstimulasi motilitas
al., 2013).
tidak hanya melibatkan gigi tetapi juga jaringan periodontal, yang terdiri
dari dua jaringan lunak, gusi dan ligamentum periodontal, dan dua jaringan
kapur, sementum gigi dan tulang alveolar. Pergerakan rahang seperlunya
meningkatnya sekresi gaster, beberapa bagian dari struktur oral dapat pula
yang disebabkan oleh stimulasi abdomen serta sekresi dari getah lambung
dan usus. Hal ini akan menyebabkan keinginan orang tersebut untuk makan
jam dengan intensitas sebanyak tiga kali sehari, satu penelitian dengan
waktu 45 menit tiga kali sehari, empat penelitian selama 30 menit tiga kali
sehari, satu penelitian selama 15 menit empat kali sehari, satu penelitian
selama lima menit empat kali sehari, satu penelitian selama 15 menit setiap
dua jam, satu penelitian selama lebih dari lima menit tiga kali sehari, sedang
Dari data tersebut, belum ada standarisasi lama waktu yang digunakan
sebelumnya yaitu antara lima menit sampai dengan satu jam dengan
mengunyah permen karet bebas gula dapat mengurangi ileus setelah operasi
permen karet dengan Ileus post operatif masih belum jelas. Salah satu
cairan getah pankreas, gastrin, dan neurotensin. Hal ini menunjukkan bahwa
demikian, untuk sebuah intervensi yang sangat murah, efektif, dan bebas
dari efek samping, hal ini dapat dipakai secara klinis sekalipun mekanisme
terakhir ini sebagai suatu bentuk sham feeding untuk menstimulasi proses
pencernaan, yang mirip dengan oral intake tetapi rendah akan resiko
muntah dan aspirasi. Dalam lima penelitian seperti ini terhadap pasien yang
2013).
D. PERISTALTIK USUS
mual. Normalnya, selama tahap pemulihan segera setelah operasi, bising usus
menentukan adanya distensi yang mungkin terjadi akibat akumulasi gas. Pada
klien yang baru menjalani operasi abdomen, distensi terjadi jika klien
mengalami ileus paralitik akibat operasi pada bagian usus. Paralisis usus
dengan distensi dan gejala obstruksi akut ini mungkin juga berhubungan
post operasi pada pasien post operasi bedah abdomen sampai kembalinya
peristaltik, munculnya flatus atau tinja, defekasi, dan timbulnya rasa lapar.
Ketika pasase flatus pertama kali muncul yaitu kentut, hal ini telah diketahui
2013).
Bertolak dari hal tersebut diketahui bahwa terdapat beberapa tanda dan
gejala pemulihan fungsi sistem gastrointestinal post operasi yaitu: adanya
peristaltik usus, munculnya flatus pertama, defekasi yang pertama kali, dan
manapun di dalam usus yang akan merangsang sistem saraf enterik untuk
gerakan mencampur diperlukan agar isi usus tercampur rata setiap waktu
(Syaifuddin, 2009) .
perut, dan usus atau oleh kemosensor di epitelium mukosa dan pemicu
kontraksi dan relaksasi dari serabut otot halus daerah sekitarnya. Refleks
peristaltik ada di sepanjang bagian oral (ca. 2 mm) and anal (20 sampai dengan
30 mm). Hal ini di mediasi oleh bagian interneuron dan membantu untuk
sfingter esofageal bawah terbuka dan bagian perut proksimal melebar untuk
beberapa saat (receptive relaxation). Hal ini berlanjut ketika makanan telah
sebagai reservoir, yang secara perlahan mendorong isi perut menuju perut
bagian distal. Di sekitar batas atas merupakan zona pace maker dimana
oleh sistem saraf enterik, tetapi dipengaruhi oleh hormon dan inervasi
(kontraksi atau relaksasi serabut otot sirkular) dari usus halus berfungsi untuk
mukosa. Hal tersebut di tingkatkan oleh gerakan vili usus (lamina muscularis
mucosae). Refleks gelombang peristaltik (30 sampai dengan 130 cm/ menit)
Silbernagl, 2003).
E. Flatus
melalui tiga sumber yang berbeda (Guyton & Hall, 2008) yaitu:
Flatulence atau adanya flatus yang banyak pada intestinal mengarah pada
timpanities. Jumlah udara yang besar dan gas-gas lainnya juga dapat
yang berasal dari udara yang ditelan. Pada orang secara umum, kebanyakan gas
ini dikeluarkan lewat sendawa. Hanya sejumlah kecil gas yang umumnya
muncul dalam usus halus, dan banyak dari gas ini merupakan udara yang
berjalan dari lambung masuk ke dalam traktus intestinalis (Guyton & Hall,
2008).
lebih besar melalui anus dibandingkan dengan makanan yang lain. Kacang-
kacangan, kubis, bawang, kembang kol, jagung, dan makanan tertentu yang
mengiritasi seperti cuka, beberapa dari makanan ini bertindak sebagai medium
yang baik untuk bakteri pembentuk gas, terutama tipe karbohidrat tak
rata tujuh sampai sepuluh liter, sedangkan jumlah rata-rata yang dikeluarkan
melalui anus biasanya hanya sekitar 0,6 liter. Sisanya, normalnya diabsorpsi ke
dalam darah melalui mukosa usus dan dikeluarkan melalui paru (Guyton &
Hall, 2008).
Barbiturat dan obat-obat lain yang dapat menurunkan motilitas intestinal dan
sakit. Tipe distensi ini secara umum terjadi sekitar 3 hari post operasi dan
Flatus adalah keluarnya gas dari sistem pencernaan keluar dari bagian
makan, minum atau menelan ludah. Hal ini dapat terjadi ketika
mengalami mual atau refluks asam dan produksi saliva yang berlebihan.
flatus adalah:
1. Kacang-kacangan
2. Intoleransi laktosa
berlebihan.
3. Penyakit Celiac
gandum dan gandum hitam. Orang dengan kondisi ini yang makan
kembung.
4. Pemanis buatan
5. Serat suplemen
8. Antibiotik
Jenis obat ini dapat mengganggu flora usus normal (flora bakteri)
9. Sembelit
ketidaknyamanan.
10. Gastroenteritis
gas. Perut kembung itu sendiri tidak memerlukan diagnosis , jika pasien
1. Pengkajian
1) Identitas pasien
Meliputi nama, nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, suku, agama,
2) Keluhan Utama
adanya nyeri pada abdomen, perut kembung, tidak ada flatus dan tidak
ada BAB.
3) Riwayat Kesehatan
nyeri pada luka post operasi, sulit untuk beraktivitas, dan tidak nafsu
makan.
kesehatan.
b. Pola Nutrisi
c. Pola Eliminasi
d. Pola Latihan-Aktivitas
adanya sumbatan pada usus dan setelah operasi yang disebabkan insisi
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia
atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih. Pasien post operasi
harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri. Pada umumnya pasien
cemas dan takut kalau ditinggal pasangan. Merasa tidak berdaya dan
berguna lagi.
i. Pola Reproduksi/Seksual
pemeriksaan genital.
j. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )
dan budaya, berbagi dengan orang lain, bukti melaksanakan nilai dan
selama sakit.
5) Pemeriksaan fisik
suhu. Pada pasien post operasi akan mengalami nyeri, oleh sebab
• Kepala
Palpasi: ada edema atau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak.
• Mata
• Hidung
atau tidak
• Telinga
• Mulut
• Leher
• Paru-paru
tambahan.
• Jantung
tambahan.
• Abdomen
• Ekstremitas
• Kulit
refil.
• Genitalia
2. Diagnosa Keperawatan
infeksi
intervensi (NIC)
4. Implementasi
5. Evaluasi
subjektif) yaitu yang dikatakan oleh pasien, O (data objektif), yaitu data yang
1. Latar Belakang
secara klinis, signifikan dan dapat diterapkan. Tujuan dari EBN adalah
perawatan dengan cara yang hemat biaya untuk meningkatkan hasil bagi
juga jaringan periodontal, yang terdiri dari dua jaringan lunak, gusi dan
ligamentum periodontal, dan dua jaringan kapur, sementum gigi dan tulang
meningkatnya sekresi gaster, beberapa bagian dari struktur oral dapat pula
(Chewing Gum) telah dikatakan sebagai sebuah cara baru dan sederhana
untuk mengurangi dan mencegah ileus post operasi. Hal ini beraksi dengan
dengan motilitas usus (Li et al., 2013). Mengunyah permen karet / Chewing
pemulihan ileus.
munculnya rasa lapar pertama kali, timbulnya flatus pertama, dan defekasi
kelompok kontrol. Terapi mengunya permen karet atau Chewing gum ini
2. Identifikasi masalah
pasca laparatomi biasanya akan mengeluhkan belum ada flatus atau belum
BAB pasca operasi, nyeri abdomen pada bekas luka operasi, rasa lapar,
untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu terapi yang bisa di gunakan
terapi Chewing Gum atau mengunyah permen karet, maka akan muncul
dilakukan Renáta Zeleníková, et al pada tahun 2013 dengan judul “The Use
validitas dan kegunaannya dalam praktek klinis (Abdullah 2012 dalam Erda
2017).
waktu untuk flatus pertama dan waktu untuk buang air besar pertama
perawat dan pasien dengan implementasi ini. Untuk alasan ini, Survei
tersebut. Terapi ini juga sangat efektif, mudah , murah, aman dan sehat
secara fisiologis untuk digunakan dalam meningkatkan pemulihan fungsi
usus.
Applicability:
4. Prosedur Pelakasanaan
melakukan operasi lain saat tinggal dirumah sakit ini, gigi lengkap dan
sadar dan kooperatif, pasien tanpa resiko aspirasi. Kriteria ekslusi yaitu
Memberikan permen karet pada klien, permen karet bebas gula Lotte
jam sekali terhitung sejak pasien sadar atau sekitar 4 jam pertama post
operasi,
lalu berhenti
lalu berhenti
o Mengunyah permen karet yang keempat yaitu 16 jam setelah
Kaji ulang bising usus pasien setiap setelah mengunyah permen karet
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
1. Data KLinis
Nama : Tn. A
No MR : 0107XXXX
Usia : 57 tahun
Pekerjaan : Swasta
TB/BB : 168 CM / 68 Kg
2. Alasan masuk RS
Pasien masuk melalui igd kiriman dari RS Sentral Medika Muaro Bungo
tanggal 2 Maret 2020 pukul 20.10 WIB. Pasien mengeluh nyeri abdomen,
perut kembung dan tidak buang air besar sejak 4 hari sebelum masuk RS
Sentral Medika, BAK (+), mual (-), muntah (+), dan tidak nafsu makan.
kembungnya berkurang dan pasien buang air besar satu hari sebelum dirujuk
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 5 Maret 2020, tampak ada luka
abdomen dan terpasang draine dibagian perut region kiri bawah. Tampak ada
cairan yang keluar dari selang draine pasien berwarna kemerahan dengan
jumlah lebih kurang 50 cc. Vital sign TD: 122/78 mmHg, N: 87x/mnt, P:
19x/mnt. Pasien terpasang NGT dialirkan tapi tidak ada keluaran. Pasien
mengatakan tidak ada rasa panas atau gatal di area operasi. Pasien
mengatakan lapar tapi belum flatus dan buang air besar sejak keluar dari
mengeluh nyeri di area bekas operasi, skala nyeri 5, nyeri seperti berdenyut
nyeri dirasakan makin hebat saat pasien bergerak dan pasien mengeluh susah
tidur karena nyeri yang dirasakan. Wajah pasien tampak meringis dan tampak
Pasien memiliki riwayat penyakit batu empedu tahun 2004 dan sudah
dialami oleh dirinya adalah ujian dari Allah SWT. Pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga belum begitu paham tentang penyakit yang diderita
saat ini. Saat ini pasien berharap bisa cepat sembuh karena nyeri yang
frekuensi makan 3 kali sehari, sering minum jamu atau obat herbal
makanan bersantan, rendah serat dan tinggi lemak dan kolesterol. Pasien
dikonsumsi pepaya dan jeruk. Minum dengan jumlah lebih kurang 6-8
makan berkurang setelah sakit, gangguan menelan tidak ada dan gigi
tinggi 168 cm. Diet yang diberikan dari rumah sakit adalah makanan cair.
Konsumsi makan dari luar rumah sakit tidak ada. Biasanya pada pagi hari
pasien makan nasi dan lauk, siang nasi lauk dan kadang-kadang tambah
sayur, lalu malam nasi dan lauk lagi, tetapi dirumah sakit pasien hanya
makan makanan dari rumah sakit saja. Pasien mengatakan tidak ada
memiliki alergi.
c. Pola eliminasi
BAB dan BAK nya, BAB 1 kali sehari dengan konsistensi lunak. BAK
sehari sebelum masuk rumah sakit sampai setelah operasi dan BAK pasien
aktivtas sebagai seorang ayah seperti bekerja mencari nafkah dan mandiri
menggerakan tangan dan kaki, tetapi karena nyeri pasien takut untuk
melakukannya dan tidak bisa duduk karena ada luka bekas operasi
dibagian perut. Aktivitas pasien masih di atas tempat tidur dan saat
pengkajian bising usus pasien masih lemah. Pasien mengatakan belum ada
dengan pola tidurnya, pasien mengatakan tidur dari jam 10 malam sampai
jam 5 pagi dan jarang tidur siang. Setelah sakit, pasien mengatakan sulit
untuk tidur karena nyeri yang dirasakan kadang datang hilang timbul atau
saat bergerak ketika tidur, durasi tidur pasien kurang dari 6 jam, pasien
Pasien dalam keadaan sadar dan kooperatif dengan GCS 15. Pasien
area nyeri, pasien mengeluh nyeri pada perut bagian luka operasi, nyeri
hilang timbul.
dengan keadaanya saat ini. Pasien mengatakan nyeri pada luka operasinya
membuatnya takut bergerak dan cemas kalau luka operasinya akan terbuka
Pasien adalah seorang ayah bagi anaknya dan seorang kakek bagi
dan anaknya. Pasien mengatakan tidak ada masalah yang dirasakan selama
masa hospitalisasi.
i. Pola seksualitas/reroduksi
dan ayah yang memiliki 2 orang anak. Pasien mengatakan tidak ada
bercerita dengan istri dan anaknya. Jika pasien mengalami kesulitan dalam
orang sekitar.
k. Pola keyakinan/Nilai
Dada Jantung
Inspeksi Ictus kordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba 2 jari line midklavicula sinistra
intercosta V
Perkusi Jantung pekak pada batas jantung normal
Auskultasi Murmur (-), Bising (-)
Paru-paru
Inspeksi Gerakan diding dada simetris kiri dan kanan, tidak
ada retraksi dinding dada
Palpasi Tidak ada massa, nyeri tekan, fremitus kiri sama
dengan kanan
Perkusi Sonor kiri dan kanan
Auskultasi Vesikuler kiri dan kanan, ronchi -/-, wheezing -/-
Inspeksi Terdapat luka post laparatomi tertutup perban pada
Abdomen
bagian tengah abdomen sepanjang 20 cm vertical,
dan tampak selang draine di samping kiri perut,
Tampak ada cairan yang keluar dari selang draine
pasien berwarna kemerahan dengan jumlah lebih
kurang 50 cc
Palpasi Perut kanan bawah teraba tegang
Perkusi tidak dilakukan pemeriksaan
Aukultasi Bising usus lemah, frekuensi 4 x/mnt
555 555
Ekstermitas
555 555
CRT < 2 detik, Tidak ada edema
Pasien terpasang kateter ukuran 10 dengan keluaran
Genetalia Inspeksi
50 cc bewarna kuning ,tidak ada pembengkakan
skrotum
8. Pemeriksaan penunjang
2 Maret 2020
Kimia klinik
Elektrolit
Data objektif
a. Tampak ada luka operasi
diarea tengah perut pasien
vertical tertutup perban
sepanjang 20 cm
b. Bising usus 4x / menit (2)
c. Bising usus terdengar lemah
d. Pasien puasa sejak satu hari
sebelum operasi
e. Pasien post laparatomi hari
pertama
2 Data subjektif Agen cidera fisik Nyeri akut
a. Pasien mengatakan nyeri pada
luka post operasi dibagian
perut (3)
b. Pasien mengatakan nyeri
hilang timbul dan berdenyut
(1)
c. Pasien mengatakan nyeri
terasa jika bergerak (3)
d. Pasien mengatakan sulit tidur
karena nyeri yang dirasakan
hilang timbul dan nyeri saat
bergerak ketika tidur (3)
e. Pasien mengatakan nyeri
terasa pada skala 5
Data objektif
a. Pasien tampak meringis (3)
b. Pasien bersikap melindungi
area yang nyeri (3)
c. Pasien berhati- hati dalam
bergerak (2)
d. Skala nyeri 5
e. TD : 128/77 mmHg (4)
S : 36,9 0C (5)
N : 78 x/i (5)
P : 19 x/I (5)
3 Data subjektif Efek prosedur Resiko infeksi
a. Pasien mengatakan tidak tahu invasif
cara merawat lukanya
Data objektif
a. Terlihat luka jahitan operasi di
bagian tengah abdomen
dengan panjang 20 cm tertutup
kassa dengan kassa terlihat
sedikt berdarah (4)
b. Terpasang selang drainage
dengan jumlah keluaran 50 cc
(4)
c. H+ 1 post laparatomi
d. Hb: 11,6 g/dl (rendah) (4)
e. Albumin 3,1 g/dl (rendah)
f. Leukosit : 6490 /mm3
4 Data subjektif Ancaman terhadap Ansietas
a. Pasien mengatakan cemas konsep diri,
dengan kondisinya saat ini (3) perubahan besar;
b. Pasien mengatakan takut status kesehatan
bergerak karena luka
opeasinya dapat terbuka(3)
Data objektif
a. Wajah pasien tampak tegang
(3)
b. Pasien tampak sulit
konsentrasi dan sering
menanyakan tentang
kondisinya (3)
c. TD : 128/77 mmHg (4)
N : 78 x/i (5)
P : 19 x/I (5) S : 36,9 0C (5)
B. Diagnosa Keperawatan
Pemberian Analgesik
1. Mengecek adanya
riwayat alergi
2. Berikan analgesik
sesuai waktu paruhnya,
terutama pada nyeri
yang berat
Catatan perkembangan Kamis, 5 Maret 2020, Jam 10.00 wib (tabel 3.4)
P:
1. Manajemen usus dilanjutkan
2. Tahapan Diet dilanjutkan
3. Monitor nutrisi dilanjutkan
P:
1. Intevensi dihentikan karena
pasien boleh pulang dan
kontrol hari senin ke poli
bedah
Nyeri akut bd agen 1. Mengkaji nyeri secara S:
cidera fisik komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset/ 1. Pasien mengatakan nyeri
durasi, frekuensi, kualitas, pada luka post operasi di
intensitas, dan faktor bagian perut sudah berkurang
pencetusnya. (4)
2. Mengobservasi respon non 2. Pasien mengatakan nyeri
verbal pasien terasa jika bergerak sudah
3. Menggunakan komunikasi berkurang (4)
terapeutik untuk 3. Pasien tidur sudah mulai
mengetahui pengalaman nyenyak (5)
nyeri pasien, dan respon 4. Pasien mengatakan duduk
terhadap nyeri sudah bisa sendiri (4)
4. Mengkaji faktor yang 5. Pasien mengatakan nyeri
memperberat nyeri sudah jarang terasa (4)
5. Menentukan dampak nyeri 6. Pasien mengatakan skala
terhadap kualitas hidup nyeri yang dirasakan yaitu 2
(makan, tidur, perasaan, O:
peforma kerja)
1. Pasien tampak bersikap
6. Menciptakan lingkungan
melindungi area yang nyeri
yang aman dan nyaman
sudah berkurang(4)
bagi pasien
2. Wajah pasien sudah tidak
7. Membatasi jumlah
meringis lagi(5)
pengunjung
3. Pasien sudah mulai leluasa
8. Membantu pasien untuk
bergerak (5)
mendapatkan posisi yang
4. Pasien tampak sudah bisa
nyaman
duduk sendiri dan berjalan
9. Mengukur vital sign
dibantu oleh keluarga (4)
10. Menganjurkan pasien untuk
5. Pasien sudah tidak memakai
mobilisasi belajar berjalan
obat anti nyeri lagi (5)
11. Menganjurkan pasien
6. Vital sign dalam batas
mengenakan pakaian yang
normal (5)
longgar
a. TD :
12. Menganjurkan istrirahat
124/78mmHg,
yang cukup
b. N : 69x/i
13. Mengevaluasi dan
c. P : 19x/i
dokumentasikan respon
d. S : 36,5 0C
pasien
A : Masalah teratasi
P:
1. Intervensi dihentikan
karena pasien boleh pulang
Resiko Infeksi 1. Memastikan kebersihan S :
behubungan lingkungan pasien
dengan prosedur 2. Membatasi jumlah Pasien mengatakan tidak ada rasa
invasif pengunjung gatal dan panas disekitar luka
3. Mengajarkan pasien dan operasi (5)
keluarga cara cuci tangan
O:
yang benar
4. Memberikan injeksi 1. Tampak ada luka jahitan
ceftriaxone 2x1 gr dan operasi di bagian tengah
metrodinazole abdomen dengan panjang 20
5. Memberikan IVFD tutofusin cm tertutup perban
6. Mencuci tangan sebelum dan 2. Luka tampak bersih tidak ada
sesudah kontak dengan pust(5)
pasien 3. Tidak ada tanda-tanda infeksi
7. Melakukan perawatan luka di area luka operasi (5)
8. Menggunakan teknik steril 4. Pasien tampak menghabiskan
dalam membersihkan luka diet yang diberikan (5)
9. Memonitor luka post operasi, A : masalah teratasi sebagian
kemerahan, pembekakan, dan
cairan atau pengeluaran luka P:
10. Memonitor proses
penyembuhan luka 1. Intervensi dihentikan karena
11. Menganjurkaan pasien untuk pasien boleh pulang dan
intake nutrisi diet adekuat kontrol ke poli bedah hari
senin
Terapi Chewing gum diberikan pada pasien setelah operasi pada tanggal 5
Maret sampai 11 Maret 2020 di ruang Bedah Pria RSUP. DR.M. Djamil
padang. Terapi ini diberikan selama 5 menit dan diulangi setiap 4 jam.
berikut:
tindakan
2) cuci tangan
b) Persiapan pasien
normal
c) Persiapan alat
balik,dan tisu.
d) Salam terapeutik
waktu
b. Fase Kerja
post operasi,
c. Terminasi
b) Mengucapkan salam
c) Mendokumentasikan tindakan
F. Evaluasi EBN
peristaltik usus pasien. Peristaltik usus pasien awalnya dari 4x/menit menjadi
6x/menit dalam satu kali pemberian dan hal-hal yang tidak diinginkan seperti
ileus post operasi dapat dihindari. Peristaltik usus semakin meningkat dari
hari kehari dari 6x/menit pada tanggal 5 Maret 2020 menjadi 17x/menit pada
tanggal 11 Maret 2020. Hasil dari implementasi dapat dilihat pada tabel
dibawah:
Djamil padang melalui igd tanggal 4 Maret 2020 dengan keluhan perut
terasa nyeri, mual (+), muntah (+) perut kembung, BAB tidak keluar
selama 3 hari. Saat dilakukan pengkajian, tampak ada luka operasi pada
puasa sejak sehari sebelum operasi, nyeri pada luka post operasi, skala 6,
nyeri sperti diiris dan tertusuk-tusuk, nyeri hilang timbul, nyeri terasa
dibawah ini:
PEMBAHASAN
1. Pengkajian keperawatan
Seorang pria, Tn.A, (57 Tahun), masuk melalui igd kiriman dari RS
obtruksi di RSUP DR. M. Djamil Padang pada tanggal 2 Maret 2020 pukul
20.10 WIB. Klien didiagnosa dengan ileus obstruksi yang merupakan suatu
keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau
dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan
batu empedu. Obstruksi ileus dapat terjadi pada setiap usia,namun penyakit
ini sering dijumpai pada orang dewasa (Smeltzer, 2010). Penyebab ileus
obstruksi berkaitan pada kelompok usia dan letak obstruksi, 50% terjadi
penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan orang
tua (Kasminata,et.al,2013).
abdomen, perut kembung dan tidak buang air besar sejak 4 hari sebelum
masuk RS Sentral Medika, BAK (+), mual (-), muntah (+), dan tidak nafsu
NGT, kembungnya berkurang dan pasien buang air besar satu hari sebelum
Manifestasi klinis yang dialami pasien tersebut sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Saputra (2014), dimana tanda dan gejala ileus obstruksi
yang penting untuk diperhatikan adalah seperti, nyeri yang bersifat kram
distal tidak terdengar namun bunyi usus bernada tinggi terdengar disebelah
kandungan.(Sjansuhidajat, 2010).
Saat dilakukan pengkajian pada klien tanggal 5 Maret 2020 post operasi
laparatomi atas indikasi ileus obstruksi, diruang Bedah Pria, klien mengeluh
tidak nafsu makan tapi merasa lapar dan belum flatus sejak selesai operasi.
antara lain seperti belum flatus, distensi abdomen (kembung atau nyeri),
bahkan ileus paralitik (Potter &Perry &, 2005). Perasaan kurang nyaman
pada perut juga akan menyebabkan anoreksia (nafsu makan menurun), jika
hal ini terjadi maka asupan nutrisi bagi pasien tidak tercukupi (Potter &
Perry, 2005).
nyeri terasa berdenyut dan tertusuk-tusuk, nyeri terasa hilang timbul, nyeri
yang dirasakan membuat klien susah tidur dan nyeri makin terasa saat
pasien bergerak. Hasil pengkajian ini sesuai dengan teori menurut Potter &
Perry (2005), bahwa seseorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada
Perry, 2010). Nyeri juga dapat menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon
vital, sedangkan respon psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress
Menurut Majid, Judha, dan Istianah (2011), salah satu hal penting
yang dilakukan ketika klien sudah mencapai ruang perawatan pasca operasi
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, mukosa bibir klien kering, Vital sign
tapi tidak ada keluaran. Pada abdomen terapat luka insisi post laparatomi
2. Diagnose keperawatan
tindakan pembedahan
Keluhan merasa lapar tapi belum ada flatus dan BAB adalah
abdomen, perut kram dan nyeri (NANDA, 2015). Data yang didapatkan
dari hasil pengkajian yang dilakukan yaitu: pasien belum ada flatus,
belum ada BAB, suara peristaltik usus masih lemah, jenis diet pasien
jam. Data laboratorium (total protein: 5,4 g/dl, albumin: 3,1 g/dl,
verbal dan nyeri saat bergerak, klien merasakan nyeri pada perut seperti
berdenyut dan ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul, dan sulit untuk tidur
skala nyeri NRS, klien menunjukkan skala nyeri 5, durasi nyeri terasa
hilang timbul, klien mengeluhkan susah tidur karna nyeri yang dirasakan,
klien tampak meringis menahan nyeri dan wajah klien tampak tegang.
P: 19x/mnt.
dan refleks fisik. Kualitas rasa nyeri fisik dinyatakan sebagai nyeri
tusukan , nyeri terbakar, rasa sakit, denyutan sensasi tajam, rasa mual dan
system saraf simpatis timbul sebagai respon terhadap nyeri dan dapat
sering terjadi.
c) Resiko infeksi
bedah akan beresiko terkena infeksi sebesar 10-15% bila tidak dilakukan
luka insisi post operasi laparatomi pada abdomen klien sepanjang 20 cm,
dan terdapat drain pada abdomen sebelah kiri pasien dengan pengeluaran
6490 /mm3
d) Ansietas
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya
tampak gelisah, tegang dan sulit tidur. Data yang didapatkan dari hasil
pengkajian pasien tampak cemas, tegang dan mengatakan enggan untuk
3. Intervensi keperawatan
terkait proses perencanaan, yaitu memakai kata kerja yang tepat, dan bersifat
spesifik yaitu didalamnya harus jelas tentang apa yang dilakukan, siapa yang
nutrisi terkait intake nutrisi dan cairan, (NOC, 2013). Untuk mencapai hasil
dengan agen cidera fisik (operasi pembedahan). Tujuan yang ingin dicapai
adalah nyeri yang dialami berada pada skala nyeri ringan. Melaporkan nyeri
diharapkan, berdasarkan NIC yang dapat dilakukan pada klien adalah kontrol
intervensi kecemasan yang dialami pasien menurun dan tidak ada masalah
memberikan teknik yang menengkan yang dapat membuat pasien rileks dan
tenang.
4. Implementasi keperawatan
kondisi klien, status nutrisi, serta indikasi pemberian terapi chewing Gum
ini lebih baik di lakukan segera setelah pasien pasien sadar dari operasi agar
tidak terjadi masalah seperti ileus post operasi (Zeleníková, R. et al, 2013).
Terapi Chewing Gum dilakukan setiap 4 jam selama 5 menit dan kaji ulang
bising usus pasien setelah pemberian terapi. Setelah itu minta keluarga
untuk mencatat kapan waktu flatus petama dan waktu BAB pertama
x/menit dan pasien sudah flatus pada pemberian terapi yang kedua yaitu
dalam waktu 14 jam setelah operasi. Sedangkan pada pasien kontrol yang
dan tidak signifikan yaitu pada 8 jam setelah operasi bising usus pasien
adalah 3 x/menit, 12 jam setelah operasi menjadi 4 x/menit dan baru flatus
dalam waktu 20 jam setelah operasi. Hal ini menunjukan kalau pemberian
terapi Chewing Gum lebih efektif untuk meningkatkan peristaltik dari pada
Hasil ini sesuai dengan penelitian Andi Herman tahun 2019 bahwa
peristaltik usus pasien sebesar 5,139 kali dan untuk pasien kontrol sebesar
2,917 kali dan waktu flatus pertama pasien kelolaan lebih capat 3 jam 26
menit dari pada kelompok kontrol. Penelitian ini mendukung penelitian Lee,
Hsieh, Cheng, & Lin (2016), tentang pengaruh chewing gum xylitol
munculnya suara usus dan flatus. Penelitian ini juga mendukung penelitian
dan sederhana untuk mengurangi dan mencegah ileus post operasi. Hal ini
juga jaringan periodontal, yang terdiri dari dua jaringan lunak, gusi dan
ligamentum periodontal, dan dua jaringan kapur, sementum gigi dan tulang
beberapa bagian dari struktur oral dapat pula dilibatkan oleh aktifitas
sebanyak tiga kali sehari, satu penelitian dengan waktu 45 menit tiga kali
sehari, empat penelitian selama 30 menit tiga kali sehari, satu penelitian
selama 15 menit empat kali sehari, satu penelitian selama lima menit empat
kali sehari, satu penelitian selama 15 menit setiap dua jam, satu penelitian
selama lebih dari lima menit tiga kali sehari, sedang dua penelitian sisanya
penelitian sebelumnya yaitu antara lima menit sampai dengan satu jam
mengunyah permen karet setiap empat jam dimulai dari 8 jam post
laparatomi. Hal ini juga membuat penelitian tentang chewing gum memilki
beberapa perbedaan dengan penelitian yang lainnya yaitu mulai dari jumlah
waktu mengunyah, waktu memulai terapi dan juga jumlah responden yang
karet .
usus dan ditoleransi dengan baik serta aman pada pasien laparatomi (Abd-
el-maeboud et al., 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian (Shang et al.,
2010), mengunyah permen karet adalah metode yang murah, praktis, dan
(2010) dengan 150 responden, Suara usus muncul dalam durasi waktu yang
lebih singkat secara signifikan dalam kelompok studi, mean menjadi 5,9
jam dibandingkan dengan 6,7 jam pada kelompok kontrol. Penelitian juga
serupa yang dilakukan oleh Edna et al. (2016), intervensi Permen karet
Dari hasil penelitian ini bahwa peristaltik usus dan waktu flatus
pos operasi) hasil rerata peningkatan peristaltik usus lebih rendah dan waktu
flatus pertama terbilang lama hal ini disebabkan karena responden masih
usus lehih tinggi, ini berarti chewing gum dapat menstimulasi motilitas
sehingga pasien bisa lebih cepat pulih dari pengaruh anestesi dan keadaan
ileus paralitik serta waktu flatus lebih cepat. Selain itu intervensi chewing
gum akan sangat bermanfaat dalam proses pemulihan pasien, dimana intake
terhadap penurunan waktu rawat inap serta penurunan biaya Rumah Sakit.
adanya mual dan muntah, memonitor bising usus, memonitor nilai albumin,
total protein, hemoglobin dan hematokrit, memonitor keluaran feses,
Terapi nutrisi yang didapatkan klien adalah untuk hari pertama post operasi
klien mendapaat diit air putih satu sendok makan perjam. Untuk hari kedua
dan selanjutnya klien mendapat diet makanan cair 6 X 25 kkal. Jika tidak
ada masalah diet akan di tingkatkan ke makanan lunak dan makanan berat.
produksi albumin yang disintesis dihati. Agar sel-sel hati normal dapat
protein makanan serta zat-zat gizi esensial lainnya harus cukup (Sacher &
dibawah nilai normal yaitu, 3,1 mg/dl. Implementasi yang dilakukan adalah
hipoalbuminemia.
pasien untuk istirahat atau tidur yang adekuat dan latihan mobilisasi dini.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur nyeri adalah skala NRS.
terapi musik.
adekuat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Pada pasien post operasi
terjadi komplikasi.
pasien untuk mobilisasi diatas tempat tidur dengan melakukan ROM pasif
pada 8 jam post operasi dan diulangi pada 12 jam setelah operasi. Hari
selanjutnya membantu pasien untuk melakukan ROM aktif, miring kiri dan
miring kanan, duduk di atas tempat tidur, meminta pasien untuk duduk
disamping tempat tidur dan latihan berjalan disekitar tempat tidur pasien.
slep, drain, sesuai indikasi, mengajarkan pasien untuk mengatur posisi untuk
mobilisasi dan latihan, Anjurkan pasien dan keluarga cara mencegah infeksi
pembedahan yaitu infeksi luka operasi. Pasien yang mengalami luka bedah
akan beresiko terkena infeksi sebesar 10% sampai 15% bila tidak dilakukan
pencegahan terhadap kejadian infeksi secara efektif dan efisien (Smeltzert &
hasil dalam memberikan pertahanan tubuh pada pasien post operasi. Hal
dikumpulkan dari bulan Juni 2010 sampai Desember 2010. Dan didapatkan
nafas dalam. Selain itu menurunkan skala nyeri pada pasien diharapakan
dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien. Dengan melakukan
teknik relaksasi napas dalam dan mendengarkan musik sebagai salah satu
5. Evaluasi
bukan berarti akhir dari proses karena informasi digunakan untuk memulai
pasien yaitu 2 jam setelah pemeberian terapi Chewing gum yang kedua.
Waktu BAB pertama pasien yaitu 1 jam setelah flatus pertama. Selama
perawatan pasien sudah sering kentut dan BAB biasanya satu kali sehari
diawal rawatan adalah air putih satu sendok perjam. Hari ketiga rawatan MC
distensi abdomen tidak ada, NGT klien sudah dibuka, dan tidak ada infeksi
pada luka pasien. Awalnya kadar albumin pasien 3,1 g/dl, dan pada hari ke
tujuh rawatan kadar albumin pasien yaitu 4,4 g/dl dengan demikian, kriteria
hasil pada diagnose ini berarti sudah tercapai yaitu fungsi gastrointestinal
keperawatan nyeri akut masalah dapat teratasi dibuktikan skala nyeri pasien
pada saat pertama kali pengkajian sebelum dilakukan terapi adalah skala 5,
sedangkan pada evaluasi akhir nyeri pasien berkurang menjadi skala nyeri
ringan yaitu 2.
kondisi luka yang baik seperti tidak adanya pus, tidak ada kemerahan.
perawatannya.
merasakan lapar tapi belum ada flatus dan BAB sejak selesai operasi atau
sekitar 7 jam setelah operasi. Pasien juga terpasang NGT untuk menghindadri
masalah Ileus post operasi abdomen. Salah satu upaya untuk menghindari
masalah ileus post operasi adalah dengan cara pemberian terapi Chewing Gum
pergerakan usus, flatus, defekasi, dan timbulnya rasa lapar. Ketika timbul
mengunyah permen karet adalah metode fisiologis, aman dan efektif untuk
munculnya rasa lapar pertama kali, timbulnya flatus pertama, dan defekasi
kelompok kontrol.
dengan mengkaji pasien sesuai dengan kkriteria inklusi yang telah ditetapkan
lalu mengkaji peristaltik usus pasien setelah operasi, jika memenuhi syarat
dilaksanakan
setelah operasi. Kemudian terapi permen karet akan dikunyah setiap 4 jam
sekali dengan durasi waktu 5 menit dan setelah itu kaji ulang peristaaltik usus
pasien. Intervensi dihentikan jika psaien sudah flatus atau BAB pertama kali.
tidak mengeluarkan biaya yang mahal serta memiliki resiko yang rendah .
Metode ini juga aman dan sehat secara fisiologi untuk digunakan dalam
cepat.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
faktor resiko infeksi, status nutrsi, intake nutrisi, level agitasi, kontrol
kecemasan.
menerima kondisinya.
dalam meningkatkan peristaltik usus pada pasien post laparatomi atas indikasi
terapi Chewing Gum untuk meningkatkan persitaltik usus pada pasien post
laparatomi.
obstruksi.
DAFTAR PUSTAKA
Andari, K. 2017. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah
Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya
Erda, R. (2017). Asuhan Keperawatan pada Ny. Y dengan Carsinoma recti Post
Kolostomi dengan Aplikasi Edukasi Terstruktur serta Discharge
Planning Pasien di Ruangan Bedah Wanita RSUP Dr. M. Djamil
Padang.Sumbar: Universitas Andalas
Guyton, A. C., & Hall, J. E., 2008. Metabolisme Karbohidrat Dan Pembentukan
Adenosin Tripospat dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC.
Hartoyo, Eko Puji (2015). Hubungan antara Karakteristik Demografi dengan
Pengetahuan Mobilisasi Dini pada Pasien Post Operasi Laparatomi di
RS PKU Muhammadiyah Bantul. Repository Universitas
Muhamadiyah Yogyakarta. Jogjakarta: PSIK UMY
Herlina, Santi. 2014. Analisis praktik Residensi keperawatan medical bedah pada
pasien dengan gangguan system perkemihan dengan penerapan teori
model konservasi Levine di RSUP Fatmawati Jakarta. (Karya Ilmiah
Akhir). Depok: Universitas Indonesia.
Jakkaew, B., & Charoenkwan, K., 2013. Effects of chewing gum on recovery of
bowel function following cesarean section: a randomized controlled
trial. Archives of Gynecology and Obstetrics, 288(2), 255–260.
Khan AN., Howat J. Small-Bowel Obstruction. Last Updated: june4, 2012. In:
Http://www.yahoo.com/search/cache?/ileus_obstructif/Article:By:eM
edicine.com
Ladewig, P. W., 2014. Buku Saku Asuhan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC.
Ledari, F. M., Barat, S., & Delavar, M. A. (2012). Chewing gums has stimulatory
effects on bowel function in patients undergoing cesarean section: a
randomized controlled trial. Bosnian Journal of asic Medical
Sciences dru en e asi nih Medicinis ih nanosti = Association of
Basic Medical Sciences, 12(4), 265–268. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23198943%5Cnhttp://www.pub
medcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC4362503
Ledari, F. M., Barat, S., Delavar, M. A., Banihosini, S. Z., & Khafri, S., 2013.
Chewing sugar-free gum reduces ileus after cesarean section in
nulliparous women: a randomized clinical trial. Iranian Red Crescent
Medical Journal, 15(4), 330.
Lee, J. T., Hsieh, M., Cheng, P., & Lin, J., 2016. The Role of Xylitol Chewing gum
in Restoring Postoperative Bowel Activity After Cesarean Section,
18(2), 167–172. https://doi.org/10.1177/1099800415592966.
Li, S., Liu, Y., Peng, Q., Xie, L., Wang, J., & Qin, X., 2013. Chewing gum
reduces postoperative ileus following abdominal surgery: A
metaanalysis of 17 randomized controlled trials. Journal of
Gastroenterology and Hepatology, 28(7), 1122–1132.
Majid, A., Judha, M., & Istianah, U., 2011. Keperawatan perioperatif.
Yogyakarta: Goysen Publishing.
Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 1983. Accessed June 2, 2010
Marwah, S., Singla, S., & Tinna, P. (2012). Role of gum chewing on the duration
of postoperative ileus following ileostomy closure done for typhoid
ileal perforation: A prospective randomized trial. Saudi Journal of
Gastroenterology, 18(2), 111. https://doi.org/10.4103/1319-
3767.93812
Mochtar, R., 2016. Sinopsis Obstetri Obstetri Operatif Obstetri Sosial Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Potter & Perry., 2005. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses, dan
praktik. jakarta: EGC.
Rodian, M., Satari, M. H., & Rolleta, E., 2011. Efek Mengunyah Permen Karet
Yang Mengandung Sukrosa, Xylitol, Probiotik Terhadap Volume,
Kecepatan Aliran, Viskositas, pH, Dan Jumlah Koloni Streptococcus
Mutans Saliva. Abstrak.
Rustianawati, Y., Karyati, S., & Himawan, R., 2013. Efektivitas ambulasi dini
terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi
laparatomi di RSUD Kudus. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan
Kebidanan, 4(2).
Saputra,L. 2014. Medikal bedah gastrointestinal.Tangerang: Binarupa Aksara.
Scanlon, Valerie., 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih
Bahasa: Adji Dharma, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2014; 239 – 42.
SCHUSTER, R. et al. Gum chewing reduces ileus after elective open sigmoid
colectomy. Archives of Surgery. 2006, 141(2), 174-176.
Sjamsuhidajat, R; De Jong, Wim, 2010. Buku ajar ilmu bedah edisi 2. Jakarta :
EGC
Smeltzer, & Bare 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
Suddarth. Edisi 10.Volume 2. Jakarta, EGC
Towsend, M. Jr, et al. Anatomy of the Colon, Rectum, and Pelvic Floor, Large
Bowel Obstruction and Pseudo-obstructin in Section Abdomen in
Sabiston textbook of Surgery 8 th edition. Elsivier. United State of
America. 2008. Page
Wafaa., 2013. Effect of sugarless chewing gum on intestinal movement after
cesarean section, 10(4), 3257–3261.
WOC
Fungsional
Faktor mekanik
Ileus obstruksi
Suhu meningkat
Perforasi
Kematian
Lampiran 2. Lembar Permohonan Menjadi Responden
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Profesi Ners Fakultas
Keperawatan Universutas Andalas:
Nama : Zikri Mukhlis, S.Kep
No Bp: 1841313003
Akan mengadakan peminatan dengan judul “Asuhan keperawatan pada
pasien bedah abdomen post laparatomi dengan aplikasi terapi chewing gum untuk
meningkatkan peristaltik usus diruangan Bedah Pria RSUP. DR. M. Djamil
Padang”
Peneliti
(Zikri Mukhlis)
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
NIM : 1841313003
Asuhan keperawatan pada pasien bedah abdomen post
Judul :
laparatomi dengan aplikasi terapi chewing gum untuk
meningkatkan peristaltik usus diruangan Bedah Pria RSUP.
DR. M. Djamil Padang
( )
Lampiran 4. Protokol klinis mengunyah permen karet
DATA PASIEN
Pasien ID _________ Tanggal masuk ke rumah sakit __________
Umur __________ Jenis kelamin__________
Kebangsaan _________ Suku __________
Data bedah
Tipe bedah __________ Tanggal / waktu operasi _________
Metode bedah __________ Elektif / Darurat _________
HASIL
Waktu untuk flatus pertama: Waktu untuk buang air besar pertama:
______________ __________
Waktu Perubahan posisi: Tanggal dikeluarkan dari rumah sakit
__________ __________
Apakah pasien mengalami paralytic
postoperative ileus:__________
Penilaian kepatuhan
Tingkat Kepatuhan_________
Komentar kepatuhan:
____________________________________________________________________
____________________________________________________________________
Apakah ada efek samping yang terjadi? Apakah efek samping terkait dengan protokol
__________ mengunyah permen karet?__________
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PROSEDUR TETAP
NAMA :
NO MR :
TANGGAL LAHIR :
CURICULUM VITAE
Agama : Islam
Alamat : Komp. Tri Sandi Indah II, Blok H3, Air Pacah, Padang
Riwayat pendidikan :