Anda di halaman 1dari 15

BAB 27 KLORIN DAN ALTERNATIF DARI KLORIN

Klorin merupakan salah satu bahan kimia yang banyak digunakan untuk pengolahan air bersih dan air
limbah. Senyawa oksidator kuat ini digunakan sebagai berikut:

 Desinfeksi
 Pengendalian mikro organisme
 Penghilangan amonia
 Penghilang rasa dan bau
 Pengruangan warna
 Penghancur senyawa organik
 Mengoksidasi hidrogen sulfida, besi, mangan

Meski klorin bermamfaat di berbagai penggunaannya, penggunaan ini memiliki efek berbahaya pada
manusia maupun lingkungan.

Sifat Fisik dan Reaksi dalam Fasa Larutan

Klorin di dalam fasa gas ditemukan oleh Karl W. Scheele pada tahun 1774 dan di identifikasi oleh
Humprey Davy pada tahun 1810. Klorin merupakan gas berwaran kuning kehijauan, dan densitasnya
sekitar dua kali dari densitas udara. Ketika mengalami kondensasi, senyawa ini menjadi cairan yang
jernih, amber dan memiliki densitas satu kali lebih besar dari densitas air. Satu liter klorin cair akan
menghasilkan 500 liter gas klorin, dan tidak mudah meledak ataupun mudah terbakar. Seperti oksigen,
gas klorin dapat mendukung reaksi pembakaran beberapa senyawa. Klorin bereaksi dengan senyawa
organik membentuk senyawa teroksidasi atau turunan dari senyawa klorinasi. Beberapa reaksi ini,
seperti reaksi dengan hidrokarbon, alkohol, eter dapat menimbulkan ledakan. Pembentukan senyawa
organik terklorinasi lainnya, terutama trihalo metan (THM), yang terpapar ke lingkungan akan
mencemari suplai air minum publik.

Gas klorin merupakan racun yang membuat iritasi pada sistem pernapasan. Konsentrasi di udara lebih
dari 3-5 ppm basis volume akan terdeteksi dengan bau, dan paparan pada 4 ppm selama 1 jam dapat
menimbulkan efek pernapasan yang serius. Karena gas klorin lebih berat dibandingkan udara, ia tetap
berada di dekat tanah ketika dilepaskan. Kandungan dari 1 satu ton silinder klorin dapat menyebabkan
batuk dan mengganggu pernapasan di daerah dengan luas 3 mil 2. Jumlah yang sama terkonsentrasi pada
area seluas 1/10 mil2 dapat menjadi fatal setelah beberapa hirupan.

Klorin diproduk komersial melalui elektrolisis dari larutan garam, biasanya larutan natrium klorida, di
dalam salah satu dari jenis sel: diafragma, merkuri, atau membran. Sebagian besar gas klorin yang
diproduksi di Amerika dihasilkan melalui elektrolisis natrium klorida sehingga membentuk gas klorin dan
natrium hidroksida di dalam sel diafragma. Proses sel merkuri menghasilkan larutan kaustik yang lebih
pekat (50%) dibandingkan sel diagfragma. Gas klorin juga dihasilkan melalui proses garam (yang
menggunakan reaksi antara natrium klorida dan asam nitrat), proses okidasi asam klorida, dan
elektrolisis larutan asam klorida. Gas dibawa didalam kondisi bertekanan dalam tabung 15 lb, tabung 1
ton, truk tangki, mobil tangki, dan tongkang.

Empat kategori dasar dalam penggunaan klorin didasarkan bukan hanya dari fungsinya tetapi juga
berdasarkan posisinya pada urutannya pada proses pengolahan air:
 Prekloirnasi
 Reklorinasi
 Post-klorinasi
 Deklorinasi

Di dalam air yang murni secara kimia, molekul klorin bereaksi dengan air dan mengalami hidrolisis
secara cepat menjadi asam hipoklorit (HOCl) dan asam klorida:

Cl2 + H2O → HOCl + HCl


Klorin Air Asam Hipoklorit Asam Klorida

Kedua senyawa asam yang terbentuk bereaksi dengan alkalinitas untuk menurunkan kapasitaa buffering
air dan menurukan pH. Setiap pon dari gas klorin yang ditambahkan ke dalam air akan menghilangkan
alkalinitas sekitar 1,4 pon. Di dalam sistem air pendingin, penguragan alkalinitas ini memiliki efek yang
signifikan pada laju korosi.

Pada pH di bawah 4,0 dan di dalam larutan encer, reaksi hidrolisis berlangsung sempurna di dalam
beberapa detik. Untuk tujuan praktik, reaksi ini bersifat irreversible. Asam hipoklorit merupakan asam
lemah dan terdisosiasi membentuk ion hidrogen dan ion hipoklorit.

HOCl ↔ H+ + OCl-
Asam Hipoklorit Ion Hidrogen Ion Hipoklorit

Konsentrasi atau distribusi dari setiap spesi pada saat kesetimbangan tergantung dari pH dan
temperatur. antara pH 6.5 dan 8,5, reaksi disosiasi tidak sempurna, dan terdapat asam hipoklorit
maupun ion hipoklorit. Rasion kesetimbangan pada pH tertentu masih tetap bahkan jika konsenstrasi
asam hipoklorit berkurang. Pada pH yang konstan dan peningkatan temperatur, kesetimbangan kimia
mengarah pada ion OCl- dari pada HOCl.

Gambar 27.1 Disosiasi asam hipobromit dan asam asam hipobromit di berbagai pH

Agen pengoksidasi utama di dalam air adalah asam hipoklorit dan ion hipoklorit, meski hipoklorit
memiliki potensi pengoksidasi yang lebih rendah. Potensi pengoksidasi diukur dari kecenderungan klorin
bereaksi dengan senyawa lain. Kecepatan dimana reaksi ini terjadi dipengaruhi oleh pH, temperatur, dan
potensi oksidasi/reduksi. Seiring peningkatan pH, reaktivitas klorin menurun, seiring peningkatan
temperatu, reaksi berlangsung lebih cepat. Reaksi oksidasi dari klorin dengan senyawa reduktor
anorganik seperti sulfida, dan nitrat umumnya sangat cepat. Beberapa material organik yang larut juga
bereaksi secara cepat dengan klorin, tetapi reaksi sempurna dari banyak senyawa organik degan klorin
membutuhkan waktu yang lama.

Kebutuhan Klorin. Kebutuhan klorin didefinisikan sebagai selisih antara jumlah klorin yang ditambahkan
di dalam air dan jumlah free available chlorine atau combined available chlorine yang bersisa di akhir
dari periode waktu tertentu. Kebutuhan merupakan jumlah klorin yang dikonsumsi akibat reaksi oksidasi
atau subtitusi dengan senyawa organik dan anorganik seperti H 2S, Fe2+, Mn2+, NH3, fenol, asam amino,
protein, dan karbohidrat. Klorin sisa yang bebas dan masih tersedia merupakan jumlah klorin yang ada
di dalam sistem air yang telah diolah sebagai asam hipoklorit dan ion hipoklorit setelah kebutuhan klorin
telah dipenuhi. Klorinasi residual bebas merupakan penggunaan klorin untuk air agar dihasilkan sebuah
free available chlorine residual.

Combined Available Residual Chlorination merupakan klrorin residual yang ada di dalam air dalam
bentuk senyawa kombinasi dengan amonia atau senyawa organik nitrogen. Klorinasi kombinasi residual
merupakan penggunaan klorin di dalam air untuk bereaksi dengan amonia (alami atau ditambahkan)
atau senyawa nitrogen lainnya untuk menghasilkan sebuah senyawa klorin kombinasi residual yang
tesedia. Total klorin yang tersedia merupakan jumlah dari klorin bebas yang ada, klorin kombinasi yang
ada, dan senyawa terklorinasi lainnya.

Klorin yang Tersedia merupakan istilah dari berat ekivalen dari agen pengoksidasi, dalam basis gas
klorin, mirip dengan istilah dari alkalinitas dalam satuan ekivalen dari kalsium karbonat. Istilah ini berasal
dari kebutuhan untuk membandingkan senyawa lain yang mengandung klorin menjadi ekivalen dengan
gas klorin. Kloring yang tersedia di dasarkan pada reaksi setengah dimana gas klorin direduksi menjadi
ion klorin dengan menangkap dua elekron. Pada reaksi ini, berat ekivalen klorin adalah berat molekul
klorin, 71 g/mol dibagi dengan 2 atau 35,5 g/mol.

2e- + Cl2 → 2Cl-


Elektron Gas Klorin Ion Klorida

Klorin yang tersedia dari senyawa yang mengandung klorin dihitung dari reaksi setengah sel yang sama,
berat molekul dari senyawa, dan berat ekivalen dari klorin.

Bahkan gas klorin hanya terdisosiasi menjadi 50% HOCl atau OCl -, hal ini dipertimbangkan sebagai 100%
dari klorin yang tersedia. Karena definisi ini, mungkin untuk memiliki lebih dari 100% klorin yang
tersedia. Persen berat aktif dari klorin dikalikan dengan dua mengindikasikan klorin yang tersedia.

Klorin yang tersedian, seperti potensi pengoksidasi, bukanlah indikator yang dapat diandalkan untuk
mengetahui kejadian atau kelanjutan reaksi oksidasi. Hal ini bahkan indikator yang lebih buruk untuk
mengetahui efisiensi anti-mikroba sebagai senyawa pengoksidasi. Sebagai contoh, efisiensi anti-mikroba
dari asam hipoklorit jauh lebih besar dari berbagai senyawa kloroamin meski kloroamin memiliki nilai
klorin yang tersedia lebih besar.

Pembentukan Kloroamin. Salah satu reaksi penting di dalam pengolahan air adalah reaksi antara klorin
yang terlarut dalam bentuk asam hipoklorit dan amonia membentuk kloroamin. Kloroamin anorganik
terdiri dari tiga spesi: monokloro amin (NH 2Cl), dikloro amin (NHCl2), dan trikloro amin( NCl3). Prinsip
reaksi dari pembentukan kloroamin adalah sebagai berikut.
NH3 + HOCl → NH2Cl + H2O
Amonia Asam Hipoklorit Monokloro Amin Air

NH2Cl + HOCl → NHCl2 + H2O


Dikloro Amin Asam Hipoklorit Dikloro Amin Air

NHCl2 + HOCl → NHCl3 + H2O


Dikloro Amin Asam Hipoklorit Trikloro Amin Air

Jumlah relatif dari kloroamin yang terbentuk merupakan fungsi dari jumlah klorin yang diumpankan,
perbandingan klorin/amonia, temperatur, pH. Secara umum, monokloro amin terbentuk pada pH di atas
7 dan dominan pada pH 8,3. Dikloro amin dominan pada pH 4,5. Di antara pH ini, ada campuran dua
kloroamin. Pada pH di bawah 4,5 trikloro amin menjadi dominan sebagai produk reaksi.

Potensi pengoksidasi dair monokloro amin sangat rendah dibandingkan klroida, dan monokloro amin
bereaksi lebih lambat terhadap senyawa organik. Sifat ini mengurangi jumlah trihalo metan yang
terbentuk. Pembentukan trihalo metan dipertimbangkan lebih merugikan pada air potable dibandingkan
pengurangan kemampuan anti-mikroba dari klorin bebas. Oleh karena itu, amonia sering ditambahkan
pada aliran pengumpanan klorin untuk membentuk kloroamin sebelum klorin masuk ke aliran air
potable.

Combined chlorine residual lebih stabil secara kimia (kurang reaktif dengan kebutuhan klorin)
dibandingkan residual klorin bebas. Sifat ini membantuk menjaga residual yang stabil di dalam sistem
distribusi air bertekanan untuk daerah yang jauh. Akan tetapi, semakin rendah keefektifan dari
kloroamin di bandingkan klorin bebas membutuhkan residual klorin kombinasi yang lebih besar
dan/atau waktu kontak yang lebih lama, yang sering ditemui pada sistem distribusi.

Breakpoint Chlorination adalah penggunaan klorin yang cukup untuk menjaga sebuah residual klorin
bebas yang tersedia. Prinsip tujuan dari klorinasi breakpoint adalah untuk menjamin desinfeksi yang
efektif degnan memenuhi kebutuhan klorin oleh air. Pada pengolahan air limbah, klorinasi breakpoint
adalah sebuah cara menghilangkan amonia, yang dikonvesi menjadi sebuah senyawa teroksidasi yang
mudah menguap.

Gambar 27.2 Kurva klorinasi breakpoint teoritis


Penambahan klorin pada sebuah air yang mengandung amonia atau senyawa organik yang mengandung
nitrogen menghasilkan sebuah peningkatan pada nilai residual klorin kombinasi. Mono dan dikloroamin
terbentuk antara titik A dan B pada Gambar 27.2. Setelah titik B dicapai (nilai maksimum dari residual
klorin kombinasi), dosis klorin akan menurunkan nilai residual klorin. Oksidasi monokloroamin menjadi
dikloroamin, terjadi antara titik B dan C, menghasilkan penurunan pada nilai residual klorin kombinasi
yang awalnya terbentuk. Titik C mencerminkan breakpoint: titik dimana kebutuhan klorin telah dipenuhi
dan tambahan klorin tampak sebagai residual bebas. Antara titik C dan D, residual klorin bebas yang
tersedia meningkat sebanding dengan jumlah klorin yang ditambahkan.

Faktor yang memengaruhi klorinasi breakpoint adalah konsentrasi awaal dari nitrogen amonia, pH,
temperatur, dan kebutuhan yang diperlukan oleh spesi anorganik dan organik lainnya. Rasio berat dari
klorin yang digunakan terhadap nitrogen amonia awal harus 8:1 atau lebih besar agar breakpoint dapat
dicapai. Jika rasio berat kurang dari 8:1 jumlah klorin yang ada tidak cukup untuk mengoksidasi senyawa
nitrogen terklorinasi yang awalnya terbentuk. Ketika residual klorin secara instan dibutuhkan, klorin
dibutuhkan untuk memberikan residual klorin bebas yang tersedia berkisar 20 kali atau lebih besar dari
jumalah amonia yang ada. Reaksi berlangsung cepat pada pH 7-8 dan temperatur yang tinggi.

Pada sebuah kurva breakpoint tipikal, dosis klorin awal tidak menghasilkan residual karena sebuah
kebutuhan klorina segera disebabkan oleh ion yang bereaksi dengan cepat. Seiring penambahan klorin
lebih lanjut, akan terbentuk kloroamin. Kloroamin ini ditunjukkan dalam bentuk total residual klorin.
Pada dosis klorin yang lebih besar, garis miring menuju breakpoint dimulai. Setelah breakpoint, residual
klorin bebas muncul.

Residual klorin bebas biasanya menghilangkan bau dan rasa, mengendalikan bakteri yang terekspos, dan
mengoksidasi senyawa organik. Klorinasi breakpoint juga dapat mengendalikan lendir dan pertumbuhan
alga, membantu koagulasi, mengoksidasi besi dan mangan, menghilangkan amonia, dan umumnya
meningkatkan kualitas di dalam siklus pengolahan atau sistem distribusi.

ANTI-MIKROBA PENGOKSIDASI DI DALAM SISTEM AIR PENDINGIN INDUSTRI

Anti-mikroba pengoksidasi yang umumnya digunakan di dalam sistem air pendingin industri adalah
senyawa halogen, klorin dan bromin, di dalam fasa cair maupun fasa gas, pendonor halogen organik,
klorin dioksida, dan untuk penggunaan terbatas, ozon.

Anti-mikroba pengoksidasi akan mengoksidasi atau menerima elektron dari senyawa kimia lain. Tipe dari
aktivitas anti-mikroba dapat menjadi degradasi langsung dari material selular atau menonaktifkan
sistem enzim esensial di dalam sel bakteri. Sebuah aspek penting dair efisiensi anti-mikroba adalah
kemampuan dari agen pengoksidasi untuk menembus dinding sel dan mengganggu jalur metabolisme.
Karena alasan ini, potensi oksidasi saja tidak selalu berhubungan langsung dengan efisiensi anti-mikroba.

Kemampuan relatif untuk mengendalikan mikroba dari senyawa halogen tipikal ada sebagai berikut;

HOCl (asam hipoklorit) > HOBr (asam hipobromit) > NH xBry (bromoamin) > OCl- (ion hipoklorit) > OBr-
(ion hipobromit) > NHxCly (kloroamin)

pH air pendingin mempengaruhi efisiensi oksidasi anti-mikroba. pH menentukan perbandingan relatif


dari asam hipoklorit dan ion hipoklorit atau di alam sistem yagn diolah dengan donor bromin, asam
hipobromit dan ion hipobromit. Bentuk asam dari halogen biansanya merupakan anti-mikroba yang
lebih efektif dibandingkan bentu terdisosiasinya. Pada kondisi tertentu, asam hipoklorit dominan pada
pH di bawah 7,6. Asam hipobromit dominan pada pH di bawah 8,7, membuat pendonor bromin lebih
efektif dibandingkan pendonor klorin di dalam air pendingi yang basa, khususnya ketika waktu kontak
terbatas.

Efisiensi anti-mikroba juga dipengaruhi oleh kebutuhan di dalam sistem air pendingin, terkhususnya di
pengaruhi oleh amonia. Klorin bereaksi dengan amonia membentuk kloroamin, yang seefisien dari asam
hipoklorit dan ion hipoklorit dan mengendalikan mikroba. bromin bereaksi dengan amonia membentuk
bromoamin. Tidak seperti kloroamin, bromoamin tidak stabil dan membentuk asam hipobromit kembali.

Kebanyakan mikroba di dalam sistem pendingin dapat dikendalikan dengan penggunaan klorin atau
bromin jika dipaparkan dengan residual yang cukup untuk waktu yang lama. Residula klorin sebesar 0,1-
0,5 ppm cukup untuk mengendalikan organisme di dalam air jika residual dapat dijaga untuk waktu yang
cukup.

Klorinasi kontiniu dari sistem air pendingin sering terlihat paling ampuh untuk pengendalian lendir
mikroba. Akan tetapi, hal ini sulit secara ekonomis untuk menjaga kadar residual bebas secara kontiniu
pada beberapa sistem, khususunya jika ada kebocoran proses. Pada beberapa sistem dengan kebutuhan
yang tinggi, sering tidak mungkin untuk mencapai sebuah residual bebas, dan sebuah residual kombinasi
harus diterima. Laju pengumapan klorin yang tinggi, baik dengan atau tanpa kandungan residual yang
tinggi, dapat meningkatkan korosi logam dan kerusakan pada material kayu tower. Pelengkap dari anti-
mikroba non-oksidator lebih baik digunakan pada laju klorinasi yang tinggi.

Pada sistem aliran sekali lewat, nilai residual bebas dengan rentang 0,3-0,8 ppm umumnya dijaga selama
dua jam setiap satu kali periode penanganan. Laju dari kontaminasi ulang menentukan frekuensi dari
penanganan yang dibutuhkan.

Sistem resirkulasi terbuka dapat ditangani dengan sebuah program halogenasi secara kontiniu atau
intermiten. Pengumpanan kontiniu lebih efektif dan umumnya dapat dijangkau dimana gas klorin atau
hipoklorit sudah digunakan dan kebutuhan sistem rendah. Nilai residual 0,1-0,5 ppm secara manual
dijaga. Perawatan harus dilakukan agar tidak terjadi pengumpanan halogen berlebih yang akan
mempengaruhi laju korosi. Laju pengumpanan klorin tidak boleh melebihi 4 ppm dari laju resirkulasi.
Pengunaan pendonor halogen dapat dibatasi menjadi pengumpanan interminten karena alasan biaya,
meski pengumpanan kontiniu pada sistem dengan kebutuhan yang rendah lebih efektif. Pengumpanan
intermiten membutuhkan penjagaan untuk memperoleh kadar residual bebas yang sama dengan sistem
kontiniu tetapi hanya pada satu jam terakhir dari penggunaan klorin. Hingga 3 jam dari penambahan
klorin mungkin dibutuhkan untuk mencapai kadar residual bebas, tergantung dari kebutuhan sistem,
kebersihan sistem, dan frekuensi klorinasi.

ALTERNATIF GAS KLORIN

Kejadian bocornya gas mematikan di Bopal, India telah meningkatkan perhatian mengenai keselamatan
dari penggunaan gas klorin. Sumber lain dari halogen dan agen pengoksidasi untuk mengendalikan
mikroba adalah sebagai berikut:

 Hipoklorit (natrium hipoklorit, natrium hipoklorit dengan natrium bromida, dan kalsium
hipoklorit)
 Senyawa pendonor klorin atau bromin, seperti isosianurat, triklorio-s-triazinetrion, dan
hidantoin
 Klorin dioksida
 Ozon

Hipoklorit

Natrium hipoklorit dan kalsium hipoklorit merupakan senyawa turunan dari klorin yang terbentuk dari
reaksi klorin dan hidroksida. Penggunaan hipoklorit pada sistem air akan menghasilkan ion hipoklorit
dan asam hipoklorit, sama dengan penggunaan gas klorin.

NaOCl → Na+ + OCl-


Natrium Hipoklorit Ion Natrium Ion Hipoklorit

Na+ + OCl- + H2O → HOCl + NaOH


Ion Natrium Ion Hipoklorit Air Asam Hipoklorit Natrium Hidroksida

Ca(OCl)2 → Ca2+ + 2OCl-


Natrium Hipoklorit Ion Kalsium Ion Hipoklorit

Ca2+ + 2OCl- + 2H2O → 2HOCl + Ca(OH)2


Ion Kalsium Ion Hipoklorit Air Asam Hipoklorit Kalsium Hidroksida

Perbedaan reaksi hidrolisis antara gas klorin dan hipoklorit adalah produk samping reaksi. Reaksi gas
klorin dengan air akan meningkatkan konsentrasi H + sehingga menurunkan pH air dengan pembentukan
asam klorida. Reaksi hipoklorit dengan air membentuk asam hipoklorit dan natrium hidroksida atau
kalsium hidroksida. Hal ini hanya menyebabkan sedikit perubahan pH air. Larutan natrium hipoklorit
memiliki sedikit kelebihan kaustik sebagai stabilizer, yang akan meningkatkan alkalinitas dan
meningkatkan pH pada titik injeksi. Hal ini dapat menyebabkan pembentukan kerak kesadahan.
Penambahan dispersan (fosfat organik/polimer) ke sistem air biasanya cukup untuk mengendalikan
potensi pengerakan ini.

Alkalinitas dan pH akan berubah secara signifikan ketika natrium atau kalsium hipoklorit menggantikan
penggunaan gas klorin. Gas klorin mengurangi alkalinitas 1,4 ppm per ppm klorin yang digunakan;
hipoklorit tidak mengurangi alkalinitas. Semakin tinggi alkalinitas air yang perlu ditangani dengan
hipoklorit akan mengurangi potensi korosi tetapi meningkatkan potensi deposisi.

Natrium Hipoklorit juga disebut sebagai cairan pemutih, karena digunakan secara luas hampir di semua
pemutih terklorinasi. Larutan ini tersedia dalam beberapa konsentrasi larutan, mulai dari yang umum
secara komersial pada konsentrasi sekitar 5,3% berat NaOCl hingga skala industri dengan konsentrasi
10-20%. Kekuatan dari larutan pemutih umumnya dinyatakan dalam persen volume bukan persen berat.
15% persen volume hipoklorit hanya mengandung 12,4 persen berat hipoklorit. Sekitar 1 galon
hipoklorit dengan konsentrasi industri dibutuhkan untuk menggantikan 1 pon gas klorin.
Kestabilan larutan hipoklorit sangat dipengaruhi oleh panas, cahaya, pH, dan kontaminasi logam. Laju
dekomposisi dari larutan dengan konsentrasi 10 dan 15% menjadi dua kali lipat setiap kenaikan
temperatur 10oF pada temperatur penyimpanan. Cahaya matahari mengurangi waktu paruh dari
larutan hipoklorit dengan konsentrasi 10-15% dengan faktor 3 hingga 5. Jika pH dari larutan yang
disimpan turun higga di bawah 11, dekomposisi menjadi lebih cepat. Sebesar 0,5 ppm besi
menyebabkan deteorisasi secara cepat pada larutan dengan konsentrasi 10-15%. Penambahan ferri
klorida pekat pada tangki natrium hipoklorit secara cepat akan menghasilkan gas klorin.

Grade normal industri dari natrium klorida dapat diumpankan lansung atau diencerkan dengan air yang
kesadahan yang rendah. Penggunaan air dengan kesadahan yang tinggi akan menyebabkan
pengendapan garan kalsium karena pH natrium hipoklorit yang tinggi.

“High Test” Calcium Hypochlorite (HTH) merupakan bentuk paling umum dari hipoklorit yang kering di
Amerika. Zat ini mengandung 70% dari klorin yang tersedia, 4-6% kapur, dan beberapa kalsium
karbonat. Senyawa ini tidak boleh disimpan ditempat yang terkena pasnas atau kontak dengan senyawa
organik yang mudah teroksidasi. Kalsium hipoklorit terdekomposisi secara eksotermik, melepaskan
oksigen dan klorin monoksida. Dekomposisi terjadi jika HTH terkontaminasi dengan air atau uap air dari
udara. Kalsium hipoklorit 3-5% dari kandungan klorinnya pertahun pada penyimpanan normal

Semua hipoklorit berbahya terhadap kulit dan harus ditangani secara hati-hati. Material yang tahan
korosi harus digunakan selama penyimpanan dan pembokaran muatan.

BROMIN

Bromin telah digunakan untuk pengolahan air sejak tahun 1930-an. Bromin diproduksi secara komersial
melalui reaksi sebuah larutan garam bromin dengan gas klorin, diikuti dengan pelucutan dan pemekatan
cairan bromin. Bromin merupakan bersifat cair berasap, berwarna merah gelap pada temperatur ruang.

Bromin terdisoiasi di dalam air dengan cara yang sama dengan klorin, dengan membetuk asam
hipobromit dan ion hipobromit. Asam hipobromit adalah asam lemah yang tidak terdisosiasi sempurna
membentuk ion hidrogen dan ion hipobromit. Konsentrasi atau distribusi dari setiap spesi pada
kesetimbangan dipengaruhi oleh temperatur dan pH. Pada pH 6,5-9, reaksi disosiasi berlangsung tidak
sempurna, dan baik asam hipobromit dan ion hipobromit muncul. Rasio kesetimbangan pada pH apapun
tetap konstan. Pada pH di atas 7,5, jumlah asam hipobromit lebih besar dibanding jumlah asam
hipobromit untuk laju umpan yang sama. Semakin tinggi persentasi asam hipobromit lebih bagus di
dalam air bersifat basa dan air yang mengandung amonia.

Metode untuk menghasilkan asam hipobromit meliputi:

Menggunakan dua cairan (atau satu cairan dan gas klorin)

NaBr + HOCl → HOBr + NaCl


Natrium Asam Asam
Natrium klorida
Bromida Hipoklorit Hipobromit

Menggunakan gas terkompresi:

BrCl + H2O → HOBr + HCl


Bromin Asam
Air Asam klorida
Klorida Hipobromit
Menggunakan padatan

C5H6BrClN2O2 + 2H2O → HOBr + HOCl + C5H8N2O2


Asam Asam
Bromokloro-
Air Hipobromi Hipoklorit Dimetilhidantion
Dimetilhidantoin (BCDMH)
t

Terlepas dari metode yang digunakan untuk menghasilkan asam hipobromit, tujuannya adalah untuk
mendapatkan keuntungan dari kemampuan sebagai anti-mikroba. metode cair dan padat tidak
membutuhkan penyimpanan dari gar bertekanan yang menjadi alasan utama dari penggantian gas
klorin.

Bromin bereaksi dengan senyawa amonia membentuk bromoamin , yang lebih efektif dari kloroamin.
Pada pH 8,0; rasio asam hipobromit terhadap bromoamin adalah 8:1 didalam air yang mengandung
amonia. Karena monobromoamin tidak stabil dan karena triboromoamin tidak terbentuk, terdapat
sedikit kebutuhan untuk mencapai brominasi breakpoint.

Semakin pendek waktu hidup dari senyawa bromin (karena kekuatan ikatan kimia yang lemah)
memperkecil residual oksidator di keluaran limbah pabrik dan mengurangi kebutuhan untuk deklorinasi
sebelum pembuangan.

PENDONOR HALOGEN

Pendonor halogen adalah senyawa yang melepaskan klorin atau bromin aktif ketika dilarutkan di dalam
air. Setelah pelepasan, reaksi halogen sama dengan reaksi klorin atau bromin dari senyawa lain.
Pendonor halogen berfasa padat umumnya digunakan di sistem air pendingin di antranya sebagai
berikut:

 1-bromo-3-kloro-5,5-dietilhidantion
 1,3-dikloro-5,5-dimetildantion
 Natrium dikloroisosianurat

Senyawa pendonor ini tidak melepaskan halogen secara sekaligus, tetapi membuatnya perlahan hadir,
sehingga hal ini perlu dipertimbangkan pengendalian pelepasan agen oksidator. Tipe aksi senyawa ini
dipertimbangkan menyerupai klorin atau bromin, tetapi dapat menembus membran sel dan membawa
reaksi oksidasi dari dalam sel. Pendonor ini banyak digunakan karena kesederhanaannya, biaya yang
murah, dan baiya instalasi sistem pengumpanan yang murah. Karena mereka memiliki fasa padat, maka
tidak ada bahaya penanganan yang ada pada gas (kebocoran) dan cair (tumpahan). Dievaluasi
berdasarkan biaya total, pendonor halogen sering membuktikan bahwa senyawa ini merupakan pilihan
yang ekonomis meski biaya bahan bakunya yang relatif mahal.

KLORIN DIOKSIDA

Klorin dioksida (ClO2) adalah senyawa turunan lainnya dair klorin. Senyawa ini tidak stabil, memiliki
potensi menghasilkan gas yang dapat meledak pada penggunaannya. Metode paling umum untuk
menghasilkan ClO2 melalui reaksi gas klorin dengan larutan natrium klorit.

2NaClO2 + Cl2 → 2ClO2 + 2NaCl


Natrium
Klorin Klorin Dioksida Natrium Klorida
Klorit

Secara teoritis, 1 pon dari gas klorin dibutuhkan untuk setiap 2,6 pon natrium klorit. Akan tetapi, sebuah
kelebihan dari klorin sering digunakan untuk menurukan pH agar dicapai pH yang dibutuhkan yaitu 3,5
dan mendorong reaksi menjadi sempurna. Natrium hipoklorit dapat digunakan untuk menggantikan gas
klorin untuk menghasilkan klorin dioksida. Proses ini membutuhkan penambahan asam sulfat atau asam
klorida untuk mengatur pH.

Metode lain yang digunakan untuk menghasilkan klorin dioksida meliputi:

5NaClO2 + 5HCl → 4ClO2 + 5NaCl + HCl + 2H2O


Natrium Asam Klorin Asam
Natrium Klorida Air
Klorit Klorida Dioksida Klorida

10NaClO2 + 5H2SO4 → 8ClO2 + 5Na2SO4 + 2HCl + 2H2O


Natrium Asam Klorin Natrium Asam
Air
Klorit Sulfat Dioksida Sulfat Klorida

2NaClO2 + 5HCl + NaOCl → 2ClO2 + 2NaCl + NaOH


Natrium Asam Natrium Klorin Natrium Natrium
Klorit Klorida Hipoklorit Dioksida Klorida Hidroksida

Dibandingkan terhidrolisis di dalam air seperti klorin, klorin dioksida membentuk larutan sebenarnya di
dalam air pada kondisi tipikal di cooling tower. Karena alasan ini, klorin dioksida mudah menguap (700
kali mudah menguap dibandingkan HOCl) dan mudah hilang dari sistem air yang sudah diolah,
khususnya pada cooling tower.

Klorin dioksida merupakan oksidan kuat. Dia bereaksi dengan material yang dapat teroksidasi tetapi,
tidak seperti klorin, tidak langsung berikatan dengan amonia. Klorin dioksida tidak membentuk trihalo
metan (THM) tetapi dapat secara signifikan menurunkan perkuso THM. Di dalam jumlah yang cukup .
klorin dioksida menghancurkan fenol tanpa menimbulkan rasa dari fenol yang terklorinasi. Senyawa ini
merupakan anti-mikroba dan anti-spora yang bagus. Tidak seperti klorin, efisiensi anti-mikroba klorin
dioksida relatif tidak terpengaruh oleh perubahan pH di rentang 6-9. Klorin dioksida juga digunakan
untuk oksidasi sulfida, besi, dan mangan.

Senyawa organik kompleks dan amonia merupakan senyawa yang menimbulkan kebutuhan klorin yang
tidak bereaksi dengan klorin dioksida. Karena klorin dioksida memiliki reaksi yang berbeda dengan
klorin, sebuah pengujian kebutuhan klorin harus dilakukan untuk menentukan laju umpan klorin
dioksida. Sebuah residual harus dijaga setelah kebutuhan klorida sudah dipenuhi, untuk menjamin
pengendalikan yang efektif dari pertumbuhan mikroba. sifat kimia dan karakteristik oksidasi dari larutan
klorin dioksida tidak sepenuhnya diketahui karena kesulitan di dalam membedakan spesid dari larutan
yang mengandung klorin.
Klorin dioksida digunakan pada beberapa suplai air publik untuk mengatur rasa dan bau, dan sebagai
disinfektan. Senyawa ini digunakan di beberapa indsutri pada bagian proses pengolahan sebagai anti-
mikroba. Klorin dioksida dikonsumsi oleh reaksi pada pengolahan air mengubahnya menjadi ion klorit
(ClO2-) dan ion klorat (ClO 3-), dan ion klorin (Cl -). Ada beberapa perhatian mengenai efek kesehatan
jangka panjang dari ion klorit di dalam suplai air potable.

Sebagai sebuah gas, klorin dioksida lebih iratatif dan beracun di bandingkan klorin. Klorin dioksida di
udara dapat di deteksi dengan bau pada konsentrasi 14-17 ppm, menyebabkan iritasi pada 45 ppm, fatal
dalam waktu 44 menit dengan konsentrasi 150 ppm, dan fatal secara cepat ketika konsesntrai 350 ppm.
Konsentrasi lebih dari 14% di udara dapat berlanjut menjadi dekomposisi dengan percikan listrik.
Perkursor paling umum dari pembuatan klorin dioksida di lapangan juga merupakan sebuah material
yang berbahaya: cairan dari natrium klorit. Jika dibiarkan kering, agen oksidator kuat ini membentuk
residu serbuk yang dapat terbakar atau meledak jika kontak dengan material yang dapat teroksidasi.
bahaya yang ada pada uap klorin dioksida dan perkusornya, dan mudah menguapnya larutan klorin
dioksida, memerlukan perhatian di dalam desain dan operasi dari larutan dan peralatan pengumpanan.

OZON

Ozon merupakan bentuk alotropik dari oksigen, O 3. Karena bukan gas yang stabil, senyawa ini harus
diproduksi di dekat tempat penggunaannya. Ozon sangat efektif, agen pengoksidasi yang bersih dan
merupakan anti-mikroba dan anti-virus yang kuat.

Karena ozon merupakan oksidator kuat, maka senyawa ini memiliki bahaya. Telah dilaporkan bahwa
konsentrasi ozon sebesar 50 ppm di dalam udara dapat mennimbulkan oksidasi pada bagain paru-paru
dan akumulasi cairan, menyebabkan kematian karema edema pulmonary. OSHA dan NIOSH
mempertimbangkan 10 ppm ozon dengan cepat berbahaya pada kehidupan dan kesehatan, dan batasan
paparan oleh OSHA yaitu 0,1 ppm untuk time-weighted average (terpapar sehari-hari). Pada konsentrasi
0,02 ppm, bau ozon yang kuat akan terdeteksi. Pengoperasian yang tidak tepat dari peralatan ozon akan
menghasilkan 20% ozon, konsentrasi yang dapat meledak. Peralatan penghasil ozon dapat menghasilkan
20% ozon di udara dan dapat menimbulkan terbentuknya peroksiasetil nitrat (PAN), sebuah polutan
udara.

Waktu paruh hidup ozon yang rendah memungkinkan air yang diolah dengan ozon dapat dibuang tanpa
menimbulkan bahaya terhadap lingkungan. Akan tetapi, waktu paruh hidup yang pendek akan
mengurangi waktu kontak di dalam sistem pengolahan air, sehingga air yang jaraknya jauh dari sumber
ozon mungkin tidak mendapat penanganan yang cukup.

Ozon dihasilkan dari udara kering atau oksigen yang dilewatkan antara dua elektroda dengan tegangan
tinggi. Ozon dapat juga dihasilkan secara fotokimia yaitu dengan sinar ultraviolet.ozon harus dikirimkan
ke sebuah sistem air dengan sistem injeksi melalui sebuah kontaktor. Laju perpindahan tergantung dari
laju perpindahan masa dari kontaktor ini dari penyembur. Perawatan yang tepat dari generator dan
kontaktor merupakan hal yang krusial dari sistem ini.

Biaya kapital yang mahal membatasi ozon untuk digunakan sebagai pengendali pertumbuhan mikroba,
khususnya pada sistem dengan kebutuhan yang berubah-ubah.

DEKLORINASI
Deklorinasi sering dibutuhkan sebelum air dibuang dari pabrik. Juga kadar klorin yang tinggi berbahaya
pada sistem industri, seperti resin penukar ion dan beberap membran yang digunakan di dalam uni
elektrodialisis dan reserve osmosis. Klorin juga berkontribusi terhadap toksisitas efluen sehingga
konsentrasi klorin pada buangan cairan tertentu dibatasi.

Terkadang, deklorinasi dibutuhkan oleh suplai air industri dan air publik. Mengurangi atau
menghilangkan karakteristik rasa klorin dari air potable sering diinginkan. Deklorinasi umumnya
dilakukan pada industri pengolahan makanan dan minuman. Kontak langsung air yang mengandung
klorin residual dengan makanan dan minuman harus dihindari karena akan menimbulkan rasa yang tidak
enak.

Kelebihan klorin residual dapat dikurangi hingga kadar yang dapat diterima dengan agen pereduksi,
absorpsi karbon, atau aerasi.

Agen pereduksi, seperti sulfur dioksida, natrium sulfit, dan amonium bisulfit, air deklorinasi tetapi dapat
juga mendunkung pertumbuhan bakteri yang memanfaatkan sulfur untuk metabolisme. Kadang-kadang,
natrium tiosulfat digunakan untuk deklorinasi sampel air sebelum analisa bakteri. Reaksi deklorinasi
yang umum adalah sebagai berikut.

SO2 + Cl2 + 2H2O ↔ H2SO4 + 2HCl

Sulfur Dioksida Klorin Air Asam Sulfat Asam Klorida

NaHSO3 + Cl2 + H2O ↔ NaHSO4 + 2HCl


Natrium Bisulfit   Klorin   Air   Natrium Bisulfat   Asam Klorida

NH4HSO3 + Cl2 + H2O ↔ NH4HSO4 + 2HCl

Ammonium Bisulfit Klorin Air Amonium Bisulfat Asam Klorida

Granular activated carbon (GAC) menghilangkan klorin bebas dengan cara adsorpsi. Klorin bebas di
dalam bentuk HOCl bereaksi dengan karbon aktif membentuk sebuah oksida di permukaan karbon.
Kloroamin dan organik yang terklorinasi diserap lebih lambat dibandingkan klorin bebas.

Aerasi paling tidak cara yang efektif untuk deklorinasi, denga keefektifan yang berkurang dengan
meningkatnya pH. Ion hipoklorit, yang dominan pada pH 8,3 ke atas, kurang volati dibandingkan asam
hipoklorit.

Radiasi ultraviolet mendeklorinasi air yang disimpan pada tempat terbuka untuk waktu yang lama.

PENGGUNAAN DAN EFEK LAIN DARI KLORIN

Sebagai anti-mikroba, klorin dan senyawa klorin digunakan untuk mengurangi rasa dan bau di dalam air
minum, meningkatkan proses penjernihan, mengoksidasi besi, mangan, dan hidrogen sulfida sehingga
senyawa tersebut dapat dihilangkan, mengurangai pembengkakan sludge pada unit pengolahan air
limba, dan mengolah efluen dari unit pengolahan air limbah.

Klorin bersamaan dengan koagulan, sering digunakan untuk proses penjernihan air baku. Preklorinasi ini
meningkatkan proses koagulasi karena efek klorin terhadap material organik di dalam air. Hal ini juga
mengurangi rasa, bau, warna, dan populasi mikroba, dan klorin mengoksida besi dan mangan untuk
membantu penghilangannya dengan metode pengendapan dan filtrasi. 1 ppm klorin mengoksidasi 1,6
ppm ion Feri (Fe2+) atau 0,77 ppm ion mangan. Penambahan 8,87 ppm per ppm sulfida akan
mengoksidasi sulfida menjadi sulfat, tergantung dari pH air dan temperatur.

Klorin merupakan sebuah agen pengaktif yang baik untuk natrium silikat (activated silica) sebagai
persiapan pembantu koagulan (coagulant aid). Keuntungan dari proses ini adalah klorin yang digunakan
utnuk aktivasi tersedia untuk kegunaan lainnya.

Klorinasi dengan kadar rendah dan pengumpanan secara interminten dari return activated sludge telah
digunakan untuk mengendalikan pengembangan lumpur yang parah di dalam sistem pengolahan air
limbah.

Klorin diinjeksikan ke air selokan dan air limbah industri sebelum air itu dibuang ke lingkungan,
menghancurkan bakteri dan senyawa kimia seperti sulfida, sulfit, dan ion ferro. Senyawa kimia ini
bereaksi dan mengambil oksigen yang larut di dalam air ketika masuk ke aliran air penerima limbah.

PERALATAN PENGUMAPAN

Alat klorinasi tersedia secara komersial untuk gas klorin yang dicairkan dan larutan natrium hipoklorit.
Kalsium hipoklorit biasanya berupa padatan dan diumpankan dengan shot feeding. Semakin baru
senyawa pendonor halogen, seperti 1-bromo-3-kloro-5,5-dimetilhidantion, diumpankan dengan bypass
dissolving feeders.

Gas klorin yang dicairkan merupakan bentuk klorin yang paling murah dan umumnya digunakan pada
waktu lampau. Karena bahaya dari kebocoran klorin, peralatan pengumpanan didesain untuk menjaga
gas klorin berada pada tekanan di bawah tekanan atmosfer degnan cara pegoperasian vakum. Ha ini
menyebabkan setiap kebocoran akan diarahkan menuju sistem pengumpanan dibandingkan lepas ke
udara sekitar. Kelarutan maksimum adalah 5000 ppm pada kondisi vakum yang dihasilkan dari peralatan
pengumpanan klorin. Pembuat klorinator mendesain peralatan hingga batas jumlah klorin di dalam
sistem umpan hingga 3500 ppm untuk mencegah pelepasan gas klorin pada titik penggunaan. Injeksi
langsung dari klorin tanpa menggunakan sebuah eduktor yang cocok dapat menimbulkan bencana.

Pengumapan natrium hipoklorit meliputi pompa dosing, rotameter pengatur laju alir, dan sistem
pengumapanan terkomputerisasi. Sistem penyimpanan hipoklorit harus dilindungi dari sinar matahari
secara langsung dan panas untuk mencegah degradasi klorit. Pemilihan logam untuk penyimpanan yang
tepat juga merupakan hal yang penting untuk mencegah degradasi.

Pendonor halogen berfasa padat, seperti hidantoin, triazinetrion, dan isosianurat tersedia di dalam
bentuk tablet dan terkadang dalam bentuk granular. Padatan ini biasanya dilarutkan di dalam sebuah
bypass feeder untuk mengatur lajut pelarutan, dan konsentrat efluen pengumpanan digunakan pada
titik yang tepat. Senyawa kimia yang dihasilkan dari produk ini adalah asam hipoklorit, asam hipobromit,
atau kombinasi dari kedua senyawa tersebut.

Anda mungkin juga menyukai