Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

I. MASALAH UTAMA
Perubahan persepsi sensori : halusinasi

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa rangsang
ensternal yang nyata. ( Barbara, 1997 : 575 ).
Halusinasi adalah persepsi panca indra tanpa ada rangsangan dari luar
yang dapat mempengaruhi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada
saat kesadaran individu itu baik. (Carpenito, 1996).

B. Macam- macam halusinasi


a. Halusinasi pendengaran
b. Halusinasi penglihatan.
c. Halusinasi penciuman.
d. Halusinasi pengecapan.
e. Halusinasi perabaan.
f. Halusinasi kinestik.
g. Halusinasi hipnogogik.
h. Halusinasi hipnopompik.
i. Halusinasi histerik.
j. Halusinasi autoskopi.

C. Etiologi
Halusinasi dapat terjadi pada pada (DepKes, 1983:123)
1) Gangguan mental organic
Merupakan gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan
sistemik atau otak dengan gambaran utama meliputi gangguan fungsi
kognitif misalnya, daya ingat (memory), daya pikir (intellect), dan daya
belajar (learning), gangguan sensirium mislanya gangguan kesadaran dan
perhatian serta syndrome dengan manifestasi yang menonjol meliputi
persepsi (halusinasi), dan isi pikir (waham), dan suasana perasaan (depresi,
gembira, cemas) (PPDGJ_III, 2001: 21).

Heru Nurmansah/1601460001/DIV Keperawatan Malang


2) Skizofrenia
Suatu syndrome dengan variasi penyebab dan perjalan penyakit yang
ditandai dengan adanya penyimpangan dari pikiran dan persepsi serta afek
yang tidak wajar atau tumpul (PPDGJ_III, 2001: 46).
3) Sindroma putus obat
Merupakan suatu keadaan yang menimbulkan terjadinya gejala fisik yang
bervariasi sesuai dengan sat yang digunakan, gangguan psikologis
(ansietas, depresi, dan gangguan tidur), yang khas pasien melaorkan bahwa
gejala tersebut akan mereda dengan meneruskan penggunaan sat tersebut
(PPDGJ_III, 2001: 37).
4) Keracunan obat
Merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol
atau sat psikoaktif lainnya sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi
kognitif atau persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respon
psikofisiologis (PPDGJ_III, 2001: 37).

D. Tanda dan gejala


a. Bicara, senyum / tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, menghidu.
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata.
e. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
f. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Ketakutan.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Menarik diri, menghindari dari orang lain.
k. Menyalahkan diri sendiri/ orang lain.
l. Muka merah kadang pucat.
m. Ekspresi wajah bingung.
n. Tekanan darah naik.
o. Nafas terengah- engah.
p. Nadi cepat.
q. Banyak keringat.

Heru Nurmansah/1601460001/DIV Keperawatan Malang


E. Mekanisme Masalah
a. Resiko kekerasan yang berhubungan dengan halusinasi.
Individu yang mengalami halusinasi pendengaran akan mendengar sura/
bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus yang nyata dan suara-
suara itu menyebabkan individu tersebut mengamuk dan merusak barang-
barang.
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi (dengar) yang berhubungan
dengan menarik diri. Menarik diri merupakan perilaku yang menghindari
interaksi dengan orang lain. Individu dengan menarik diri kelihatan sedih,
pendiam, putus asa dan pikirannya akan melayang kemana- mana
sehingga individu akan terbayang hal- hal yang tidak nyata seperti
melihat dan mendengar bisikan- bisikan yang aneh dari seseorang.
c.Sebab : Isolasi diri : menarik diri.
d. Akibat : Resiko menciderai diri dan orang lain.

F. Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Waham


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi Konsisten Menarik diri Sulit berespons
Perilaku sesuai Reaksi emosi > / < Perilaku disorganisasi
Hubungan sosial Perilaku tidak biasa Isolasi sosial

Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
1. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu
yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
3. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar
disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
4. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang
berlaku.
5. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut

Heru Nurmansah/1601460001/DIV Keperawatan Malang


hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk
kerjasama.
6. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada
area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
7. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
8. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau
budaya umum yang berlaku.
9. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya
umum yang berlaku.
10. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi

G. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan. Akibat

Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran. Core problem

Isolasi diri : manarik diri. Penyebab Penyebab

H. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Resiko menciderai diri dan orang lain.
Data :
 Perilaku hiperaktif, agresi dan destruktif.
 Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
 Sikap bermusuhan.
 Menolak makan.
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar.
Data :
 Bicara, senyum/ tertawa sendiri.
 Menarik diri dan menghindar dari orang lain.

Heru Nurmansah/1601460001/DIV Keperawatan Malang


 Dapat membedakan nyata dan tidak nyata.
 Tidak dapat memusatkan perhatian.
 Curiga, bermusuhan, merusak diri, orang lain dan lingkungan.
 Ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung.
3. Perubahan isolasi sosial : menarik diri.
Data :
 Pola pikir autistik.
 Ekspresi wajah dungu / datar.
 Perawatan diri kurang.
 Menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai diri dan orang lain yang berhubungan dengan
perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar.
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi (dengar) yang berhubungan
dengan menarik diri.

J. Rencana Tindakan
Diagnosa : Resiko menciderai diri dan orang lain yang berhubungan dengan
perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar.
A. Tujuan umum :
Perilaku menciderai diri dan orang lain tidak terjadi.
B. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi :

- Klien mau membalas salam


- Klien mau berjabat tangan
- Kllien mau menyebut nama
- Klien mau tersenyum
- Klien ada kontak mata
- Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi keperawatan :

1.1 Beri salam dan panggil nama klien


1.2 Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
1.4 Jelaskan kontrak yang akan dibuat

Heru Nurmansah/1601460001/DIV Keperawatan Malang


1.5 Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
1.6 Lakukan kontak singkat tetapi sering
1.7 Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya.


Kriteria evaluasi :
- Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya
halusinasi.
- Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
Intervensi keperawatan :
2.1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2.2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya :
bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kekiri/ kekanan/
kedepan seolah- olah ada teman bicara.
2.3. Bantu klien mengenal halusinasinya.
a. Jika menemukan klien sedang halusinasi, tanyakan apakah
ada suara yang didengar.
b. Jika klien menjawab “ya” lanjutkan apa yang dikatakan.
c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,
namun perawat tidak mendengarnya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).
d. Katakan bahwa klien lain juga seperti klien.
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
2.4. Diskusikan dengan klien tentang :
a. Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan
halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore
dan malam atau jika sendiri, jengkel atau sedih).
2.5. Diskusikan apa yang dirasakan klien jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan
perasananya.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
- Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan untuk
mengndalikan halusinasinya.
- Klien dapat menyebutkan cara baru.

Heru Nurmansah/1601460001/DIV Keperawatan Malang


- Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien.
- Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikan halusinasinya.
- Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi keperawatan :
3.1. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dan lain- lain).
3.2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian.
3.3. Diskusikan cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya
halusinasi :
a. Katakan : “Saya tidak mau dengar kamu” (pada saat
halusinasi terjadi).
b. Menemui orang lain (perawat/ teman/ anggota keluarga)
untuk bercakap- cakap atau mengatakan halusinasi yang
didengar.
c. Membuat jadwal kegiatan sehari- hari agar halusinasi tidak
sampai muncul.
d. Meminta keluarga/ teman/ perawat menyapa jika tampak
bicara sendiri.
3.4. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara
bertahap.
3.5. Beri kesempatan klien untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
3.6. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi.
4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
- Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
- Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan
untuk mengendalikan halusinasinya.
Intervensi keperawatan :
4.1. Anjurkan klien untuk memberitahukan keluarga jika mengalami
halusinasi.

Heru Nurmansah/1601460001/DIV Keperawatan Malang


4.2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung/
pada saat kunjungan rumah).
a. Gejala halusinasi.
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi.
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasinya dirumah :
beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol dan resiko menciderai
orang lain.

5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.


Kriteria evaluasi :
- Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek
samping obat.
- Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
- Klien dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat.
- Klien memahami akibat berhentinya obat tanpa konsultasi.
- Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
Intervensi keperawatan :
5.1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi
dan manfaat obat.
5.2. Anjurkan klien meminta obat sendiri pada perawat dan
merasakan manfaatnya.
5.3. Anjurkan klien bicara sendiri dengan dokter tentang manfaat dan
efek samping obat yang dirasakan.
5.4. Diskusikan akibat berhenti obat- obat tanpa konsultasi.
5.5. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Heru Nurmansah/1601460001/DIV Keperawatan Malang


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1996). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.

Johnson, Barbara Schoen, (1997), Adaptation and Growth Psychiatric-Mental


Health Nursing, 4th Edition, Lippincot-Raven Publishers, Philadelphia.

Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC:
Jakarta.

Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.

Townsend, Mary C, (1998), Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada


Keperawatan Psikiatrik, Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Heru Nurmansah/1601460001/DIV Keperawatan Malang

Anda mungkin juga menyukai