Referat Hipertensi Krisis
Referat Hipertensi Krisis
Krisis Hipertensi
Preceptor
PENDAHULUAN
Hipertensi berasal dari dua kata, hiper = tinggi dan tensi = tekanan darah. Menurut
American Society of Hipertension ( ASH ), hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala
kardiovasculer yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling
berhubungan. The Eight Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Preasure (JNC8) dari Amerika serikat dan badan dunia
WHO dengan International Society of Hipertension membuat definisi hipertensi yaitu apabila
tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90
mmHg.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg atau
lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50
tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat
tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Hipertensi
biasanya merupakan peningkatan kronis dari tekanan darah yang lebih dari 140/90 mmHg,
penyakit yang lazim, gawat darurat pada hipertensi jarang terjadi, ini akibat dari perbaikan dalam
terapi obat yang telah dipertahankan dalam tekanan tertentu (maintenance drug therapy).
Pengobatan gawat darurat menjadi penting bila tekanan arterial sistemik yang menetap tinggi
merusak target organ (end organ), misalnya encefalopati, beban jantung berlebihan (cardiac
overload ) atau memperburuk masalah yang mendasarinya. Faktor resiko kardiovaskular antara
lain, merokok, obesitas (BMI > 30), inaktivitas fisik, dislipidemia, diabetes mellitus,
mikroalbuminuria, usia (laki >55 tahun, perempuan > 65 tahun), riwayat keluarga dengan
penyakit kardiovaskular.
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20% hipertensi
sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat timbul krisis hipertensi
dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan
suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan
jiwa penderita. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian dekade
lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi hipertensi, terutama pada usia 40 – 60 tahun
dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi
dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika
hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Krisis Hipertensi secara umum adalah terjadinya peningkatan tekanan darah
diastolik (TDD) >120 mmHg. Istilah “krisis” seolah-olah menggambarkan diperlukannya suatu
tindakan yang segera harus dilakukan, menurunkan tekanan darah (TD) dengan cepat merupakan
kontra indikasi, sehingga ada yang mengusulkan agar terminology krisis tersebut ditinjau kembali.
Kelainan yang terjadi pada hipertensi emergensi secara keseluruhan berhubungan dengan
tekanan darah diastole >120 mmHg, walaupun demikian tidak semua pasien yang dating dengan
hipertensi berat merupakan hipertensi emergensi. Penting bagi seorang dokter untuk dapat
mengenal perbedaan antara hipertensi emergensi dan hipertensi berat sehingga penurunan tekanan
darah yang terlalu cepat bahkan sampai mencapai TD normal terutama bila tidak disertai kerusakan
organ target (KOT) yang akut malahan akan berakibat fatal. Perlu dipahami pula pada pasien yang
menderita hipertensi kronis tidak terkontrol dalam jangka lama akan juga menderita KOT yang
kronis. Pasien hipertensi yang sebelumnya tidak pernah diobati atau pengelolaannya tidak baik
cenderung untuk mengalami kenaikan TD yang mendadak menjadi tinggi. Pasien- pasien dengan
hipertensi sekunder juga merupakan pasien-pasien yang memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadi
Hipertensi emergensi adalah terjadinya hipertensi dengan TDD >120 mmHg yang disertai
KOT yang akut (system saraf pusat, jantung atau ginjal). Pada keadaan ini diperlukan penurunan
TD dalam hitungan menit sampai jam menggunakan obat-obat parenteral dan memerlukan
pemgelolaan di ICU.
Hipertensi urgensi adalah terjadinya hipertensi dengan TDD >120mmHg tapa disertai KOT
akut. Ciri khas hipertensi urgensi adalah adanya hipertensi yang berat dapat disertai atau tanpa
disertai keluhan-keluhan sakit kepala hebat, rasa cemas atau sesak nafas. Pada pemeriksaan fisik
tidak menggambarkan adanya ancaman KOT. Pada keadaan ini diperlukan penurunan TD dalam
waktu 24-48 jam menggunakan obat oral dan tidak memerlukan perawatan intensif. Definisi ini
masih menjadi masalah oleh karena pada keadaan ini tidak terjadi KOT yang akut dan masih
dipertanyakan apakah penurunan tekanan darah memang harus dilakukan dalam 24-48 jam. Kata
urgensi sebenarnya hanya pemikiran dokter semata untuk menurunkan TD segera dan bukan
Seperti pada hipertensi urgensi kuncinya adalah tidak terdapat KOT yang akut dan
oral dalamjangka waktu tertentu. Pasien-pasien dalam kategori ini harus dievaluasi dengan baik
terhadap kemungkinan adanya kelainan jantung, ginjal atau penyebab hipertensi lainnya.
Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg,
walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan
pasien.
retinopati Keit-Wagener-Barker stadium III (perdarahan retina, eksudasi retina dan papiledema).
Hipertensi maligna adalah terminologi yang tua dan tidak dipergunakan lagi. Keadaan ini
perdarahan retina dan eksudasi retina). Istilah diatas biasa dipergunakan untuk menggambarkan
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi endotel,
remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi
urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat
disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan
menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular,
Klasifikasi
a. Hipertensi darurat ( emergency hipertensi) Dimana selain tekanan darah yang sangat tinggi
terdapat kelainan/ kerusakan target organ yang progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan
dengan segera (dalam menit sampai jam) agar dapat mencegah/ membatasi kerusakan target organ
yang terjadi.
Dimana terdapat tekanan darah yang sangat tinggi tetapi tidak disertai kelainan/kerusakan organ
target yang progresif, sehingga pe nurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam
Hipertensi berat dengan tekanan diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa
kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel
KW I atau II pada funduskopi
hipertensi post operasi
hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif hipertensi
maligna
tromboemboli serebri
rebound hypertension setelah pengobatan dengan anti hipertensi
penderita pasca transplantasi ginjal luka bakar yang luas.
Patofisiologi
Patofisiologi krisis hipertensi hingga saat ini masih belum diketahui dengan jelas.
resistensi vaskuler sistemik yang mendadak dan cepat. Peningkatan tekanan darah menyebabkan
stress mekanik dan jejas endotel sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat. Hal
tersebut
juga memicu kaskade koagulasi dan deposisi fibrin. Hal tersebut menyebabkan iskemia serta
hipoperfusi yang menyebabkan gangguan fungsi. Siklus tersebut berlangsung dalam sebuah
Mekanisme autoregulasi
pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan
berbagai tingkatan perubahan kontraksi/ dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka
akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu
normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70
mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen
lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini
gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan
dan sinkop. Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskular dan usia tua, batas ambang
autoregulasi ini akan berubah sehingga pengurangan aliran darah dapat terjadi pada tekanan darah
Pada penelitian Stragard, dilakukan pemgukuran MAP pada penderita hipertensi dengan
yang normotensi. Didapatkan penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantara
grup normotensi dan hipertensi tanpa pengobatan. Orang dengan hipertensi terkontrol
cenderung menggeser autoregulasi ke arah normal. Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang
yang normotensi maupun hipertensi, diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak
adalah kira-kira 25% di bawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi
krisis,
penurunan MAP sebanyak 20%-25% dalam beberapa menit atau jam,tergantung dari apakah
emergensi atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada penderita diseksi aorta akut ataupun
edema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15-30 menit dan bisa lebih cepat
lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan
tekanan darah 25% dalam 2-3 jam. Untuk pasien dengan infark serebri akut ataupun perdarahan
intrakranial, penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6-12 jam) dan harus dijaga agar
memegang peran penting dalam patofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin
dalam darah akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin II, dan akan pula
meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan garam sehingga
volume intravaskuler akan meningkat pula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula
denganterjadinya peningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan meningkatkan TD.
Apabila TD meningkat terus maka akan terjadi natriuresis sehingga seolah-olah terjadi
hipovolemia dan akan merangsang renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor angiotensin
II sehingga terjadi iskemia pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis
hipertensi.
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ target yang
ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada pasien dengan
hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan
tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus cranialis.
Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi fokal.
Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola,
dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa
pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi.
Faktor predisposisi
Krisis hipertensi dapat terjadi pada hipertensi primer atau hipertensi sekunder. Faktor
2. Hipetensi yang tidak terobati. Penderita hipertensi yang minum obat: MAO inhibitor,
dekongestan, kokain.
7. Feokromositoma
berat
Pendekatan diagnosis
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus dapat dilakukan
dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitaspasien.
Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutin
diminum, kepatuhan minum obat, riwayat konsumsi kokain, amphetamine dan phencyclidine.
Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi.
jenis, elektrolit, kreatinin dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting
diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan status
neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan
ekokardiografi perlu dilakukan. Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien
hipertensi:
2. Pemeriksaan fisik:
a. Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi
o’ ; per ifer (rab a nadi radi al is kedua len gan dan kemun gkinan adanya selisih
dengannadi femoral, radial femoral pulse leg
b . Mat a : Li h at ad anya p api l ed em a , pen dar ah an d an ek su da t ,
p enye mp i t an yang hebat arteriol.
c.Jantung: Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi jantungS3 dan S4
serta adanya murmur.
d.Paru: perhatikan adanya ronki basah yang mengindikasikan CHF.
e. Status neurologic: pendekatan pada status mental dan perhatikan adanya
defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks fisiologisdan patologis.
Penatalaksanaan
1.Hipertensi Urgensi8
A. Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi tidak
membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan memberi
manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure
(MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan
tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg. Penggunaan obat-obatan anti-
hipertensi parenteral maupun oral bukan tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah.
Pemberian loading dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan
pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan
kombinasi obat oral merupakan
pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi.
Labetalol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking dan memiliki waktu kerja
mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol memiliki dose range yang sangat lebar
sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien,
setiap grup dibagi menjadi 3 kelompok; diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg secara
oral dan menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan.
Secara umum labetalol dapat diberikan mulai dari dosis 200 mg secara oral dan dapat
diulangi setiap 3-4 jam kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit
kepala.
Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi
karena dapat menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat diprediksikan
2.Hipertensi Emergensi
A. Penatalaksanaan Umum8
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada kerusakan
organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat
dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa
dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih
belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15%
pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan
mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.
Cardiac emergency. Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut
pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi yang
melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin. Pada studi
yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran darah pada arteri
koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian obat-obatan β-blocker (labetalol dan
esmolol) secara IV dapat diberikan pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-
obatan vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan darah
sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik > 120mmHg) dalam waktu 20 menit.
Kidney Failure. Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan konsekuensi
dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan proteinuria, hematuria, oligouria
dan atau anuria. Terapi yang diberikan masih kontroversi, namun nitroprusside IV telah
digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat menyebabkan keracunan sianida atau
tiosianat. Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat menghindari potensi keracunan sianida
akibat dari pemberian nitroprusside dalam terapi gagal ginjal.
Prognosis
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal (19%) dan gagal jantun
(13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penangannannya tepat dan segera. 9
Kesimpulan
Penerbit FKUI.
4. Sudoyo, Aru W, Bambang Setiyohadi, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
2011.57:1137-41.
6. Hopkins C. Hypertensive Emergencies in Emergency Medicine.
9. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et al.Harrison's Principles