1/Jan-Mar/2015
124
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015
industri dan perakitan tersebut) maupun barang dan/atau jasanya segera tereali-
dari luar negeri. sasi.3
Meskipun dalam praktek telah dikenal Sehubungan dengan hal terseut J.
adanya perusahaan keagenan, tetapi Soedradjad Djiwandono mengemukakan
perundang-undang nasional yang ada ada 5 manfaat (utility) dari jasa keagenan
belum mengaturnya secara khusus. yaitu :
Ketentuan umum yang berlaku adalah (i) time utility (manfaat penggunaan
ketentuan hukum yang mengatur hukum waktu),
perikatan dan pemberian kuasa. Peraturan (ii) place utility (manfaat penggunaan
lainnya adalah peraturan khusus yang tempat),
dikeluarkan oleh masing-masing (iii) quantity utility (manfaat
Departemen Teknis ataupun lnstansi peningkatan volume produksi),
Pemerintah (termasuk Badan-Badan Usaha (iv) assorbrtertt utility (berguna bagi
Milik Negara). Pada hakikatnya usaha konsumen untuk memilih jenis dan
dalam bidang keagenan adalah jasa kualitas barang secara lebih
perantara untuk melakukan transaksi bisnis selektif), dan
tertentu yang menghubungkan pelaku (v) possession utility (jaminan bagi
usaha yang satu dengan pelaku usaha yang produsen terhadap kepemilikan
lain, atau yang menghubungkan pelaku barangnya dan pendapatan yang
usaha dengan konsumen di pihak yang lain. pasti atas penjualan barangnya).4
Dalam era globalisasi dewasa ini,
kedudukan dan fungsi keagenan me- Sementara di sisi lain, jasa keagenan
mainkan peranan yang strategis dan secara otomatis tumbuh karena dibutuhkan
signifikan dalam menjembatani kebutuhan oleh pelaku usaha, yang memiliki hambatan
pelaku usaha di satu sisi dengan kebutuhan penguasaan teritorial, koneksi, dan
konsumen di sisi lain. kesibukannya, sehingga perlu
Seringkali menjadi bahan diskusi di pendelegasian pekerjaan.
kalangan agen dan pelaku usaha yang Skripsi ini lebih melihat keagenan dalam
membutuhkan jasa keagenan. Hal ini dapat arti hanya sebagai "perantara"
dipahami karena keberadaan agen dan (middleman), dan tidak mencampuradukan
prinsipal dalam dunia usaha memiliki dengan konsep "keagenan" dalam
hubungan simbiose mutualisma, yaitu "distributorship". Menurut Nathan
hubungan yang saling membutuhkan. Weinstock dalam komentarnya terhadap
Prinsipal membutuhkan jasa keagenan šŒ v• l•] ^Sole Distributorship Agreement_U
karena beberapa sebab, misalnya (i) konsep distributorship memiliki
prinsipal tidak menguasai area pemasaran karakteristik seperti :
untuk memasarkan barang dan/atau (i) membeli dan menjual barang
jasanya, (ii) prinsipal terlalu sibuk dengan untuk diri sendiri berdasarkan
pekerjaan pokoknya sehingga harus me- tanggung jawab dan risiko
lakukan pendelegasian pekerjaannya, atau sendiri,
(iii) prinsipal membutuhkan pillak lain yang
memiliki koneksi atau hubungan bisnis
3
serta jaringan pemasaran yang luas Levi Lana, "Problematika Hukum dalam Jasa
sehingga sasaran dan target pemasaran Keagenan", Jurnal Hukurn Bisnis, Vol. 13, April 2001.
4
J. Soedradjad Djiwandono "Perlindungan Hukum
Bagi Keagenanan Tunggal di Indonesia" (Makalah
dipresenasikan pada "Seminar Perhimpunan Alumni
Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara", Jakarta,
22 Oktober 1988).
125
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015
126
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015
127
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015
128
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015
Suatu perusahaan nasional yang ingin Agen adalah seseorang yang melakukan
memperoleh pengakuan suatu perbuatan hukum dan menciptakan
keagenan/distributor diwajibkan untuk akibat hukum untuk kepentingan orang
mengajukan permohonan tertulis kepada lain. Hal ini berbeda dengan asas hukum
departemen perindustrian dan yang berlaku umum bahwa seseorang
perdagangan dengan melampirkan akta melakukan suatu perbuatan hukum dengan
pendirian perusahaan, angka pengenal maksud untuk memperoleh atau untuk
impor (A.P.I), akta perjanjian yang menciptakan akibat hukum untuk dirinya
dilakukan dengan pihak prinsipal antara sendiri.
prinsipal dengan agen/distributor serta
bukti pemilikan akta rencana pengadaan c. Keagenan dalam KUH Perdata
fasilitas keagenan/distributor. Pada dasarnya, Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) sama sekali
B. Hubungan Hukum Antara Agen Dan tidak mengatur tentang keagenan. Namun
Prinsipal demikian, beberapa penulis agaknya
1. Perkembangan Konsep Keagenan sepakat bahwa Pasal 1792 KUH Perdata
a. Azas-Azas Hukum Keagenan yang mengatur tentang pemberian kuasa
Hubungan antara prinsipal dengan agen dianggap sebagai ketentuan umum (lex
pada prinsipnya didasarkan pada suatu generalis) yang mengakomodasi dasar
kesepakatan (consent), yaitu agen setuju hukum hubungan keagenan.9 Pasal 1792
untuk melakukan suatu perbuatan hukum KUH Perdata menyatakan bahwa :
bagi prinsipal dan pada sisi lain prinsipal ^‰ u Œ] v lµ • o Z •µ šµ ‰ Œi vi] v
setuju atas perbuatan hukum yang dengan mana seorang memberikan
dilakukan oleh agen tersebut. Dengan kekuasaan kepada seorang lain, yang
adanya kesepakatan tersebut, maka menerimanya, untuk atas namanya
tanggung jawab atas perbuatan hukum menyelenggarakan suatu urusan". Prof.
yang dilakukan oleh agen dibebankan Asikin10 menyamakan pemberian kuasa ini
kepada prinsipal. dengan pemberian tugas, yaitu
mengandung kewajiban bahwa pihak yang
b. Keagenan dalam KUHD menerima tugas (opdracht) wajib
Beberapa literatur hukum di Indonesia8 melakukan tugas tersebut.
menyebutkan bahwa Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD), yang merupakan 2. Hak dan Kewajiban Agen dan Prinsipal
warisan pemerintahan kolonial Belanda, a) Hak dan Kewajiban Agen
juga mengenal konsep keagenan, Pada umumnya hak-hak agen
sebagaimana dapat dilihat dari ketentuan sehubungan dengan penyelenggaraan jasa
mengenai makelar (Pasal 62-73), kasir keagenan adalah (i) hak atas komisi, (ii) hak
(Pasal 74-75), komisioner (Pasal 76-85a) untuk meminta pembayaran kembali
dan ekspeditur (Pasal 86-90). Pendapat ini (reimbursement) dari prinsipal, dan (iii) hak
didasarkan pada fakta bahwa baik makelar, untuk dibebaskan dari segala tanggung
kasir, komisioner maupun ekspeditur jawab hukum. Hak untuk menerima komisi
adalah pihak-pihak yang menjadi perantara dari principal atas jasa-jasa yang diberikan
yang melakukan perbuatan hukum agen adalah hak yang melekat dalam
berdasarkan kuasa.
9
I Ketut Oka Setaiwan, Lembaga Keagenan: Dalam
Perdagangan dan Pengaturannya di Indonesia,
8
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung:Alumni, Bandung: Ind Hill Co., 1996, halaman 16;
10
1985, hal. 158. Asikin Kusumah Atmadja, Op.cit
129
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015
praktik bisnis jasa keagenan. Oleh karena membebaskan agen dari tanggung jawab
hubungan bisnis keagenan didasarkan pada hukum apabila agen melaksanakan tugas-
perjanjian, maka pada umumnya komisi nya sesuai dengan kewenangan yang
yang menjadi hak agen ditentukan secara diserahkan oleh prinsipal.
eksplisit dalam perjanjian keagenan.
Namun demikian, bila perjanjian tidak 3. Jasa Keagenan Dalam Praktik
mengatur secara eksplisit hakim dapat a. Keagenan Hanya dalam Fungsi
menetapkan besarnya komisi bagi agen Secara fungsional, praktik keagenan
yang telah melakukan kegiatan bisnis dalam kehidupan sehari-hari dapat pula
keagenan. Selain itu, agen berhak pula dilihat pada profesi atau pekerjaan yang
untuk meminta pembayaran kembali walaupun tidak menyandang sebutan
(reimubursement) semua biaya dan penge- "agen" tetapi keberadaan mereka dalam
luaran-pengeluaran yang ia lakukan melakukan suatu tindakan hukum akan
sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan memberikan konsekuensi hukum pada
keagenan untuk kepentingan prinsipalnya. (mengikat) pihak yang lain. Misalnya, (i)
direksi perusahaan yang menjalankan
b) Hak dan Kewajiban Prinsipal kegiatan untuk dan atas nama perusahaan,
Hal yang paling menonjol sehubungan (ii) teman serikat dalam suatu persekutuan
dengan hak-hak prinsipal adalah hak-hak perdata, (iii) pengacara yang melakukan tin-
yang muncul sebagai konsekuensi dari dakan hukum untuk dan atas nama
pelaksanaan fiduciary duties dari agen yang kliennya, (iv) penjaga toko yang melakukan
mengakibatkan fiduciary rights dari transaksi jual atas nama pemilik toko, dan
prinsipal. Kewajiban-kewajiban agen untuk (v) karyawan perusahaan yang melakukan
(i) menghindari benturan kepentingan tindakan untuk dan atas nama direksi
dengan kepentingan prinsipal (avoiding the perusahaan.
conflict of interest), (ii) tidak boleh b. Praktik Umum Keagenan
mengambil keuntungan secara rahasia dari Dalam kehidupan sehari-hari banyak
jasa keagenannya (non secret profit ditemukan beberapa penggunaan istilah
making), (iii) tidak boleh menerima suap yang sebetulnya dimaksudkan sebagai
(no bribe taking) dan (iv) memelillara agen, yaitu sebuah profesi yang
pembukuan terpisah (ditty to separate menjalankan dan/atau memberikan jasa
(7ccount) dengan harta kekayaan prinsipal, perantara, seperti misalnya calo, makelar,
menimbulkan hak prinsipal pada sisi yang dan mediator. Namun demikian,
lain. Dengan demikian, pelanggaran penggunaan istilah tersebut sudah
terhadap kewajibankewaj iban tersebut mengalami inflasi makna. Calo tiket kereta
oleh agen, memberikan hak bagi prinsipal api, yang memborong tiket sebelumnya dan
untuk menuntut tanggung jawab hukum selanjutnya dijual kepada calon
kepada agen. Sebaliknya, hak-hak yang penumpang, tidak dapat dikatakan sebagai
melekat pada diri agen akan menimbulkan "agen". Makelar yang mencari pembeli ta-
kewajiban-kewajiban bagi pihak prinsipal di nah tetapi tidak pernah mendapat instruksi
pihak yang lain. Misalnya, (i) kewajiban tertulis dari pemilik (penjual) tanah
untuk membayar komisi kepada agen, (ii) dan/atau hanya mendengar informasi tidak
kewajiban untuk melakukan pembayaran langsung dari pemilik (penjual) tanah, tidak
kembali (reimbursenrent) semua biaya dan dapat pula disebut sebagai "agen" dalam
pengeluaranpengeluaran yang dilakukan konsep hukum keagenan. Begitu pula
oleh agen sehubungan dengan pekerjaan halnya dengan mediator yang mencari
keagenannya, dan (iii) kewajiban untuk pemilik uang dolar untuk ditukarkan
130
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015
dengan uang rupiah, tidak dapat disebut dengan cara kesepakatan timbal balik
sebagai "agen", bila hanya mendapat (rnutual consent).
informasi dari pihak lain yang juga sebagai
perantara. Istilah calo, makelar, dan 2. Berakhir karena Alasan Hukum
mediator dalam contoh tersebut di atas Pada umumnya ada empat alasan
tidak memiliki konsekuensi hukum apa pun hukum yang menyebabkan hubungan
terhadap prinsipal. keagenan berakhir, yaitu (i) halangan
terhadap objek keagenan (frustration), (ii)
C. Berakhirya Hubungan Keagenan kematian, (iii) sakit ingatan (insanity), dan
Dalam praktik, hubungan keagenan (iv) terjadinya kepailitan (bankruptcy).
dapat diakhiri dengan cara (i) kesepakatan
timbal balik oleh kedua belah pihak, (ii) 3. Pembatalan Sepihak
berakhir karena adanya sebabsebab Perjanjian keagenan yang dibatalkan
hukum, atau (iii) berakhir karena adanya secara sepihak akan menimbulkan dua
pembatalan secara sepihak baik oleh konsekuensi hukum yaitu apabila
prinsipal maupun oleh agen. pembatalan dilakukan oleh agen, maka
1. Kesepakatan Pengakhiran aktivitas keagenan secara efektif berhenti
Hubungan keagenan barangkali atau berakhir dengan tidak adanya tuniutan
dilakukan selama waktu tertentu dengan dari agen atas reimbursement atau success
jangka waktu ditentukan dalam perjanjian fee commission. Namun demikian, pihak
keagenan atau selama waktu tidak tertentu prinsipal dapat saja meminta pengembalian
karena perjanjian keagenan tidak atas biaya-biaya yang telah diberikan
menentukan batas waktu. Baik hubungan kepada agen sebagai operational costs,
keagenan untuk suatu jangka waktu oleh karena agen tidak melaksanakan
tertentu maupun hubungan keagenan pekerjaan keagenan. Sementara itu,
untuk jangka waktu tidak tertentu, secara apabila pembatalan dilakukan oleh
hukum dapat berakhir dengan cara prinsipal maka agen dapat mengajukan
kesepakatan. Prinsipal bersama-sama tuntutan kepada prinsipal baik atas
dengan agen membuat suatu kesepakatan pembayaran kembali semua biaya-biaya
tertulis bahwa perjanjian keagenan dan pengeluaran-pengeluaran yang
dinyatakan batal dan hubungan hukum dilakukan oleh agen sehubungan dengan
keagenan antara prinsipal dengan agen di- pekerjaan keagenan maupun atas komisi
nyatakan berakhir dan berlaku efektif sejak yang diharapkan menjadi keuntungan bagi
tanggal kesepakatan pembatalan. agen.
Kesepakatan tentang pengakhiran
hubungan keagenan dapat pula dilalukan PENUTUP
dalam hal hubungan keagenan didasarkan A. Kesimpulan
pada surat penunjukan unilateral yang 1. Perjanjian keagenan/distributor secara
mencantumkan kata-kata tidak dapat khusus tidak dikenal dalam KUH Perdata
ditarik kembali" (irrevocable). Surat dan KUHD. Sehingga perjanjian itu dapat
penunjukan yang bersifat irrevocable tidak digolongkan dalam perjanjian
memungkinkan prinsipal melakukan innominaat (perjanjian tidak bernama),
pembatalan sepihak, dan kekuatan serta keberadaannya dimungkinkan
hukumnya sama dengan perjanjian, berdasarkan asas kebebasan berkontrak
sehingga pembatalan hubungan keagenan yang diatur dalam Buku III Pasal 1338
yang didasarkan pada surat penunjukan ayat (1) KUH Perdata.
irrevocable tersebut hanya dapat dilakukan
131
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015
132
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015
Sumber-Sumber Lain :
Instruksi Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri No. 0l/DAGRI/INS/II/85 tanggal 12
Februari 1985 yang diubah dengan Instruksi
No.01/DAGRl/INS/96 tanggal 19 Februari 1996
tentang Prosedur dan Persyaratan Pendaftaran
Keagenan.
Keputusan Direksi Pemasaran Dalam Negeri
Pertamina No. KPTS-557/F0000/87/87-53
tentang Syarat-Syarat Dealer Elpiji.
Keputusan Menteri Keuangan No. 979/KMK.011
/1985 tentang Perijinan Usaha Agen Asuransi
Jiwa di Indonesia.
Keputusan Menteri Perdagangan No. 78/Kp/III/78
tanggal 9 Maret 1978 tentang Ketentuan
Perizinan Usaha Perwakilan Perusahaan
Perdagangan Asing.
Keputusan Menteri Perhubungan No.
PM.9/PW.104/Phb-77 tentang Peraturan
Pengusahaan Biro Perjalanan Umum dan Agen
Perjalanan.
S.K Menteri Perindustrian No. 295/M/SK/7/ 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Keagenan Tunggal.
UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
UU No. 37 Tahun 2003 tentang Kepailitan dan
Penundaan Pembayaran Utang.
133