Anda di halaman 1dari 10

Lex Privatum, Vol.III/No.

1/Jan-Mar/2015

PERJANJIAN KEAGENAN DAN A. Latar Belakang Masalah


DISTRIBUTOR DALAM PERSPEKTIF Dewasa ini, perkembangan jumlah
HUKUM PERDATA1 perusahaan nasional yang bergerak di
Oleh : Ezra Ridel Moniung2 bidang keagenan di negara kita mengalami
peningkatan. Hal ini di satu sisi memberikan
ABSTRAK indikasi berkembangnya kegiatan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah perdagangan internasional, di mana
untuk memngetahui bagaimana aspek perusahaan asing menjadikan Indonesia
hukum perjanjian keagenan/distributor dan sebagai pasaran yang potensial. Di lain sisi
bagaimana hubungan hukum antara agen perkembangan tersebut menunjukkan
dan prinsipal serta bagaimana berakhirnya betapa makin besarnya kebutuhan nasional
hubungan keagenan. Denagn menggunakan akan produk-produk impor. Bila dilihat dari
metode penelitian yuridis normatif, maka latar belakangnya, meningkatnya jumlah
da[par disimpulkan: 1. Perjanjian perusahaan di bidang keagenan dan
keagenan/distributor secara khusus tidak distribusi ini juga sebagai konsekwensi dari
dikenal dalam KUH Perdata dan KUHD. pemberlakuan Peraturan Pemerintah No.
Sehingga perjanjian itu dapat digolongkan 36 tahun 1977 tentang pengakhiran
dalam perjanjian innominaat (perjanjian kegiatan usaha asing di Indonesia dan
tidak bernama), serta keberadaannya ketentuan-ketentuan yang membatasi
dimungkinkan berdasarkan asas kebebasan kegiatan perusahaan-perusahaan
berkontrak yang diatur dalam Buku III Pasal berdasarkan penanaman modal asing
1338 ayat (1) KUH Perdata. 2. Hubungan berikut peraturan- peraturan
keagenan adalah hubungan perwakilan pelaksanaannya. Hal inilah yang kemudian
karena apa yang dilakukan oleh agen menjadikan peranan perusahaan keagenan
merupakan representasi dari apa yang menjadi lebih menonjol.
hendak dilakukan oleh prinsipal. Di daiam praktek perdagangan
Karakteristik hubungan seperti itu internasional, diketahui bahwa bukan
menimbulkan konsekuensi hukum bahwa hanya perusahaan-perusahaan industri dan
apa yang menjadi hak agen di satu sisi akan perakitan/baik perusahaan-perusahaan
menjadi kewajiban prinsipal di sisi lain, dan swasta maupun badan-badan usaha milik
apa yang menjadi kewajiban agen secara negara saja yang melaksanakan impor dari
otomatis pula akan menjadi hak prinsipal luar negeri ke Indonesia untuk keperluan
pada ujung yang lain. 3. Dalam praktik, mereka, tetapi juga perusahaan-
hubungan keagenan dapat diakhiri dengan perusahaan yang menjadi agen atau
cara kesepakatan timbal balik oleh kedua distributor dari perusahaan di luar negeri
belah pihak, serta berakhir karena adanya yang mendatangkan barang impor
sebabs-sebab hukum, atau berakhir karena tersebut. Tentu saja apa yang dilakukan
adanya pembatalan secara sepihak baik oleh perusahaan-perusahaan industri
oleh prinsipal maupun oleh agen. dan/atau perakitan, di satu pihak, dan
Kata kunci: Keagenan, distributor agen/distributor, di lain pihak, tidak selalu
merupakan kegiatan yang terpisah serta
PENDAHULUAN tidak ada kaitannya antara yang satu
dengan lainnya. Kegiatan mereka justru
1
dapat saling menunjang. Agen bertindak
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Telly
sebagai penyalur untuk memasarkan
Sumbu, SH, MH; Grees Thelma Mozes, SH, MH;
Roosje Lasut, SH, MH barang-barang produksi perusahaan lain
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat. NIM. baik dalam negeri (termasuk perusahaan
100711171

124
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015

industri dan perakitan tersebut) maupun barang dan/atau jasanya segera tereali-
dari luar negeri. sasi.3
Meskipun dalam praktek telah dikenal Sehubungan dengan hal terseut J.
adanya perusahaan keagenan, tetapi Soedradjad Djiwandono mengemukakan
perundang-undang nasional yang ada ada 5 manfaat (utility) dari jasa keagenan
belum mengaturnya secara khusus. yaitu :
Ketentuan umum yang berlaku adalah (i) time utility (manfaat penggunaan
ketentuan hukum yang mengatur hukum waktu),
perikatan dan pemberian kuasa. Peraturan (ii) place utility (manfaat penggunaan
lainnya adalah peraturan khusus yang tempat),
dikeluarkan oleh masing-masing (iii) quantity utility (manfaat
Departemen Teknis ataupun lnstansi peningkatan volume produksi),
Pemerintah (termasuk Badan-Badan Usaha (iv) assorbrtertt utility (berguna bagi
Milik Negara). Pada hakikatnya usaha konsumen untuk memilih jenis dan
dalam bidang keagenan adalah jasa kualitas barang secara lebih
perantara untuk melakukan transaksi bisnis selektif), dan
tertentu yang menghubungkan pelaku (v) possession utility (jaminan bagi
usaha yang satu dengan pelaku usaha yang produsen terhadap kepemilikan
lain, atau yang menghubungkan pelaku barangnya dan pendapatan yang
usaha dengan konsumen di pihak yang lain. pasti atas penjualan barangnya).4
Dalam era globalisasi dewasa ini,
kedudukan dan fungsi keagenan me- Sementara di sisi lain, jasa keagenan
mainkan peranan yang strategis dan secara otomatis tumbuh karena dibutuhkan
signifikan dalam menjembatani kebutuhan oleh pelaku usaha, yang memiliki hambatan
pelaku usaha di satu sisi dengan kebutuhan penguasaan teritorial, koneksi, dan
konsumen di sisi lain. kesibukannya, sehingga perlu
Seringkali menjadi bahan diskusi di pendelegasian pekerjaan.
kalangan agen dan pelaku usaha yang Skripsi ini lebih melihat keagenan dalam
membutuhkan jasa keagenan. Hal ini dapat arti hanya sebagai "perantara"
dipahami karena keberadaan agen dan (middleman), dan tidak mencampuradukan
prinsipal dalam dunia usaha memiliki dengan konsep "keagenan" dalam
hubungan simbiose mutualisma, yaitu "distributorship". Menurut Nathan
hubungan yang saling membutuhkan. Weinstock dalam komentarnya terhadap
Prinsipal membutuhkan jasa keagenan šŒ v• l•] ^Sole Distributorship Agreement_U
karena beberapa sebab, misalnya (i) konsep distributorship memiliki
prinsipal tidak menguasai area pemasaran karakteristik seperti :
untuk memasarkan barang dan/atau (i) membeli dan menjual barang
jasanya, (ii) prinsipal terlalu sibuk dengan untuk diri sendiri berdasarkan
pekerjaan pokoknya sehingga harus me- tanggung jawab dan risiko
lakukan pendelegasian pekerjaannya, atau sendiri,
(iii) prinsipal membutuhkan pillak lain yang
memiliki koneksi atau hubungan bisnis
3
serta jaringan pemasaran yang luas Levi Lana, "Problematika Hukum dalam Jasa
sehingga sasaran dan target pemasaran Keagenan", Jurnal Hukurn Bisnis, Vol. 13, April 2001.
4
J. Soedradjad Djiwandono "Perlindungan Hukum
Bagi Keagenanan Tunggal di Indonesia" (Makalah
dipresenasikan pada "Seminar Perhimpunan Alumni
Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara", Jakarta,
22 Oktober 1988).

125
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015

(ii) memperoleh keuntungan Kemudian sebagai penelitian hukum


berdasarkan margin harga jual normatif, metode pendekatan yang
dan harga beli, diterapkan untuk membahas permasalahan
(iii) semua biaya yang dikeluarkan penelitian adalah melalui pendekatan
merupakan beban tanggung perundangan-undangan dan pendekatan
jawab sendiri, dan konseptual dengan menggunakan
(iv) sistem manajemen dan penalaran deduktif dan/atau induktif guna
akuntansi keuangan bersifat mendapatkan dan menemukan kebenaran
otonom.5 objetif.
Pendekatan perundangan-undangan dan
Konsep keagenan dalam Skripsi ini hanya konseptual untuk mengetahui secara lebih
fokus pada keagenan sebagai jasa intens, detail dan terinci terhadap adanya
perantara yang melakukan perbuatan konsistensi, kesesuaian dan eksistensi
hukum atas perintah dari prinsipal dan perjanjian keagenan dalam perspektif
terhadap akibat hukum dari perbuatan hukum perdata.
hukum tersebut dibebankan kepada atau
menjadi tanggung jawab dari prinsipal. PEMBAHASAN
Hubungan antara agen dengan prinsipal A. Aspek Hukum Perjanjian Keagenan/
yang dipahami dalam Skripsi ini adalah hu- Distributor
bungan yang tidak bebas, yaitu bahwa agen Secara khusus ketentuan perundang-
hanya dapat melakukan perbuatan hukum undangan yang mengatur tentang
atas perintah dari prinsipal, sehingga wajar keagenan/distributor belum ada, jadi
jika tanggung jawab atas perbuatan hukum ketentuan-ketentuan yang berlaku adalah
tersebut menjadi beban prinsipal.6 ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh
beberapa departemen teknis misalnya,
B. Perumusan Masalah Departemen Perdagangan dan
1. Bagaimanakah aspek hukum perjanjian Perindustrian yang diatur dalam Surat
keagenan/distributor ? Keputusan Menteri Perdagangan Nomor
2. Bagaimanakah hubungan hukum antara 77/KP /III/78, tanggal 9 Maret 1978 yang
agen dan prinsipal ? menentukan bahwa lamanya perjanjian
3. Bagaimanakah berakhirnya hubungan harus dilakukan. Sampai dengan
keagenan? dikeluarkannya Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No.
C. Metode Penelitian 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-
Tipe penelitian ini merupakan penelitian Lembaga Usaha Perdagangan (Kepmen
hukum normatif atau penelitian hukum No.23/1998) sebagaimana kemudian
dogmatik atau penelitian doktrinal. diubah dengan dikeluarkannya Keputusan
5
Meteri No. 159/MPP/Kep/4/1998 tentang
Nathan Weinstock, dalam Dennis Campbell & Perubahan Keputusan Menteri
Reinhard Proksch, International Business
Perindustrian dan Perdagangan
Transactions, Kluwer 1988. Page A-5.
6
Bandingkan dengan konsep keagenan sebagaimana No.23/MPP/Kep/1/1998 tentang Lembaga-
yang diatur dalam S.K Menteri Perindustrian No. Lembaga Perdagangan. Selain itu para
295/M/SK/7/ 1982 tentang Ketentuan-ketentuan pihak dalam membuat Perjanjian keagenan
Keagenan Tunggal, juncto Instruksi Direktur Jenderal dan/atau distributor biasanya mendasarkan
Perdagangan Dalam Negeri No. 0l/DAGRI/INS/II/85
pada asas kebebasan berkontrak
tanggal 12 Februari 1985 yang diubah dengan
Instruksi No.01/DAGRl/INS/96 tanggal 19 Februari sebagaimana yang dianut oleh Pasal 1338
1996 tentang Prosedur dan Persyaratan Pendaftaran KUHPerdata.
Keagenan.

126
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015

Seharusnya dengan adanya asas agen/ditributor, yakni peranannya sebagai


kebebasan berkontrak tersebut, posisi ^‰]všµ keluar" barang dan jasa menuju
kedua belah pihak adalah sama dan konsumen. Karakter ini menyebabkan ia
sederajat. Namun, dalam praktek mempunyai hubungan hukum yang sangat
sebenarnya kedua pihak tidak dalam posisi dekat dengan penghasil barang (fabfricant).
yang seimbang. Seringkali terjadi pihak Pola hubungan hukum ini dapat berupa
agen/distributor harus menerima pemberian kuasa sebagaimana yang diatur
persyaratan-persyaratan yang diberikan dalam Pasal 1792 KUHP dan seterusnya,
oleh perusahaan produsen secara mutlak seperti pada sole distributor (distributor
tanpa bisa menawar lagi. Hal ini disebabkan tunggal), atau pola-pola lain yang
perusahaan prinsipal telah mempersiapkan sepenuhnya bebas dari ikatan hubungan
standar formulir-formulir kontrak, berarti yang bersifat agency yang menumbuhkan
bagi agen/distributor yang ingin hubungan hukum yang bersifat sub-
mengadakan perjanjian dengan pihak ordinate (adanya hubungan hukum atas-
produsen terikat dengan formulir-formulir bawah). Pedagang-pedagang besar farmasi
kontrak yang sudah disediakan pihak (PBF) dan pusat-pusat grosir (perkulakan)
produsen. Adapun hal yang tertentu lebih condong memilih pada
melatarbelakangi dibuatnya suatu standar bentuk terakhir tersebut.
kontrak adalah untuk mempermudah Perjanjian keagenan/distributor secara
perusahaan prinsipal dalam menjalankan khusus tidak dikenal dalam KUH Perdata
usahanya, yang dalam lingkup usahanya dan KUHD. Sehingga perjanjian itu dapat
perusahaan prinsipal telah mempersiapkan digolongkan dalam perjanjian innominaat
jaringan distribusi produknya tidak secara (perjanjian tidak bernama), serta
ekslusif dipegang oleh 1 (satu) keberadaannya dimungkinkan berdasarkan
agen/distributor dan hanya pada 1 (satu) asas konsensualisme. Berdasarkan asas
negara, melainkan lebih dari itu. Oleh konsensualisme, maka perjanjian yang akan
karenanya untuk mempermudah aspek dilakukan oleh distributor harus memenuhi
pemahaman transaksi, pola adrninistrasi syarat untuk sahnya suatu perjanjian
dan permasalahan lainnya, maka seperti yang tercantum di dalam Pasal 1320
perusahaan prinsipal cenderung KUH Perdata. Dengan demikian secara tidak
menjalankan pola pemberlakuan standar langsung berlaku Pasal ayat KUH Perdata
kontrak baku tersebut. yang menyatakan: "Semua perjanjian yang
Sebagai penyalur barang dan jasa dalam dibuat secara sah, maka berlaku sebagai
sistem perdagangan, keagenan dan Undang-Undang bagi mereka yang
distributor memiliki berbagai macam membuatnya".
hubungan kerja dengan berbagai pihak, Perjanjian merupakan dasar dalam
terutama dengan mitra kerja utamanya, melaksanakan perjanjian
pengecer (retailer) dan khususnya keagenan/distributor, karena dalam
produsen. Jika pengecer-pengecer dapat perjanjian diatur hak dan kewajiban dari
dimasukkan pula sebagai agen/distributor, para pihak. Perjanjian distributor termasuk
maka kedudukan agen/distributor berada dalam perjanjian innominat (tak bernama),
di tengah-tengah antara produsen dan karena tidak diatur secara khusus dalam
konsumen.7 KUH Perdata. Sekalipun tidak diatur secara
Kendati terdapat perbedaan konsep, khusus, tetapi tetap harus tunduk pada
terkandung ciri menonjol dalam diri peraturan atau ketentuan umum Buku III
KUH Perdata.
7
P. Susilo. Prinsip-prinsip Praktis Perlindungan
Distributor. (Jakarta: 2002). Hal 5.

127
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015

Dasar hukum dari perjanjian a. Kebebasan berkontrak yang diberikan


keagenan/distributor adalah asas dalam oleh Buku III KUH Perdata tentunya juga
Buku III yang memberikan kebebasan dibatasi oleh pasal-pasalnya. Suatu
berkontrak dan sifatnya yang terbuka yang sebab yang diperjanjikan adalah
memungkinkan masyarakat dapat terlarang, jika dilarang oleh undang-
membuat segaja macam perjanjian di luar undang, bertentangan dengan hukum,
perjanjian-perjanjian yang terdapat dalam kesusilaan, maupun, ketertiban umum
KUH Perdata Buku III, yaitu: (Pasal 1337).
a. Sifat terbuka dari Buku III KUH Perdata b. Bedrijfsreglementerings Ordonantie
memungkinkan setiap individu dalam 1934 (BRO 34) tentang Penyaluran
masyarakat untuk bebas membuat Perusahaan.
segala macam perjanjian, baik yang c. Undang-Undang No. I tahun 1967
terdapat dalam Buku III, maupun yang tentang Penanaman Modal Asing.
terdapat di luar buku III. Macam dari d. Undang-Undang No. II tahun 1970
perjanjian tersebut harus tunduk pada tentang Perubahan dan Penambahan
ketentuan-ketentuan Umum Perjanjian Undang-Undang No. I tahun 1967
(Pasal 1319). tentang Penanaman Modal Asing.
b. Selain dari itu, yang dapat dikemukakan e. PP No. l tahun 1957 tanggal 19 Januari
pula adalah bahwa dianutnya asas 1957 tentang Penyaluran Perusahaan-
konsensualisme, yaitu dasar dari perusahaan.
perjanjian yang memerlukan adanya f. Kepmennindag No.
kata sepakat di antara pihak pembuat 402/MPP/Kep/II/1997 tanggal 3
perjanjian. Asas consensualisme Nopember 1997 Ketentuan Perizinan
merupakan dasar dari para pihak untuk Usaha Perwakilan Perusahaan
melaksanakan perjanjian, karena untuk Perdagangan Asing.
terlaksananya suatu perjanjian g. Kepmendag No. 23/MPP/KEP/1/1998
diperlukan adanya kata sepakat. Adanya tentang Lembaga-Lembaga Usaha
kata sepakat merupakan langkah awal Perdagangan.
sahnya suatu perjanjian yang kemudain h. Kepmenperindag-RI No.
diikuti syarat-syarat lain. Oleh undang- 159/MPP/Kep/4/1998 tentang
undang ditegaskan bahwa, perjanjian Perubahan Keputusan Menteri
yang telah disepakati akan berlaku Perindustrian dan Perdagangan No.
sebagai undang-undang bagi mereka 23/MPP/Kep/1/1998 tentang Lembaga-
yang membuatnya (Pasal 1338). Lembaga Usaha Perdagangan.
Pasal 1320 KUH Perdata yang Pada prinsipnya perjanjian
mensyaratkan sahnya semua perjanjian, keagenan/distributor di buat dalam bentuk
yaitu: perjanjian baku, perjanjian baku adalah
1) Kata sepakat dari mereka yang saling bentuk perjanjian yang disetujui oleh para
mengikatkan diri: pihak, yang lazimnya telah berbentuk
2) Kecakapan untuk membuat suatu formulir perjanjian yang telah ditentukan
perjanjian: oleh pihak pertama yaitu pihak prinsipal.
3) Menyangkut suatu hal tertentu; Dengan demikian perjanjian yang diadakan
4) Mengenai suatu sebab yang halal. merupakan perjanjian baku atau perjanjian
Keempat hal tersebut mutlak harus standar. Perjanjian baku adalah perjanjian
dipenuhi untuk dapat dilaksanakan suatu yang dibuat secara kolektif dalam bentuk
perjanjian yang sah. formulir.

128
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015

Suatu perusahaan nasional yang ingin Agen adalah seseorang yang melakukan
memperoleh pengakuan suatu perbuatan hukum dan menciptakan
keagenan/distributor diwajibkan untuk akibat hukum untuk kepentingan orang
mengajukan permohonan tertulis kepada lain. Hal ini berbeda dengan asas hukum
departemen perindustrian dan yang berlaku umum bahwa seseorang
perdagangan dengan melampirkan akta melakukan suatu perbuatan hukum dengan
pendirian perusahaan, angka pengenal maksud untuk memperoleh atau untuk
impor (A.P.I), akta perjanjian yang menciptakan akibat hukum untuk dirinya
dilakukan dengan pihak prinsipal antara sendiri.
prinsipal dengan agen/distributor serta
bukti pemilikan akta rencana pengadaan c. Keagenan dalam KUH Perdata
fasilitas keagenan/distributor. Pada dasarnya, Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) sama sekali
B. Hubungan Hukum Antara Agen Dan tidak mengatur tentang keagenan. Namun
Prinsipal demikian, beberapa penulis agaknya
1. Perkembangan Konsep Keagenan sepakat bahwa Pasal 1792 KUH Perdata
a. Azas-Azas Hukum Keagenan yang mengatur tentang pemberian kuasa
Hubungan antara prinsipal dengan agen dianggap sebagai ketentuan umum (lex
pada prinsipnya didasarkan pada suatu generalis) yang mengakomodasi dasar
kesepakatan (consent), yaitu agen setuju hukum hubungan keagenan.9 Pasal 1792
untuk melakukan suatu perbuatan hukum KUH Perdata menyatakan bahwa :
bagi prinsipal dan pada sisi lain prinsipal ^‰ u Œ] v lµ • o Z •µ šµ ‰ Œi vi] v
setuju atas perbuatan hukum yang dengan mana seorang memberikan
dilakukan oleh agen tersebut. Dengan kekuasaan kepada seorang lain, yang
adanya kesepakatan tersebut, maka menerimanya, untuk atas namanya
tanggung jawab atas perbuatan hukum menyelenggarakan suatu urusan". Prof.
yang dilakukan oleh agen dibebankan Asikin10 menyamakan pemberian kuasa ini
kepada prinsipal. dengan pemberian tugas, yaitu
mengandung kewajiban bahwa pihak yang
b. Keagenan dalam KUHD menerima tugas (opdracht) wajib
Beberapa literatur hukum di Indonesia8 melakukan tugas tersebut.
menyebutkan bahwa Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD), yang merupakan 2. Hak dan Kewajiban Agen dan Prinsipal
warisan pemerintahan kolonial Belanda, a) Hak dan Kewajiban Agen
juga mengenal konsep keagenan, Pada umumnya hak-hak agen
sebagaimana dapat dilihat dari ketentuan sehubungan dengan penyelenggaraan jasa
mengenai makelar (Pasal 62-73), kasir keagenan adalah (i) hak atas komisi, (ii) hak
(Pasal 74-75), komisioner (Pasal 76-85a) untuk meminta pembayaran kembali
dan ekspeditur (Pasal 86-90). Pendapat ini (reimbursement) dari prinsipal, dan (iii) hak
didasarkan pada fakta bahwa baik makelar, untuk dibebaskan dari segala tanggung
kasir, komisioner maupun ekspeditur jawab hukum. Hak untuk menerima komisi
adalah pihak-pihak yang menjadi perantara dari principal atas jasa-jasa yang diberikan
yang melakukan perbuatan hukum agen adalah hak yang melekat dalam
berdasarkan kuasa.
9
I Ketut Oka Setaiwan, Lembaga Keagenan: Dalam
Perdagangan dan Pengaturannya di Indonesia,
8
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung:Alumni, Bandung: Ind Hill Co., 1996, halaman 16;
10
1985, hal. 158. Asikin Kusumah Atmadja, Op.cit

129
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015

praktik bisnis jasa keagenan. Oleh karena membebaskan agen dari tanggung jawab
hubungan bisnis keagenan didasarkan pada hukum apabila agen melaksanakan tugas-
perjanjian, maka pada umumnya komisi nya sesuai dengan kewenangan yang
yang menjadi hak agen ditentukan secara diserahkan oleh prinsipal.
eksplisit dalam perjanjian keagenan.
Namun demikian, bila perjanjian tidak 3. Jasa Keagenan Dalam Praktik
mengatur secara eksplisit hakim dapat a. Keagenan Hanya dalam Fungsi
menetapkan besarnya komisi bagi agen Secara fungsional, praktik keagenan
yang telah melakukan kegiatan bisnis dalam kehidupan sehari-hari dapat pula
keagenan. Selain itu, agen berhak pula dilihat pada profesi atau pekerjaan yang
untuk meminta pembayaran kembali walaupun tidak menyandang sebutan
(reimubursement) semua biaya dan penge- "agen" tetapi keberadaan mereka dalam
luaran-pengeluaran yang ia lakukan melakukan suatu tindakan hukum akan
sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan memberikan konsekuensi hukum pada
keagenan untuk kepentingan prinsipalnya. (mengikat) pihak yang lain. Misalnya, (i)
direksi perusahaan yang menjalankan
b) Hak dan Kewajiban Prinsipal kegiatan untuk dan atas nama perusahaan,
Hal yang paling menonjol sehubungan (ii) teman serikat dalam suatu persekutuan
dengan hak-hak prinsipal adalah hak-hak perdata, (iii) pengacara yang melakukan tin-
yang muncul sebagai konsekuensi dari dakan hukum untuk dan atas nama
pelaksanaan fiduciary duties dari agen yang kliennya, (iv) penjaga toko yang melakukan
mengakibatkan fiduciary rights dari transaksi jual atas nama pemilik toko, dan
prinsipal. Kewajiban-kewajiban agen untuk (v) karyawan perusahaan yang melakukan
(i) menghindari benturan kepentingan tindakan untuk dan atas nama direksi
dengan kepentingan prinsipal (avoiding the perusahaan.
conflict of interest), (ii) tidak boleh b. Praktik Umum Keagenan
mengambil keuntungan secara rahasia dari Dalam kehidupan sehari-hari banyak
jasa keagenannya (non secret profit ditemukan beberapa penggunaan istilah
making), (iii) tidak boleh menerima suap yang sebetulnya dimaksudkan sebagai
(no bribe taking) dan (iv) memelillara agen, yaitu sebuah profesi yang
pembukuan terpisah (ditty to separate menjalankan dan/atau memberikan jasa
(7ccount) dengan harta kekayaan prinsipal, perantara, seperti misalnya calo, makelar,
menimbulkan hak prinsipal pada sisi yang dan mediator. Namun demikian,
lain. Dengan demikian, pelanggaran penggunaan istilah tersebut sudah
terhadap kewajibankewaj iban tersebut mengalami inflasi makna. Calo tiket kereta
oleh agen, memberikan hak bagi prinsipal api, yang memborong tiket sebelumnya dan
untuk menuntut tanggung jawab hukum selanjutnya dijual kepada calon
kepada agen. Sebaliknya, hak-hak yang penumpang, tidak dapat dikatakan sebagai
melekat pada diri agen akan menimbulkan "agen". Makelar yang mencari pembeli ta-
kewajiban-kewajiban bagi pihak prinsipal di nah tetapi tidak pernah mendapat instruksi
pihak yang lain. Misalnya, (i) kewajiban tertulis dari pemilik (penjual) tanah
untuk membayar komisi kepada agen, (ii) dan/atau hanya mendengar informasi tidak
kewajiban untuk melakukan pembayaran langsung dari pemilik (penjual) tanah, tidak
kembali (reimbursenrent) semua biaya dan dapat pula disebut sebagai "agen" dalam
pengeluaranpengeluaran yang dilakukan konsep hukum keagenan. Begitu pula
oleh agen sehubungan dengan pekerjaan halnya dengan mediator yang mencari
keagenannya, dan (iii) kewajiban untuk pemilik uang dolar untuk ditukarkan

130
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015

dengan uang rupiah, tidak dapat disebut dengan cara kesepakatan timbal balik
sebagai "agen", bila hanya mendapat (rnutual consent).
informasi dari pihak lain yang juga sebagai
perantara. Istilah calo, makelar, dan 2. Berakhir karena Alasan Hukum
mediator dalam contoh tersebut di atas Pada umumnya ada empat alasan
tidak memiliki konsekuensi hukum apa pun hukum yang menyebabkan hubungan
terhadap prinsipal. keagenan berakhir, yaitu (i) halangan
terhadap objek keagenan (frustration), (ii)
C. Berakhirya Hubungan Keagenan kematian, (iii) sakit ingatan (insanity), dan
Dalam praktik, hubungan keagenan (iv) terjadinya kepailitan (bankruptcy).
dapat diakhiri dengan cara (i) kesepakatan
timbal balik oleh kedua belah pihak, (ii) 3. Pembatalan Sepihak
berakhir karena adanya sebabsebab Perjanjian keagenan yang dibatalkan
hukum, atau (iii) berakhir karena adanya secara sepihak akan menimbulkan dua
pembatalan secara sepihak baik oleh konsekuensi hukum yaitu apabila
prinsipal maupun oleh agen. pembatalan dilakukan oleh agen, maka
1. Kesepakatan Pengakhiran aktivitas keagenan secara efektif berhenti
Hubungan keagenan barangkali atau berakhir dengan tidak adanya tuniutan
dilakukan selama waktu tertentu dengan dari agen atas reimbursement atau success
jangka waktu ditentukan dalam perjanjian fee commission. Namun demikian, pihak
keagenan atau selama waktu tidak tertentu prinsipal dapat saja meminta pengembalian
karena perjanjian keagenan tidak atas biaya-biaya yang telah diberikan
menentukan batas waktu. Baik hubungan kepada agen sebagai operational costs,
keagenan untuk suatu jangka waktu oleh karena agen tidak melaksanakan
tertentu maupun hubungan keagenan pekerjaan keagenan. Sementara itu,
untuk jangka waktu tidak tertentu, secara apabila pembatalan dilakukan oleh
hukum dapat berakhir dengan cara prinsipal maka agen dapat mengajukan
kesepakatan. Prinsipal bersama-sama tuntutan kepada prinsipal baik atas
dengan agen membuat suatu kesepakatan pembayaran kembali semua biaya-biaya
tertulis bahwa perjanjian keagenan dan pengeluaran-pengeluaran yang
dinyatakan batal dan hubungan hukum dilakukan oleh agen sehubungan dengan
keagenan antara prinsipal dengan agen di- pekerjaan keagenan maupun atas komisi
nyatakan berakhir dan berlaku efektif sejak yang diharapkan menjadi keuntungan bagi
tanggal kesepakatan pembatalan. agen.
Kesepakatan tentang pengakhiran
hubungan keagenan dapat pula dilalukan PENUTUP
dalam hal hubungan keagenan didasarkan A. Kesimpulan
pada surat penunjukan unilateral yang 1. Perjanjian keagenan/distributor secara
mencantumkan kata-kata tidak dapat khusus tidak dikenal dalam KUH Perdata
ditarik kembali" (irrevocable). Surat dan KUHD. Sehingga perjanjian itu dapat
penunjukan yang bersifat irrevocable tidak digolongkan dalam perjanjian
memungkinkan prinsipal melakukan innominaat (perjanjian tidak bernama),
pembatalan sepihak, dan kekuatan serta keberadaannya dimungkinkan
hukumnya sama dengan perjanjian, berdasarkan asas kebebasan berkontrak
sehingga pembatalan hubungan keagenan yang diatur dalam Buku III Pasal 1338
yang didasarkan pada surat penunjukan ayat (1) KUH Perdata.
irrevocable tersebut hanya dapat dilakukan

131
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015

2. Hubungan keagenan adalah hubungan Djiwandono, J. Soedradjad., "Perlindungan


perwakilan karena apa yang dilakukan Hukum Bagi Keagenanan Tunggal di
oleh agen merupakan representasi dari Indonesia" (Makalah dipresentasikan
apa yang hendak dilakukan oleh pada "Seminar Perhimpunan Alumni
prinsipal. Karakteristik hubungan seperti Fakultas Hukum Universitas
itu menimbulkan konsekuensi hukum Tarumanagara", Jakarta, 22 Oktober
bahwa apa yang menjadi hak agen di 1988).
satu sisi akan menjadi kewajiban Harahap, M. Yahya., Segi-segi Hukum
prinsipal di sisi lain, dan apa yang Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982.
menjadi kewajiban agen secara otomatis Icshan, Achmad., Hukum Perdata IB, PT
pula akan menjadi hak prinsipal pada Pembimbing Masa, Jakarta, 1969.
ujung yang lain. Kusumah Atmadja, Z. Asikin., "Lembaga
3. Dalam praktik, hubungan keagenan Keagenan di Indonesia", Hukum dan
dapat diakhiri dengan cara kesepakatan Pembangunan, No. 1 Tahun Ke XIX,
timbal balik oleh kedua belah pihak, Februari 1989.
serta berakhir karena adanya sebabs- Lana, Levi., "Problematika Hukum dalam
sebab hukum, atau berakhir karena Jasa Keagenan", Jurnal Hukurn Bisnis,
adanya pembatalan secara sepihak baik Vol. 13, April 2001.
oleh prinsipal maupun oleh agen. Marzuki, Peter Mahmud., Penelitian
Hukum, Penerbit Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, 2005.
Muhammad, Abdulkadir., Hukum Perikatan,
B. Saran Alumni, Bandung, 1982.
Jasa keagenan adalah suatu entitas Prodjodikoro, R.W., Hukum Perdata
bisnis yang menjadi penghubung antara tentang Persetujuan-persetujuan
produsen dan konsumen, dengan demikian Tertentu. Sumur, Bandung, 1985.
peranan utama jasa keagenan ialah Saheredji, H. Hari., Pokok-Pokok Hukum
melakukan perbuatan hukum bagik bagi Perdata, Aksara Baru, Jakarta, 1980.
pihak lain yang memberikan perintah Setiawan, dan I Ketut Oka., Lembaga
(prinsiplan) dan terhadap akibat hukum Keagenan: Dalam Perdagangan dan
dari perbuatan hukum tersebut dibebankan Pengaturannya di Indonesia, Bandung:
kepada atau menjadi tanggung jawab dari Ind Hill Co., 1996.
prinsipal. Untuk mengakomodasi Setiawan, R., Pokok-Pokok Hukum
perkembangan jasa keagenan, maka Perikatan, Binacipta, Bandung, 1977.
disarankan sudah saatnya Pemerintah Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri.,
untuk segera mengundangkan suatu Penelitian Hukum Normntif,
undang-undang yang mengatur jasa Penerbit PT Raja Grafindo Persada,
keagenan, mengingat implikasi hukum dari Jakarta, 2006.
bisnis keagenan bukanlah suatu hal yang Subekti, R., Hukum Perjanjian. Cetakan X,
sederhana. Pada kenyataannya peraturan PT. Intermasa, Jakarta, 1985.
hukum yang ada tidak lagi mampu -------------., Aneka Perjanjian,
menampung berbagai jenis jasa keagenan Bandung:Alumni, 1985.
yang berkembang saat ini. Sunggono, Bambang., Metodelngi
Penelitian Hukum Penerbit PT Raja
DAFTAR PUSTAKA Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
Badrulzaman, M. Darus., Perjanjian Kredit Wojowasito, S., Kamus Bahasa Indonesia,
Bank, Alumni, Bandung, 1983. Shinta Dharma, Bandung, 1975.

132
Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015

Sumber-Sumber Lain :
Instruksi Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri No. 0l/DAGRI/INS/II/85 tanggal 12
Februari 1985 yang diubah dengan Instruksi
No.01/DAGRl/INS/96 tanggal 19 Februari 1996
tentang Prosedur dan Persyaratan Pendaftaran
Keagenan.
Keputusan Direksi Pemasaran Dalam Negeri
Pertamina No. KPTS-557/F0000/87/87-53
tentang Syarat-Syarat Dealer Elpiji.
Keputusan Menteri Keuangan No. 979/KMK.011
/1985 tentang Perijinan Usaha Agen Asuransi
Jiwa di Indonesia.
Keputusan Menteri Perdagangan No. 78/Kp/III/78
tanggal 9 Maret 1978 tentang Ketentuan
Perizinan Usaha Perwakilan Perusahaan
Perdagangan Asing.
Keputusan Menteri Perhubungan No.
PM.9/PW.104/Phb-77 tentang Peraturan
Pengusahaan Biro Perjalanan Umum dan Agen
Perjalanan.
S.K Menteri Perindustrian No. 295/M/SK/7/ 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Keagenan Tunggal.
UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
UU No. 37 Tahun 2003 tentang Kepailitan dan
Penundaan Pembayaran Utang.

133

Anda mungkin juga menyukai