Anda di halaman 1dari 26

Telaah Peran Partai Politik untuk

Mewujudkan Peraturan Perundang-


Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties
to Achieve Pancasila Based Regulation

Bayu Dwi Anggono


Fakultas Hukum Universitas Jember
Jl. Kalimantan Nomor 3, Jember
E-mail: bayu_fhunej@yahoo.co.id

Naskah diterima: 12/03/2019 revisi: 03/10/2019 disetujui: 11/11/2019

Abstrak
Penerapan Pancasila sebagai cita hukum bangsa Indonesia dan sekaligus
sumber segala sumber hukum negara masih menghadapi sejumlah permasalahan
salah satunya kemauan politik pembentuk peraturan perundang-undangan yang
merupakan anggota Partai politik. Akibat pembentukan yang tidak bersumber
pada Pancasila maka peraturan perundang-undangan yang diberlakukan di pusat
maupun daerah menimbulkan permasalahan. Permasalahan yang dibahas dalam
tulisan ini mengenai cara meningkatkan peran partai politik untuk mewujudkan
peraturan perundang-undangan yang berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila.
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah dengan pendekatan
konseptual, dengan mendasarkan pada kedudukan Pancasila sebagai cita hukum,
serta fungsi partai politik dalam negara demokratis. Temuan yang didapat
yaitu fungsi legislasi sering dikesampingkan dibanding fungsi pengawasan dan
anggaran, politik mayoritas menjadi dasar pemikiran para pembuat peraturan
perundang-undangan dan bukan ukuran ideologi atau konstitusional, pragmatisme
perekrutan calon anggota parlemen, serta adanya perilaku korupsi legislasi. Untuk
meningkatkan peran partai politik mewujudkan peraturan perundang-undangan
yang berdasarkan pada Pancasila dapat dilakukan dengan cara mewajibkan Parpol
di semua tingkatan menyusun desain politik legislasi dalam masa kampanye Pemilu,
kepengurusan Parpol dibagi ke dalam 3 (tiga) komponen salah satunya calon
anggota lembaga perwakilan, ketegasan Parpol untuk menarik atau mengganti

DOI: https://doi.org/10.31078/jk1642 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

anggotanya di lembaga perwakilan yang lalai dalam menjalankan politik legislasi


Pancasila, memasukkan kurikulum pendidikan Pancasila dalam pengkaderan
anggota Parpol secara berjenjang dan berkelanjutan, dan negara segera membuat
panduan atau pedoman sebagai dokumen resmi dalam menafsirkan dan memahami
sila-sila Pancasila.
Kata kunci: Partai Politik, Peraturan Perundang-undangan, Pancasila

Abstract
The application of Pancasila as the legal idealsm of the Indonesia and as the
source of all legal sources still dealing with some problems, one of which were the
political will of laws and regulations maker which are the members of political
parties. As a result of the formation that does not originate from Pancasila, the
laws and regulations that are enforced at the central and regional levels cause
problems. The issues discussed in this paper are about how to increase the role
of  political  parties  to refine laws and regulations based on Pancasila values.  The
method of approach used in this paper is a conceptual approach, based on the
standing of the Pancasila as a legal idealism, as well as the function of political
parties in a democratic country.  The findings obtained are that  the legislative
function is often ruled out compared to the controlling and budgeting functions,
political majorities become the rationale for legislators and not ideological
or constitutional measures, pragmatism for recruiting parliament candidates,
and the existence of corrupt behaviour in the legislation. To increase the role
of political parties in refining laws and regulations based on Pancasila can be done
by requiring the political parties at all levels to construct political legislation design
in the election campaign period, management of political parties are divided into
three (3) components one of which members of the legislature candidate, the firmness
of political parties to withdraw or change the members in the legislature that fail
to implement the Pancasila political legislation, including the Pancasila education
curriculum in the cadre of political party members gradually and continuously, and
the state  immediately made guidelines as official documents in interpreting and
understanding the Pancasila principles.
Keywords: Political Parties, Legislation, Pancasila

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketua Mahkamah Konstitusi 2015 sampai dengan 2018 Arief Hidayat dalam
satu kesempatan berkunjung ke kantor media pada Januari 2017 menyatakan
bahwa Tugas Mahkamah Konstitusi sebetulnya tidak hanya sebagai penjaga

696 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

konstitusi negara lewat uji materi yang diajukan. MK juga memiliki peran penting
dan strategis sebagai penjaga ideologi negara.1  Lebih lanjut menurut Arief
Hidayat selama ini Mahkamah Konstitusi hanya dipandang sebagai guardian of
the constitution (penjaga konstitusi) saja, padahal sebenarnya MK juga memiliki
peran sebagai guardian of the ideology (penjaga ideologi negara) yaitu Pancasila.2
Peran Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga ideologi ini ternyata dipraktikkan
dalam pelaksanaan salah satu kewenangan MK yaitu dalam menguji Undang-
Undang terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 (UUD 1945).3 Dalam penelitian disertasi Ahmad Basarah di Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro yang meneliti 9 (Sembilan) putusan terkait pengujian
Undang–Undang di bidang Politik, Ekonomi, Sosial dan Agama dihasilkan temuan
pola penggunaan Pancasila sebagai tolok ukur dalam putusan MK selama ini yaitu:
Pertama, Putusan MK yang sama sekali tidak menggunakan Pancasila sebagai
tolok ukur untuk menguji UU; Kedua, Putusan MK yang di dalam penafsirannya
tidak hanya terhadap ketentuan dalam Pasal UUD 1945 tetapi sudah menyinggung
nilai-nilai Pancasila, namun nilai-nilai Pancasila tidak digunakan secara eksplisit
sebagai tolok ukurnya; Ketiga, Putusan MK yang di dalamnya telah secara jelas
menggunakan Pancasila sebagai tolok ukur pengujian UU.4
Penegasan MK berhak untuk menguji Undang-Undang terhadap Pancasila
juga dapat ditelusuri dalam Putusan MK Nomor 59/PUU-XIII/2015. Menurut
MK dalam putusan tersebut Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945 menyatakan
“Dengan ditetapkannya Perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal”. Sementara
itu pembukaan UUD 1945 khususnya alinea keempat secara substantif memuat
Pancasila sebagai dasar negara.5 Oleh karena itu, ketentuan dalam Pasal 24C
1
Metrotvnesw, “MK Berperan Menjaga Ideologi Negara”, http://news.metrotvnews.com/politik/VNxJrO1k-mk-berperan-menjaga-ideologi-negara,
diakses 20 September 2018.
2
Ibid.
3
Kewenangan MK lainnya sesuai Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 adalah: memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum dan Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwaklian Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Hukum Acara
Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Setjen dan Kapaniteraan MK, 2010, h. 11.
4
Kesembilan Putusan yang jadi obyek penelitian adalah: (i) Putusan Nomor 72 Tahun 2004 Pengujian UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;
(ii) Putusan Nomor 011-017 Tahun 2003 Pengujian UU12/2003 tentang Pemilu Legislatif; (iii) Putusan Nomor 56 Tahun 2008 Pengujian UU
42/2008 tentang Pilpres; (iv) Putusan Nomor 008 Tahun 2005 Pengujian UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air; (v) Putusan Nomor 001 Tahun
2003 Pengujian UU 20/2002 tentang Ketenagalistrikan; (vi) 
Putusan Nomor 28 Tahun 2013 Pengujian UU 17/2012 tentang Perkoperasian;
(vii) 
Putusan Nomor 5 Tahun 2012 Pengujian UU 20/2003 tentang Sisdiknas; (viii) Putusan Nomor 11 Tahun 2009 Pengujian UU 9/2009 tentang
Badan Hukum 
Pendidikan; dan (ix) 
Putusan Nomor 140 Tahun 2009 Pengujian UU Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penodaan
Agama. Ahmad Basarah, Eksistensi Pancasila Sebagai Tolok Ukur Dalam Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Di Mahkamah Konstitusi: Kajian Perspektif Filsafat Hukum dan Ketatanegaraan, Ringkasan Disertasi, Fakultas
Hukum Universitas Diponegoro, 2016, h, 54 – 56.
5
Putusan MK Nomor 59/PUU-XIII/2015 tanggal 3 Maret 2016 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, h. 46.

Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019 697


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan MK berwenang menguji Undang-Undang


terhadap UUD 1945 haruslah dimaknai tidak hanya menguji terhadap Pasal-Pasal
dalam UUD 1945 melainkan juga pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya ada
nilai Pancasila.
Mahkamah Konstitusi dalam praktiknya tidak hanya menguji Undang-
Undang terhadap UUD 1945 melainkan juga mengujinya terhadap Pancasila juga
dikarenakan menurut Mahfud MD Pancasila sebagai cita hukum ibarat nyawa
yang tidak hanya memberikan panduan ke mana hukum dan penegakannya akan
dibawa, tetapi sekaligus nilai aksiologis dalam menentukan hukum apa yang akan
dibentuk dan bagaimana menjalankannya.6 Namun sayang, pembentukan dan
penegakan hukum saat ini terkesan telah meminggirkan Pancasila. Tidak heran,
hukum Indonesia yang telah kehilangan nyawa dapat dengan mudah dimasuki
oleh kepentingan-kepentingan sesaat yang bertentangan dengan cita hukum itu
sendiri.7
Selain peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dalam sistem peraturan
perundang-undangan juga dikenal peraturan perundang-undangan di tingkat
daerah yaitu Peraturan daerah (Perda) dan Peraturan kepala daerah (Perkada).8
Pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah ini juga wajib
tunduk kepada ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyebutkan Pancasila
merupakan sumber segala sumber hukum negara. Kewajiban ini juga dijabarkan
oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang
pada Pasal 250 ayat (1) dan ayat (2) mengatur Perda dan Perkada dilarang
bertentangan kepentingan umum meliputi terganggunya kerukunan antarwarga
masyarakat; terganggunya akses terhadap pelayanan publik; terganggunya
ketenteraman dan ketertiban umum; terganggunya kegiatan ekonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan/atau diskriminasi terhadap suku,
agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender. 

Penggunaan Pancasila sebagai sumber dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan di daerah ternyata tidak mudah dipraktikkan dan bahkan
disimpangi. Kementerian Dalam Negeri melaporkan di Tahun 2015 telah
6
Moh. Mahfud, MD, Revitalisasi Pancasila Sebagai Cita Negara Hukum, Orasi ilmiah didepan Rapat Senat Terbuka dalam rangka Dies Natalis
ke-65 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 17 Februari 2011.
7
Ibid.
8
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

698 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

menemukan 139 Peraturan Daerah (Perda) yang diajukan daerah namun tidak
sesuai dengan nilai Pancasila, sehingga dikembalikan ke daerah yang mengajukan
tersebut.9 Padahal menurut Kemendagri Perda haruslah menyesuaikan dengan
kondisi kemajemukan Indonesia sebagai negara kesatuan, bukan mengakomodir
kepentingan mayoritas maupun minoritas semata.10
Selain kementerian dalam negeri, menurut data Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) selama tujuh tahun
melakukan pemantauan, sejak tahun 2009 hingga 2016, menemukan ada 421
kebijakan diskriminatif yang dikeluarkan pemerintah daerah. Menurut Komnas
Perempuan, keberadaan 421 kebijakan diskriminatif ini menjadi penghambat bagi
upaya penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan pemenuhan hak asasi
perempuan. Kebijakan diskriminatif telah membatasi ruang gerak perempuan
dan kelompok-kelompok minoritas.11
Untuk mengarahkan pembentukan Undang-Undang maupun peraturan
perundang-undangan di tingkat daerah sesuai dengan Pancasila sebagai cita hukum
negara dan sumber segala sumber hukum negara maka diperlukan peran Partai
Politik (Parpol). Hal ini mengingat kewenangan pembentukan Undang-Undang
menurut Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 merupakan kekuasaan Dewan Perwakilan
Rakyat, sementara pembentukan peraturan daerah menurut Pasal 18 ayat (4) UUD
1945 merupakan kewenangan DPRD sebagai bagian dari pemerintahan daerah.
Peran Partai Politik menjadi penting mengingat sesuai Pasal 22E ayat (3) UUD
1945 Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Parpol.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan dijawab
adalah bagaimana meningkatkan peran partai politik untuk mewujudkan peraturan
perundang-undangan yang berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila. Pembahasan
atas permasalahan ini akan dibagi menjadi tiga bagian yang dimulai dari implikasi
kedudukan Pancasila sebagai cita hukum, kemudian fungsi partai politik dalam
negara hukum demokratis, hingga strategi meningkatkan peran partai politik
dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berdasarkan Pancasila.
9
Republika, “Mendagri: Perda tak Sesuai dengan Pancasila Harus Dibatalkan”, https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/07/22/nrvyo1-
mendagri-perda-tak-sesuai-dengan-pancasila-harus-dibatalkan, diakses 22 September 2018.
10
Ibid.
11
Komnas Perempuan, Siaran Pers Komnas Perempuan, Refleksi Dua Dasawarsa (20 Tahun) Upaya Penghapusan Kekerasan dan Diskriminasi
terhadap Perempuan di Indonesia. Jakarta, 31 Oktober 2018.

Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019 699


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

PEMBAHASAN
A. Implikasi Kedudukan Pancasila sebagai Cita Hukum
Cita hukum (rechtsidee) menurut Rudolf Starmmler merupakan konstruksi
berpikir yang merupakan keharusan bagi mengarahkan hukum kepada cita-cita
yang diinginkan masyarakat.12 Cita hukum memberi manfaat karena mengandung
2 (dua) sisi, dengan cita hukum, hukum positif yang berlaku dapat diuji, dan
kepada cita hukum, hukum positif sebagai usaha menuju sesuatu yang adil dengan
sanksi pemaksa dapat diarahkan.13
Selain berfungsi sebagai tolok ukur yang bersifat regulatif yaitu menguji apakah
hukum positif yang dibentuk sesuai dengan cita-cita masyarakat, maka menurut
Gustav Radbruch cita hukum juga berfungsi sebagai dasar yang bersifat konstitutif
yaitu yang menentukan bahwa tanpa cita hukum, hukum akan kehilangan maknanya
sebagai hukum.14 Konstruksi ini mengharuskan cita hukum harus dijadikan dasar
dan tujuan setiap hukum disuatu negara. Oleh sebab itu setiap hukum yang lahir
harus berdasar pada cita hukum dengan memuat konsistensi isi mulai dari yang
paling atas sampai yang paling rendah hierarkinya.15
Pemikiran Radbruch ini berangkat dari konsep bahwa hukum adalah realitas
yang akal sehatnya melayani nilai hukum, gagasan hukum.16 Konsep Radbruch
ini menghubungkan tiga elemen: realitas, gagasan hukum, dan akal, menurut
Radbruch konsep realitas mengacu pada kepositifan hukum, yaitu penerbitan
dan keefektifannya. Ini adalah dimensi hukum yang sesungguhnya. Dengan konsep
gagasan hukum, Radbruch menyandingkan dimensi nyata ini dengan dimensi ideal,
yang pusatnya adalah keadilan sebagai idea gagasan spesifik hukum.17
Mengingat keadilan adalah pusat dari hukum maka konsep Radbruch tentang
hukum ini dapat juga diartikan sebagai law is the reality whose sense is to serve
justice yaitu hukum adalah realitas yang artinya melayani keadilan.18 Menurut
Radbruch setiap hukum harus menonjolkan karakter keadilan tertentu atau
sebagai versi di mana konsep keadilan digunakan dengan makna yang cukup

12
A. Hamid S. Attamimi, “Peranan Keputusan Presiden RI dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara”. Disertasi, Jakarta: Fakultas Pascasarjana
Universitas Indonesia,1990, h. 308.
13
Ibid.
14
Ibid, 309.
15
Ibid.
16
Gustav Radbruch, Legal Philosophy (first publ. 1932), trans. Kurt Wilk, in: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, Cambridge,
Mass.: Harvard University Press, 1950, p.4.
17
Ibid. p. 7.
18
Ibid. p.4.

700 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

luas untuk memasukkan kebijaksanaan dan kepentingan dan kepastian hukum.19


Melalui pemikiran Radburch ini dapat diketahui bahwa dalam setiap kelompok
masyarakat termasuk negara memiliki ciri tentang konsep keadilan.
Konsep keadilan dalam pembentukan hukum menempati urutan pertama
sebagaimana sebagaimana Radbruch menjelaskan tentang 3 (tiga) jenis
penggolongan dalam hukum yaitu legal values, legal rules (rechtssatze) and legal
facts.20 Penggolongan tersebut dijelaskan sebagai berikut law is the reality in which
this is most obvious, because law can be considered as a system of norms. that is
what legal science is concerned whith. legal norms are the directly value-related
contents of the legal order, as opposed to legal facts which are related to that order
and thereby are inderectly related to the values. there are therefore three levels
in play; legal values, legal rules (rechtssatze) and legal facts.21Nilai hukum (legal
values) sebagai sumber dari aturan hukum (legal rules) sebagaimana pendapat
Radbruch jika ditarik dalam konteks Indonesia maka tepat jika didasarkan pada
Pancasila karena dalam Pancasila terkandung konsep keadilan menurut bangsa
Indonesia.
Pada saat disepakati oleh para pendiri negara Indonesia Pancasila awalnya di
posisikan sebagai philosofische grondslag, yaitu sebagai fundamen, filsafat, pikiran
dan jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya untuk didirikan negara Indonesia merdeka.
Namun demikian dalam kenyataannya selain sebagai Philosofische Grondslag
Pancasila dalam eksistensi negara hukum ternyata memiliki kualitas sebagai cita
hukum (rechtsidee) yakni ius constituendum (hukum yang dicita-citakan atau yang
diangan-angankan) yang diarahkan agar menjadi ius constitutum (hukum yang
berlaku saat ini atau hukum yang telah ditetapkan).22
Menurut Mahfud MD Latar belakang dan konsekuensi kedudukan Pancasila
sebagai dasar dan ideologi negara dapat dilihat dari sekurang-kurangnya 3 (tiga)
aspek yakni politik, filosofis, dan yuridis (hukum dan peraturan perundang-
undangan). Dari aspek politik Pancasila dapat dipandang sebagai modus vivendi
atau kesepakatan luhur yang mempersatukan semua ikatan primordial ke dalam
satu bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia yang sangat luas dan mejemuk
dalam prinsip persatuan. Dari sudut filosofis Pancasila merupakan dasar keyakinan
tentang masyarakat yang dicita-citakan serta dasar bagi penyelenggaraan negara
19
Ibid. p.7.
20
Sanne Taekama, The Concept of Ideal in Legal Theory, The Hague: Kluwer Law Internasional, 2003, p. 90.
21
Ibid
22
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI, “Pancasila dan Mahkamah Konstitusi”, Majalah Konstitusi, No.29 –Mei 2009, h. 5.

Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019 701


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

yang dikristalisasikan dari nilai-nilai yang telah tumbuh dan berkembang serta
berakar jauh dari kehidupan leluhur atau nenek moyang bangsa Indonesia. Dari
sudut hukum Pancasila menjadi cita hukum (rechtside) yang harus dijadikan dasar
dan tujuan setiap hukun di Indonesia. Oleh sebab itu, setiap hukum yang lahir di
Indonesia harus berdasar pada Pancasila dengan memuat konsistensi isi mulai
dari yang paling atas sampai yang paling rendah hirakinya.23
Mengingat kedudukan Pancasila sebagai cita hukum bangsa Indonesia maka
menurut Maria Farida Indrati S Pancasila secara positif merupakan “bintang
pemandu” yang memberikan pedoman dan bimbingan dalam semua kegiatan
memberi isi kepada tiap peraturan perundang-undangan, dan secara negatif
merupakan kerangka yang membatasi ruang gerak isi peraturan perundang-
undangan tersebut.24 Terhadap isi peraturan perundang-undangan sila-sila tersebut
baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, baik tunggal maupun berpasangan
merupakan asas hukum umum.25
Lebih lanjut menurut Mahfud MD dalam kedudukannya yang seperti itu dan
dalam kaitan dengan politik pembangunan hukum maka Pancasila sebagai cita
hukum melahirkan kaidah-kaidah penuntun hukum, yaitu:26 Pertama, hukum yang
dibuat di Indonesia haruslah bertujuan membangun dan menjamin integrasi negara
dan bangsa Indonesia baik secara teritori maupun secara ideologi. Hukum-hukum
di Indonesia tidak boleh memuat isi yang berpotensi (menyebabkan) terjadinya
disintegrasi wilayah maupun ideologi karena hal itu bertentangan dengan tujuan
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia yang terikat
dalam persatuan.
Kedua, hukum yang dibuat di Indonesia haruslah didasarkan pada demokrasi
dan nomokrasi sekaligus. Demokrasi yang menjadi dasar politik (kerakyatan)
menghendaki pembuatan hukum berdasar kesepakatan rakyat atau wakil-wakilnya
yang dipilih secara sah baik melalui kesepakatan aklamasi maupun berdasar suara
terbanyak jika mufakat bulat tak dapat dicapai; sedangkan nomokrasi sebagai
prinsip negara hukum menghendaki agar hukum-hukum di Indonesia dibuat
berdasar substansi hukum yang secara filosofis sesuai dengan rechtside Pancasila
serta dengan prosedur yang benar. Dengan demikian hukum di Indonesia tak
23
Moh. Mahfud MD, “Penuangan Pancasila
di Dalam Peraturan Perundang-Undangan”, Makalah Seminar Nasional Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila
dalam Pendidikan Ilmu Hukum dan Perundang-undangan Indonesia,” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UGM dalam rangka Peringatan
Hari Lahirnya Pancasila di Yogyakarta, 30–31 Mei 2007, h. 2.
24
Maria Farida Indrati S, Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi dan Materi Muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2007, h. 59.
25
Ibid.
26
Moh. Mahfud MD, “Penuangan Pancasila…. op.cit, h. 3 – 4.

702 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

dapat dibuat berdasar menang-menangan jumlah pendukung semata tetapi juga


harus mengalir dari filosofi Pancasila dan prosedur yang benar.
Ketiga, hukum yang dibuat di Indonesia harus ditujukan untuk membangun
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dari penuntun yang demikian
maka tidak dibenarkan muncul hukum-hukum yang mendorong atau membiarkan
terjadinya jurang sosial-ekonomi karena eksploitasi oleh yang kuat terhadap yang
lemah tanpa perlindungan negara. Hukum-hukum di Indonesia harus mampu
menjaga agar yang lemah tidak dibiarkan menghadapi sendiri pihak yang kuat
yang sudah pasti akan selalu dimenangkan oleh yang kuat. Oleh sebab itu, hukum-
hukum di Indonesia harus mampu memberi proteksi khusus kepada kelompok yang
lemah agar mampu mempersempit jurang sosial-ekonomi yang mungkin timbul
karena eksploitasi oleh yang kuat terhadap yang lemah. Hukum yang berkeadilan
sosial, dengan demikian, adalah hukum yang dimaksudkan untuk mempersempit
jurang antara yang kuat dan yang lemah atau antara yang miskin dan yang kaya.
Keempat, hukum yang dibuat di Indonesia haruslah didasarkan pada toleransi
beragama yang berkeadaban yakni hukum yang tidak mengistimewakan atau
mendiskrimasi kelompok tertentu berdasar besar atau kecilnya pemelukan agama.
Indonesia bukan negara agama (yang mendasarkan pada satu agama tertentu) dan
bukan negara sekuler (yang tak perduli atau hampa spirit keagamaan). Indonesia
sebagai Negara Pancasila adalah sebuah religious nation state, negara kebangsaan
yang religius yang memberi perlindungan kuat terhadap setiap warganya untuk
memeluk dan melaksanakan ajaran agamanya masing-masing tanpa boleh saling
mengganggu, apalagi mengarah pada disintegrasi.
B. Fungsi Partai Politik dalam Negara Hukum Demokratis
Partai Politik memainkan peranan penting dalam suatu negara hukum
demokratis. Menurut Arief Sidharta dengan mengutib Scheltema, maka unsur-
unsur yang harus ada dalam negara hukum meliputi 5 (lima) hal sebagai berikut:27
Pertama, pengakuan, penghormatan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia yang
berakar dalam penghormatan atas martabat manusia (human dignity). Kedua,
berlakunya asas kepastian hukum, negara hukum untuk bertujuan menjamin
bahwa kepastian hukum terwujud dalam masyarakat. Hukum bertujuan untuk
mewujudkan kepastian hukum dan prediktabilitas yang tinggi, sehingga dinamika
27
B. Arief Sidharta, “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum” dalam Jurnal Hukum Jentera, Rule of Law, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan
(PSHK), Jakarta, edisi 3 Tahun II, November 2004, h.124-125.

Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019 703


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat ‘predictable’. Ketiga, berlakunya


persamaan (similia similius atau equality before the law) dalam negara hukum,
pemerintah tidak boleh mengistimewakan orang atau kelompok orang tertentu,
atau memdiskriminasikan orang atau kelompok orang tertentu. Keempat, asas
demokrasi dimana setiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
turut serta dalam pemerintahan atau untuk mempengaruhi tindakan-tindakan
pemerintahan. Kelima, pemerintah dan pejabat mengemban amanat sebagai
pelayan masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan tujuan bernegara yang bersangkutan.
Khusus mengenai unsur yang keempat yaitu asas demokrasi maka dapat
dijabarkan lebih lanjut ke dalam beberapa prinsip sebagai berikut: (i) adanya
mekanisme pemilihan pejabat-pejabat publik tertentu yang bersifat langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil yang diselenggarakan secara berkala; (ii)
pemerintah bertanggungjawab dan dapat dimintai pertanggungjawaban oleh
badan perwakilan rakyat; (iii) semua warga negara memiliki kemungkinan dan
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan
politik dan mengontrol pemerintah; (iv) semua tindakan pemerintahan terbuka
bagi kritik dan kajian rasional oleh semua pihak; (v) kebebasan berpendapat/
berkeyakinan dan menyatakan pendapat; (vi) kebebasan pers dan lalu lintas
informasi; dan (vii) rancangan undang-undang harus dipublikasikan untuk
memungkinkan partisipasi rakyat secara efektif.28
Unsur keempat dari negara hukum ini membutuhkan perangkat kehadiran
Partai Politik (Parpol), menurut Thomas Meyer Parpol-lah yang memainkan
peran yang menentukan dalam sebuah sistem demokrasi modern.29 Parpol
menerjemahkan nilai dan kepentingan suatu masyarakat dalam proses dari bawah
ke atas sehingga nilai dan kepentingan dari masyarakat itu menjadi rancangan
undang-undang negara, peraturan-peraturan yang mengikat, dan program bagi
rakyat.30
Keberadaan Parpol yang ternyata merupakan bagian dari unsur negara
hukum mengakibatkan pengertian Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan
“Negara Indonesia adalah negara hukum” baru benar-benar akan dapat
dioperasionalisasikan jika terdapat pengakuan terhadap keberadaan Parpol di
28
Ibid.
29
Thomas Meyer, Peran Partai Politik Dalam Sebuah Sistem Demokrasi: Sembilan Tesis, Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung (FES) Kantor Perwakilan
Indonesia, 2012, h. 30
30
Ibid

704 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

suatu negara. Menurut Philippe C. Schmitter’s dalam suatu negara yang sedang
melalukan konsolidasi demokrasi terdapat 3 (tiga) aktor yang memegang peranan
penting yang menjadi perantara kepentingan masyarakat yaitu partai politik (the
political parties), asosiasi kepentingan (the interest associations) dan gerakan
sosial (the social movements).31
Mengenai pengertian Parpol sendiri setidaknya bisa dilacak dari pendapat
Gabriel Almond dan G. Bingham Powell yang menyebutkan Partai Politik sebagai
the specialised, aggregation structure of modem societies.32 Adapun Giovanni Sartori
menyebutkan Partai Politik sebagai a political group that can identify itself with
an official name appearing during the election period, and at elections (whether
free or limited) is capable of providing candidates for political functions.33
Mengenai definisi lainnya tentang Parpol Frank J Sorauf menyebutnya sebagai
an agency for the organisation of political power characterised by exclusively
political functions, by a stable structure and the inclusive membership, and by the
ability to dominate the contesting elections.34 J. LaPalombara dan Myron Weiner
menyebutkan beberapa ciri Organisasi dapat disebut sebagai Partai Politik yaitu:
(1) continuity in the organisation that is an organisation whose expected life span is
not dependent on the life span of the current leaders; (2) manifest and presumably
permanent organisation at the local level with the regularised communications and
other relationships between local and national units; (3) self conscious determination
of leader at both national and locals levels to capture and hold decision making
power alone or in coalition with others, not simply influence the exercise of the
power; and (4) a concern on the part of the organisation for seeking followers at
the polls in some manners triving for popular support.35
Almond and Powell menekankan 4 (empat) fungsi dari Parpol yaitu: (i) the
institutional expression of individual and group interests, (ii) the aggregation of
interests, namely the expression of the necessities as an alternative on the level of
general politics, (iii) the political recruitment and, (iv) the political socialization.36
Janos Simon juga menyebutkan 6 (enam) fungsi dari Parpol yaitu function of
31
Philippe C Schmitter, “Intermediaries in the Consolidation of Neo- democracies: The Role of Parties, Associations and Movements”, Working
Paper, Barcelona, Institut de Ciències Polítiques i Socials, 1997, p.9
32
Gabriel A. Almond and G. Bingham Powell Jr, Comparative Politics: System Process and Policy, Boston: little Brown,1978, p. 189-231.
33
Giovanni Sartori, The Typology of Party Systems-Proposals for Improvement, in Allardt, E.; Rokkan, S. (eds.): Mass Politics: Studies in Political
Sociology. New York-London, 1970, p. 89.
34
Frank J. Sorauf, Political Parties in American System, Boston: Little Brown, 1964. p.13.
35
J.LaPalombara and M. Weiner, The Origin and Development ofPolitical Parties, in J.LaPalombara and M. Weiner (ed), Political Parties and
Political Development, Princeton: Princeton University Press, 1966, p. 3.
36
Gabriel Almond and G. Bingham Powell, Comparative Politics: a development approach, Boston: Little Brown, 1966, p. 17.

Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019 705


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

socialization, mobilization, representation, participation, legitimacy and political/


operational activities.37
Fungsi sosialisasi (socialization) adalah proses menjadikan orang sadar
dan memperoleh norma-norma, nilai-nilai dan aturan perilaku politik.38 Fungsi
mobilisasi (mobilization) dimaksudkan untuk melibatkan warga negara ke dalam
kehidupan publik. Tujuan dari mobilisasi politik mencakup 3 (tiga) bidang: untuk
mengurangi ketegangan sosial yang diekspresikan oleh kelompok-kelompok yang
dimobilisasi, untuk menguraikan program-program untuk mengurangi ketegangan-
ketegangan ini yang selanjutnya akan memperoleh suara untuk partai, dan untuk
membangun struktur kelompok yang dapat diandalkan dan didukung oleh partai
untuk masa mendatang.39
Fungsi representasi adalah menjamin ekspresi kehendak pemilih sebagai hasil
akhir dari pemungutan suara, partai-partai yang disukai oleh pemilih memasuki
Parlemen. Melalui fungsi representasi ini kader partai politik di parlemen dalam
pengambilan keputusan terkait undang-undang atau peraturan lainnya yang terkait
dengan kepentingan publik maka akan mengekspresikan kepentingan orang-orang
yang diwakilinya.40 Fungsi Partisipasi dapat dibedakan dari fungsi mobilisasi.
Dengan mobilisasi warga, partai-partai bertujuan terutama untuk membentuk
dan mempengaruhi peristiwa-peristiwa politik dengan bantuan organisasi yang
dilembagakan dari sistem politik, sementara partisipasi memastikan perasaan dan
kemungkinan demokrasi dan kompetensi politik dalam partai politik.41
Fungsi legitimasi mengacu pada pembentukan opini publik dan didasarkan
pada kepercayaan dan dukungan yang ditunjukkan oleh para pihak terhadap
pemerintah dan sistem demokrasi.42 Pengakuan dan dukungan sistem pemerintahan
tergantung pada seberapa banyak warga negara menerima sosialisasi soal hukum,
menghormati norma-norma, menerima perbedaan dan berpikir alternatif dalam
proses menerima sistem kelembagaan dan mekanisme demokrasi.43 Terakhir fungsi
aktivitas politik adalah setiap partai politik menguraikan program politiknya sendiri
dan menyiapkan anggotanya untuk implementasi itu. Apabila partai tersebut
37
Janos Simon The Change of Function of Political Parties at the Turn of Millennium, Barcelona: Institut de Ciències Polítiques i Socials (ICPS),
2003, p. 18.
38
Ibid, p. 19.
39
Ibid, p. 20.
40
Ibid, p. 24.
41
Ibid, p. 21.
42
Ibid, p. 22.
43
Ibid.

706 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

berhasil dalam pemilihan, ia memasuki Parlemen dan anggota-anggotanya yang


terkemuka menjadi anggota badan pembuat keputusan.44
Miriam Budiardjo yang menyebutkan adanya 4 (empat) fungsi partai politik
yang meliputi (i) sarana komunikasi politik, (ii) sosialisasi politik (political
socialization), (iii) sarana rekruitmen politik (political recruitment), dan (iv)
pengatur konflik (conflict management).45 Sebagai sarana komunikasi politik, Parpol
menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya
sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang.
Sebagai sarana sosialisasi politik, disamping menanamkan solidaritas dengan
partai politik, partai politik juga mendidik anggota-anggotanya menjadi manusia
yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara.46
Sebagai sarana rekruitmen politik, Parpol berfungsi untuk mencari dan
mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai
anggota partai (political recruitmen). Partai dibentuk memang dimaksudkan
untuk menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin
negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang
dipilih secara langsung oleh rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak
langsung. Sebagai sarana pengatur konflik, dalam suasana demokrasi, perbedaan
pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar sehingga apabila terjadi
konflik, partai politik berusaha untuk mengatasinya.47
Secara hukum positif fungsi Parpol bisa merujuk kepada Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol). Ketentuan Pasal 11
UU Parpol tersebut menyebutkan Partai Politik berfungsi sebagai sarana: (i)
pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara
Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara; (ii) penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; (iii) penyerap,
penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan
menetapkan kebijakan negara; (iv) partisipasi politik warga negara Indonesia; dan
44
Ibid, p. 27.
45
Miriam Budiardjo, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2000, h. 163-164.
46
Ibid.
47
Ibid.

Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019 707


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

(v) rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme
demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

C Strategi meningkatkan Peran Partai Politik dalam Mewujudkan Peraturan


Perundang-undangan yang Berdasarkan Pancasila
Modal dasar Parpol untuk mendorong kader-kadernya yang duduk di lembaga
Perwakilan (DPR maupun DPRD) maupun Presiden dan Wakil Presiden serta
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah supaya dalam membentuk peraturan
perundang-undangan bersumberkan pada Pancasila sebenarnya sudah didukung
oleh perangkat hukum. Jika dicermati ketentuan dalam Pasal 9 UU Parpol maka
disebutkan: Ayat (1) Asas Partai Politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ayat (2)
Partai Politik dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak
dan cita-cita Partai Politik yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ayat (3) Asas dan ciri
Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan
penjabaran dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Bahkan Pasal 10 ayat (1) UU Parpol secara jelas telah menyebutkan
tujuan umum Partai Politik adalah: (i) mewujudkan cita-cita nasional bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (ii) menjaga dan memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia; (iii) mengembangkan kehidupan demokrasi
berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia; dan (iv) mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Secara teks hukum dengan melihat pada asas Parpol dan tujuan umum
dibentuknya Parpol maka sebenarnya kader-kader Parpol yang duduk di lembaga
perwakilan maupun pemerintahan tidak lagi memiliki alasan untuk tidak
menerapkan Pancasila dalam melaksanakan tugasnya termasuk dalam membentuk
peraturan perundang-undangan. Akan tetapi faktanya masih ditemukan peraturan
perundang-undangan yang tidak berdasarkan pada Pancasila baik di tingkat
Pusat maupun daerah. Ketua DPR Bambang Soesatyo dalam sambutannya di
Simposium Institusionalisasi Pancasila dalam Pembentukan dan Evaluasi Peraturan
Perundang-Undangan di Jakarta Juli 2018 secara terbuka menyatakan Bahwa sejak
tahun 2003 hingga tahun 2017, terdapat lebih dari 200 gugatan atau pengujian

708 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

undang-undang yang dikabulkan oleh MK karena bertentangan dengan Pancasila


dan UUD 1945.48 Hal ini menurut Bambang menunjukan bahwa pembentukan
undang-undang didominasi oleh pertimbangan politik, kurang mengutamakan
nilai- nilai dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam sila-sila Pancasila sebagai
ideologi dan pandangan hidup berbangsa dan bernegara.49
Apabila ditelaah maka beberapa faktor yang menyebabkan belum
terinternalisasinya Pancasila dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
oleh kader-kader Parpol di lembaga perwakilan maupun eksekutif diantaranya
adalah, Pertama, fungsi legislasi sering dikesampingkan, dibanding pelaksanaan
fungsi pengawasan dan anggaran. Berdasarkan jajak pendapat harian Kompas
terkait Kinerja DPR 2014 -2019 yang dilakukan pada 18 -19 September 2019
terhadap 529 responden didapatkan hasil ketidakpuasan publik terhadap
pelaksanaan fungsi legislasi lebih tinggi dibandingkan fungsi pengawasan dan
fungsi anggaran.50 Terkait fungsi legislasi Sebanyak 63,7 persen responden
menyatakan tidak puas, angka ini lebih besar dibandingkan responden yang tidak
puas dengan fungsi pengawasan yaitu sebanyak 59,9 persen responden dan fungsi
anggaran yaitu 57,3 persen.51
Dikesampingkannya fungsi legislasi karena fungsi ini dianggap membutuhkan
penguasaan substansi serta teknis yang tinggi karena pembahasannya mencakup
pengaturan yang sifatnya rinci. Sebagai contoh tidak fokusnya kinerja legislasi dapat
dilihat pada tahun 2018 yaitu meskipun Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) menyebutkan Pembahasan RUU
oleh komisi, gabungan komisi, panitia khusus atau Badan Legislasi diselesaikan
dalam 3 (tiga)  kali masa sidang namun di tahun 2018 terdapat 17 (tujuh belas)
RUU yang pembahasannya sudah melebihi 5 (lima) kali masa sidang.52
Kedua, dibandingkan ukuran ideologi dan konstitusional, politik mayoritas
lebih dikedepankan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Politik
mayoritas yang dimaksud adalah kepentingan politik sempit kelompok-kelompok
politik di parlemen. Bukti bahwa politik mayoritas lebih digunakan dibandingkan
48
Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Prodisiding Simposium Institusionalisasi Pancasila Dalam Pembentukan dan
Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan, Jakarta 30 Juli – 1 Agustus 2018, Badan Keahlian DPR, 2018, h. vii.
49
Ibid.
50
Kompas, Untuk Siapa DPR Bekerja?, Senin, 23 September 2019, h, 4.
51
Ibid.
52
Ke 17 RUU tersebut adalah RUU Perkoperasian, RUU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, RUU Penyelenggaraan
Ibadah Haji dan Umroh, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Kewirausahaan Nasional, RUU Sisnas IPTE, RUU KUHP, RUU Jabatan
Hakim, RUU Mahkamah Konstitusi, dan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Lucius Karius, “Ini tiga sebab lemahnya kinerja
legislasi DPR”, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b740a80660bd/ini-tiga-sebab-lemahnya-kinerja-legislasi-dpr, diakses 25 Januari 2019.

Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019 709


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

ukuran-ukuran konstitusional adalah saat pembentukan Undang-Undang Nomor 7


Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sejak awal berbagai kelompok masyarakat
sipil mengingatkan bahwa atas dasar asas non diskriminasi maka semua Parpol
baik yang telah duduk di DPR maupun Parpol baru harus menjalani verifikasi
pemenuhan semua syarat untuk dapat ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2019,
namun nyatanya atas dasar politik mayoritas DPR menetapkan di Pasal 173 ayat
(3) UU Pemilu hanya Parpol baru yang wajib menjalani verifikasi sementara Parpol
di DPR langsung ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2019. Akibatnya kemudian MK
membatalkan ketentuan tersebut sehingga semua partai politik harus diverifikasi
termasuk parpol lama yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai peserta pemilu
2014 (parpol yang ada di DPR saat ini) untuk menjalani verifikasi pemenuhan
syarat agar lolos sebagai peserta Pemilu 2019.53
Ketiga, kualitas anggota yang mengacu pada pengetahuan dan pengalaman
dan sistem pemilihan dan prosedur untuk menjadi anggota, dimana sistem
kaderisasi yang dari Parpol berpengaruh yaitu banyak Parpol yang merekrut calon
legislatif (caleg) di luar kader yang tidak mempunyai pengalaman berpolitik sama
sekali. Fenomena caleg dari kalangan selebritis atau pesohor membuktikan bawa
kinerja Parpol sebagai lembaga rekrutmen politik belum berjalan baik. Parpol
pada umumnya masih mengedepankan aspek personal dan popularitas alih-alih
kemampuan intelektualitas, rekam jejak, serta integritas dalam menentukan
caleg. Sebagai catatan pada Pemilu 2004 terdapat 38 caleg dari kalangan selebritis.
Jumlah itu naik menjadi 61 orang pada Pemilu 2009, dan melonjak ke angka 77
orang pada Pemilu 2014.54 Adapun pada pemilu 2019 jumlah caleg dari kalangan
selebritis berjumlah kurang lebih 80 orang.55
Keempat, Perilaku korupsi legislasi yaitu penerimaan suap oleh pihak tertentu
atas diaturnya atau tidak diaturnya suatu ketentuan dalam suatu rancangan
peraturan perundang-undangan. Terkait kasus suap kepada sejumlah oknum
anggota DPR terkait pembahasan suatu RUU (korupsi legislasi) terungkap
dalam perumusan Undang-Undang Bank Indonesia (BI). Diduga dana Rp. 31,5
miliar yang diambil dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia/Lembaga
Pengembangan Perbankan Indonesia dikucurkan ke sejumlah anggota DPR untuk
53
Putusan MK Nomor 53/PUU-XI/2017 tanggal 11 Januari 2018.
54
Pada 2004, dari 38 caleg selebritis tercatat 7 caleg yang berhasil melenggang ke DPR. Pada 2009, dari 61 caleg 19 yang terpilih, dan pada
2014, dari 77 caleg 22 yang berhasil melewati ambang batas suara. Nurrochman, “Caleg Pesohor dan Pragmatisme Parpol”, https://news.detik.
com/kolom/d-4136595/caleg-pesohor-dan-pragmatisme-parpol, diakses 25 Januari 2019.
55
Kompas.Com, “Para Artis Yang Bakal Bertarung Di Pemilu 2019”, https://nasional.kompas.com/read/2018/08/15/16523761/para-artis-yang-bakal-
bertarung-di-pemilu-2019, diakses 26 Januari 2019.

710 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

menjaga kepentingan BI dalam pembahasan perubahan Undang-Undang BI dan


penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dalam kasus ini
sejumlah Anggota DPR sudah divonis bersalah, antara lain bekas anggota DPR
dari FPG Hamka Yandhu, Anthony Zeidra Abidin dan lainnya.56
Pada tingkat daerah korupsi dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan juga terjadi. Sebagaimana kasus 41 anggota DPRD Kota Malang yang
terjerat kasus korupsi dengan dugaan menerima hadiah untuk memuluskan
pembahasan Rancangan Perda tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Perubahan (APBD-P) 2015.57 Korupsi pembentukan Perda Juga terjadi di Provinsi
Jambi dimana 12 anggota DPRD Jambi terjerat hukum karena menerima suap
dengan jumlah yang bervariasi. Suap tersebut diberikan agar pimpinan dan anggota
DPRD Provinsi Jambi tersebut mengesahkan Rancangan Perda tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2017 dan 2018.58
Jika mengacu kepada World Bank maka tipe korupsi ada 2 (dua) yaitu
administrave corruption dan state capture. Administrative corruption meliputi
tindakan kesengajaan untuk menghambat pelaksanaan kebijakan, keputusan,
atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memperoleh
keuntungan pribadi, sedangkan state capture mengacu pada ndakan individu,
kelompok, atau korporasi baik di sektor publik dan swasta untuk mempengaruhi
pembentukan perundang-undangan, keputusan, atau kebijakan pemerintah untuk
keuntungan individu, kelompok, atau korporasi tersebut. Administrative corruption
terjadi dalam konteks implementasi kebijakan, keputusan, atau ketentuan peraturan
perundang- undangan sedangkan state capture terjadi dalam perumusan kebijakan,
keputusan, atau ketentuan peraturan perundang-undangan.59
Korupsi yang terjadi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
dapat dimasukkan dalam pengertian state capture. Dalam state capture, terdapat
dua aktor yang bermain: kelompok kepentingan dan pembentuk undang-undang.
Kelompok kepentingan memiliki misi mendorong peraturan perundang-undangan
yang disusun agar mengarah pada bentuk-bentuk perilaku monopolistik sehingga
dapat menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya (supernormal profit) dan
56
Bayu Dwi Anggono, Perkembangan Pembentukan Undang-Undang di Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2014, h. 251.
57
BBC.Com, “DPRD Kota Malang: Ketika 41 dari 45 anggota terjerat korupsi dan ditahan KPK” https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45405591,
diakses 26 Januari 2019.
58
Kompas.Com, “Kembangkan Kasus Zumi Zola, KPK Tetapkan 3 Pimpinan dan 9 Anggota DPRD Jambi sebagai Tersangka”, https://nasional.
kompas.com/read/2018/12/28/16470481/kembangkan-kasus-zumi-zola-kpk-tetapkan-3-pimpinan-dan-9-anggota-dprd-jamb, diakses 26 Januari 2019.
59
Akhmad Adi Purawan, “Korupsi Legislasi Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan”, Jurnal Rechtsvinding, Volume 3, Nomor 3,
Desember 2014, h. 349

Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019 711


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

mempertahankan market powernya. Di sisi lain, pembentuk undang-undang


mengharapkan uang atau prospek keuntungan pribadi lainnya dari kelompok
kepentingan tersebut sebagai imbalan atas “jasa “ yang diberikan.60
Kelima, ketiadaan dokumen negara yang resmi yang dapat dibaca, dipahami dan
dipedomani oleh bangsa Indonesia (termasuk pembentuk peraturan perundang-
undangan) untuk memahami apa dan bagaimana maksud yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila. Penafsiran dan pemahaman nilai-nilai Pancasila saat
ini seakan-akan diserahkan kepada mekanisme pasar bebas dimana setiap orang,
kelompok dan golongan boleh menafsir makna yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila menurut selera dan kepentingannya sendiri.61 Upaya menafsirkan sila-
sila Pancasila sebagai pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan
sebenarnya sudah coba dilakukan oleh pembentuk Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu dengan
menyebutkan di Pasal 6 ayat (1) yaitu Materi muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan asas: pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan;
kekeluargaan; kenusantaraan; bhinneka tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan
dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Mengingat berbagai permasalahan dalam pembentuk peraturan perundang-
undangan yang ternyata ditemukan masih belum berdasarkan pada nilai-
nilai Pancasila maka diperlukan sejumlah strategi utamanya terkait dengan
memaksimalkan peran Parpol. Beberapa strategi yang bisa ditempuh agar
kader Parpol yang diduduk lembaga perwakilan maupun eksekutif senantiasa
menggunakan Pancasila sebagai sumber dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan diantaranya adalah: Pertama, masing-masing partai politik menyusun
desain politik legislasi di semua tingkatan dan menyampaikannya kepada publik.
Penyusunan politik legislasi ini akan menjadi salah satu prefensi pemilih untuk
memutuskan dalam Pemilu akan memilih Parpol apa. Mengingat desain politik
legislasi telah tersusun sebelum Pemilu, maka saat duduk di lembaga perwakilan
anggota Parpol akan memilik panduan peraturan perundang-undangan apa saja
yang harus diperjuangkan dan dikawal untuk dapat diselesaikan.
Penyampaian desain politik legislasi di masa kampanye Pemilu akan
menjadikan publik bisa berpartisipasi sejak awal dalam proses perencanaan
60
Ibid, h. 350.
61
Ahmad Basarah, Op. Cit, h. 279

712 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

legislasi yaitu dengan memutuskan untuk setuju atau tidak setuju dengan politik
legislasi yang ditawarkan oleh Parpol tertentu. Partisipasi publik sejak awal
ini adalah wujud pembentukan peraturan perundang-undangan yang responsif
yang berpijak pada tiga indikator, yakni proses pembuatannya yang partisipatif,
muatannya yang aspiratif, serta rincian peraturan tersebut bersifat limitatif dan
konkret.62
Memberikan kewajiban bagi tiap Parpol peserta pemilu untuk menyusun
politik legislasi bisa dilakukan dengan cara memanfaatkan ketentuan yang telah
ada dalam UU Pemilu yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3, Pasal
274 dan Pasal 279. Ketiga ketentuan tersebut pada pokoknya mengatur bahwa
muatan materi kampanye Parpol peserta pemilu meliputi visi, misi, dan program
Parpol untuk Parpol Peserta Pemilu yang dilaksanakan oleh calon anggota DPR,
anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota, dimana KPU diberikan
kewenangan untuk membentuk peraturan KPU mengenai pedoman pelaksanaan
Kampanye Pemilu secara nasional. Melalui kewenangan yang diberikan oleh
UU Pemilu ini dan dalam rangka mewujudkan Pemilu yang berkualitas serta
kemudahan bagi pemilih untuk memahami visi, misi dan program Parpol maka
seharusnya KPU melalui peraturan KPU mengatur hal-hal pokok apa saja yang
seharusnya ada dalam dokumen visi, misi dan program Parpol peserta Pemilu
salah satunya adalah program legislasi.
Kedua; Perlu pengaturan tentang kepengurusan partai politik dibagi ke dalam
3 (tiga) komponen yaitu (i) komponen kader wakil rakyat, (ii) komponen kader
pejabat eksekutif, dan (iii) komponen pengelola profesional.63 Ketiganya diatur
dalam struktur yang terpisah, dan tidak boleh ada rangkap jabatan dan pilihan
jalur. Pola rekruitmen dan promosi diharuskan mengikuti jalur yang sudah
ditentukan dalam salah satu dari ketiga jalur tersebut.64
Jika seseorang berminat menjadi anggota DPR atau DPRD, maka ia diberi
kesempatan sejak awal untuk menjadi dewan perwakilan partai atau yang dapat
disebut dengan nama lain. Sedangkan kader yang berminat duduk di lembaga
eksekutif, tidak duduk di lembaga eksekutif tidak duduk di dewan perwakilan,
melainkan duduk dalam dewan kabinet atau yang disebut dengan nama lain.65
62
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2009, h. 7
63
Jimly Asshidiqie, “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi”, https://www.academia.edu/10138709/DINAMIKA_PARTAI_POLITIK-2, diakses 26 Januari
2019, h. 7.
64
Ibid.
65
Ibid.

Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019 713


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

Ketiga kelompok pengurus tersebut hendaknya jangan dicampur aduk atau terlalu
mudah berpindah-pindah posisi dan jalur. Kalaupun ada orang yang ingin pindah
jalur karena alasan yang rasional, maka hal itu dapat saja dimungkinkan dengan
memenuhi syarat-syarat tertentu yang sangat ketat.66
Selama ini UU Parpol masih sangat umum mengatur perihal struktur
kepengurusan Parpol, beberapa hal yang diatur dalam UU Parpol terkait struktur
kepengurusan Parpol adalah Kepengurusan Partai Politik dapat membentuk badan/
lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat Partai Politik
beserta anggotanya serta kewajiban memperhatikan keterwakilan perempuan
dengan memasukkan perempuan dalam kepengurusan di setiap tingkatan.67
Sebagai tanggung jawab negara untuk menguatkan pelaksanaan demokrasi dan
sistem kepartaian yang efektif sesuai dengan amanat UUD 1945, maka diperlukan
penguatan kelembagaan serta peningkatan fungsi dan peran Partai Politik.
Salah satu yang perlu dilakukan saat dilakukan perubahan UU Parpol maka
perlu mengatur tentang bentuk struktur kepengurusan Parpol agar di dalamnya
memastikan tiap Parpol memiliki dewan perwakilan partai atau nama lainnya,
dewan kabinet atau nama lainnya dan dewan pengurus biasa atau nama lainnya.
Ketiga; ketegasan Parpol untuk menarik atau mengganti anggotanya di
lembaga perwakilan yang lalai dalam menjalankan kinerja legislasi termasuk
tidak menggunakan politik legislasi berdasarkan Pancasila. Selama ini alasan
pergantian antar waktu masih sebatas alasan hukum atau alasan lain yang tidak
ada hubungannya dengan kinerja sebagai anggota lembaga pewakilan. Untuk
itu kode etik Parpol perlu memasukkan evaluasi kinerja legislasi sebagai salah
satu bentuk komitmen etik yang jika dilanggar akan berakibat dapat digantinya
keanggotaan di lembaga perwakilan.
Hak Partai Politik untuk melakukan pergantian antar waktu telah dijamin
dalam UU MD3 di Pasal 239 ayat (2) yaitu Anggota DPR diberhentikan antarwaktu
apabila diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan. Partai Politik harus didorong membuat kontrak kinerja
dengan anggotanya yang duduk di DPR maupun DPRD dan diumumkan ke publik
yang salah satunya berisi kewajiban bagi anggota Parpol di lembaga perwakilan
untuk melaksanakan politik legislasi berdasarkan Pancasila dan di sisi lain hak
66
Ibid.
67
Pasal 2, Pasal 20 dan Pasal 21 UU Parpol

714 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

Parpol untuk melakukan pergantian antar waktu jika kewajiban tersebut tidak
dilaksanakan.
Keempat; dengan telah dibentuknya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila
(BPIP) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 maka Parpol bisa
didorong untuk kerjasama dengan BPIP. Kerjasama ini meliputi penyusunan
standardisasi pendidikan dan pelatihan Pancasila serta menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan bagi kader-kader Parpol. Melalui pendidikan dan
pelatihan dengan BPIP ini maka Parpol akan dapat memastikan bahwa kader-
kadernya telah memiliki pengetahuan yang cukup seputar Pancasila dan praktik
pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pancasila.
Selama ini UU Parpol telah menjamin adanya Bantuan keuangan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kepada
Parpol yang di dalamnya diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik
bagi anggota Partai Politik dan masyarakat.68 Mengenai bagaimana kegiatan terkait
Pendidikan Politik maka UU Parpol telah mewajibkan kegiatan tersebut berupa
pengkaderan anggota Partai Politik secara berjenjang dan berkelanjutan.69 Supaya
kegiatan pengkaderan tersebut dapat mendorong terwujudnya politik legislasi
berdasarkan Pancasila maka materi pengkaderan tersebut seharusnya sudah
membahas mengenai teori dan praktik penggunaan Pancasila dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana dikatakan Kuntowijoyo untuk menjadikan Pancasila tegar,
efektik, dan menjadi petunjuk bagaimana negara mestinya dijalankan berdasarkan
Pancasila maka terdapat 5 langkah yang harus dilakukan bangsa Indonesia
terhadap Pancasila. Kelima langkah tersebut adalah (i) mengembalikan Pancasila
sebagai ideologi negara, (ii) mengembangkan Pancasila sebagai ideologi negara
menjadi Pancasila sebagai ilmu, (iii) mengusahakan Pancasila mempunyai
konsistensi Pancasila dengan produk perundang-undangan, koherensi antara
sila, dan korespondensi dengan realitas sosial, (iv) Pancasila yang semula hanya
menangani kepentingan vertical (negara) menjadi Pancasila yang melayani
kepentingan horizontal, dan (v) menjadikan Pancasila sebagai kritik kebijakan
negara.70 Menjadikan Pancasila sebagai ilmu dapat ditempuh dengan melalui
jalur pendidikan formal dan informal, secara formal adalah melalui kurikulum
68
Pasal 34 ayat (3a)
69
Pasal 34 ayat (3b)
70
A. Ubaedillah, Pancasila , Demokrasi, dan Pencegahan Korupsi, Cet ke-4, Jakarta: Kencana, 2017, h. 32.

Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019 715


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

pendidikan sejak pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, sementara secara


informal lembaga-lembaga negara maupun badan hukum seperti Parpol dalam
melakukan pendidikan dan pelatihan atau kaderisasi menggunakan Pancasila
sebagai salah satu materi pengajaran.
Kelima; mengingat Ketiadaan dokumen negara yang resmi yang dapat
dibaca, dipahami dan dipedomani oleh bangsa Indonesia (termasuk pembentuk
peraturan perundang-undangan) untuk memahami apa dan bagaimana maksud
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila maka negara perlu untuk segera
membuat panduan atau pedoman sebagai dokumen resmi dalam menafsirkan
dan memahami sila-sila Pancasila yang dasar filosofinya bersumber dari dokumen
otentik Pidato Pancasila 1 Juni 1945. Penyusunan dokumen yang menjelaskan dan
menjabarkan sila-sila Pancasila ini bisa melibatkan cabang kekuasaan eksekutif
seperti BPIP, lembaga legislatif seperti MPR maupun lembaga yudikatif seperti
Mahkamah Konstitusi.
Panduan atau pedoman ini menjadi penting sebagai tindak lanjut
dikeluarkannya Keppres Nomor 24 Tahun 2016 yang telah menetapkan 1 Juni
1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. Dokumen ini nantinya dapat tersebut dapat
digunakan oleh para hakim MK untuk wewenang pengujian Undang-Undang
terhadap UUD 1945, Pembentukan undang-undang oleh DPR bersama Pemerintah,
Pembentukan Peraturan Daerah oleh DPRD bersama Kepala Daerah, maupun
penyelenggara negara lainnya.

KESIMPULAN
Untuk mengarahkan pembentukan Undang-Undang maupun peraturan
perundang-undangan di tingkat daerah bersumber pada Pancasila sebagai cita
hukum negara maka diperlukan peran Partai Politik. Peran Parpol menjadi penting
mengingat sesuai Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 Peserta pemilihan umum untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah adalah partai politik.
Selain sebagai Philosofische Grondslag Pancasila memiliki kualitas sebagai
cita hukum (rechtsidee) yakni ius constituendum (hukum yang dicita-citakan atau
yang diangan-angankan) yang diarahkan agar menjadi ius constitutum (hukum
yang berlaku saat ini atau hukum yang telah ditetapkan). Pancasila sebagai cita

716 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

hukum (rechtside) harus dijadikan dasar dan tujuan setiap hukun di Indonesia.
Oleh sebab itu setiap hukum yang lahir di Indonesia harus berdasar pada Pancasila
dengan memuat konsistensi isi mulai dari yang paling atas sampai yang paling
rendah hierarkinya.
Beberapa faktor yang menyebabkan belum terinternalisasinya Pancasila
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan pada dasarnya adalah:
fungsi legislasi selama ini dikesampingkan, politik mayoritas menjadi dasar
pemikiran para pembuat peraturan perundang-undangan (bukan ukuran-ukuran
konstitusional), kualitas anggota yang mengacu pada pengetahuan dan pengalaman,
perilaku korupsi legislasi dan ketiadaan dokumen negara yang resmi terkait
penjabaran nilai-nilai Pancasila.
Strategi yang bisa ditempuh agar kader Parpol yang duduk di lembaga
perwakilan maupun eksekutif senantiasa menggunakan Pancasila sebagai sumber
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan diantaranya adalah: partai
politik menyusun desain politik legislasi di semua tingkatan, kepengurusan partai
politik dibagi ke dalam 3 (tiga) komponen salah satunya calon anggota lembaga
perwakilan, ketegasan Parpol untuk menarik atau mengganti anggotanya di
lembaga perwakilan yang lalai dalam menjalankan politik legislasi berdasarkan
Pancasila, memasukkan kurikulum pendidikan Pancasila dalam pengkaderan
anggota Partai Politik secara berjenjang dan berkelanjutan, dan negara segera
membuat panduan atau pedoman sebagai dokumen resmi dalam menafsirkan
dan memahami sila-sila Pancasila.

DAFTAR PUSTAKA
Almond, Gabriel and G. Bingham Powell, 1966, Comparative Politics: a development
approach, Boston: Little Brown.
_________________, 1978, Comparative Politics: System Process and Policy, Boston:
little Brown.
Attamimi, Hamid S, 1990 “Peranan Keputusan Presiden RI dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara”. Disertasi, Jakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas
Indonesia.
Anggono, Bayu Dwi, 2014, Perkembangan Pembentukan Undang-Undang di
Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press.

Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019 717


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

Asshidiqie, Jimly, 2019 “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi”, https://www.


academia.edu/10138709/DINAMIKA_PARTAI_POLITIK-2, diakses 26 Januari.
Budiardjo, Miriam, 2000, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia.
Basarah, Ahmad 2016, Eksistensi Pancasila Sebagai Tolok Ukur Dalam Pengujian
Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Di Mahkamah Konstitusi: Kajian Perspektif Filsafat Hukum dan
Ketatanegaraan, Ringkasan Disertasi, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Prodisiding
Simposium Institusionalisasi Pancasila Dalam Pembentukan dan Evaluasi
Peraturan Perundang-Undangan, Jakarta 30 Juli – 1 Agustus 2018, Badan
Keahlian DPR, 2018
BBC.Com, 2019 “DPRD Kota Malang: Ketika 41 dari 45 anggota terjerat korupsi
dan ditahan KPK” https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45405591,
diakses 26 Januari.
Komnas Perempuan, 2018, Siaran Pers Komnas Perempuan, Refleksi Dua Dasawarsa
(20 Tahun) Upaya Penghapusan Kekerasan dan Diskriminasi terhadap
Perempuan di Indonesia. Jakarta, 31 Oktober.
Kompas.Com, 2019, “Para Artis Yang Bakal Bertarung Di Pemilu 2019”, https://
nasional.kompas.com/read/2018/08/15/16523761/para-artis-yang-bakal-
bertarung-di-pemilu-2019, diakses 26 Januari.
Kompas.Com, 2019, “Kembangkan Kasus Zumi Zola, KPK Tetapkan 3 Pimpinan
dan 9 Anggota DPRD Jambi sebagai Tersangka”, https://nasional.kompas.com/
read/2018/12/28/16470481/kembangkan-kasus-zumi-zola-kpk-tetapkan-3-
pimpinan-dan-9-anggota-dprd-jambi, diakses 26 Januari 2019
Kompas, Untuk Siapa DPR Bekerja?, Senin, 23 September.
LaPalombara, J. and M. Weiner (ed), 1996, Political Parties and Political Development,
Princeton: Princeton University Press.
MD, Moh. Mahfud, 2007, “Penuangan Pancasila
di Dalam Peraturan Perundang-
Undangan”, Makalah Seminar Nasional Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila
dalam Pendidikan Ilmu Hukum dan Perundang-undangan Indonesia,” yang
diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UGM dalam rangka Peringatan Hari
Lahirnya Pancasila di Yogyakarta, 30–31 Mei.

718 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

_________________, 2009, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press.


_________________, 2014, Revitalisasi Pancasila Sebagai Cita Negara Hukum, Orasi
ilmiah didepan Rapat Senat Terbuka dalam rangka Dies Natalis ke-65 Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 17 Februari.
Meyer, Thomas. Peran Partai Politik Dalam Sebuah Sistem Demokrasi: Sembilan Tesis,
Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung (FES) Kantor Perwakilan Indonesia, 2012.
Metrotvnesw, 2018 “MK Berperan Menjaga Ideologi Negara”, http://news.
metrotvnews.com/politik/VNxJrO1k-mk-berperan-menjaga-ideologi-negara,
diakses 20 September.
Nurrochman, 2019, “Caleg Pesohor dan Pragmatisme Parpol”, https://news.detik.
com/kolom/d-4136595/caleg-pesohor-dan-pragmatisme-parpol, diakses 25
Januari.
Purawan, Akhmad Adi, 2014, “Korupsi Legislasi Dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan”, Jurnal Rechtsvinding, Volume 3, Nomor 3, Desember.
Radbruch, Gustav, 1950, Legal Philosophy (first publ. 1932), trans. Kurt Wilk,
in: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, Cambridge, Mass.:
Harvard University Press.
Republika, 2018, “Mendagri: Perda tak Sesuai dengan Pancasila Harus Dibatalkan”,
https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/07/22/nrvyo1-
mendagri-perda-tak-sesuai-dengan-pancasila-harus-dibatalkan, diakses 22
September.
Sorauf, Frank J. 1964, Political Parties in American System, Boston: Little Brown.
Sartori, Giovanni 1970, The Typology of Party Systems-Proposals for Improvement, in
Allardt, E.; Rokkan, S. (eds.): Mass Politics: Studies in Political Sociology. New York
London.
Schmitter, Philippe C, 1997 “Intermediaries in the Consolidation of Neo- democracies:
The Role of Parties, Associations and Movements”, Working Paper, Barcelona,
Institut de Ciències Polítiques i Socials.
Simon, Janos, 2003, The Change of Function of Political Parties at the Turn of
Millennium, Barcelona: Institut de Ciències Polítiques i Socials (ICPS).

Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019 719


Telaah Peran Partai Politik untuk Mewujudkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berdasarkan Pancasila
Analysis of the Role of Political Parties to Achieve Pancasila Based Regulation

S, Maria Farida Indrati, 2007, Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi dan Materi
Muatan, Yogyakarta: Kanisius.
Sidharta, B. Arief, 2004, “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum” dalam
Jurnal Hukum Jentera, Rule of Law, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK),
Jakarta, edisi 3 Tahun II, November.
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI, 2009, “Pancasila dan Mahkamah
Konstitusi”, Majalah Konstitusi, No.29–Mei.
_________________, 2010, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Setjen dan
Kapaniteraan MK.
Taekama, Sanne, 2003, The Concept of Ideal in Legal Theory, The Hague: Kluwer
Law Internasional.
Ubaedillah, A., 2017, Pancasila, Demokrasi, dan Pencegahan Korupsi, Cet ke-4,
Jakarta: Kencana.

720 Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 4, Desember 2019

Anda mungkin juga menyukai