Anda di halaman 1dari 13

5 AMERICAN STUDIES for UAD’s

STUDENTS: WHY NOT ?

A. GENERAL INTRUCTIONAL AIM : The students understand the meaning


of American Studies in details.

B. PARTICULAR INSTRUCTRIAL AIM : The student can choose their correct


department based on the fact

PENDAHULUAN
Ada beberapa masukan dari mahasiswa selama kuliah daring ini. Mereka
memberikan saran dan masukan ‘Apa itu sebenarnya American Studies’ sehingga
mereka bisa memutuskan dengan bijak untuk mengambil jurusan pada semester
mendatang. Maka dari itu, pada pertemuan kali ini (Introduction to American
Studies) saya akan memberikan pandangan mengenai Pengkajian Amerika dalam
Bahasa Indonesia untuk bisa dapat dipahami. Tulisan ini beberapa diantaranya
dari ide tulisan dosen saya sewaktu mengambil Pengkajian Amerika di UGM
sehingga penggambaran nanti akan lebih memberikan contoh UGM sebagai
pembanding yang merupakan salah satu universitas dengan jurusan Pengkajian
Amerika

1|4April 2020
Pengkajian Amerika yang ditawarkan di dalam kelas Introduction to
American Studies di UAD sesuai dengan Rencana Pembelajaran Semester (RPS)
memang lebih banyak ditekankan kepada para Founding Pengkajian Amerika
yang ada di Amerika seperti yang disebutkan dalam pertemuan ke-3 & 4.
Namun secara garis besar sifat dari pembelajaran Pengkajian Amerika adalah
bersifat interdislpiner, artinya pembahasan suatu kasus dalam Ilmu Kajian
Amerika minimal dibutuhkan 2 atau lebih disiplin Ilmu.
Para mahasiswa dengan rasa keingintahuannya yang lebih mendalam
mengenai Pengkajian Amerika ini merupakan suatu hal yang wajar, karena
mereka baru mendapatkannya kali pertama. Maka dari itu, tidak ada salahnya,
saya akan mengajak mahasiswa saya untuk bisa ‘travel across the world’ untuk
bisa mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai Kajian Amerika ini.
Dalam menghadapi tantangan zaman yang begitu pragmatis, khususnya
untuk memasuki babak baru kehidupan di abad 21, keinginan untuk menata diri
secara lebih profesional menjadi semakin mendesak. Tantangan abad mendatang
berupa globalisasi informasi di berbagai bidang akan mengantar kita kepada
internasionalisasi kebudayaan yang menembus sekat-sekat bangsa dan negara.
Sehingga persoalan-persoalan kemanusiaan akan semakin kompleks dalam
berbagai dimensi kehidupan.
Apalagi kita sekarang berada pada era teknologi digital yang saat ini
dianggap sebagai Perkembangan dari (Industial Revolution) IR 4.0 menuju IR 5.0
dimana efek dari pergereseran era tersebut membawa kita semua untuk bisa
memanfaatkan teknologi informasi yang lebih canggih ini dalam pola kehidupan
kita bersama, terutama dalam hal ‘artificial intelligence’ sehingga inovasi,
terutama dalam pembelajaran akan lebih tepat, efektif dan bermanfaat.

2|4April 2020
Di satu sisi kebutuhan akan ide inonasi, sebaiknya disertai dengan
ketepatan mahasiswa dalam memilih pembelajarannya. Disini Kajian Amerika
dimasukkan sebagai rumpun dari Ilmu-Ilmu Humaniora. Dengan proyeksi
semacam itu maka peranan dan fungsi ilmu-ilmu Humaniora, terutama Ilmu
Kajian Amerika terasa semakin signifikan. Humaniora berfungsi untuk
menemukan dan mengembangka identitas bangsa. Karenanya, proses belajar-
mengajar yang diterapkan mestinya dapat mengantar mahasiswa ke arah
tersebut. Bukankah setiap generasi perlu menemukan identitas dirinya sendiri
sesuai dengan konteks zamannya? Sesungguhnya, merekalah nantinya sebagai
‘Agent of Change’ yang akan bisa memberikan kontribusinya yang besar
terhadap umat dan bangsa.
Bekal keilmuan yang dibutuhkan bukan hanya dalam rangka memperkuat
dan memperdalam disiplin ilmu yang dipilihnya tetapi juga untuk lebih
memperkaya dan memperluas cakrawala pemikiran mahasiswa Fak. Budaya,
Sastra dan Ilmu Komunikasi di UAD ini. Dalam kerangka inilah pendekatan
interdisipliner dalam Pengkajian Amerika diperlukan. Paragrap berikut ini juga
mereview kembali pertemuan ke-3 dan ke-4 sebelumnya.
Pendekatan tersebut pernah menjadi obsesi bagi Varnon Louis Parrington,
seorang intelektual Amerika, di tahun 20-an. Dia berkeinginan untuk
menciptakan tatanan baru dalam mempelajari dan menjelaskan suatu
kebudayaan serta meleburkan konvensi-konvensi keilmun yang terkotak-kotak
secara ekstrim. Metodologi yang ditawarkan adalah berupa ”Intellectual History
Synthesis”.
Keinginan yang sama juga ditawarkan oleh Tremain McDowell (1948),
seorang intelektual Amerika yang lain. Melanjutkan apa yang sudah dirintis oleh

3|4April 2020
Parrington, McDowell mengusulkan pendekatan yang dia sebut ”Synthesis of
Knowledge”, untuk beranjak dari spesialisasi akademik yang kaku. Untuk itu dia
menawarkan dua pendekatan baru: pertama, penggabungan konsep waktu
(past, present, and future); dan kedua, pendekatan interdisipliner.

American Studies
Minneapolis: University of Minnesota Press, 1948
McDowell, Tremaine
Approaches: past, present, future
and region, nation, world.
Bibliography: p. V; 82

“American studies are designed to modify a persistent


characteristic of mankind and to advance a contemporary
movement in educaton. The characteristic is tendency of men to
live predominantly in one of the three tenses, past, present, or
future” (v)
“The study of national culture may therefore very properly be
supported on the one hand by regionalism and on the other by
internationalism. Thus American Studies move toward the
reconciliation of the tenses, the reconciliation of the academic
disciplines, and a third long-range goal, namely, a reconciliation of
region, nation, and world” (82)

Bagi mahasiswa UAD yang nantinya akan mengambil Jurusan Pengkajian


Amerika, mereka akan lebih memdalam dalam membahas suatu kasus terutama
yang terjadi di Amerika maupun orang – orang Amerika itu sendiri. Di Semester
mendatang mereka akan dibekali mengenai Pendekatan Kajian Amerika yang

4|4April 2020
akan membahas mengenai ‘Theory and Approach’ dalam kajian Amerika. Lebih
jauh lagi Kajian Amerika sudah diterima sebagai kajian ilmu interdisipliner yang
ada di beberapa universitas Amerika, sehingga mahasiswa yang akan melanjutkan
studi S2 ke Amerika akan lebih berpeluang.
Di Indonesia juga sudah ada semacam Asosiasi Kajian Amerika yang lebih
dikenal dengan singkatan ‘ASSINDO’ (American Studies Society of Indoensia).

Keanggotaan ini sudah diikuti oleh universitas – universitas besar di


Indonesia seperti UGM, UI, UNDIP, UNS, UNIBRAW, UNM, UAD, UNSRAT, UNIMA,
BiNus, Sdll (sekitar 40-an universitas besar tercatat dalam anggota—data Musbes
di UGM). Tentunya hal ini akan sangat membantu para stakeholder akan
terbangunnya ‘link’ yang bisa bermanfaat untuk semua anggota maupun
stakeholder.
Untuk lebih jelas dalam memahami Kajian Amerika ini akan saya berikan
beberapa tulisan mengenai Sejarah Pengkajian Amerika di UGM dalam sub-tema
Pembahasan dan Kesimpulan berikut ini.

5|4April 2020
PEMBAHASAN
Barangkali masih cukup jelas di benak kita, bahwa kebudayaan adalah
subuah proses yang dinamis serta dialektis yang tidak mengenal kemapanan
abadi serta puncak-puncak prestasi. Menurut beliau, ”kesusasteraan, bahasa,
tahap-tahap pencapaian suatu prestasi kesejarahan, proses membudaya itu
sendiri serta klimaks peruyakan dari budaya itu sendiri adalah unsur-unsur
penting dari proses perjalanan membudaya.” (pernyataan Prof. Dr. Umar Kayam
pada Pidato Pengantar pada Simposium Ilmu-Ilmu Humaniora Fak. Sastra UGM,
tanggal 4-5 Maret1991)
Beliau juga menjelaskan konsep holistik kebudayaan yang menyatu dalam
sebuah ”Fakultas Sastra”. Unsur-unsur yang terdapat dalam Fakultas Sastra
merupakan unsur-unsur yang saling berintegrasi. Secara lebih terperinci beliau
menjelaskan bahwa ”kesusastraan (puisi, prosa, esai) adalah cermin keterlibatan
manusia dalam proses membudaya lewat spekulasi mereka tentang kehidupan.
Bahasa adalah penemuan, invention, manusia yang mungkin merupakan
penemuannya yang paling awal waktu ia mulai sadar akan keberadaannya dalam
sebuah kelompok yang paling kecil hingga ia bermasyarakat waktu ia
membutuhkan, dan semakin sadar akan kebutuhan itu, untuk menyampaikan
pesan dan memberitahukan keberadaannya di tengah kelompok masyarakat itu.
Bahasa jelas sekali adalah unsur yang paling dini dalam proses perjalanan
masyarakat manusia membudaya.”(Prof. Umar Kayam, Simposium Ilmu-Ilmu
Humaniora Fak. Sastra UGM, tanggal 4-5 Maret1991).

6|4April 2020
Dalam konteks pendekatan interdisipliner, beliau mengatakan bahwa
”naluri manusia untuk selalu mendudukkan dirinya dalam sebuah kontinuum
skenario kebudayaan, karena ia adalah mahluk yang berfikir dan mahluk yang
paling sadar akan keberadaannya dalam suatu masyarakat manusia, akan selalu
membuat dia terus bertanya tentang masa lampau dan masa yang akan datang
(sejarah), akan selalu membuat dia terus bertanya tentang apa yang membuat
serat-serat atau unsur-unsur itu menganyam suatu ”tikar budaya” (antropologi)
dan akan selalu membuat dia juga bertanya tentang kemampuan kita
menciptakan perangkat-keras budaya di masa lampau dan berspekulasi tentang
perangkat lunak yang menyertainya (arkeologi). ”(Ibid).
Karena itulah, pengembangan Fak. Sastra UGM hendaknya didasarkan
pada antisipasi terhadap perubahan masyarakat Indonesia khususnya dan dunia
pada umumnya di masa depan. Berbagai upaya serius mesti dilakukan segera
untuk menghasilkan lulusan berkualitas tinggi dan bertanggung jawab, yang
memiliki kepedulian terhadap kepentingan masyarakat dan pembangunan
nasional melalui pengintegrasian dan mempromosikan identitas dan kebudayaan
nasional ke tengah-tengah perubahan globalisasi dunia (Rancangan Arah
Strategik Pengembangan Fak. Sastra UGM, 1998-2023).

Disamping itu, pengertian bahwa sastra hanya untuk ”sastra” (literature),


dan yang bernuansa budaya hanya hak prerogratif jurusan antropologi atau
arkeologi, hendaknya mulai dikikis secara bertahap yang kemudian akan menuju
suatu pengetahuan interdisipliner. Misalnya, jurusan sastra inggris juga
diperbolehkan menawarkan mata kuliah yang bernuansa budaya, sosial dan
sebaliknya.

7|4April 2020
Selanjutnya, dalam membicarakan ”Humaniora dari perspektif Sastra
Asing” perkenankan kami melihatnya justru dari sastra asing dalam pendidikan
ilmu Humaniora. Dalam hilmu Humaniora kami menempatkan sastra sebagai
mental evidence dari berbagai fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Karena
itu, dalam menawarkan sebuah mata kuliah sastra, kami tidak memisah-
misahkannya ke dalam genre-genre yang ada dalam sastra seperti novel, puisi,
atau drama. Kami justru menggabungkannya dalam bentuk periode-periode
sastra, misalnya dalam sastra Amerika dikenal Periode Kolonial, Periode
Romantik, dan sebagainya, dimana kami dapat menggunakan pengajaran sastra
untuk menekankan perspektif masyarakat pada waktu itu.
Karya-karya sastra, novel, drama, atau puisi, seringkali dipelajari sebagai
hasil karya seni individu, yang terpisah dari dunia sosial dimana individu itu
berada. Orang mempelajari plot, tema, dan karakter/tokoh dari novel atau drama
yang diberikan hanya untuk kesastraannya. Pendekatan interdisipliner
memandangnya dari sudut pandang yang berada. Pengarang, sebagaimana orang
lain, merupakan bagian --dan tidak terpisahkan--dari dunianya. Apa yang mereka
tulis merupakan bentuk respon mereka terhadap lingkungan sosial dan kualitas
pribadinya. Dengan demikian karya sastra tidak hanya menunjukan subjektivitas
pribadi pengarang tapi juga dinamika sosial masyarakatnya.
Pakar-pakar Amerika seperti R.H. Pearce dan R.W.B. Lewis menganggap
bahwa jika bahasa digunakan secara imajinatif dapat menyalurkan nilai-nilai dan
mereka percaya bahwa nilai-nilai itu hanya ada dalam dunia nyata. Mereka juga
menekankan bahwa imajinasi, nialai-nilai, dan masyarakat merupakan bagian
yang tidak terpisahkan. Sehingga kami setuju bahwa karya-karya sastra dapat
digunakan sebagai mental evidence untuk menjelaskan kebudayaan.

8|4April 2020
Hak tersebut sejalan dengan deskripsi Prof. Umar Kayam tentang insan
Fakultas Sastra sebagai sosok manusia yang ingin memahami kesusastraan
sebagai hasil imaji manusia mengkomunikasikan persepsi mereka tentang
kerumitan dan kekayaan kehidupan. Dengan mempertimbanngkan hal tersebut
di atas dan untuk menyumbangkan sebuah pemikiran dalam penyusunan
kurikulum yang berintegrasi, kami menawarkan beberapa mata kuliah yang dapat
diikuti oleh mahasiswa dari jurusan non Inggris, seperti Budaya Populer,
American Education dll

Kebudayaan Populer (Popular Culture)


Kalau kita berbicara tentang istilah kebudayaan pop atau ”pop culture”
kita ingat berbagai topik yang terkait. Topik seperti bacaan anak-anak, komik,
roman picisan, cerita bersambung dalam majalah atau koran, macam-macam fiksi
misalnya cerita misteri, detektif, dan lain-lain. Ditambah lagi sinema elektronika
(sinetron), film, lagu-lagu pop, pariwara, dan masih banyak lagi topik lain.
Masing-masing topik tersebut patut diteliti dan dipelajari secara ilmiah.
Yang menjadi pokok penting di sini adalah bagaimana mengajarkan dan
menunjukan pada mahasiswa untuk menganalisa topik-topik tersebut di atas
dalam suatu konteks. Artian kata ”proses” sistem dalam memproduksi,
memasarkan dan mengkonsumsi suatu produk budaya pop-- sangat tepat dan
berguna untuk memberikan suatu konteks dalam mempelajari suatu budaya hasil
pop. Sebagai contoh, kalau kita akan menganalisa sebuah film atau tembang yang
sedang ”ngetop”, selain memperhatikan norma keindahan (aesthetic qualities),
kita juga mempelajari unsur-unsur budaya lainnya seperti sejarah, sosial, dan

9|4April 2020
kondisi ekonomi tempat film atau tembang itu dilahirkan bagaimana
pemasarannya dan mengapa bisa di terima dan laka dinegara-negara lain, dan
sebagainya.
Pada pendapat kami, mata kuliah budaya pop ini merupakan salah satu
pintu gerbang untuk membuka kesempatan mahasiswa sastra dalam menimba
ilmu-ilmu Humaniora yang meliputi sastra dan budaya dalam satu konteks. Selain
itu, kita juga bisa mengkaji keberadaan budaya populer disekitar kita, sehingga
kita bisa peduli terhadap keberadaan budaya Indonesia yang seakan – akan
hilang ditelan bumi. Ketidak-pedulian kita terhadap budaya sendiri sudah menjadi
target masuknya budaya asing yang membawa nilai-nilai destruktifnya kepada
masyarakat Indonesia seperti liberalisme, kapitalisme dan komunisme, sehingga
saat ini kita menjadi target of consumerism and imperialisme bagi mereka.

KESIMPULAN

Mempelajari ilmu-ilmu Humaniora, begitu juga American Studies berarti


mempelajari dan memahami kehidupan manusia secara utuh beserta
peradabannya dari masa ke masa. Karena itu, dalam memandang perilaku
manusia, baik cara hidup, imajinasi, daya cipta, dan sebagainya, tidak bisa
dilakukan secara parsial. Kebudayaan manusia mesti dilihat sebagai kesatuan
yang utuh dari dan tidak terlepas satu dengan yang lain.
Ilmu Pengkajian mengantar kita untuk memahami manusia dari hasil-hasil
kebudayaannya sebagai cermin dari kehidupan masyarakat secara menyeluruh.
Hasil-hasil kebudayaan yang merupakan refleksi dari segala bentuk keinginan,
gagasan, imajinasi, dari manusia mesti dilihat dan dipahami dari berbagai sudut

10 | 4 A p r i l 2 0 2 0
pandang yang saling berintegrasi. Karena itu, metode pendekatan interdisipliner
cukup layak untuk dikedepankan guna mengaplikasikan pemahaman-
pemahaman dari berbagai disiplin ilmu yang ada dan terpadu secara integral.
Mengingat disiplin-disiplin ilmu yang terdapat di bawah naungan Fakultas Sastra
merupakan bagian-bagian yang tak terpisahkan satu sama lain, maka pemikiran
untuk memberikan suatu bentuk pemahaman yang utuh kepada mahasiswa
dalam bentuk penawaran beberapa mata kuliah yang bersifat lintas jaringan
wajib dipertimbangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Hasi Sarasehan Jurusan Sastra Inggris, tanggal 21 Februari 1998.


Muhni, Djuhertati I. American studies: Information about the U.S. or an Academic
Discipline.
McDowell, Tremaine. 1948. American Studies. Minneapolis: the University of
Minnesota Press.
Parrington, Vernon Louis. 1927. Main Current in American Thought. New York:
Harcourt, Brace, and company, Inc.

11 | 4 A p r i l 2 0 2 0
Rancangan Arah Strategi Pengembangan Fakultas Sastra Universitas Gadjah
Mada, 1998-2003.
Umar Kayam. Tentang Fakultas Sastra. Pidato Pengantar Pada Simposium Ilmu-
Ilmu Humaniora Fakultas Sastra UGM, tanggal 4-5 Maret 1991.

12 | 4 A p r i l 2 0 2 0
13 | 4 A p r i l 2 0 2 0

Anda mungkin juga menyukai