DiSusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
Di susun Oleh :
KELOMPOK 7
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan
selular kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan
dengan proses penuaan. Prostat adalah kelenjar yang berlapis kapsula dengan
perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan (Madjid dan Suharyanto,
2009).
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna
pada populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam
bidang bedah urologi. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah
kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan
kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari
pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia prostat. Adanya
hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk
mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari
tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai
tindakan yang paling berat yaitu operasi (Smeltezr, 2000).
Dengan teknologi dan kemajuan ilmu yang semakin canggih dalam kehidupan
ini banyak membawa dampak negatif pada kehidupan masyarakat terhadap
peningkatan kualitas hidup, status kesehatan, umur dan harapan hidup. Dengan
kondisi tersebut merubah kondisi status penyakit infeksi yang dulu menjadi
urutan pertama kini bergeser pada penyakit degeneratif yang menjadi urutan
pertama.
Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari setengah (50%) pada laki-laki usia 60-
70 tahun mengalami gejala-gejala BPH dan antara usia 70-90 tahun sebanyak
90% mengalami gejala-gejala BPH. Hasil riset menunjukkan bahwa laki-laki di
daerah pedesaan sangat rendah terkena BPH dibanding dengan laki-laki yang
hidup di daerah perkotaan. Hal ini terkait dengan gaya hidup seseorang.Laki-laki
yang bergaya hidup modern kebih besar terkena BPH dibanding dengan laki-laki
pedesaan (Madjid dan Suharyanto, 2009).
Di Indonesia pada usia lanjut, beberapa pria mengalami pembesaran prostat
benigna. Keadaan ini di alami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang
lebih 80% pria yang berusia 80 tahun (Nursalam dan Fransisca, 2006).
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis dapat mengidentifikasi
permasalahan sebagai berikut :
B. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan Benigna Prostate Hiperplasia
(BPH) di Ruang Manalagi II RSUD Kab. Indramayu.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan pada pasien Benigna
Prostate Hiperplasia (BPH) di Ruang Manalagi II RSUD Kab.
Indramayu.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien Post Op Benigna
Prostate Hiperplasia (BPH) di Ruang Manalagi II RSUD Kab.
Indramayu.
c. Merumuskan intervensi perawatan pada pasien Post Op Benigna Prostate
Hiperplasia (BPH) di Ruang Manalagi II RSUD Kab. Indramayu.
d. Melaksanakan implementasi pada pasien Post Op Benigna Prostate
Hiperplasia (BPH) di Ruang Manalagi II RSUD Kab. Indramayu
e. Melakukan evaluasi pada pasien Post Op Benigna Prostate Hiperplasia
(BPH) di Ruang Manalagi II RSUD Kab. Indramayu.
C. MANFAAT PENILITIAN
1. Bagi penulis sendiri
Hasil karya tulis dapat digunakan sebagai pengalaman yang nyata tentang
asuhan keperawatan dengan pasien Post Operasi Benigna Prostat Hipertropi
(BPH).
2. Bagi Klien dan Keluarga
Dapat digunakan sebagai ilmu pengetahuan dan mampu memahami
tentang penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH).
3. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan
Sebagai referensi dan tambahan informasi dalam peningkatan dan mutu
pendidikan dimasa yang akan datang.
4. Bagi Rumah Sakit
Hasil karya tulis diharapkan menjadi informasi dalam saran dan evaluasi
untuk peningkatan mutu pelayanan yang lebih kepada pasien rumah sakit
yang akan datang.
5. Bagi Pembaca
Sebagai ilmu pengetahuan tentang penyakit Benigna Prostat Hipertropi
(BPH) dan bagaimana melakukan asuhan keperawatannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran secara progresif dari
kelenjar prostate (secara umum pada pria lebih dari 50 tahun) menyebabkan berbagai
derajat abstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doenges, 2000).
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostate yang
mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran
urine keluar dari buli-buli (Nursalam, 2006).
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana kelenjar
prostate mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine menutup ofirisum uretra (Smeltzer dan Bare, 2002).
Kesimpulannya, Benigna Prostate Hiperplasia adalah suatu keadaan dimana terjadi
pembesaran di kelenjar prostate (pada pria lebih dari 50 tahun), sehingga
menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli.
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) sampai sekarang belum
diketahui. Nmaun yang pasti kelenjar prostate sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada
beberapa faktor kemungkinan penyebab, anatara lain :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosterone dan estrogen pada
usia lanjut.
2. Peranan dari growth faktor sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar
prostate.
3. Meningkatkannya lama hidup sel-sel prostate karena berkurangnya sel yang
mati karena peningkatan estrogen.
4. Proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan
epitel kelenjar prostate menjadi berlebihan.
C. KLASIFIKASI
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium,
yaitu :
1. Stadium 1 : Ada obstruktif, tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan
urine sampai habis
2. Stadium 2 : Ada retensi urine, tetapi kandung kemih mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira - kira 60 – 50 cc. Lalu, ada
rasa tidak enak BAK atau disuria.
3. Stadium 3 : Setiap BAK, urine tersisa sekitar 150 cc
4. Stadium 4 : Retensi urine total, buli – buli penuh, pasien tampak kesakitan,
urine menetes secara periodik (over flow inkontinen).
D. PATOFISIOLOGIS
Proses pembesaran prostate ini terjadi secara perlahan-lahan, sehingga perubahan
pada saluran kemih juga terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan
menghambat aliran urine, keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan tersebut. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor (menebal dan meregang)
sehingga terbentuklah selula, sekula dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan detrusor ini disebut juga fase kompensasi. Dan apabila berlanjut,
maka detrusor akan mengalami kelelahan dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi, sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya
dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. (Arief Manjoer, et
al, 2000).
TURP merupakan pembedahan BPH yang paling sering di lakukan dimana
endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Cara ini cocok untuk hyperplasia
yang kecil. Reseksi kelenjar prostate dilakukan ditrans-uretra yang dapat mengiritasi
mukosa kandung kencing, sehingga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Untuk
itu, tindakan ini mempergunakan cairan irigasi (pembilas) agar daerah di reseksi tidak
tertutup darah.
Prostate membesar
TURP
Penyempitan
lumen posterior
F.
Kurangnya
Iritasi mukosa kandung Pemasangan pengetahuan
kencing/ terputusnya Dc terhadap
pembedahan
G. jaringan
Obstruksi Nyeri akut
H.
Resiko
Kekurangan Luka Cemas
I.
cairan Pk perdarahan Rangsangan saraf diameter
kecil
Tempat masuknya
miikroorganisme
Gate control terbuka
Nyeri akut
Saraf aferen
Cortex cerebri
Nyeri akut
F. MANIFESTASI KLINIK
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain sering dengan semakin
beratnya BPH,dapat terjadi obstruksi saluran kemih,karena urine tidak mampu
melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila
tidak di obati,dapat mengakibatkan gagal ginjal (corwin,2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid
statis urine dalam resiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah
keluhan iritasi hematuria. Selain itu statis urin dalam resiko urinaria menjadikan
media pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan sistitis dan bila
terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (syamsuhidrajat ,2005)
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
1.Leukosit dan sedimentasi meningkat → infeksi atau peradangan.
b. Pemeriksaan radiologi
4.Pemeriksaan Panendoskop
I. PENATALAKSANAAN
a. Non Operatif.
Pemasangan kateter.
b. Operatif
Prostatectomy Perineal.
b. Eliminasi
Gejala :
1. Penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine
c. Nutrisi/ Cairan
e. Keamanan
Gejala: demam
f. seksualitas
Gejala:
masalah tentang efek kondisi/ terapi pada kemampuan seksualitas
takut inkontinensia/ menetes selama hubugan intim Tanda: nyeri tekan prostat
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Kesadaran pasien
b. Tanda-tanda vital pasien (biasanya meningkat)
B. Diagnosa keperawatan.
Pre Operasi :
1). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli,
distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
2). Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis..
3). Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur
bedah
4). Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi
Post Operasi :
1) Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
C. Intervensi
Sebelum Operasi
1. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli,
distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
A. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri pasien dapat
hilang atau terkontrol.
B. Kriteria hasil
Skala nyeri pasien 0-3 dari 0-10, klien melaporkan nyeri hilang /
terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas
terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks,
tidur / istirahat dengan tepat.
A. Tujuan
B. Kriteria hasil
Sesudah operasi
1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
A. Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
B. Kriteria hasil :
1) Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
C. Rencana tindakan :
c. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam
24 sampai 48 jam.
R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
d. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam 24 jam sesudah tindakan TUR-
P.
B. Kriteria hasil:
c. Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock.
C. Rencana tindakan:
R/. Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan
mempertahankan fungsi ginjal.
C. Rencana tindakan:
a. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat
selama 3-4 minggu.
R/ Dapat menimbulkan perdarahan .
b. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB
selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk
laksatif sesuai kebutuhan.
R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa
mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB
c. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .
d. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .
e. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .
R/ Untuk membantu proses penyembuhan .