Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN DIAGNOSA BPH

DI RUANGAN CENGKIR 3 RSUD INDRAMAYU

DiSusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Indramayu

Di susun Oleh :

KELOMPOK 7

1. Ameliya Septiyani 4. Dekawati


2. Arni Nurul Zumi 5. Estefaniah Apriyanti
3. Atik Alfiani 6. Khusnul Khotimah

YAYASAN INDRA HUSADA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN INDRAMAYU 2022


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan
selular kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan
dengan proses penuaan. Prostat adalah kelenjar yang berlapis kapsula dengan
perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan (Madjid dan Suharyanto,
2009).
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna
pada populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam
bidang bedah urologi. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah
kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan
kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari
pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia prostat. Adanya
hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk
mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari
tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai
tindakan yang paling berat yaitu operasi (Smeltezr, 2000).
Dengan teknologi dan kemajuan ilmu yang semakin canggih dalam kehidupan
ini banyak membawa dampak negatif pada kehidupan masyarakat terhadap
peningkatan kualitas hidup, status kesehatan, umur dan harapan hidup. Dengan
kondisi tersebut merubah kondisi status penyakit infeksi yang dulu menjadi
urutan pertama kini bergeser pada penyakit degeneratif yang menjadi urutan
pertama.
Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari setengah (50%) pada laki-laki usia 60-
70 tahun mengalami gejala-gejala BPH dan antara usia 70-90 tahun sebanyak
90% mengalami gejala-gejala BPH. Hasil riset menunjukkan bahwa laki-laki di
daerah pedesaan sangat rendah terkena BPH dibanding dengan laki-laki yang
hidup di daerah perkotaan. Hal ini terkait dengan gaya hidup seseorang.Laki-laki
yang bergaya hidup modern kebih besar terkena BPH dibanding dengan laki-laki
pedesaan (Madjid dan Suharyanto, 2009).
Di Indonesia pada usia lanjut, beberapa pria mengalami pembesaran prostat
benigna. Keadaan ini di alami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang
lebih 80% pria yang berusia 80 tahun (Nursalam dan Fransisca, 2006).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis dapat mengidentifikasi
permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengkajian pada pasien post op BPH di RSUD Indramayu ?


2. Bagaimana diagnosa perawatan yang muncul pada pasien post op BPH ?
3. Bagaimana intervensi perawatan yang dirumuskan pada pasien post op
BPH ?
4. Bagaimana implementasi perawatan yang dilaksanakan pada pasien post
op BPH ?
5. Bagaimana hasil evaluasi asuhan keperawatan pada pasien post op BPH ?

B. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan Benigna Prostate Hiperplasia
(BPH) di Ruang Manalagi II RSUD Kab. Indramayu.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan pada pasien Benigna
Prostate Hiperplasia (BPH) di Ruang Manalagi II RSUD Kab.
Indramayu.
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien Post Op Benigna
Prostate Hiperplasia (BPH) di Ruang Manalagi II RSUD Kab.
Indramayu.
c. Merumuskan intervensi perawatan pada pasien Post Op Benigna Prostate
Hiperplasia (BPH) di Ruang Manalagi II RSUD Kab. Indramayu.
d. Melaksanakan implementasi pada pasien Post Op Benigna Prostate
Hiperplasia (BPH) di Ruang Manalagi II RSUD Kab. Indramayu
e. Melakukan evaluasi pada pasien Post Op Benigna Prostate Hiperplasia
(BPH) di Ruang Manalagi II RSUD Kab. Indramayu.

C. MANFAAT PENILITIAN
1. Bagi penulis sendiri
Hasil karya tulis dapat digunakan sebagai pengalaman yang nyata tentang
asuhan keperawatan dengan pasien Post Operasi Benigna Prostat Hipertropi
(BPH).
2. Bagi Klien dan Keluarga
Dapat digunakan sebagai ilmu pengetahuan dan mampu memahami
tentang penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH).
3. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan
Sebagai referensi dan tambahan informasi dalam peningkatan dan mutu
pendidikan dimasa yang akan datang.
4. Bagi Rumah Sakit
Hasil karya tulis diharapkan menjadi informasi dalam saran dan evaluasi
untuk peningkatan mutu pelayanan yang lebih kepada pasien rumah sakit
yang akan datang.
5. Bagi Pembaca
Sebagai ilmu pengetahuan tentang penyakit Benigna Prostat Hipertropi
(BPH) dan bagaimana melakukan asuhan keperawatannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran secara progresif dari
kelenjar prostate (secara umum pada pria lebih dari 50 tahun) menyebabkan berbagai
derajat abstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doenges, 2000).
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostate yang
mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran
urine keluar dari buli-buli (Nursalam, 2006).
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana kelenjar
prostate mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine menutup ofirisum uretra (Smeltzer dan Bare, 2002).
Kesimpulannya, Benigna Prostate Hiperplasia adalah suatu keadaan dimana terjadi
pembesaran di kelenjar prostate (pada pria lebih dari 50 tahun), sehingga
menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) sampai sekarang belum
diketahui. Nmaun yang pasti kelenjar prostate sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada
beberapa faktor kemungkinan penyebab, anatara lain :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosterone dan estrogen pada
usia lanjut.
2. Peranan dari growth faktor sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar
prostate.
3. Meningkatkannya lama hidup sel-sel prostate karena berkurangnya sel yang
mati karena peningkatan estrogen.
4. Proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan
epitel kelenjar prostate menjadi berlebihan.
C. KLASIFIKASI
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium,
yaitu :
1. Stadium 1 : Ada obstruktif, tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan
urine sampai habis
2. Stadium 2 : Ada retensi urine, tetapi kandung kemih mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira - kira 60 – 50 cc. Lalu, ada
rasa tidak enak BAK atau disuria.
3. Stadium 3 : Setiap BAK, urine tersisa sekitar 150 cc
4. Stadium 4 : Retensi urine total, buli – buli penuh, pasien tampak kesakitan,
urine menetes secara periodik (over flow inkontinen).

D. PATOFISIOLOGIS
Proses pembesaran prostate ini terjadi secara perlahan-lahan, sehingga perubahan
pada saluran kemih juga terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan
menghambat aliran urine, keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan tersebut. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor (menebal dan meregang)
sehingga terbentuklah selula, sekula dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan detrusor ini disebut juga fase kompensasi. Dan apabila berlanjut,
maka detrusor akan mengalami kelelahan dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi, sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya
dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. (Arief Manjoer, et
al, 2000).
TURP merupakan pembedahan BPH yang paling sering di lakukan dimana
endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Cara ini cocok untuk hyperplasia
yang kecil. Reseksi kelenjar prostate dilakukan ditrans-uretra yang dapat mengiritasi
mukosa kandung kencing, sehingga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Untuk
itu, tindakan ini mempergunakan cairan irigasi (pembilas) agar daerah di reseksi tidak
tertutup darah.

TURP mempunyai beberapa keuntungan antara lain (Doengoes, 2000) :


1. Lama operasi lebih singkat
2. Tidak menimbulkan sayatan, sehingga resiko infeksi akibat luka dapat di
minimalkan
Penyulit TURP, antara lain :
1. Selama operasi = Perdarahan sindroma TURP
2. Pasca bedah = Perdarahan, infeksi lokal/sistemik
E. PATHWAY

Estrogen dan testosterone


Proliferasi abnormal sel strem
tidak seimbang Growth factor Sel prostate umur
panjangg

Sel stroma pertumbuhan Sel yang mati Produksi sel stroma


berpacu berkurang dan epitel berlebihan

Prostate membesar

TURP
Penyempitan
lumen posterior
F.

Kurangnya
Iritasi mukosa kandung Pemasangan pengetahuan
kencing/ terputusnya Dc terhadap
pembedahan
G. jaringan
Obstruksi Nyeri akut

H.
Resiko
Kekurangan Luka Cemas
I.
cairan Pk perdarahan Rangsangan saraf diameter
kecil

Tempat masuknya
miikroorganisme
Gate control terbuka
Nyeri akut
Saraf aferen

Cortex cerebri

Nyeri akut
F. MANIFESTASI KLINIK

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia


disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme
dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :

a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai


dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-
buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan
tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2. Gejala Iritasi yaitu :

a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain sering dengan semakin
beratnya BPH,dapat terjadi obstruksi saluran kemih,karena urine tidak mampu
melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila
tidak di obati,dapat mengakibatkan gagal ginjal (corwin,2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid
statis urine dalam resiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah
keluhan iritasi hematuria. Selain itu statis urin dalam resiko urinaria menjadikan
media pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan sistitis dan bila
terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (syamsuhidrajat ,2005)
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium
1.Leukosit dan sedimentasi meningkat → infeksi atau peradangan.

2. HB,HT,Trombosit menurun → Perdarahan .

3. Protombin time (PT) meningkat → perdarahan.

4. Alkali phospat meningkat → Ca sudah mengenai tulang.

5.BUN dan kreatinin serum meningkat → gagal ginjal.

6. Kultur urine/darah → jenis mikroorganisme.

b. Cytoscopy,EKG, biopi prostat


c. Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran


urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan
uroflowmeter dengan penilaian :
1. Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif.

2. Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.

3. Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif.

b. Pemeriksaan radiologi

1. BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan


metastase pada tulang.
2. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa
konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli
termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara
transrektal, transuretral dan suprapubik.

3. IVP (Pyelografi Intravena)

Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya


hidronefrosis.

4.Pemeriksaan Panendoskop

Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.

I. PENATALAKSANAAN

a. Non Operatif.

 Massase prostat, anjurkan sering masturbasi.

 Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek.


 Cegah minum obat anti kolinergik, anti histamine, dan dengostan.

 Pemasangan kateter.

b. Operatif

Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml

 TUR (Trans Uretral Resection)

 STP (Suprobic : Transeral Prostatectomy)

 Retropubic Extravesical Prostatectomy

 Prostatectomy Perineal.

J. ASUHAN KEPERAWATAN (Doengoes 2000)


1. Pengkajian
a. Sirkulasi

Tanda: peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal)

b. Eliminasi

Gejala :
1. Penurunan kekuatan/ dorongan aliran urine

2. Keragu-raguan pada berkemih awal

3. Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan


lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih
4. Nocturia, disuria, hematuria

5. ISK berulang, riwayat batu (stasis urinaria)

6. Konstipasi (protrusi prostat ke dalam rectum) Tanda:

 Masa padat di bawah abdomen (distensi bladder)

 Nyeri tekan kandung kemih

 Hernia inguinalis hemoroid ( mengakibatkan


peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan
pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan)

c. Nutrisi/ Cairan

Gejala: anoreksia, mual dan muntah, penurunan BB.


d. Nyeri/Kenamanan
Gejala:
1. Nyeri suprapubis, panggul atau punggung, tajam, kuat.
2. Nyeri punggung bawah

e. Keamanan
Gejala: demam

f. seksualitas
Gejala:
 masalah tentang efek kondisi/ terapi pada kemampuan seksualitas
 takut inkontinensia/ menetes selama hubugan intim Tanda: nyeri tekan prostat

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Kesadaran pasien
b. Tanda-tanda vital pasien (biasanya meningkat)

3. Pemeriksaaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk mengetahui


adanya hidronefrosis dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser akan
teraba menonjol.

B. Diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah


sebagai berikut :

Pre Operasi :
1). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli,
distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
2). Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis..

3). Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur
bedah
4). Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi

Post Operasi :

1) Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P

2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama


pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
3) Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

C. Intervensi
 Sebelum Operasi
1. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli,
distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
A. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri pasien dapat
hilang atau terkontrol.

B. Kriteria hasil

Skala nyeri pasien 0-3 dari 0-10, klien melaporkan nyeri hilang /
terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas
terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks,
tidur / istirahat dengan tepat.

C. Rencana tindakan dan rasional

a) Observasi karakteristik nyeri (PQRST).


R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih /
masase urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang
cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya
menurun dalam 48 jam ).

b) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang


bebas dari lekukan dan bekuan.
R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem,
menurunkan resiko distensi / spasme buli - buli.

c) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan

R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut.

d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik,


pengubahan posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas
terapeutik.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali
perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
e) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic ddan
analgetik R / Menghilangkan spasme dan nyeri
2. Resiko kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.

A. Tujuan

Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.

B. Kriteria hasil

Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital


stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa
lembab dan keluaran urin tepat.

C. Rencana tindakan dan rasional

a). Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan.

R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena


ketidakl cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal.

b). Pantau masukan dan haluaran cairan.


R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.

c). Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan


pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat, R/ Deteksi dini
terhadap hipovolemik sistemik

d). Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi

R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.

g). Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi,


contoh: Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah
trombosit

R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat


mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan
darah,

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur


bedah.
A. Tujuan
Pasien tidak cemas.
B. Kriteria hasil
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat
tentang perasaan dan penurunan rasa takut.
C. Rencana tindakan dan rasional

a). Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya


R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu
b).Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
c).Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.
R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan kurangnya informasi
A. Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan
prognosisnya.
B. Kriteria hasil
Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu,
berpartisipasi dalam program pengobatan
C. Rencana tindakan dan rasional

a). Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.

R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan.


b) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan informasi terapi.

 Sesudah operasi
1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
A. Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.

B. Kriteria hasil :
1) Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.

2) Ekspresi wajah klien tenang.

3) Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.

4) Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.

5) Tanda – tanda vital dalam batas normal.

C. Rencana tindakan :

a. Jelaskan pada klien tentang gejala dini


spasmus kandung kemih. R/ Kien dapat
mendeteksi gajala dini spasmus kandung
kemih.
b. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam,
untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.
R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan

c. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam
24 sampai 48 jam.
R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
d. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam 24 jam sesudah tindakan TUR-
P.

R / Mengurangi tekanan pada luka insisi

e. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam,


visualisasi.

R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat


meningkatkan kemampuan koping.
f. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah
peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan
pada selang.
R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat
menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
g. Observasi tanda – tanda vital

R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.


h. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan
(analgesik atau anti spasmodik )
R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
A. Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .

B. Kriteria hasil:

a. Klien tidak mengalami infeksi.

b. Dapat mencapai waktu penyembuhan.

c. Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock.

C. Rencana tindakan:

a. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.

R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi


b. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat
menurunkan potensial infeksi.

R/. Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan
mempertahankan fungsi ginjal.

c. Pertahankan posisi urine bag dibawah.

R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri


ke kandung kemih.
d. Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda
shock dan demam.
R/ Mencegah sebelum terjadi shock.
e. Observasi urine: warna, jumlah, bau.
R/ Mengidentifikasi adanya infeksi.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.

R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.

3. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

A. Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta


kebutuhan berobat lanjutan .
B. Kriteria hasil:
a) Klien akan melakukan perubahan perilaku.
b) Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.

c) Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan


kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .

C. Rencana tindakan:
a. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat
selama 3-4 minggu.
R/ Dapat menimbulkan perdarahan .
b. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB
selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk
laksatif sesuai kebutuhan.
R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa
mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB
c. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .
d. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .
e. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .
R/ Untuk membantu proses penyembuhan .

Anda mungkin juga menyukai