Anda di halaman 1dari 53

ANALISA PENGARUH VARIASI KUAT ARUS DAN MEDIA PENDINGIN PADA

PENGELASAN SMAW MATERIAL ST 41

TERHADAP KUAT TARIK DAN CACAT LAS

PROPOSAL

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi persyaratan kelulusan

Program Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin

Oleh:

Nama : Dimas Sya’dan Wijaya

NPM : 1421700150

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

SURABAYA

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknik penyambungan logam dengan pengelasan mulai dikembangkan pada abad ke


19. Dimulai dengan penemuan busur api oleh Davy di Inggris tahun1800, usahanya
dikonsentrasikan pada pengembangan sinar busur api dan teknik tersebut tidak digunakan
untuk pengelasan. Wiryosumarto (2020) (dalam Nugroho, 2018) mengatakan “pengelasan
merupakan suatu proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan
menggunakan energi panas.” Berdasarkan definisi dari American Welding Society (AWS) las
adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam
keadaan lumer atau cair. Secara singkat, dapat dijabarkan bahwa proses pengelasan merupakan
sambungan dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas . Salah satu faktor
yang mempengaruhi, kualitas hasil penyambungan logam adalah sifat logam (Wiryosumarto,
2000 dalam Nugroho, 2018).
Pembangunan konstruksi dengan logam pada masa sekarang ini banyak melibatkan unsur
pengelasan khususnya bidang rancang bangun, karena sambungan las merupakan salah satu
pembuatan sambungan yang secara teknis memerlukan ketrampilan yang tinggi bagi pengeasan
agar diperoleh sambungan dengan kualitas baik. Pengelasan Shield Metal Arc Welding
merupakan teknik pengelasan yang di kelompokan ke dalam teknik pengelasan menggunakan
busur gas dan fluk. (Nugroho).

1.2 Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu:
1. Bagaimana pengaruh pengaruh variasi kuat arus dan media pendingin pada penegelasan
SMAW material ST 41 terhadap kuat Tarik dan cacat las?

1.3 Batasan Masalah


Untuk memfokuskan dan mempermudah penelitian ini, maka penulis membuat batasan
masalah, adapun batasan masalah tersebut adalah:
1. Proses pengelasan yang digunakan adalah metode pengelasan SMAW pada material ST
41.
2. Variasi Arus yang digunakan pada penelitian ini 80 A, 85 A, 90A.
3. Jenis elektroda yang digunakan RB 26 dengan diameter elektroda 2,6 mm
4. Perbandingan yang digunakan menggunakan variasi media pendingin

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan hasil pengelasan yang baik dan mengetahui hasil kekuatan Tarik

optimal terhadap variasi kuat arus dan variasi media pendingin terhadap pengelasan SMAW.

1.5 Manfaat penelitian

1. Untuk mengetahui nilai hasil uji Tarik,yang terjadi pada proses penyambungan setelah

dilakukan proses pengelasan SMAW dengan perbandingan Arus 80 A,85 A,95 A,

2. Membandingkan hasil pengelasan terhadap variasi yang telah ditentukaan pada penelitian

3. Dari data-data ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya tentang pengelasan

listrik SMAW.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Lingkup dan Devinisi


2.1.1 Las Busur Listrik Elektroda Terbungkus (SMAW)
Las busur listrik elektroda terbungkus adalah proses pengelasan manual dengan
menggunakan elektroda terbungkus sebagai bahan perlindungan dan energy panas yang
dihasilkan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan logam dasar (Okumura,
1996). Panas yang timbul dibusur listrik antara elektroda dan benda kerja melelehkan ujung
elektroda dan benda kerja yang membentuk paduan dan membeku menjadi lasan.
Mengelas menurut (Alip, 1989) adalah suatu aktivitas menyambung dua bagian benda
atau lebih dengan cara memanaskan atau atau menekan gabungan dari keduannya sedemikian
rupa sehingga menyatu seperti bendah utuh. Penyambungan bias dengan atau tanpa bahan
tambah (filter metal) yang sama atau berbeda titik cairmaupun struknya.
Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan dua buah logam sampai titik
rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan energy
panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap
dari benda atau logamyang dipanaskan.
Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan
membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara memberikan
bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga mempunyai kekuatan seperti
yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las dipengaruhi beberapa factor antara lain:
prosedurpengelasan, bahan, elektroda dan jenis kampuh yang digunakan.

2.1.2 Teknologi pengelasan logam.

Pengelasan adalah pekerjaan penyambungan logam dengan menggunakan proses


pemanasan setempat,sehingga terjadi ikatan metalurgis antara logam yang disambung.
Gambar1.Skematik SMAW

Untuk mendapatkan ikatan metalurgis tersebut, logam induk (base metal) dan
logam pengisi (filler metal) harus dicairkan setempat dengan energy
panas.Penggunaan panas dalam pengelasanini, ,dan juga ada pengaruh panas terhadap
logam sekelilingnya, yang mempengaruhi sifat-sifat logam pada suatu daerah tertentu yang
dikenal dengan sebutan“ Daerah Terpengaruh Panas“ (HAZ= Heat Affected Zone).

Gambar2.Skema struktur mikro pada daerah HAZ

2.1.3 Prinsip Kerja.


Pada proses las elektroda terbungkus,busur api listrik yang terjadi antara ujung
elektroda dan logam induk,yang akan menghasilkan energi panas. Energi panas
inilah yang akan mecairkan ujung kawat elektroda dan bahan induk secara setempat.
Dua logam induk yang bersama sama sedang mencair, akan bercampur (mixture)
dengan logam cair yang berasal dari kawat las (fillermetal),yang membentuk kawah cair
(weldpool) dan kemudian akan terjadi proses pembekuan (solidification ofweld
metal) logam las. Jenis arus yang digunakan ada dua yaitu:
1. Mesin Las denganarus Bolak Balik(AC)
2. Mesin Las dengan arus searah (DC)
3. Pada arus DC ini, dapat digunakan dua polaritas, yaitu:
a. DCEN (Direct Current Electrode Negative)
b. DCEP (Direct Current Electrode Positive)

Gambar3. Prinsip kerja las busur listrik

Mesin las yang merupakan sumber tenaga pembangkit atau dikenal dengan
istilah power source, yang dilengkapi dengan dua kabel las yaitu kabel las ke
holderdan kabel las ke massa ( grounded ). Kabel las disambungkan dengan holder
dankabel massa disambungkan pada klem massa, dan posisi elektroda dijepit oleh
holderdan benda kerja dihubungkan dengan klem massa, sehingga akan membentuk
sirkuit listrik bila busur las menyala.
Ujung elektroda las digoreskan pada benda kerja las dan jarak busur las (
stick-out ) dipertahankan tetap sehingga panas dari busur listrik yang terjadi, akan
mencairkan elektroda lasdan benda kerja. Panas masukan untuk pengelasan ini dapat
Dituliskan dalam bentuk rumus sebagai berikut: H =
Dimana: H =Panas masukan( Joule/mm).

E = Voltage.I=Ampere.
V= Kecepatan pengelasan ( mm/dtk).

EI
.

Adanya pengaruh efisiensi perpindahan panas,maka tidak seluruh panas ini


berguna untuk pengelasan.Besarnya masukan ( heat-input) menjadi:

Hnet EIf1
 .

f1 adalah efisiensi perpindahan panas yang besarnya antara 0,8sampai1.

2.1.4 Posisi Pengelasan.

Posisi pengelasan adalah factor penentu dari keberhasilan pengerjaan


pengelasan itu sendiri, sehingga posisi pengelasan mempunyai tingkat kesulitan yang
harus dicapai, yang tidak sama satu sama lain. Kharakter pengelasan secara umum
terbagi dalam dua (2) katagori utama yaitu pengelasan satu layer ( single pass ) atau
dikenal dengan sebutan Fillet Welding, dengan symbol F.Yang kedua adalah
pengelasan untuk beberapa layer ( multi-pass ) atau dikenal dengan sebutan Groove-
Welding, dengan symbol G.
Aturan penomoran untuk sambungan las fillet pada setiap posisi pengelasan
adalah sebagai berikut:
1) F=posisi pengelasan datar (Plat Position)
2) F=posisi pengelasan horizontal( Horinzontal Position)
3) F=posisi pengelasan vertical (Vertical Position)
4) F=posisi pengelasan diatas kepala (Over head Position)

Aturan penomoran untuk sambungan las Groove pada setiap posisi


pengelasan adalah sebagai berikut:
1) G=posis ipengelasan datar( Plat Position)
2) G=posisi pengelasan horizontal( Horinzontal Position)
3) G=posisi pengelasan vertical(Vertical Position)
4) G=posisi pengelasan diatas kepala(Over head Position)
Gambar4. Posisi pengelasan Fillet welds dan Groovew
2.1.5 Las busur Listrik.

Las busur listrik manual adalah proses pengelasan yang memanfaatkan panas
dari busur listrik yang terjadi antara ujung elektroda dan benda kerja las. Panas yang
dihasilkanakan mencairkan ujung kawat las dan sebagian benda kerja las dan
membentuk paduan logam las ( weldment ).Lapisan kawat las yang disebut fluksjuga
akan ikut terbakar dan akan menghasilkan gas pelindung , yang melindungi busur las
dan logam las (weldpool) dari pengaruh udara luar, agar mengurangi laju oksidasi.
Sedangkan cairan logam tersebut akan ditutupi oleh yang namanya terak/slaq pada
saat terjadi proses pendinginan logam las.

Gambar 5.Mekanisme LasBusurListrik

2.1.6 Proses Las Listrik.


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mendukung hasil las yang
mempunyai mutuyang baik kuat, dintaranya:
a. Parameter Pengelasan
b. Menyalakan dan mematikan busur las
c. Gerakan elektroda
d. MenyambungLas
e. Posisi pengelasan dan sudut elektroda
f. Jenis atau bentuk sambungan
2.1.7 Parameter Pengelasan.

Sebaiknya sebelum melakukan pekerjaan pengelasan seorang haruslah memahami


prinsip-prinsip dasar begaimana untuk busur las yang stabil.
Karena busur yang stabil akan membuat hasil las yang bagus/mulus.Dari itu harus
lah diperhatikan:
a. Panjang busur
b. Voltage
c. Arus listrik

a.) Panjang busur (Arc Length).


Untuk mendapatkan panjang busur antara benda kerja (basemetal) dan ujung
elektroda adalah sangat penting. Karena panjang busur secara langsung sangat
menentukan masukan panas baik terhadap benda kerja maupun elektroda yang
diperlukan dalam proses pengelasan.
b.) Voltase (Voltage).
Besar voltase dapat diukur ,dimana voltase dari sumber yang masuk ke
travo las adalah 220/240 volt diturunkan menjadi sekitar 40-50 volt. Pada waktu
pemakaian voltase akan turunsekitar 18 sampai 36 volt, agar aman dalam
pemakaian. Voltase tergantung dari panjang busur yang ada, dan juga tergantung
dari mesin las / travo dan panjang kabel las yang dipakai, apabila voltase rendah,
ini akan mempengaruhi pemasukan panas pada benda kerja dan elektroda.Selain
besar kecilnya panjang busur voltage juga dipengaruhi oleh:
1. Fluks Elektroda
2. Komposisi Inti Elektroda
3. Diameter Elektroda
4. Besarnya Arus

C.) Arus (Current).

Besar arus yang dipakai berdasarkan penyetelan pada amper meter yang ada
pada mesin las dan harus disesuaikan dengan besar diameter elektroda yang akan
dipakai untuk pengelasan. Besar arus biasanya dapat dilihat pada bungkusan
elektroda yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat. Jika pada bungkusan elektroda
tidak tercantum dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Gambar 6.Pengaruh parameter las terhadap bentuk dan penetrasi las.

2.1.8 Variabel dan Aplikasi Pengelasan.

Hasil pekerjaan pengelasan harus memenuhi suatu persyaratan standar dan untuk
mendapatkan suatu hasil pengelasan yang memenuhi standar, pelaksanaan pengelasan
harus mengikuti suatu spesifikasi prosedur. Maka untuk melaksanakan setiap pengelasan
harus di susun terlebih dahulu suatu prosedur yaitu suatu Rancangan Pelaksanaan
Pengelasan. Walaupun prosedur ini telah dirancang menurut ketentuan standar namun
keandalannya harus dibuktikan dengan kualifikasi yang disebut Kualifikasi Prosedure. Hal
ini dilakukan untuk menjamin bahwa hasil pengelasannya baik.
Pelaksanaan kualifikasi prosedur inijuga di atur oleh standar, yang hasil
pelaks anaannya dicacat dalam suatu catatan kualifikas i pros edur
(Procedure Qualification Record) atau PQR, yang akan mendukung suatu Spesifikasi
Prosedur Pengelasan (Welding Procedure Specifications) atau WPS.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun spesifikasi prosedur pengelasan :
1. Logam induk (Base/ParentMetals)

2. Jenis,dan dimensi (ukurannya)

3. Disain Sambungan Las (Typeofjoint)

4. Bentuk Sambungan Las(WeldingJoint)

5. Bentuk dan ukuran las (WeldingPerformance)

6. Logam Pengisi (Filler Metal)


7. Jenis dan ukuran kawat las / logam pengisi.
> Selain beberapa variable tersebut diatas, juga harus diperhatikan antara lain seperti:

a. Cara Pelaksanaan Pengelasan


1. Urutan Pelaksanaan Pengelasan (Sequence of Welding)
2. Perlakuan Panas
3.Pemilihan Parameter Pengelasan ( Ampere, Voltage, Travel Speed Stick Out,Angle of
Electrode,etc ).
4. Pelaksana Pengelasan (Operator/Juru las atau welders),mempunyai kewenang
untuk melakukan pengelasan, dengan adanya pembuktian kualifikasi yang masih
berlaku sertifikatnya dan mempunyai dokumen administrative selama enam (6)bulan
masih melakukan dan exist dibidang pengelasan.
Bila spesifikasi procedur pengela san sebagai pedoman pelaksanaan pengelasan
telah disetujui oleh semua pihak yang terkait,maka pelaksanaan pengelasan tidak boleh
menyimpang dari prosedur tersebut dan untuk ini perluadanya pengawas yang
berwenang untuk manangani pekerjaan tersebut.

> Bahan Logam Induk (Base Metals).

Pada pelaksanaan kualifikasi prosedur harus menggunakan bahan yang sama dan
harus dibuktikan dengan sertifikat material tersebut. Bahan induk yang tidak sesuai akan
dapat mengakibatkan kegagalan yang fatal dalam pengelasan. Karena tidak semua bahan
mempunyai sifat mampu las yang sama dan untuk material yang mempunyai sifat mampu
las yang kurang atau tidak baik, perlu dilakukan cara pengelasan khusus.

 Disain Sambungan Konstruksi Pengelasan.


Perencanaan sambungan las yang benar harus mengacu pada spesifikasi persyaratan yang
ditentukan seperti:
1. Jenis Logam yang akan dilas

2. Tebal pelat/pipa yang akan dilas

3. Pemilihan jenis proses pengelasan yang akan digunakan

4. Pemilihan posisi pengelasan

5. Metoda pengelasan yang akan digunakan dan banyak faktor-faktor penentu lainnya.
Perencanaan sambungan pengelasan yang benar,akan mengurangi jumlah sambungan

tanpa mempengaruhi fungsi dan kegunaannya. Pengurangan jumlah sambungan las akan

mengurangi panas masukan (heatinput) dan kemungkinan akan mengakibatkan terjadinya

distorsi pada benda kerja. Beberapa faktor penting yang menjadi pertimbangan di dalam

mendisain sambungan las,antara lain :

1. Tebal dan bentuk benda kerja yang akan dilas

2. Jenis pengelasan

3. Kemungkinan distorsi yang terjadi akibat pengelasan spesifikasi yang diminta.

2.1.9 Persiapan Bentuk Sambungan.


Mempersiapkan bentuk sambungan las, dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sebagai berikut: Gerinda tangan,yang digunakan untuk
menggerinda permukaan dan memotong. Alat potong dengan menggunakan nyala
api (flame) lasoksia setilin atau las karbit atau menggunakan plasma
cuttingmachine.
a. Kikir

b. Mesin skrap

c. Mesin bubut,yang banyak digunakan untuk preparasi pada pengelasan pipa.


 Teknik Pengelasan.

Didalam pengelasan terdapat dua (2) cara atau metoda yang digunakan antara lain
forehand left ward welding) dan backhand (right ward welding). Pengelasan forehand lebih
mudah mengontrol prosesnya dan logam las (reinforcement) yang terbentuk lebih kecil,
lebih banyak. Ayunan (weaving) yang lebar harus dihindari karena akan mengakibatkan
sisi-sisi kampuh las terpengaruh oleh udara yang memudahkan terjadinya oksidasi.

 Pendepositan Pengelasan.

Yang dimaksud dengan urutan pendepositan adalah urutan dalam menempatkan cairan

logam las pada alur pengelasan dan urutan pengelasan adalah urutan penyambungan

komponen atau bagian-bagian yang dilas.

 Urutan pendepositan.

Dalam melakukan pengelasan kedua urutan tersebut menjadi penting dan harus

diperhitungkan, agar dapat di kurangi terjadinya perubahan bentuk /deformasi,timbulnya

tegangan sisa dan retak-retak las.

 Urutan pendepositan lapis tunggal.

1) Urutan pendepositan lurus.


Dalam pendepositan lurus, pengelasan dimulai dari satu ujung keujung lain pada

sambungan las. Dan efisiensi pengerjaan besar,tetapi kemungkinan terjadinya tegangan

sisa juga besar.

2) Urutan pendepositan balik.

Dalam urutan ini pengelasan dihentikan setelah berjalan beberapa panjang danmulai lagi

dari titik lain yang terletak di belakang titik mula dan berakhir padatitik tersebut.

Efisiensi pengerjaan lebih rendah tetapi kemungkinan terjadinya tegangan sisa dan

regangan lebih kecil.


3) Urutan pendepositan simetri.

Urutan pendepositan ini terpusat pada suatu titik sumbu dan membagi sambungan

menjadi beberapa bagian yangs ama,dan kemudian bagian bagian ini dilas secara

bergantian (atau bersama-sama oleh beberapa juru las)dengan urutan simetris. Dengan

urutan ini deformasi dan tegangan sisa yang timbul akan simetri juga.Urutan

pendepositan loncat. Dalam urutan ini pengelasan dilakukan secara berselang pada

bagian bagian sambungan, namun agar terjadinya perubahan bentuk dan tegangan sisa

menjadi merata, maka celacela tersebut harus diperhitungkan agar teratur.

4) Urutan Pengelasan.

Seperti halnya pada urutan pendepositan,urutan pengelasan ini ditujukan untuk

mengurangi terjadinya deformasi dan regangan sisa. Dasar dasar yang digunakan dalam

menyusun urutan pengelasan adalah :

a. Bila pada suatu bidang terdapat banyak sambungan harus di usahakan agar

penyusutan pada bidang tersebut tidak terhambat.

b. Pengelasan hendaknya dilaksanakan pada sambungan sambungan yang lebih besar

dahulu baru kemudian pada sambungan sambungan yang kecil.

c. Pengelasan hendaknya dilaksanakan sedemikian rupa hingga urutannya simetri

terhadap sumbu netral dari konstruksi agar gaya gaya konstruksi dalam keadaan

seimbang.

 Perlakuan Panas (HeatTreatment).

Proses pemanasan dan pendinginan yang terjadi akibat pengelasan dapat menyebab

kan perubahan sifat bahan yang terkena pengaruh panas. Maka pada pengelasan dikenal
dengan adanya daerah terpengaruh panas (Heat Affedted Zone),karenanya daerah ini perlu

mendapat perhatian

 Pemanasan awal (preheating).

Pemanasan awal dilakukan dengan tujuan agar pada saat pengelasan berlang

sung tidak terjadi perbedaan suhu yang sangat besar antara logam dasar dan daerah

las(weld metal). Dengan pemanasan awal juga laju pendinginan dapat ditahan (tidak terlalu

cepat) ,karena pendinginan yang terlalu cepat memungkin kan terbentuknya struktur

martensit lebih banyak. Dengan pemanasan awal ini juga teg.sisa dan distorsiakan

berkurang. Pada pengelasan baja karbon, pertimbangan untuk menentukan pemanasan awal

bukan hanya kandungan unsur karbon, tetapi juga kandungan unsur-unsur lain seperti: Mn,

Si, Cr,dan Mo. Pengelasan yang dilaksanakan pada temperatur yang rendah (di bawah suhu

kamar) kemungkinan akan terjadi retak, dan untuk menghindari retakan ini perlu dilakukan

pamanasan awal. Perbandingan deposit las dengan tebal logam induk adalah suatu

pertimbangan dalam menentukan pemanasan awal. Masukan panas (heat input) yang kecil

dari deposit yang kecil pada logam indukyang tebal akan memerlukan tambahan panas,

maka perlu adanya pemanasanawal.

 Perlakuan Panas Pasca Las (Past Weld Heat Treatment).

Setelah selesai pengelasan, benda kerja masih harus mendapat perlakuan panas

yang baik juga. Untuk baja karbon misalnya, laju pendinginan ini tidak boleh terlalu cepat,

tetapilain halnya pada logam baja tahan karat, yang mengandung banyak unsur khrom (Cr)

dan unsur karbon. Pada suhu sensitisasi 426o C ~ 871o C karbon yang tidak terlarut pada

struktur austenitakan membentuk khrom karbida pada daerah terpengaruh panas(HAZ).

Jadi bila suhu sensitisasi ini dilewati terlalu lama, maka pembentukan Cr23C6 (khrom

karbida) akan lebih banyak lagi.Seperti diketahui Cr23C6 yang berupa endapan pada batas
butir (grainsize)yang akan menyebabkan timbulnya korosi batas butir (inter granular

corrosion).Untuk memperlambat laju pendinginan (coolingrate)yang terlalu cepat dapat

juga dilakukan dengan menutup cepat,yang dapat juga dilakukan dengan menutup hasil

Las an setelah selesai pekerjaan dengan asbes atau yang sejenisnya.Perlakuan panas

pasca las ini sering dilakukan sebagai usaha untuk membebaskan tegangan (stressrelief)

yaitu pada pengelasan pelat – pelat tebal.

Pemanasan ini dilakukan mendekati suhu rekristalisasi, namun ada dampak lain

yaitu dapat menurunkan ketangguhan (toughness) sambungan dan peristiwa ini disebut

penggetasan. Proses pembebasan tegangan ini sebenarnya adalah proses penemperan baja

yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur logam dan pengendapan karbida

(M23C6).

2.2 Pemilihan Parameter Pengelasa

2.2.1 Tegangan BusurLas


Tegangan busur las yang dibutuhkan pada pengelasan tergantung dari jenis
elektroda yang digunakan. Besar kecilnya tegangan busur ini berbanding lurus dengan
panjang busur sendiri. E =I.R

E=Tegangan Busur
I=Arus pengelasan ( konstan )

R=Tahanan berbanding lurus dengan panjangnya (jarak elektroda ke logam


induk)

Pemakaian busur yang panjang tidak di kehendaki, karena stabilitasnya mudah


terganggu,sehingga hasil pengelasan tidak rata. Panjang busur tidak mempengaruhi kecepatan
pencairan logam,tetapi busur yang panjang akan menambah energy listrik.

H=E. I
H=I2.R
H = Panas Masukan (joule)
R= Tahanan
Panjang busur yang dianggap baik lebih kurang sama dengan diameter elektroda
yang dipakai,untuk setiap posisi pengelasan tidak sama. Kestabilan tegangan ini sangat
menentukan mutu pengelasan dan kestabilan ini dapat didengar dari suara selama
pengelasan.

Sehingga bagi yang sudah berpengalaman akan dapat menilai kemampuan


seorang juru las dari suarayang didengar pada saat melakukan pengelasan. Menjaga
kestabilan panjang busur inilah merupakan kesulitan yang dialami dalam pelaksanaan
pengelasan dengan proses las busur listrik manual.

2.2.2 Kecepatan Pengelasan.


Kecepatan pengelasan ini dapat ditinjau dari 3 hal penting yaitu:

Menurut panjang deposit, tanpa mempertimbangkan luas maupun tebal deposit (travel
speed). Menurut luas deposit,tanpa mempertimbangkan tebal deposit. Menurut jumlah
deposit yang diperoleh.

Gambar7. Variabel yang mempengaruhi proses pengelasan.

2.2.3 Sumber Daya (Power Source)


Seiring dengan pesatnya perkembangan kemajuan teknologi, juga
berimbaspada teknologi yang digunakan pada sumber daya (power source) yang
dikenalsecara umum dengan sebutan mesin las (welding machine). Terdapat
berbagaimacam dan jenis dari mesin las yang digunakan sebagai pembangkit
tenaga pada waktu dilakukan pengelasan. Satuan yang digunakan pada mesin las
adalah amperedan voltage yang selalu berbanding terbalik sesuai dengan
kharakteristiknya padasaat digunakan.Mesin las terbagi dalam beberapa jenis,
tergantung pada kharakter sifat elektrikal dan elektronik yang digunakan, antara
lainseperti:
1. Mesin Las dengan pembangkit Transformer
2. Mesin Las dengan pembangkit Rectifier /Thyristor
3. Mesin Las dengan pembangkit Generator
4. Mesin Las dengan pembangkit Inverter

Dari ke empat (4) jenis mesin las tersebut diatas, masing-masing


mempunyaikekurangan dan kelebihan, tetapi untuk setiap mesin las selalu
menggunakan para meter,seperti:ampere,voltage dan jenis arus las yang
digunakan.

Gambar8. Mesin Las Transformer dan Rectifier

Gambar 9. Mesin Las Inverter dan Generator


Gambar10.Holder Electrode

Pada mesin las jenis generator, umumnya menggunakan jenis arus las searah
dengan pembangkit dapat berupa : motor listrik, motor diesel, ukurannya besar
danberat. Sedangkan mesin las transformer, umumnya menggunakan trafo las yang
besar,sehingga tidak mudah untuk mengatur jarak busur (stick out) dan arus las yang
digunakan relative tidak stabil, tetapi daya yang dihasilkan umumnya besar, dengan
konsumsi listrik yang juga besar. Untuk mesin las jenis rectifier / thyristor umumnya
digunakan pada jenis pengelasan yang menggunakan gas pelindung (innert gas)
seperti:argon, helium, CO2 dan lain sebagainya.
Mesin las jenis rectifier /thyristor umumnya relative stabil dalam
menghasilkan busur las,dan biasanya mempunyai dimensi yang besar dan berat.
Sedangkan untuk jenis Inverter, busur las yang dihasilkan sangat stabil, presisi,
danbanyak yang mempunyai ukuran yang kecil dan ringan, sehingga untuk pekerjaan
konstruksi yang membutuhkan mobilitas, jenis mesin las ini sangat cocok
digunakan.Ada beberapa faktor penting yang harus di ingat didalam pemilihan mesin
las yang akan digunakan, diantaranya seperti:
a. Besar ampere
b. Duty Cycle pada mesin las
c. Jumlah power out-put yang diperlukan
d. Ongkos Mula
e. Fleksibilitas untuk perubahan jenis arus las pada saat akan digunakan
f. Power Consumption.

Dari beberapa faktor diatas tersebut, sedikit banyak akan membantu kita didalam
pemakaian mesin las yang tepat guna.

2.2.3 Jenis Arus Las


Jenis arus las (welding current) mempunyai peranan yang penting didalam
membantu juru las (welders) untuk menghasilkan mutu hasil las (weld-ment) yang
baik.Jenis arus las secara umum dibagi dalam dua (2) kelompok utama, antara lain
seperti:

Jenis arus las DC atau dikenal dengan istilah polaritas searah, yang dibagi lagi
dalam dua (2) jenis arus las yaitu :
1. Jenis arus las DCSP ( Direct Current Straight Polarity)
2. Jenis arus las DCRP (Direct Current Reversed Polarity)
3. Jenis arus las AC ( Alternating Current ), yang dikenal dengan istilah arus las
bolak-balik.

> Sumber Daya


1. CC(constantcurrent)=arus konstan.

2. DC (directcurrent) untuk rectifiers dan converters.

4. AC (alternating current ) untukt ransformers.

Panjang busur (thearc length) ditentukan dengan tangan dan pada waktu jarak
elektroda terhadap benda kerja berubah, panjang busur akan berubah juga. A certain
amperage di set pada mesin, dan arus ini di tahan secara konstan (constant current)
dan tegangan secara otomatis di atur oleh sumber daya.
Dalam beberapa kasus,pengelasan dibentuk/dihasilkan dengan arus langsung DC ):
1) DC- contoh :elektroda rutil, mudah dilas,terutama juga cocok untuk AC.
2) DC + contoh : elektroda basa, lebih sulit di las, terutama elektroda tingkat tinggi
Dipengelasan DC, terjadi”arcbloweffect”(defleksi dari busur oleh electromagnetic
fields).Hal ini menyebabkan peningkatan spattering, yang membuat pada bagian
ujung benda kerja.Operator/juru las(welders) berpengalaman dapat menanggulangi”
the arcblow effect ” secara efektif.

2.2.4 Kabel Pengelasan dan Alat bantu.


Kabel pengelasan dan sambungan yang diperlukan untuk las busur listrik
antara lain seperti:
1. Kabel Holder (electrode cable)

2. Kabel Klem massa (ground clamp cable)


Kabel yang digunakan ke elektroda melalui holder harus kabel yang memiliki arus
yang kapasitasnya cukup, sehingga tidak akan terjadi panas yang berlebih (over-
heat)ketika mesin las digunakan pada ampere yang maksimum.Semua sambungan
elektrikal dan terminal mesti di pasang dengan aman dan kuat, dalam kondisi yang
baik.Jika tidak demikian maka akan terjadi panas yang berlebih (over-heat) dan
kondisi pengelasan yang benar tidak akan tercapai.Electrode holder dan work clamp
harus mempunyai rate yang cukup baik, untuk memberikan maksimum ampere pada
saat mengelas.

Gambar 11. Ikatan kabel untuk kerja.

Gambar 12. Tidak ada aliran arus=Tegangan rangkaian terbuka.

2.2.5 OCV (Open Circuit Voltage).


OCV adalah voltase yang diukur antara termina lelektroda dengan terminal return
ketika mesin las dihidupkan,tetapi belum digunakan untuk mengelas. Untuk alasan
keamanan,maksimum OCV adalah 80 volt dan untuk DC adalah 115 volt.

1.) Arc Voltage


Sesuai dengan namanya, membaca voltase dilakukan bila busur las sedang
beroperasidan untuk membacanya dengan teliti maka harus diukur sedekat mungkin
dengan busur las.

Gambar13. Aliran arus =Tegangan arc

Gambar14. Diagram rangkaian pengelasan.

2.) Duty Cycle


Duty cycle adalah masa waktu dimana mesin las dapat beroperasi pada ampere
tertentu tanpa terjadi kelebihan panas (over-heating) pada mesin. Sebagaimana
diumpamakan mesin las mempunyai duty cycle 60%, ini berarti dapat beroperasi
padaampere maksimum selama enam menit dari 10 menit, tanpa terjadi panas
berlebih (over-heating) yang akan berpengaruh merusak komponen-komponen yang
lain.

2.3. Elektroda
2.3.1 Fungsi Elektroda.
1) Merupakan Sebagai pelindung busur las dari pengaruh udara luar seperti oksigen,

H2O,nitrogen dan udara.

2) Mencegah terjadinya ionisasi pada ujung elektroda.

3) Menjaga busur tetap stabil.

4) Menghasilkan terak dan slag.

5) Sebagai unsur pemadu pada logam las.

6) Untuk mengontrol kecairan elektroda.

7) Untuk mengontrol penetrasi pada sambungan las.

8) Untuk mengontrol profil atau konturlas,khususnya pada proses pengelasan yang

menggunakan bahan tambah (filler metal). Bagian yang sangat penting dalam las

busur listrik adalah elektroda. Jenis elektroda yang digunakan akan sangat menetukan

hasil pengelasan.

Gambar 15. Elektroda

2.3.2 Bagian Elektroda.


Elektroda yang terdiri dari beberapa bagian komponenan tara lain:
1. Sumbu elektroda (Kawat Las )

Sumbu elektroda (kawatlas) merupakan logam pengisi yang akan meleleh bersama-

sama dengan bahan induk dan kemudian membeku membentuk kampuh las.

2. Pembungkus elektroda (fluks)

Pembungkus elektroda (flux) terbakar dan melindungi kampuh las

(weldment)yang sedang terbentuk terhadap pengaruh yang merusak dari udara

sekelilingnya.Selain berfungsi melindungi kampuh las,danjuga fluks berfungsi:

Mencegah terbentuk nya oksida-oksida logam,sewaktu proses pengelasan berlangsung.

Membuat terak pelindung sehingga dapat mengurangi kecepatan pendinginan, hal ini

bertujuan agar hasil lasan yang terjadi tidak getas dan rapuh.

Memberikan sifat-sifat khusus terhadap hasil las-lasan dengan cara menambahkan zat-

zat tertentu yang terkandung dalam fluks. Menstabilkan terjadinya busur las (arc

welding) dan mengarahkan nyalabusur las sehinggga mudah dikontrol. Membantu

mengontrol ukuran dan frekuensi tetesan logam cair (drople). Memungkin kan

dilakukannya posisi pengelasan yang berbeda-beda.

2.3.3. Sistim Identifikasi AWS.

AWS mengidentifikasi filler metal dalam bentuk huruf huruf dan angka-angka,

angkaangka tersebut menunjukkan kekuatan mekanis bahan penambah,posisi

pengelasan yang paling tepat untuk jenis filler tertentu , jenis arus , dan bahan

pelindung( coating ). Adapun uraiannya sebagai berikut:

X1 X2 X3 X4 X5 X6
digit1 digit2 digit3 digit4 digit5

Contoh: E 6010 dan E 7010 –X.


digit1 : berupa alphabet,menunjukkan jenis kawat pengisi ( E=Elektroda).
digit 2: berupa dua atau tiga angka, menunjukkan kekuatan tarik kawat pengisi
dalam satuan psi dikali 1000 dalam contoh (kekuatan tarik kawat =
60x1000 psi dan 70 x 1000psi).
digit3 :berupa angka, menunjukkan posisi pengelasanyang paling sesuai,
(1 =allposition).
digit 4 : berupa angka, menunjukkan bahan salutan elektroda serta penggunaan
arusdan polaritas mesin las yang dapat dipakai, (0 = bahan salutan hight
celleloucesodium/hightsodium oxid, cocok untuk mesin las DCRP).
digit 5 : berupa abjad dan angka, menunjukkan bahan paduan yang ada pada kawat
las tersebut.
Filler dari bahan non ferrous digit setelah E atau ER menunjukkan komposisi
kimiawi metal penambah tersebut misalnya E 310 Mo-15 , ER – Ni –1 ,
ER. Ti 0.2Pd . dst.

Setiap pemanufaktur pembuat elektroda mencantumkan dengan jelas


spesifikasi produknya pada label kemasan/pembungkus elektroda. Oleh karena itu
label tersebut jangan terobek atau tertutupi oleh bahan cat sehingga sulit
dibaca.Kesalahan penggunaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi akan berakibat
fatal. Dibawah ini adalah rincian identifikasi elektroda tersebut:
2.3.4 Pemilihan Elektroda.
Dilihat dari fungsinya, elektroda mempunyai pengaruh yang besar
terhadap hasil pengelasan.Oleh karena itu,pemilihan elektroda harus benar-benar
tepat. Untuk pemilihan jenis elektroda yang digunakan, kita harus
memperhatikan beberapa hal antara lain:
a. Jenis proses las
b. Posisi pengelasan
c. Jenis material
d. Biaya operasional
e. Desain sambungan
f. Juru las (Welder qualification)
g. Pelakuan panaS

2.3.5 Klasifikasi Dari Kawat las Dan Penggunaan Arus. Cara


membaca klasifikasi

Misalkan elektroda kontak, Philip Ph c23, berserial:


-AWS: E 7024
- BS :E243 K
- ISO :E 512 RR 16035
Menurut:
AWS : Elektroda las listrik dengan kemampuan:
Kekuatantarik   pounds square inch.

Posisi pengelasan:dibawah tangan & horizontal


Sunber arus AC/DC, daya tembus lunak,dan kadar serbuk besi 30– 50 % .
BS : Elektroda las diprose sextruasipejal.
Tipe salaput serbuk besi,silikat.
Posisi pengelasan: dibawah tangan & horizontal las isi
Sumber arus : DC - /AC tegangan 50 volt
Efisiensi las130% x berat inti kawat.
ISO : Elektroda las listrik dengan

kg
kemampuan :Kekuatantarik56 2.
mm

Pemuluran 14%.
Ketahanan bentur 7 kgm/cm2.
Tipe selaput : Rutile tebal, efisiensi las 160% x berat kawat
intinya.Posisi pengelasan : dibawah tangan, vertikal dan horizontal las
isi.Sumber arus DC - /AC tegangan 70 volt.

2.4 Uji Tarik

2.4.1 Definisi Uji Tarik


Uji Tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu
bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu [Askeland, 1985]. Uji
tarik mungkin adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Uji tarik rekayasa
banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan
sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan (Dieter, 1987). Pada uji tarik, benda uji
diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontinyu, bersamaan dengan itu
dilakukan pengamatan terhadap perpanjangan yang dialami benda uji (Davis, Troxell, dan
Wiskocil,1955). Kurva tegangan regangan rekayasa diperoleh dari pengukuran
perpanjangan benda uji.Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami
standarisasi di seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan
JIS 2241. Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan
tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip)
yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff).

2.4.2 Prinsip Kerja Uji Tarik

Mesin uji tarik untuk material yang terdiri atas beberapa bagian, Bagian atas
disebut sebagai Crosshead, atau bagian yang bergerak yang menarik benda uji,
Sepasang ulir cylinder akan membawa atau menggerakan bagian crosshead. Sementara
itu di bagian bawah di buat static. dibagian crosshead terdapat sensor loadcell yang akan
mengukur besarnya gaya tarik, sedangkan untuk mengukur perubahan panjang digunakan
strain gages atau extensometer.

Dengan menarik suatu bahan kita akan mengetahui bagaimana bahan tersebut
bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertambah
panjang.
2.4.3 Percobaan Uji Tarik
a. Persiapan Alat
1. Mesin Uji Tarik

2. Jangka Sorong/ mistar

3. Meteran bila dibutuhkan

b. Persiapan Bahan

1. Mur baja (4 buah)

c. Uji Tarik
1. Mengukur benda uji dengan ukuran standar.
2. Mengkur panjang awal (Lo)
3. Nyalakan mesin uji tarik, kemudian posisikan spesimen uji tepat didalam pengkait uji tarik.

4. Mencatat beban luluh dan beban putus yang terdapat pada skala.
5. Benda putus, proses pengeluaran benda.
2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Benda Uji
Diantaranya :
1. Kadar Karbon

Penambahan kadar karbon akan meningkatkan kekerasan suatu bahan. Hal ini
menyebabkan kekuatan bahan juga meningkat, namun pertambahan % C hanya sampai +- 1%

2. Heat Treatment

Heat treatment berpengaruh pada bentuk butiran. Bentuk butiran kecil maka daya tarik
antar atom semakin besar sehingga kekuatan tarik menjadi besar, sedangkan butiran besar maka
daya tarik antar atom semakin kecil sehingga kekuatan tarik menjadi kecil.

3. Bidang Slip

Logam dan paduannya berdeformasi degan geseran plastis/ slip dimana atom bergeser
terhadap bidang atom didekatnya. Deformasi geser ini akan terjadi apabila ada gaya tekan atau
tegangan, karena gaya-gaya tersebut dapat diuraikan menjadi tegangan geser. Slip dapat terjadi
dengan lebih mudah dalam arah Kristal atau bidang tertentu.
Dalam uji tarik biasa, gerakan kepala silang mesin penguji memaksa benda uji berada
dipenjepit. Sebab penjepit harus tetap sebaris. Karena benda uji tidak dapat berubah bentuk secara
bebas dengan luncuran merata ditiap-tiap bidang slip sepanjang ukuran benda uji.

4. Homogenitas (kesamaan partikel logam)

Homogenitas suatu bahan atau material akan terpengaruh akan terpengaruh terhadap gaya
ikatan antar atomnya. Untuk material dengan tingkat homogenitas yang tinggi maka gaya ikat
antar atom juga tinggi sehingga kekuatan tariknya juga tinggi.

2.5 Cacat Las


2.5.1 Definisi Cacat Las
Weld Defect atau Cacat las adalah hasil pengelasan yang tidak memenuhi syarat
keberterimaan yang sudah dituliskan di standart (ASME IX, AWS, API, ASTM). Penyebab cacat
las dapat dikarenakan adanya prosedur pengelasan yang salah, persiapan yang kurang dan juga dapat
disebabkan oleh peralatan serta consumable yang tidak sesuai standart.
Jenis cacat las pada pengelasan ada beberapa tipe yaitu cacat las internal (berada di dalam
hasil lasan) dan cacat las visual (dapat dilihat dengan mata). Jika kita ingin mengetahui defect atau
cacat pengelasan internal maka kamu memerlukan alat uji seperti Ultrasonic Test dan Radiography
Test untuk pengujian las yang tidak merusak, sedangkan untuk uji merusak kamu dapat
menggunakan uji Bending atau makro. Untuk jenis jenis cacat pengelasan visual atau surface Anda
dapat menggunakan pengujian Penetrant Test, Magnetic Test atau kaca pembesar.

2.5.2 Macam Macam Cacat Pengelasan


1 Jenis Cacat Las dan Penyebabnya Serta Cara Mengatasinya:
2 Cacat Las Undercut.

Gambar. Cacat Las Undercut


Undercut adalah sebuah cacat las yang berada di bagian permukaan atau akar, bentuk cacat
ini seperti cerukan yang terjadi pada base metal atau logam induk. Jenis cacat pengelasan ini dapat
terjadi pada semua sambungan las, baik fillet, butt, lap, corner dan edge joint.

Penyebab Cacat Las Undercut:

1. Arus pengelasan yang digunakan terlalu besar.

2. Travel speed / kecepatan las terlalu tinggi.

3. Panjang busur las terlalu tinggi.

4. Posisi elektroda kurang tepat.

5. Ayunan tangan kurang merata, waktu ayunan pada saat disamping terlalu cepat.

Cara mencegah Cacat Undercut:

 Menyesuaikan arus pengelasan, Anda dapat melihat ampere yang direkomendasikan di bungkus

elektroda atau wps (Welding Procedure Specification).

 Kecepatan las diturunkan.

 Panjang busur diperpendek atau setinggi 1,5 x diameter elektroda.

 Sudut kemiringan 70-80 derajat (menyesuaikan posisi).

 Lebih sering berlatih untuk mengayunkan yang sesuai dengan kemampuan.


2.1.1 2. Porosity (Porositas).

Cacat Porositas adalah sebuah cacat pengelasan yang berupa sebuah lubang lubang kecil
pada weld metal (logam las), dapat berada pada permukaan maupun didalamnya. Porosity ini
mempunyai beberapa tipe yaitu Cluster Porosity, Blow Hole dan Gas Pore.

Penyebab Cacat Las Porositas:

 Elektroda yang digunakan masih lembab atau terkena air.

 Busur las terlalu panjang.

 Arus pengelasan terlalu rendah.

 Travel Speed terlalu tinggi.

 Adanya zat pengotor pada benda kerja (karat, minyak, air dll).

 Gas Hidrogen tercipta karena panas las.

Cara Mengatasi Cacat Las Porositas:

 Pastikan elektroda yang digunakan sudah dioven (jika disyaratkan), jangan sampai kawat

las terkena air atau lembab.

 Atur tinggi busur kurang lebih 1,5 x diameter kawat las.

 Ampere disesuaikan dengan prosedur atau rekomendasi dari produsen elektroda.


 Persiapan pengelasan yang benar, memastikan tidak ada pengotor dalam benda kerja.

 Untuk material tertentu panas tidak boleh terlalu tinggi, sehingga perlu perlakukan panas.

2.1.2 Slag Inclusion.

Welding Defect Slag Inclusion adalah cacat yang terjadi pada daerah dalam hasil lasan.

Cacat ini berupa slag (flux yang mencair) yang berada dalam lasan, yang sering terjadi pada

daerah stop and run (awal dan berhentinya proses pengelasan). Untuk melihat cacat ini kita harus

melakukan pengujian radiografi atau bending.

Penyebab Cacat  Las Slag Inclusion:

 Proses pembersihan Slag kurang, sehingga tertumpuk oleh lasan.

 Ampere terlalu rendah.

 Busur las terlalu jauh.

 Sudut pengelasan salah.

 Sudut kampuh terlalu kecil.

Cara Mencegah Cacat  Slag Inclusion:

 Pastikan lasan benar benar berseih dari slag sebelum mengelas ulang.
 Ampere disesuaikan dengan prosedur.

 Busur las disesuaikan.

 Sudut pengelasan harus sesuai.

 Sudut kampuh lebih dibesarkan (50-70 derajat).

2.1.3 Tungsten Inclusion.

Cacat las Tungsten Inclusion adalah cacat pengelasan yang diakibatkan oleh

mencairnya tungsten pada saat proses pengelasan yang kemudian melebur menjadi satu dengan

weld metal, cacat ini hampir sama dengan slag inclusion namun saat diuji radiografi tungsten

inclusion berwana sangat terang (karena berat jenisnya lebih besar dibanding logam lasnya).

Untuk jenis cacat las ini hanya terjadi pada proses pengelasan GTAW.

Penyebab Tungsten Inclusion:

 Tungsten sudah tumpul saat proses pengelasan.

 Jarak tungsten terlalu dekat.

 Ampere terlalu tinggi.


Cara Mengatasi Cacat Las Tungsten Inclusion:

 Tungsten harus diruncingkan sebelum digunakan untuk mengelas.

 Jarak harus disesuaikan.

 Ampere mengikuti range yang ada di prosedur.

2.1.4 5. Incomplete Penetration.

Incomplete Penetration (NDT Resource)

Incomplete Penetration (IP) adalah sebuah cacat pengelasan yang terjadi pada daerah root

atau akar las, sebuah pengelasan dikatakan IP jika pengelasan pada daerah root tidak tembus atau

reinforcemen pada akar las berbentuk cekung.

Penyebab Cacat Incomplete Penetration:

 Travel speed terlalu tinggi.

 Jarak gap atau root opening terlalu lebar.

 Jarak elektroda atau busur las terlalu tinggi.

 Sudut elektroda yang salah.

 Ampere las terlalu kecil.


Cara mencegah cacat Incomplete Penetration:

 Travel speed disesuaikan dengan WPS.

 Standar gap atau root opening 2-4 mm.

 Standar jarak elektroda 1,5 x diameter elektroda.

 Ampere disesuaikan dengan Welding Prosedur.

2.1.5 Incomplete Fusion (Lack Of Fusion).

Incomplete Fusion

Cacat Incomplete Fusion adalah sebuah hasil pengelasan yang tidak dikehendaki karena

ketidak sempurnaan proses penyambungan antara logam las dan logam induk. Cacat ini biasanya

terjadi pada bagian samping lasan.

Penyebab Cacat Incomplete Fusion:

 Posisi Sudut kawat las salah.

 Ampere terlalu rendah.

 Sudut kampuh terlalu kecil.

 Permukaan kampuh terdapat kotoran.

 Travel Speed terlalu tinggi.


Cara Mengatasi Cacat Incomplete Fusion:

 Memperbaiki Posisi Sudut Elektroda.

 Menaikkan Ampere sesuai dengan WPS atau Ampere Recomended.

 Sudut kampuh sesuai dengan yang di WPS.

 Melakukan persiapan pengelasan yang benar, membersihkan semua kotoran.

 Mengatur Travel Speed yang sesuai.

2.1.6 Over Spatter.

Over Spatter (totalmateria.com)

Spatter adalah percikan las, sebenarnya jika spater dapat dibersihkan maka tidak termasuk

cacat. Namun jika jumlahnya berlebih dan tidak dapat dibersihkan maka dikategorikan dalam

cacat visual.

Penyebab Spater atau percikan las berlebih:

 Ampere terlalu tinggi.

 Jarak elektroda dengan base metal terlalu jauh.

 Elektroda lembab.
Cara mencegah terjadinya cacat pengelasan Over Spatter:

 Arus diturunkan sesuai dengan rekomendasi.

 Panjang busur ( 1,5 x diameter Elektroda ).

 Elektroda dioven sesuai dengan handbook (khususnya kawat las low hidrogen).

2.1.7 Hot Crack.

Hot Crack (leniran.blogspot.co.id)

Hot Crack (retak panas) adalah sebuah retak pada pengelasan dimana retak itu terjadi

setelah proses pengelasan selesai atau saat proses pemadatan logam lasan.

Penyebab Hot Crack:

 Pemilihan elektroda yang salah.

 Tidak melakukan perlakuan panas.

Cara Mencegah Hot Crack:

 Menggunakan elektroda yang sesuai dengan WPS atau Low Hidrogen yang mempunyai sifat

regangan yang tinggi.


 Melakukan perlakuan panas (PWHT dan Preheat)

2.1.8 Cold Cracking.

Cold Cracking (retak dingin) adalah sebuah retak yang terjadi pada daerah lasan setelah

beberapa waktu (memerlukan waktu, bisa 1 menit, 1 jam, atau 1 hari) proses pengelasan selesai.

Biasanya untuk mengecek adanya crack dilakukan uji tidak merusak yaitu dengan uji Penetrant

Test atau Magnetic Test.

Penyebab Cold Cracking atau Retak dingin:

 Retak Dingin pada Bahan Las (Cold Cracking).

 Cooling Rate terlalu cepat.

 Arus pengelasan terlalu rendah.

 Travel speed terlalu tinggi.

 Tidak dilakukan pemanasan awal (pre heat).

Cara mencegah terjadinya Cold Cracking:

 Perlambat pendinginan setelah proses pengelasan.

 Panas yang diterima sesuaikan dengan WPS.

 Gunakan Arus yang direkomendasi.

 Travel speed pengelasan tidak terlalu cepat (lihat wps yang ada).

 Lakukan pre heat (untuk material yang karbon ekuivalen diatas 0,40 maka harus

dipreheat).
2.1.9 10. Distorsi.

Distorsi (SlideShare)

Pengertian distorsi pada pengelasan adalah sebuah perubahan bentuk material yang

diakibatkan panas yang berlebih saat proses pengelasan berlangsung. Distorsi ini terjadi saat

proses pendinginan, karena adanya panas yang berlebih maka material dapat mengalami

penyusutan atau pengembangan sehingga akan tarik menarik dan membuat material tersebut

melengkung.

Penyebab terjadinya distorsi:

 Panas yang berlebih.

 Ampere terlalu tinggi.

 Take weld (las ikat) kurang kuat.

 Persiapan pengelasan yang salah.

Cara mencegah distorsi las:

 Menyesuaikan arus dengan yang ada di WPS.

 Take weld (las ikat) ditambah atau memberikan stopper (penguat pada logam induk).
 Melakukan Persiapan pengelasan yang benar.

2.1.10 11. Arc Strike.

@circuit.bcit.ca

Arc Strike adalah cacat las yang diakibatkan menempelnya ujung kawat las kedaerah logam las

atau base metal secara singkat, biasanya hal ini tidak disengaja oleh tukang las. Cacat las Arc

Strike ini sangat berbahaya bagi kekuatan logam, karena dapat mengurangi nilai ketangguhan dan

kekuatan logam lasan tersebut.

Berkurangnya kekuatan dan ketangguhan dikarenakan material tersebut mengalami laju pendingan

yang cepat, terdapat daerah HAZ dan juga berkurang ketebalan material. Meskipun begitu masih

banyak tukang las atau welder yang masih belum memperhatikan akan dampak buruk adanya arc

strikes.
2.1.11 Underfill.

Cacat yang terjadi pada permukaan, pada permukaan lasan pengisian masih kurang

sehingga permukaan benda kerja lebih tinggi dari daerah lasan atau kampuh las. Untuk

mengatasinya dilakukan proses pengelasan lagi pada area tersebut atau diratakan semua daerah las

dan dilakukan pengelasan secara menyeluruh agar ketinggian sama.

2.1.12 Lack Of Inter Run Fusion.

Cacat Las yang tidak fusi di antar layer atau pass weld metal, cacat ini terjadi dapat

dikarenakan arus yang terlalu rendah, sudut elektroda yang tidak tepat dan pengelasan terlalu

cepat.
2.1.13 14. Misalignment (hi-lo).

Ketinggian antara plat yang dijoint berbeda atau tidak rata. Hal ini disebabkan karena

persiapan pengelasan yang tidak tepat. Untuk mengatasinya material dipotong dan dipersiapkan

kembali secara benar, jika tidak diperbolehkan maka daerah lasan digerinda sampai habis dan

pelat dilakukan setting ulang.

2.1.14 Excessive Root Penetration.

Hasil pengelasan pada daerah akar las terlalu tinggi, maksimal ketinggian akar las adalah 2

mm dan minimum rata atau 0. Penyebabnya dapat karena gap terlalu lebar, arus pengelasan terlalu

tinggi dan root face terlalu tipis.


2.1.15 OverLap.

Overlap dapat terjadi pada permukaan dan akar las, cacat ini terjadi jika hasil lasan

lebarnya melebihi dari kampuh las dan pada ujungnya tidak fusi dengan logam induk. Penyebab

Overlap dikarenakan gerakan pengelasan yang salah yaitu terlalu melebar.

2.1.16 17. Root Concavity.

Cacat Las Root Concavity adalah kurang sempurnanya hasil pengelasan pada daerah akar

atau hasil pengelasan penetrasi berbentuk cekung. Seperti terlihat pada gambar, akar las yang

seharusnya muncul sekitar 0-3 mm namun hasil penetrasi tidak sempurna dan berbentuk cekung.

Penyebab Root Concavity biasanya dikarenakan persiapan sebelum pengelasan yang kurang

baik, seperti root gap yang terlalu sempit, pengaturan arus yang kurang tepat (biasanya terlalu

kecil), arus las yang terlalu besar juga menyebabkan root concavity, travel speed atau kecepatan las
yang terlalu tinggi. Jenis cacat ini biasanya terjadi pad proses TIG namun tidak menutup

kemungkinan pada proses lainnya.

Untuk cara mengatasinya Anda harus mempersiapkan sambungan dengan baik, Anda dapat

melihat wps untuk ketentuan sambungannya, arus pengelasan dan kecepatan las yang sesuai agar

hasil pengelasan yang diperoleh sempurna.

Jika cacat ini sudah terjadi pada produk maka Anda dapat melakukan grinding atau gouging

pada bagian yang cekung. Setelah itu Anda las ulang, umumnya proses ini disebut dengan Back

Weld.

2.1.17 Pin Hole

Pin Hole merupakan jenis weld defect yang mirip dengan porositas, namun yang
membedakannya adalah pososity bisa terjadi di bagian permukaan dan di dalam lasan. Sedangkan
Pin Hole hanya terjadi pada bagian permukaan, mempunyai kedalaman lebih dari 3 mm dan
diameter kurang dari 1 mm.

Penyebab Pin Hole karena udara masuk ke dalam weld pool saat dan juga terbentuknya gas
NO2, CO2, SO2 dan CO. Untuk Cara mengatasinya Anda bisa menggerindanya atau gouging
hingga hilang kemudian dilas kembali.
BAB 3

METODE PENELITIAN

A. Alur Penelitian

3.1 Penjelasan Alur Penelitian


3.1.1 ide penelitian

Penelitian ini berawal dari sebuah tugas membuat jurnal pengelasan, jurnal yang berjudul
kajian hasil proses pengelasan mig dan smaw pada material st41 dengan variasi media pendingin
(air, collent, dan es) terhadap kekuatan tarik. Berakar dari tugas tersebut penulis memiliki ide
bagaimana jika metode dalam pengerjaan dilakukan pada analisa pengelasan smaw pada material
st 41 dengan variasi 3 pendingin (air, collent, dan es) dan 3 arus (80 a, 85 a, 90 a) terhadap
kekuatan tarik, apakah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan Tarik ?

3.1.2 Studi Lapangan

Dalam hal ini penulis lebih menitik beratkan pada pengamatan pengelasan baja ST-41
guna dijadikan refrensi atau masukan untuk melakukan rancangan atau sebagai refrensi untuk
dijadikan penelitian berikutnya.

3.1.3 Studi Literatur


Studi literature dimaksutkan untuk mendapatkan persiapan dalam dasar teori melalui buku-
buku literature dan jurnal-jurnal, serta laporan tugas akhir yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.1.4 Perancangan Penelitian

Sebelum mengadakan penelitian penulis merancangkan beberapa hal yang akan dipakai
dalam melakukan penelitian nanti sebagai berikut.

a. jenis mesin dan piranti las yang akan dipakai


b. jenis material yang akan dilakukan proses las dan uji mekanik
c. variabel pengelasan seperti pemilihan jenis elektroda, Arus yang dipakai, dan pendingin yang
digunakan.

Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu menyiapkan bahan uji yang akan dilakukan proses
pengelasan. Sebelum dilakukan proses pengelasan, matrial diukur dengan sesuai dengan dimensi
pada standat uji Tarik JIS Z 2201.

Pengukuran dilakukan dengan memberikan goresan pada benda uji lalu peroses pemotongan telah
selesai baru dilakukan proses pengelasan.kemudian material didingingan menggunakan pendingin
yang sudah ditentukan sebelum dilakukan proses perataan permukaan hasil pengelasan dan
kemudian dilakukan pengujian mekanik dari material. pengujian Tarik dilakukan sampai prosedur
sebagai berikut:

a. mengukur dimensi dari sample


b. menandai panjang ukur berupa jarak antara dua titik pada benda uji dengan menggunakan
penggores atau sepidol permanen.
c. Memasang benda uji pada ragum mesin uji Tarik dan merapatkannya agar tidak jatuh waktu
dilakukan proses penarikan
d. Memulai penarikan dan mendapatkan hasil yang berupa grafik pertambahan beban ultimate
strength pertambahan panjang.
e. Menandai pada grafik beban berupa titik terjadinya beban maksimal dan pertahanan.

3.1.6 Proses Pengelasan


Dalam melakukan proses pengelasan penulis melakukan prosedur dengan tanpa proses
pengelasan dan proses pengelasan, dimana variabel pengelasan itu terdiri dari variabel Arus 80 A,
85 A, 90 A dengan variable pendinginan.

3.1.7 Pembuatan Material untuk pengujian


Setelah selesai melakukan proses pengelasan pada benda uji proses selanjutnya adalah
pembuatan sepesimen benda uji, pembuatan sepesimen benda uji sesuai dengan jenis pengujian
yang akan dilakukan yaitu pengujian Tarik.

3.1.8 Pengujian
Dalam pengujian spesimen yang akan dilakukan pengujian Tarik. Pengujian Tarik
dilakukan pada spesimen dengan ukuran standart JIS Z 2201.

3.1.9 Pengumpulan Data

Setelah selesai melakukan pengujian Tarik pada material, kemudian dilakukan


pengambilan data-data dari uji Tarik dengan variasi kuat arus 80 A, 85 A, 90 A dengan variasi
pendingin Air, es, collent yang bertujuan untuk menunjang dalam perhitungan data yang akan
dikerjakan nanti.

3.1.10 Analisa

Setelah semua data dari pengujian tersebut selesai dibuat, selanjutnya adalah dilakukan
perhitungan terhadap data-data tersebut berdasarkan rumus-rumus yang ada dalam dasar teori yang
telah di tukis di depan, sehingga dari perhitungan dengan rumus tadi bias dijadikan rumus analisa
dan mengetahui bagaimana pengaruh sifat mekanis pada sambungan las terhadap material 41?
PENUTUP

A. Simpulan
Tujuan penelitiaan ini adalah untuk mengetahui kekuatan tarik pada hasil pengelasan SMAW pada
material baja ST 41 dengan menggunakan variasi media pendingin ( air, es, dan collen ) den
menggunakan 3 arus (80 A, 85 A, 90 A) serta untuk mengetahui media pendingin apa yang sesuai
agar mendapatkan nilai kekuatan tarik yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Januar, A. 2016. Kajian Hasil Proses Pengelasan SMAW pada Material ST 41 dengan Variasi Media
Pendingin (Air, Collent, dan Es) terhadap Kekuatan Tarik. Jurnal Teknik Mesin, Vol. IV, No. 02.

Nugroho, Adi & Eko Setiawan. 2018. Pengaruh Variasi Kuat Arus Pengelasan terhadap Kekuatan Tarik
dan Kekerasan Sambungan Las Plate Carbon Steel ASTM 36. Jurnal Rekayasa Sistem Industri,
Vol. III, No.0 2.
Pujo, Imam & Sarjito. 2008. Analisis Kekuatan Sambungan Las SMAW (Shieled Metal Arc Welding)
pada Marine Plate ST 42 akibat Faktor Cacat Porositas dan Incomplete Penetration. KAPAL, Vol. V,
No. 02.

Sugestian, M. Rizaldy. 2019. Analisa Kekuatan Sambungan Las SMAW Vertical, Horizontal, Down
Hand pada Plate Baja JIS 3131SPHC dan Stainless Steel 201 dengan Aplikasi Piles Transfer di
Mesin Thermoforming (Stacking Unit). Jurnal Skripsi Institut Teknologi Nasional Malang.

Anda mungkin juga menyukai