Anda di halaman 1dari 9

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415

Vol. 9 No. 2 Februari 2017

PENGGUNAAN STERANA DAN ISOTOP KARBON UNTUK MENENTUKAN


LINGKUNGAN PENGENDAPAN ASAL MATERIAL ORGANIK
PADA CEKUNGAN JAWA TIMUR BAGIAN BARAT
1
Danis Agoes Wiloso
1
Jurusan Teknik Geologi, Institut Sains & Tekno logi AKPRIND Yogyakarta

Masuk: 9 Desember 2016, revisi masuk: 4 Januari 2017, diterima:16 Januari 2017

ABSTRACT
Research area is located at western part of Northeast Java Basin there are still
many uncertainties concerning aspects of petroleum geochemistry.The oil and the source
rock data from wells and seeps were tested according steranes data, and carbon isotope.
The oil-oil correlation in the research area has divided the oil samples into two oil groups.
The first oil group is the oil group in which the organic material comes from the mix of
high plants and algae where the depositional environment of the source rock for this oil
group is more headed for shallow marine (deltaic) environment. The second oil group is
the oil group in which the organic material comes from more of the high plants where the
depositional environment of the source rock for this oil group is more headed for
terrestrial environment.

Keywords: geochemistry, sterana, carbon isotope, deltaic, oil-oil correlation.

INTISARI
Daerah penelitian terletak di Cekungan Jawa Timur bagian barat yang masih
menjadi pertanyaan tentang aspek geokimia petroleumnya. Data minyak dan batuan
induk diuji dari sumur serta rembesan minyak berdasarkan data sterana serta isotop
karbon. Korelasi minyak-minyak pada daerah penelitian membagi minyak menjadi dua
kelompok minyak. Kelompok minyak yang pertama merupakan minyak yang material
organiknya berasal dari campuran antara tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga
lingkungan pengendapan dari batuan induk untuk kelompok minyak ini mencirikan
lingkungan pengendapan yang lebih ke arah laut dangkal (deltaik). Kelompok minyak
yang kedua merupakan minyak yang material organiknya lebih banyak berasal dari
tumbuhan tingkat tinggi, sehingga lingkungan pengendapan dari batuan induk untuk
kelompok minyak ini mencirikan lingkungan pengendapan yang lebih ke arah terestrial.

Kata Kunci: geokimia, sterana, isotop karbon, deltaik, korelasi minyak-minyak.

PENDAHULUAN Madura-Kangean (Satyana dan


Lokasi penelitian berada di Purwaningsih, 2003) tetapi tidak banyak
Cekungan Jawa Timur bagian barat atau yang mengulas lebih detail tentang
sekitar 130 km arah timurlaut dari lingkungan pengendapan asal material
Yogyakarta (Gambar 1) dimana asal organik di Cekungan Jawa Timur bagian
batuan induk hidrokarbon di Cekungan barat (Gambar 2).
Jawa Timur bagian barat masih menjadi Di dalam melakukan penelitian ini
masalah, karena masih sedikit yang digunakan beberapa hipotesis kerja yang
mengulas tentang keberadaan akan dicoba untuk dipecahkan dalam
hidrokarbon di daerah tersebut. Terdapat studi geokimia ini. Diduga bahwa
empat daerah geologi yang dapat lingkungan pengendapan asal material
dibedakan untuk kejadian minyak di organik adalah asal darat dan lakustrin.
Cekungan Jawa Timur yaitu daerah Peneliian ini dilakukan dengan
Cepu-Bojonegoro, daerah Surabaya- menggunakan data geokimia yang
Madura, daerah lepas pantai utara diperoleh dari Lundin Blora B.V.
Madura dan daerah lepas pantai selatan

179
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 9 No. 2 Februari 2017

Lokasi daerah penelitian

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian yang berada di Cekungan Jawa Timur bagian
barat (Satyana, 2005).

Lokasi daerah penelitian

Gambar 2. Empat daerah geologi kejadian minyak yaitu daerah Cepu-Bojonegoro,


daerah Surabaya-Madura, daerah lepas pantai utara Madura dan lepas
pantai selatan Madura-Kangean. Di bagian barat cekungan hanya
ditemukan lapangan gas termogenik di Rembang (Satyana dan
Purwaningsih, 2003).

Tiga konfigurasi struktural dapat Berdasarkan Sribudiyani, et.al.


ditentukan dari utara ke selatan (Gambar (2003) di Jawa Timur menunjukkan
3) yaitu Paparan Utara, Dalaman Tengah bahwa dua rift sistem berkembang
dan Pengangkatan Selatan (Satyana, selama kurun Eo-Oligosen. Sistem rift
2005). Batuan dasar Cekungan Jawa yang pertama berarah timurlaut-
Timur telah tersegmentasi ke dalam baratdaya mengikuti kecenderungan
sejumlah tinggian dan terban (horst and struktur Meratus dan sistem yang kedua
graben) yang cenderung berarah mempunyai arah timur-barat adalah
baratdaya-timurlaut.

180
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 9 No. 2 Februari 2017

sejajar dengan struktur Rembang-


Madura-Kangean (Gambar 4).

Lokasi Penelitian

Gambar 3. Habitat minyak dan gas di Cekungan Jawa Timur. Habitat tersebut berkaitan
dengan tatanan struktural dan sistem petroleum (Satyana dan Purwaningsih,
2003).

Gambar 4. Unsur-unsur tektonik di Cekungan Jawa Timur (Sribudiyani, et. al., 2003).

Stratigrafi pada Paleogen Zona bagian bawah yang diendapkan pada


Rembang dicirikan dengan sedimentasi lingkungan lakustrin sampai laut pada
yang berhubungan dengan rift. Sedimen jaman Eosen Tengah sampai Oligosen
syn-rift sesuai dengan satuan Ngimbang Awal (Subroto, et. al., 2007). Akhir

181
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 9 No. 2 Februari 2017

pengendapan Formasi Ngimbang fosil dengan lapisan tipis kalkarenit abu-


ditandai dengan batugamping CD abu kaya fosil, sedangkan bagian atas
berumur Oligosen Awal (Manur dan dari formasi ini diinterpretasikan sebagai
Barraclough, 1994). endapan transgressive system tract yang
Periode rift-sagging diwakili oleh terdiri dari serpih dengan sisipan
Formasi Kujung yang pada bagian kalkarenit.
bawah terdiri dari batuan sedimen Kala Miosen Akhir bagian atas
berbutir halus didominasi oleh selang- sampai Pliosen merupakan endapan
seling napal dengan lapisan tipis highstand system tract dicirikan oleh
batupasir berwarna hijau yang kaya akan sedimen progradasi Formasi Ledok yang
fosil dan batugamping, bagian atas dari terdiri dari satuan galukonit menebal ke
formasi ini terdiri dari batugamping arah atas, kaya fosil, batupasir
bioklatik. Umur dari Formasi Kujung ini gampingan berwarna abu-abu kehijauan,
adalah Oligosen Akhir-Miosen Awal. selang-seling lapisan kaya fosil menipis
Pada Miosen Awal terjadi ke atas, napal pasiran abu-abu
sedimentasi sedimen berbutir halus kehijauan, bagian atas dari Formasi
endapan muka pantai (offshore) dari Ledok dicirikan oleh bioturbasi dan silang
Formasi Tuban. Fase transgresi disertai siur dalam skala besar mengindikasikan
naiknya aras air laut mengakibatkan lingkungan neritik tepi sampai luar.
terjadinya akumulasi endapan serpih dan
napal dari Formasi Tawun. Amblesan METODE
cekungan terjadi pada Miosen Awal Menurut Manur dan Barraclough
dengan terjadinya akumulasi endapan (1994) pengisian sedimen pada
batugamping bioklastik (bagian atas dari cekungan Paleogen berhubungan erat
Formasi Tawun). Bagian bawah dari dengan sejarah tektoniknya. Perlipatan
Formasi Tawun didominasi batulempung dan peretakan (doming and fracturing)
abu-abu hitam dan napal, berubah pada seluruh daerah selama
secara gradasi ke arah atas menjadi Eosen/Oligosen telah diikuti oleh periode
batulanau (Darman dan Sidi, 2000). amblesan regional (regional subsidence)
Kala Miosen Tengah diendapkan dan diakhiri oleh kepasifan tektonik
Formasi Ngrayong yang diinterpretasikan (tectonic quiescence) pada jaman
sebagai endapan kipas lereng (slope-fan) Miosen Awal (Gambar 5). Terban
dari lowstand system tract. Naiknya aras berarah timurlaut-baratdaya yang
air laut menghasilkan perkembangan terbentuk selama Eosen Tengah diisi
transgressive system tract, termasuk oleh klastik aluvial, lempung lateritik dan
endapan pantai sampai laut terbuka di serpih lakustrin. Serpih kaya organik di
bagian bawah Anggota Ngrayong. dalam runtunan ini sebagai batuan induk
Naiknya aras air laut diakhiri dengan hidrokarbon untuk seluruh daerah ini.
berkembangnya highstand system tract Onlap pada batuan dasar dimulai pada
pada bagian atas dari Formasi Ngrayong. Eosen Akhir sampai Oligosen Awal
Kala awal Miosen Akhir terjadi dengan pengendapan batupasir laut
endapan transgressive dan highstand sebagai dasar transgresif dan
system tract menghasilkan endapan batugamping termasuk terumbu.
grainstone berlapis dan wackestone dari Distribusi fasies pada kala Neogen
Formasi Bulu. dikontrol juga oleh posisi dari tinggian
Pengendapan transgressive dan terdahulu (pre-existing highs). Serpih laut
highstand system tract masih berlanjut dangkal, batupasir dan batugamping
dari awal Miosen Akhir sampai diendapkan di seluruh daerah dan
pertengahan Miosen Akhir yaitu sedimen laut dalam diendapkan ke arah
diendapkannya Formasi Wonocolo, selatan (Manur dan Barraclough, 1994).
formasi ini pada bagian bawah terdiri dari
selang-seling napal pasiran kaya akan

182
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 9 No. 2 Februari 2017

Gambar 5. Sintesis tektonik dan sedimentasi di Cekungan Jawa Timur (Manur dan
Barraclough, 1994).

Data minyak diuji berdasarkan dari sterol umum dengan jumlah atom
ketersediaan data sterana serta isotop karbon yang sama. Secara berurutan
karbon. Berdasarkan data tersebut maka nama untuk C27 sampai dengan C29
selanjutnya dilakukan analisis penentuan adalah kolestana, ergostana dan
material asal, lingkungan pengendapan. sitostana. Pada sistem penamaan
Sterana berasal dari sterol yang lainnya, setiap sterana dinamakan
ditemukan pada sebagian besar sebagai homolog dari kolestana yaitu
tumbuhan tingkat tinggi dan alga serta kolestana, metilkolestana 24 dan
jarang atau tidak ditemukan pada etilkolestana 24.
organisme prokariotik. Empat perintis Menurut Huang dan Meinschein
sterol utama yang mengandung atom (1979) dikutip dari Waples dan
karbon 27, 28, 29 dan 30 telah Machihara (1991) bahwa proporsi relatif
diidentifikasi pada organisme fotosintetik. dari C27-C29 pada sterol biasa yang
Sterol ini memberikan kenaikan jumlah berasal dari organisme hidup
pada keempat sterana ”umum” yang berhubungan dengan lingkungan tertentu
berbeda selama proses diagenesis. sehingga sterana pada sedimen
Keempat sterana ini dapat disebut kemungkinan menyediakan informasi
sebagai homolog atau anggota dari seri lingkungan purba yang berharga
homolog karena mereka hanya (Gambar 7). Jumlah yang lebih besar
dibedakan oleh tambahan berupa sekuen dari sterol C29 mengindikasikan kontribusi
dari -CH2- pada tempat tertentu di yang kuat dari darat sedangkan dominasi
molekul. Penggunaan kata ”umum” dari C27 mengindikasikan kontribusi yang
mengindikasikan rangka karbon yang kuat dari fitoplankton laut. C28 memiliki
sama dengan prazat biologisnya. jumlah yang pada umumnya lebih rendah
Terdapat beberapa macam jika dibandingkan dengan kedua sterol
penamaan terhadap sterana C27-C29 lainnya, akan tetapi jumlah yang relatif
(Gambar 6). Pada sistem penamaan besar dari biasanya mengindikasikan
yang pertama, setiap sterana mempunyai kontribusi yang kuat dari alga lakustrin.
nama yang berbeda berdasarkan asal

183
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 9 No. 2 Februari 2017

Gambar 6. Struktur dari sterana C27-C30 yang berasal dari sterol. C27 adalah kolestana,
C28 adalah ergostana atau metilkolestana 24 , C29 adalah sitostana atau
etilkolestana 24, C30 adalah propilkolestana 24 (Waples dan Machihara 1991).

lakustrin

estuarin
plankton laut darat
terbuka
tumbuhan
tingkat
tinggi

Gambar 7. Diagram segitiga yang menunjukkan ketergantungan lingkungan dari


komposisi sterol pada organisme. Diambil dari Waples dan Machihara
(1991).

Nilai isotop karbon diaplikasikan ‰. Komposisi isotopik dari minyak dapat


pada dua pembahasan utama dari berubah karena kematangan dan
geokimia minyak yaitu sebagai indikator kemungkinan efek migrasi dan karena
dari lingkungan pengendapan dan ketidakseragaman organik minor pada
sebagai alat di dalam korelasi minyak- material sumber.
minyak dan minyak-batuan induk. Nilai ini Menurut Sofer (1984) bahwa
didapat dari ekstrak batuan atau fraksi isotop karbon dapat digunakan untuk
saturasi dan aromatik C15+ dari minyak. membedakan antara minyak yang
Korelasi positif didapatkan jika fraksi berasal dari lingkungan pengendapan
yang sama dari minyak yang berbeda laut dan minyak yang berasal dari
hanya dipisahkan oleh nilai kurang dari 1 lingkungan pengendapan darat. Nilai

184
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 9 No. 2 Februari 2017

tersebut disebut sebagai Cv yang Berdasarkan hasil analisis isotop


merupakan singkatan dari Canonical karbon yang dilakukan terhadap
value, yang didapat dengan sejumlah contoh minyak yang diambil
menggunakan rumus perhitungan dari sumur-sumur Rembang-2, Tengis-1
sebagai berikut: serta beberapa rembesan minyak yaitu
Galeh, Kedung Jati dan Langensari
13 13
Cv = 2.53 δ Csat + 2.22 δ Caro – 11.65 (Tabel 2) maka didapatkan beberapa
kelompok minyak yang menunjukkan
Nilai Cv lebih besar dari 0,47 asal material organiknya, untuk data
mengindikasikan minyak yang didominasi isotop karbon dari Rembang-1, Padi-1
oleh sumber yang berasal dari material dan Ngawi-1 tidak tersedia. Diagram
organik darat sedangkan nilai Cv lebih isotop karbon δ13 Csat terhadap δ13 Caro
kecil dari 0,47 mengindikasikan minyak digunakan agar dapat memberikan
yang didominasi oleh sumber yang gambaran mengenai lingkungan
berasal dari material organik laut. pengendapan dari asal material
organiknya.
PEMBAHASAN Contoh minyak pada sumur
Berdasarkan hasil analisis sterana Rembang-2 menunjukkan nilai Cv adalah
yang dilakukan terhadap sejumlah +2,0 yang merupakan indikasi adanya
contoh minyak yang diambil dari sumur- kontribusi dari material organik darat,
sumur Rembang-1, Rembang-2 dan sehingga lingkungan pengendapan dari
Tengis-1 untuk sumur Padi-1 dan Ngawi- batuan induk yang menghasilkan minyak
1 tidak ada data sterana (Tabel 1), maka pada sumur Rembang-2 mencirikan
didapatkan beberapa kelompok minyak lingkungan pengendapan yang lebih ke
yang menunjukkan asal material arah terestrial. Sumur Tengis-1
organiknya. Diagram perbandingan menunjukkan nilai Cv adalah +4,03 yang
antara sterana C27, C28 dan C29 merupakan indikasi adanya kontribusi
digunakan untuk memberikan gambaran yang kuat dari darat, sehingga
mengenai lingkungan pengendapan dari lingkungan pengendapan dari batuan
asal material organiknya. induk yang menghasilkan minyak pada
Contoh minyak pada sumur-sumur sumur Tengis-1 mencirikan lingkungan
Rembang-1 (kedalaman 3110-3120 kaki, pengendapan yang lebih ke arah
4867 kaki, 5500 kaki), Rembang-2 terestrial, pada beberapa rembesan
(kedalaman 1410-1440 kaki, 2632 kaki, minyak menunjukkan nilai Cv antara -
2635,5 kaki) dan Tengis-1 (7800 kaki) 1,97- (-5,23) yang merupakan indikasi
menunjukkan jumlah percampuran adanya kontribusi dari laut (Gambar 9).
antara sterana C27 dan C29 yang
merupakan indikasi adanya kontribusi Tabel 1. Hasil analisis C27, C28 dan C29
dari laut dan darat, sehingga lingkungan dari beberapa sumur (Anonim, 2005)
pengendapan dari batuan induk yang
menghasilkan minyak pada sumur Sumur C27 C28 C29
Rembang-1, Rembang-2 dan Tengis-1 Tengis-1 36.96 23.91 39.14
mencirikan lingkungan pengendapan Rembang-1 75.00 15.90 9.20
yang lebih ke arah laut dangkal (deltaik) Rembang-1 60.40 30.20 9.40
(Gambar 8). Contoh minyak pada sumur Rembang-1 50.30 30.50 19.20
Rembang-1 kedalaman 2537 kaki dan Rembang-1 46.60 20.40 33.10
4901 kaki menunjukkan jumlah yang Rembang-2 43.80 21.90 34.30
lebih besar dari sterana C29 yang Rembang-2 51.50 32.30 16.20
merupakan indikasi adanya kontribusi Rembang-2 58.00 21.10 20.90
yang kuat dari darat, sehingga Rembang-2 65.20 18.30 16.50
lingkungan pengendapan dari batuan
induk yang menghasilkan minyak pada
sumur Rembang-1 mencirikan
lingkungan pengendapan yang lebih ke
arah terestrial (Gambar 8).

185
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 9 No. 2 Februari 2017

A B

Gambar 8. Diagram perbandingan antara sterana C27, C28 dan C29 yang menunjukkan
lingkungan pengendapan asal material organiknya; A. menunjukkan
kelompok minyak estuarin/deltaik dan B. menunjukkan kelompok minyak
terestrial.

Tabel 2. Hasil analisis isotop karbon sumur dan rembesan minyak (Anonim, 2005)
δ13C δ13C
Sumur Cv
SAT ARO
Rembang-1 -26.70
Rembang-1 -26.36
Rembang-2 -28.19 -25.98 2.00
Tengs-1 -29.10 -26.10 4.03
Rembesan Minyak Langensari -22.51 -22.76 -5.23
Rembesan minyak Nglantung -25.49 -25.68 -4.17
Rembesan minyak Gembol -25.88 -26.09 -4.09
Rembesan minyak Galeh -23.27 -22.75 -3.28
Rembesan minyak Kedung Jati -26.85 -26.45 -1.97
Klantung-17 -27.60 -26.30 -0.21
Lapangan Kawengan -27.50 -25.10 2.20

Gambar 9. Diagram isotop karbon δ13 Csat terhadap δ13 Caro yang menunjukkan
lingkungan pengendapan asal material organiknya; A menunjukkan kelompok
minyak darat dan B menunjukkan kelompok minyak laut.

186
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: 1979-8415
Vol. 9 No. 2 Februari 2017

KESIMPULAN Satyana, A.H., (2005), Petroleum


Berdasarkan hasil analisis sterana Geology Of Indonesia: Current
dan isotop karbon pada contoh minyak Concepts, Pre-Convention Course,
maka terdapat dua kelompok minyak Indonesian Association of
st
pada daerah penelitian. Kelompok Geologists 34 , Annual
minyak yang pertama merupakan minyak Convention, Surabaya 28 –30
yang material organiknya berasal dari November 2005.
campuran antara tumbuhan tingkat tinggi Sribudiyani, Muchsin, N., Ryacudu, R.,
dan alga, sehingga lingkungan Kunto, T., Astono, P., Prasetya, I.,
pengendapan dari batuan induk untuk Sapiie, B., Asikin, S., Subroto,
kelompok minyak ini mencirikan E.A., Noeradi, D., Priyono, A.,
lingkungan pengendapan yang lebih ke Wahono, H.E., Hermanto, E.,
arah laut dangkal (deltaik). Praptisih dan Santoso, K., (2007),
Kelompok minyak yang kedua The Paleogen basin within the
merupakan minyak yang material Kendeng Zone, Central Java, Java
organiknya lebih banyak berasal dari Island, and implications to
tumbuhan tingkat tinggi, sehingga hydrocarbon prospectivity,
lingkungan pengendapan dari batuan Proceedings Indonesia Petroleum
st
induk untuk kelompok minyak ini Association 31 Annual
mencirikan lingkungan pengendapan Convention and Exhibition. Soft
yang lebih ke arah terestrial. File: IPA07-G-091.
Waples, D.W., Machihara, T. (1991),
DAFTAR PUSTAKA Biomarkers for geologists-a
Anonim, (2005), Padi-1 Blora Block practical guide to the application of
Indonesia, Analysis Cuttings steranes and triterpanes in
Report, Lundin Banyumas B.V, petroleum geology, American
File No.: Geochem-04114. Tidak Association of Petroleum
dipublikasikan. Geologists Methods in Exploration
Darman, H., dan Sidi, F.H., editors, Series 9. The American
(2000), An outline of The Geology Association of Petroleum
of Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Geologists, Tulsa, Oklahoma,
Indonesia. USA.
Manur, H., Barraclough, R. (1994),
Structural Control On Hydrocarbon
In The Bawean Area, East Java
Sea, Proceeding Indonesian
Petroleum Association, Twenty
Third Annual Convention, October
1994, hal. 129-144.
Satyana, A.H, Purwaningsih, Margaretha
E.M., (2003), Geochemistry Of The
East Java Basin: New
Observations On Oil Grouping,
Genetic Gas Types And Trends Of
Hydrocarbon Habitats,
Proceedings Indonesian Petroleum
Association, Twenty-Ninth Annual
Convention & Exhibition, October
2003.

187

Anda mungkin juga menyukai