Anda di halaman 1dari 5

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

NURAENA IBRAHIM
program studi Administrasi Kesehatan
E-mail: nuraena2257@gmail.com

ABSTRAK
Masa remaja (usia 11–20tahun) adalah masa yang khusus dan penting, karena merupakan
periode pematangan organ reproduksi manusia. Masa remaja disebut juga masa pubertas,
merupakan masa transisi yang unik ditandai dengan berbagai perubahan fisik, emosi
danpsikis. Remaja berada dalam situasi yang sangat peka terhadap pengaruh nilai baru,
terutama bagi mereka yang tidak mempunyai daya tangkal. Mereka cenderung lebih
mudahmelakukan penyesuaian dengan arus globalisasi dan arus informasi yang bebas yang
dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku menyimpang karena adaptasi terhadap
nilai-nilai yang datang dari luar. Masalah yang paling menonjol dilakangan remaja saat
ini,misalnya masalah seksualitas, sehingga hamil di luar nikah dan melakukan aborsi.
Kemudian rentan terinfeksi penyakit menular seksual (IMS), HIV dan AIDS serta penyalah
gunaan Narkoba. Adanya motivasidan pengetahuan yang memadai untukmenjalani masa
remaja secara sehat, diharapkan remaja mampu untuk memelihara kesehatan dirinya sehingga
mampu memasuki masa kehidupan berkeluarga dengan reproduksi sehat.

PENDAHULUAN
Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar
daripenduduk dunia, WHO (1995) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah
remaja.Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang. Di Indonesia menurut Biro
PusatStatistik (1999) kelompokremajaadalah sekitar 22% yang terdiri dari 50,9% remaja laki-
laki dan 49,1% remaja perempuan (dikutip dari Nancy P, 2002).
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masadewasa,
yang dimulai pada saat terjadinyakematangan seksual. Remaja tidak mempunyaitempat yang
jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk golongan anak-anak tetapi tidak juga termasuk
golongan dewasa. Perkembangan biologis dan psikologis remajadi pengaruhi oleh
perkembangan lingkungan dan sosial.Oleh karena itu remaja akan berjuang untuk
melepaskan ketergantungannya kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian
sehingga mereka dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa.
Memasuki masa remaja yang diawali dengan terjadinya kematangan seksual, maka
remaja akan dihadapkan pada keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima
perubahan-perubahan yang terjadi. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk
tubuh sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja. Selain itu kematangan seksual
juga mengakibatkan remaja mulai tertarik terhadap anatomi fisiologi tubuhnya. Selain tertarik
kepada dirinya, juga mulai muncul perasaan tertarik kepada teman sebaya yang berlawanan
jenis.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Bappenas dan UNFPA tahun 2010,sebagian
dari 63 juta jiwa remaja di Indonesia rentan berperilaku tidak sehat.Tingginya kehamilan
tidak diinginkan (KTD) erat kaitannya dengan aborsi. Dari estimasi jumlah aborsi per tahun
di Indonesia bisa mencapai 2,4 juta, sekitar 800.000 diantaranya terjadi dikalangan remaja.
Penyebab hamil di luar nikah di kalangan remaja semakin bervariasi. Penggunaandrug,
permen memabukkan, lem hisap seringkali menjadi alat ”coba-coba”kaum remaja untuk
mendapat rangsangan tertentu dalam menyalurkan dorongan biologisnya. Hasil SKRRI
2002–2003 menunjukkan bahwa sekitar 6 dari 10 remaja laki-laki merokok setiap hari,
sedangkan 8% pernah menggunakan narkoba. Ancaman HIV danAIDS menyebabkan
perilaku seksual dan kesehatan reproduksi remaja muncul kepermukaan, diperkirakan 20–
25% dari semua infeksi HIV di dunia terjadi pada remaja.Demikian pula dengan kejadian
PMS, yang tertinggi adalah remaja khususnya remaja perempuan.
Keterbatasan akses dan informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi
remaja di Indonesia ’bisa dipahami’ karena masyarakat umumnya masih menganggap
seksualitas sebagai sesuatu yang tabu dan tidak untuk dibicarakan secara terbuka. Orangtua
biasanya enggan untuk memberikan penjelasan masalah-masalah seksualitas dan reproduksi
kepada remajanya, dan anak pun cenderung malu bertanya secara terbukakepada orang
tuanya.Kalaupun ada orang tua atau guru di sekolah yang ingin memberipenjelasan kepada
anaknya, mereka seringkali kebingungan bagaimana caranya dan apasaja yangharus
dijelaskan.
Memberikan pendidikanlifeskill, menunda pernikahan dan kehamilan semasaremaja dan
cegah HIV dan AIDS serta memberikan informasi yang benar merupakan upaya untuk
meningkatkan perilaku hidup sehat, mengingat remaja adalah kelompok usiayang tergolong
sangat rawan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan kecakapan hidup sehat.

PEMBAHASAN
Proses tumbuh kembang remaja harus mendapat perhatian yang khusus agar fase tersebut
dapat terkontrol. Kontrol dan regulasi perlu di lakukan terhadap dorongan-dorongan seks dan
implus-implus seks, agar tidak terlampau eksesif dan meledak-ledak, sehingga bisa
melemahkan jasmani dan ro hani. Dunia pergaulan bebas kini mulai menghantui kalangan
remaja. Remaja ha-rus dapat menghindari pergaulan bebas dan bisa mengontrol dirinya agar
memiliki masa depan yang cerah. Sebaliknya mereka yang tak dapat bertahan akan
terjerumus pada dunia pergaulan bebas yang kelak akan merusak masa depannya, harapan
dan tujuan sebagai genarasi muda akan hancur akibat dari pergaulan bebas yang tidak
terkontrol. Perilaku seks berisiko sangat berkaitan erat dengan pergaulan bebas. Namun
demikian, tentunya ada beberapa faktor yang menyebabkan remaja bergelut dalam pergaulan
bebas, antara lain:
Faktor Umum
Ada beberapa faktor yang melatarbela kangi remaja terjerumus ke dalam pergaulan
bebas, seperti gagalnya sosialisasi norma-norma dalam keluarga, terutama keyakinan agama
dan moralitas dan semakin terbukanya peluang pergaulan bebas setara dengan kuantitas
pengetahuan sosial dan kelompok pertemanan. Kekosongan aktivitas-aktivitas fisik dan rasio
dalam kehidupan sehari-hari akan terjadinya penyerapan dan penghayatan terhadap struktur
pergaulan dan perilaku seks berisiko relatif tinggi serta rendahnya pengetahuan tentang
kesehatan dan resiko penyakit berbahaya.
Kebutuhan hidup menuntut seseorang untuk membentuk sistem pergaulan dalam
modernitas yang cenderung meminimalisasi ikatan moral dan kepedulian terhadap hukum-
hukum agama. Sementara di pihak lain, jajaran pemegang status terhormat sebagai sumber
pewarisan norma, seperti penegak hukum, para pemimpin formal, tokoh masyarakat dan
agama, ternyata tidak mampu berefek dengan contoh-contoh peri laku yang sesuai dengan
statusnya. Sebagai konsekuensinya adalah membuka peluang untuk mencari kebebasan di
luar rumah. Khususnya dalam pergaulan lawan jenis pada lingkungan bebas norma dan
rendahnya kontrol sosial, cenderung mengundang hasrat dan kebutuhan seks seraya
menerapkannya secara bebas.
Ada anggapan di kalangan remaja, bahwa seks merupakan indikasi kedewasaan yang
normal suatu kesalahpahaman terhadap seks. Akan tetapi, karena mereka tidak cukup
mengetahui secara utuh tentang rahasia dan fungsi seks, maka lumrah kalau mereka
menafsirkan seks semata-mata sebagai tempat pelampiasan birahi tanpa mempedulikan
risiko. Kendatipun secara sembunyi-sembunyi mereka merespon gosip tentang seks diantara
kelompoknya, me reka menganggap seks sebagai bagian penting yang tidak bisa dipisahkan
dari kehidupan remaja. Kelakar pornografi merupakan kepuasan tersendiri, sehinga mereka
semakin terdorong untuk lebih dekat mengenal lika-liku seks sesungguhnya. Jika imajinasi
seks ini memperoleh tanggapan yang sama dari pasangannya, maka tidak mustahil kalau
harapan-harapan indah yang termuat dalam konsep seks ini benar-benar dilakukan.

Faktor Internal dan Eksternal


Berdasarkan sumber dari beberapa penelitian terdahulu mencatat terdapat dua faktor
penyebab perilaku seks berisiko di kalangan remaja yakni internal (dari dalam diri) maupun
eksternal (lingkungan). Pertama adalah faktor internal yang merupakan perubahan secara
biologis dan sosiologis pada remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi,
pertama,terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya, dan kedua, tercapainya
iden titas peran. Kenakalan remaja ter-jadi karena remaja gagal mencapai masa integritas
kedua (krisis identitas). Apakah masa remaja merupakan masa ke-gun cangan (sorm and
stress) dimana me-reka mengalami krisis identitas? Maka jawabannya tidak selalu demikian.
Menurut John W Santrock dalam bukunya Adolescence (2001) dapat kita lihat bahwa
ada remaja yang mengalami krisis identitas dan banyak jumlahnya, sehingga tidak sedikit
yang berperilaku aneh, tetapi ada pula yang tidak mengalami krisis identitas. Mereka
memasuki masa remaja dengan identitas yang sangat kokoh, inilah yang disebut sebagai
identity foreclosure.
Tentu bukan kebetulan kalau me reka tidak mengalami krisis identitas, pertanya-annya
adalah apa yang menyebabkan mereka mampu memasuki masa remaja dengan identitas diri
yang jelas dan ke-pribadaian yang mantap? Jawabanya bisa kita runut pada masa sebelum
mereka me-masuki usia remaja. Anak-anak yang tidak mengalami krisis identitas itu adalah
mereka yang sebelum memasuki masa re maja telah memiliki orientasi hidup yang benar,
tujuan hidup yang jelas dan nilai-nilai yang kuat.
Sementara itu, remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang
dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku “nakal”
begitupun bagi mereka yang me-nge tahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak
bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Artinya, remaja dalam mengontrol dirinya sangat lemah dan pada akhirnya remaja yang tidak
memiliki orientasi dalam hidupnya akan lebih mudah untuk melakukan perilaku seks berisiko
dan bertindak tidak sesuai dengan norma-norma yang sudah diisyaratkan dalam masyarakat.
Kemudian yang kedua adalah faktor eksternal yang menyebabkan munculnya perilaku
seks berisiko di kalangan remaja. Pertama adalah faktor keluarga. Keluarga yang merupakan
lembaga pertama dan yang paling utama untuk mensosialisasikan nilai pada anak-anak. Di
sinilah anak me-laku kan adaptasi terhadap lingkungan so-sial nya, mengenali aturan-aturan
hidup dan norma-norma susila tertentu.
Di tengah-tengah keluarga, anak mendapat cinta kasih, bimbingan dan perlindungan.
Melalui pemahaman inilah seorang anak mulai mengenal simpati, kasih sayang, soli-daritas,
loyalitas keluarga yang murni dan tumbuhlah sosialitas sejati pada diri anak.
Apabila keluarga mengalami ketidak aturan yang disebabkan oleh perceraian atau salah
satu orang tua meninggalkannya (kabur), ataupun bercerai dan kawin lagi, maka muncullah
sebuah istilah yang penulis sebut sebagai runtunan kesulitan bagi anak-anak. Pertikaian
antara kedua orang tua akan mengacaukan perasaan dan mental anak-anak, bahkan sering
membuat mereka sa ngat sedih dan panik. Timbullah rasa tidak aman secara emosional
(emotional in security). Batin mereka sangat menderita dan tertekan oleh segala ulah orang
tuanya yang dianggap tidak mampu dan tidak dewasa dalam me nyelesaikan permasalahan ke
luarga. Kemudian timbullah rasa malu ter hadap lingkungan atas perbuatan orang tuanya
hingga terjadilah konflik batin yang serius.Mereka umumnya mengalami depresi atau tekanan
mental dan berimplikasi pada sikap mereka di masyarakat, seperti tidak percaya diri/minder,
menutup pergaulan dan tidak mudah percaya terhadap orang baru.
Perceraian orang tua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau per selisihan
antara anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di
keluarga seperti terlalu memanjakan anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan
remaja. Yang kedua adalah pergaulan dengan teman sepermainan (peer group).Remaja akan
mencoba menyesuaikan diri dengan berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat
dimana peran teman sebaya menjadi penentu atas perilaku remaja.
Apabila bergaul dengan teman sebaya yang baik dan terarah akhlak dan keperibadiannya,
maka akan menjadi orang yang baik akhlak dan keperibadiannya,begitu pula sebaliknya,
apabila berteman dengan anak-anak yang bermasalah, maka akan ikut bermasalah pula.
Begitu penting-nya seorang remaja dalam mencari teman yang sebaya, agara terhindar
dengan hal-hal yang menjadikannya melakukan penyimpangan sosial.
Ketiga adalah lingkungan tempat tinggal yang kurang baik. Semakin aktif remaja ber
interaksi dan bersosialisasi dengan masyarakat juga akan membawa dampak bagi perilaku
remaja, apabila remaja bergaul dalam lingkungan yang baik, maka akan men jadi remaja
yang terarah, dan ini berlaku untuk kebalikannya. Maka untuk itu, idealnya orang tua
membantu memfasilitasi anak-anaknya dalam bergaul.
SIMPULAN
Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999) kelompokremajaadalah sekitar
22%yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan.Masa remaja,
yakniusia antara usia 11–20 tahun adalah suatu periode masa pematangan organ
reproduksimanusia, dan sering disebut masa peralihan.Memasuki masa remaja yangditandai
denganperubahan fisik primer maupun sekunder, maka remaja akan dihadapkan pada
keadaanyang memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima perubahan-perubahan yang
terjadi.
Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh sangat berpengaruh
padakehidupan kejiwaan remaja. Keterbatasan akses dan informasi yang kurang tepat
mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi remaja di Indonesia dapat berdampak
negatif dalam kehidupannya, misalnya banyaknya kasusfree seks, KTD, aborsi remaja, dan
lain-lain. Bila remaja dibekali pengetahuan kesehatan reproduksi yang komprehensif, maka
remaja dapat lebih bertanggung jawab dalam berbuat dan mengambil keputusan sehubungan
dengan kesehatan reproduksinya. Peran keluarga, sekolah, lingkungan maupun dinas terkait
sangat penting agar tercipta generasi remaja yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA
Widyastuti, Yani dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya. Yogyakarta.
Pinem, Saroha. 2009.Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Trans Info Media, Jakarta.
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Sagung Seto.
Jakarta.
Tim Mitra Inti. 2009. Mitos Seputar Masalah Seksualitas dan Kesehatan
Reproduksi,Yayasan Mitra Inti. Jakarta.
Atun, dkk. 2004. IMS atau Penyakit Kelamin, dalam Kesehatan Reproduksi Remaja,
Kerjasama Jaringan Khusus Kesehatan untuk Anak Jalanan Perempuan di Yogyakarta,
bersama PKBI-DIY. Yogyakarta.
Caesarina Ancah. 2009. Kespro Remaja, disampaikan pada Seminar Nasional Seksualitas
dan Kesehatan Reproduksi Remaja di PP. Nuris.Juni 2009. Jember-Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai