Anda di halaman 1dari 13

DEMAM TIFOID (Typhoid fever)

DISUSUN OLEH :

Nuraena Ibrahim
(0910581220012)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDENRENG
RAPPANG
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................5
A. Demam Tifoid............................................................................................................................5
B. Epidemologi Demam Tifoid......................................................................................................6
C. Patogenesis Demam Tifoid........................................................................................................7
D. Pencegahan Demam Tifoid.......................................................................................................9
BAB III.....................................................................................................................................................11
PENUTUP............................................................................................................................................11
A. Kesimpulan..............................................................................................................................11
B. Saran.........................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................12
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Demam Tifoid (Typhoid fever) ini tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari dosen Mardatillah, S.KM., M.Kes pada mata kuliah Manajemen Bencana. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Demam Tifoid bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Baranti, 29 Juni 2022

Nuraena Ibrahim
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan penyakit demam akut yang disebabkan bakteri Salmonella
typhi (UI, 2010). Salmonella typhi disebarkan melalui rute fekal-oral yang memiliki potensi
epidemi. WHO menyatakan penyakit demam tifoid di dunia mencapai 11-20 juta kasus per tahun
yang mengakibatkan sekitar 128.000 - 161.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2018). Kasus
demam tifoid di Indonesia dilaporkan dalam surveilans tifoid dan paratifoid Nasional. Demam
tifoid masih umum terjadi di negara berkembang, hal ini mempengaruhi sekitar 21,5 juta orang
setiap tahun.

Salmonella typhi disebarkan melalui rute fekal-oral yang memiliki potensi epidemik. Port
d’entre Salmonella typhi adalah usus, apabila seseorang menelan organisme ini sebanyak 107
bakteri, dosis dibawah 105 tidak menimbulkan penyakit. Penularan demam tifoid dapat terjadi
melalui berbagai cara yang dikenal degan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan Faeces (tinja). Feses dan muntah dari penderita demam tifoid
dapat menularkan bakteri Salmonella typhi kepada orang lain. Bakteri tersebut dapat ditularkan
melalui perantara lalat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya, maka
Salmonella typhi akan masuk ke tubuh orang yang sehat (Zulkoni, 2011). Salmonella dapat
berkembang biak untuk mencapai kadar infektif dan bertahan lama dalam makanan. Makanan
yang sudah dingin dan dibiarkan di tempat terbuka merupakan media mikroorganisme yang lebih
disukai.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang Dimaksud Dengan Demam Tifoid
2. Bagaimana Epidemologi Demam Tifoid
3. Bagaimana Patogenesis Demam Tifoid
4. Bagaimana Pencegahan Demam Tifoid

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Dari Demam Tifoid
2. Untuk Mengetahui Epidemologi Demam Tifoid
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Patogenesis Demam Tifoid
4. Untuk Mengetahui Pencegahan Dari Demam Tifoid

BAB II
PEMBAHASAN
A. Demam Tifoid
Demam tifoid merupakan penyakit yang rawan terjadi di Indonesia, karena
karakteristik iklim yang sangat rawan dengan penyakit yang berhubungan dengan musim.
Terjadinya penyakit yang berkaitan dengan musim yang ada di Indonesia dapat dilihat
meningkatnya kejadian penyakit pada musim hujan. Penyakit yang harus diwaspadai pada
saat musim hujan adalah ISPA, leptosiposis, penyakit kulit, diare, demam berdarah dan
demam tifoid (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Penyakit demam tifoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-
undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Penyakit demam tifoid merupakan penyakit
yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan
wabah. Pada daerah endemik penyabab utama penularan penyakit demam tifoid adalah air
yang tercemar sedangkan di daerah non – endemik makanan yang terkontaminasi oleh
carrier merupakan hal yang paling bertanggung jawab terhadap penularan demam tifoid
(Nurvina, 2013).
Penularan demam tifoid selain didapatkan dari menelan makanan atau minuman yang
terkontaminasi dapat juga dengan kontak langsung jari tangan yang terkontaminasi tinja,
urin, secret saluran nafas atau dengan pus penderita yang terinfeksi (Dian, 2007). Proses
makanan atau minuman terkontaminasi didukung oleh faktor lain yakni manusia yang
terlibat langsung dengan pengolahan bahan makanan serta perilaku kebersihan diri
perorangan yang baik karena bakteri sering ditemukan pada tangan. (Rahayu, 2000).
Kebersihan diri salah satu penularan dari penyakit saluran pencernaan adalah melalui
tangan yang tercemar oleh mikroorganisme yang merupakan penyebab penyakit. Mencuci
tangan sesudah buang air besar, mencuci tangan sebelum makan akan melindungi
seseorang dari infeksi penyakit kemudian kondisi kuku jari tangan seseorang juga
mempengaruhi terjadinya demam tifoid, mencuci tangan dengan benar harus
menggunakan sabun serta air yang mengalir karena menggosok sela-sela jari dan kuku
dapat mencegah bakteri yang berada di kuku jari tangan. Pencucian tangan dengan sabun
dan diikuti dengan pembilasan dapat menghilangkan mikroba yang terdapat pada tangan-
tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus pathogen dari
tubuh, tinja atau sumber lain ke dalam makanan atau minuman. Kombinasi antara aktivitas
sabun sebagai pembersih, penggosokan dan aliran air akan menghanyutkan partikel
kotoran yang banyak mengandung mikroba (Rakhman, 2009).
Riwayat penyakit demam tifoid dalam satu keluarga sangat berpengaruh karena
cenderung penularan yang dialami akan melalui jalan yang sama dan risiko tertular akan
semakin cepat. Seseorang mampu menjadi pembawa penyakit (asymptomatic carrier)
demam tifoid, tanpa menunjukkan tanda gejala tetapi mampu menularkan ke orang lain.
Penularan demam tifoid dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu dikenal dengan 5F
yaitu (food, finger, fomitus, fly, feses) Feses dan muntahan dari penderita demam tifoid
dapat menularkan bakteri Salmonella typhi kepada orang lain. Kuman tersebut ditularkan
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dan melalui perantara lalat, di mana
lalat tersebut akan hinggap di makanan yang akan dikonsumsi oleh orang sehat. Apabila
orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhi masuk ke tubuh orang yang sehat
melalui mulut selanjutnya orang sehat tersebut akan menjadi sakit (Zulkoni, 2010).
Pathogenesis demam tifoid secara garis besar terdiri 3 proses, yakni (1) proses invasi
bakteri Salmonella typhi ke dinding sel epitel usus, (2) proses kemampuan hidup dalam
makrofaq dan (3) proses berkembang biaknya kuman dalam makrofaq. Bakteri Salmonella
typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan atau
minuman yang terkontaminasi. Setelah bakteri sampai di lambung maka akan timbul
usaha pertahanan non-spesifik yang bersifat kimia dengan adanya suasana asam di
lambung dan enzim yang dihasilkannya (Widoyono, 2011).

B. Epidemologi Demam Tifoid


Secara epidemiologis, penyebaran penyakit berbasis lingkungan dikalangan anak
sekolah di Indonesia tergolong sangat tinggi. Terjadinya infeksi, seperti diare, demam
berdarah dengue, cacingan, demam tifoid serta berbagai dampak negatif akibat buruknya
sanitasi. Demam tifoid dapat menganggu dan menjadi persoalan utama sekaligus
berpotensi mengakibatkan keadaan bahaya jika menganggu aktivitas sehari-hari sebab
dalam interaksi setiap hari banyak terjadi kontak secara langsung maupun tidak langsung
yang dapat menyebabkan terjadinya penularan dan penyebab penyakit (Rakhman, 2009).
Terjadinya kejadian penyakit infeksi di negara berkembang khususnya demam tifoid
dihubungkan dengan masih rendahnya status sosial ekonomi dan rendahnya tingkat
pengetahuan yang dimiliki kebanyakan masyarakat. masyarakat sehingga keadaan
kesehatan lingkungan buruk dan status kesehatan menjadi semakin buruk (Nurvina, 2013).
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella typhi, maka
setiap individu diharapkan untuk memperhatikan kualitas makanan atau minuman yang
akan dikonsumsi. Bakteri Salmonella typhi akan mati dalam air yang dipanaskan dengan
suhu tinggi yakni 57° C dalam beberapa menit atau dengan proses iodinasi atau klorinasi.
Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena akan
berdampak cukup besar terhadap penurunan angka kejadian demam tifoid (Soegijanto,
2002).
Data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, memperkirakan terdapat 17
juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap
tahun Case Fatality Rate (CFR) = 3,5%. Berdasarkan Laporan Ditjen Pelayanan Medis
Departemen Kesehatan RI tahun 2008, demam tifoid menempati urutan ke 2 dari 10
penyakit terbanyak pasien rawat inap di Rumah Sakit di Indonesia dengan jumlah kasus
81.116 dengan proporsi 3,15% (Depkes RI, 2009).
Prevalensi tertinggi demam tifoid di Indonesia terjadi pada kelompok usia 5–14 tahun
(Riskesdas, 2007). Pada usia 5–14 tahun merupakan usia anak yang kurang
memperhatikan kebersihan diri dan kebiasaan jajan yang sembarangan sehingga dapat
menyebabkan tertular penyakit demam tifoid. pada anak usia 0–1 tahun prevalensinya
lebih rendah dibandingkan dengan kelompok usia lainnya dikarenakan kelompok usia ini
cenderung mengkonsumsi makanan yang berasal dari rumah yang memiliki tingkat
kebersihannya yang cukup baik dibandingkan dengan yang dijual di warung pinggir jalan
yang memiliki kualitas yang kurang baik (Nurvina, 2013).

C. Patogenesis Demam Tifoid


Demam tifoid dapat ditularkan melalui berbagai cara, biasa dikenal dengan 5F yaitu
Food (makanan), Finger (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan Feses.
Penularan bakteri Salmonella Typhi penyebab demam tifoid dapat melalui feses dan
muntahan dari penderita tifoid. Makanan dan minuman yang terkontaminasi serta lalat
yang hinggap di makanan yang akan kurang diperhatikan maka bakteri tersebut dapat
mudah masuk dan menyebabkan infeksi (Nuruzzaman & Syahrul, 2016).
Respon humoral mukosa (IgA) usus yang kurang baik dapat menyebabkan kuman
menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya menuju ke lamina propia.
Kemudian kuman akan berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat bertahan hidup serta dapat berkembang biak di dalam makrofag
dan kemudian dibawa ke Plak Peyer ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening
mesenterika. Kuman yang terdapat di dalam makrofag akan masuk ke dalam sirkulasi
darah melalui duktus toraksikus sehingga mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimtomatik (Kaur, J., & Jain, S. K., 2012). Biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur
darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi terjadi selama 7
hingga 14 hari (Nelwan R.H.H, 2012).
Kuman dalam pembuluh darah kemudian akan menyebar ke seluruh tubuh dan
berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial yaitu hati, limpa, serta sumsum
tulang. Selain itu, kuman juga melakukan replikasi didalam makrofag. Setelah periode
replikasi, kuman akan kembali menyebar ke sistem peredarah darah dan menyebabkan
bakterimia yang kedua. Hal ini juga sekaligus menandai berakhirnya masa inkubasi.
Bakterimia kedua akan menimbulkan beberapa manifestasi klinis seperti demam, sakit
kepala, serta nyeri abdomen (Nelwan R.H.H, 2012).

Patogenesis Demam Tifoid (Monack, D. M., Mueller, A., & Falkow, S., 2004)
Pada tahap ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kantung empedu,
dan Plak Peyer di mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Plak Peyer dapat terjadi melalui
inflamasi yang mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Bakterimia dapat menetap selama
beberapa minggu jika tidak diobati dengan antibiotik. Kekambuhan dapat terjadi jika
kuman masih menetap didalam organ-organ sistem retikuloendotelial dan mempunyai
kesempatan berproliferasi kembali (Nelwan R.H.H, 2012).
Bakteri Salmonella Typhi harus mampu bertahan hidup di lambung dengan pH rendah
untuk menginfeksi usus dimana jumlah bakteri Salmonella Typhi yang menyebabkan
seseorang sakit bervariasi sekitar 103 sampai 106 sel (Chowdhury, Shumy, Anam, &
Chowdhury, 2014). Selain itu, waktu inkubasinya antara 7 hingga 14 hari tergantung
jumlah bakteri, virus serta respon daya tahan tubuh manusia (Lee K, Runyon M, Herman
TJ, Phillips R, & Hsieh J, 2015).

D. Pencegahan Demam Tifoid


Pencegahan adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk mencegah agar masyarakat tidak
tertular oleh bakteri Salmonella Typhi penyebab demam tifoid. Pencegahan dilakukan karena
lebih efisien dan tidak menimbulkan faktor resiko yang berbahaya. Pengendalian bersifat
mengelola, mengatur serta mengawasi agar tifoid tidak menjadi masalah lagi bagi masyarakat.
Terdapat 3 pilar strategis untuk pencegahan tifoid (Kemenkes, 2006), yaitu:

1. Mengobati secara sempurna pasien dan karier tifoid

Penderita tifoid karier merupakan seseorang yang satu tahun pasca demam tifoid, tanpa gejala
klinis yang pasti memiliki kotoran (feses atau urin) yang masih mengandung bakteri Salmonella
Typhi. Karier pasca penyembuhan yaitu penderita tifoid yang sudah sembuh setelah 2-3 bulan
yang masih ditemukan kuman Salmonella Typhi pada feses dan urinnya. Karier akan terjadi bila
pasien tidak mendapatkan pengobatan atau tidak diobati secara maksimal sehingga bakteri
penyebab tifoid susah dimusnahkan dari tubuh.
2. Mengatasi faktor-faktor yang berperan dalam proses penularan bakteri

Faktor penyebab demam tifoid yang utama adalah air dan makanan yang terkontaminasi
Salmonella Typhi sehingga harus dicegah dengan cara mengolah air minum serta limbah rumah
tangga yang baik agar kualitas air yang digunakan baik. Menjaga kebersihan makanan dan
minuman yang dikonsumsi, menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan
menggunakan sabun setiap kali akan makan, pengelolaan air limbah serta kotoran dan sampah
yang benar agar tidak mencemari lingkungan, jamban keluarga yang memenuhi persyaratan,
serta membiasakan diri untuk hidup bersih bagi seluruh elemen masyarakat.

3. Perlindungan dini agar tidak tertular

Pemberian vaksin tifoid perlu dilakukan untuk pencegahan tifoid, dimana pemberiannya bila
perlu sejak anak-anak dimana pada masa itu mereka mulai mengenal jajan yang tidak terjamin
kebersihannya. Vaksinasi juga perlu diberikan kepada para pendatang dari negara maju yang
masuk ke daerah yang endemik demam tifoid.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada daerah endemik penyabab utama penularan penyakit demam tifoid adalah air yang
tercemar sedangkan di daerah non – endemik makanan yang terkontaminasi oleh carrier
merupakan hal yang paling bertanggung jawab terhadap penularan demam tifoid (Nurvina,
2013).

Penularan demam tifoid selain didapatkan dari menelan makanan atau minuman yang
terkontaminasi dapat juga dengan kontak langsung jari tangan yang terkontaminasi tinja, urin,
secret saluran nafas atau dengan pus penderita yang terinfeksi (Dian, 2007).

Mencuci tangan sesudah buang air besar, mencuci tangan sebelum makan akan melindungi
seseorang dari infeksi penyakit kemudian kondisi kuku jari tangan seseorang juga mempengaruhi
terjadinya demam tifoid, mencuci tangan dengan benar harus menggunakan sabun serta air yang
mengalir karena menggosok sela-sela jari dan kuku dapat mencegah bakteri yang berada di kuku
jari tangan.

Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan dapat menghilangkan
mikroba yang terdapat pada tangan-tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan
bakteri dan virus pathogen dari tubuh, tinja atau sumber lain ke dalam makanan atau minuman.

B. Saran
Anak usia 7–12 tahun khususnya bagi terdiagnosis demam tifoid maupun responden yang
tidak terdiagnosis demam tifoid untuk selalu menjaga kebersihan diri dan kebiasaan jajan, hal ini
diperlukan sebagai upaya untuk mencegah peningkatan angka kejadian demam tifoid. Keluarga
dari penderita demam tifoid diharapkan untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan agar tidak
terjadi penularan.
DAFTAR PUSTAKA
Prehamukti, A. A. (2018). Faktor Lingkungan dan Perilaku terhadap Kejadian Demam
Tifoid. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 2(4), 587-598.
Winingsih, P. (2021). LAPORAN STUDI KASUS PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM
THYPOID DI RSIA'AISYIYAH KLATEN (Doctoral dissertation, STIKES Muhammadiyah
Klaten).
Nuruzzaman, H., & Syahrul, F. (2016). Analisis risiko kejadian demam tifoid berdasarkan
kebersihan diri dan kebiasaan jajan di rumah. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(1), 74-86.
Adrianto, H., & Yuwono, N. (2018). Pengantar Blok Penyakit Tropis: Dari Zaman Kuno
Hingga Abad 21 Terkini. Pustaka Abadi.
Febiyanti, A. M. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DEMAM THYPOID DI
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta).
Engki, Z. (2020). Non-Typhoid Salmonella Penyebab Foodborne Diseases: Pencegahan dan
Penanggulangannya (Non-Typhoid Salmonella Causes Food-borne Diseases: Prevention
and Control). WARTAZOA Buletin Ilmu Peternakan dan Kesehatan Hewan
Indonesia, 30(4), 221-229.

Anda mungkin juga menyukai