Anda di halaman 1dari 2

A.

ASAL- USUL NAMA NGAWI

Nama ngawi berasal dari “awi” atau “bambu” yang selanjutnya mendapat tambahan
huruf sengau “ng” menjadi “ngawi”. Apabila diperhatikan, di Indonesia khususnya jawa,
banyak sekali nama-nama tempat (desa) yang dikaitkan dengan flora, seperti : Ciawi,
Waringin Pitu, Pelem, Pakis, Manggis dan lain-lain.

Demikian pula halnya dengan ngawi yang berasal dari “awi” menunjukkan suatu tempat
yaitu sekitar pinggir ”Bengawan Solo” dan ”Bengawan Madiun” yang banyak tumbuh
pohon “awi”. Tumbuhan “awi” atau “bambu” mempunyai arti yang sangat bernilai, yaitu
:

1. Dalam kehidupan sehari-hari Bambu bagi masyarakat desa mempunyai peranan


penting apalagi dalam masa pembangunan ini.

2. Dalam Agama Budha , hutan bambu merupakan tempat suci :

- Raja Ajatasatru setelah memeluk agama Budha, ia menghadiahkan sebuah ” hutan yang
penuh dengan tumbuh-tumbuhan bambu” kepada sang Budha Gautama.

- Candi Ngawen dan Candi Mendut yang disebut sebagai Wenu Wana Mandira atau
Candi Hutan Bambu (Temple Of The Bamboo Grove), keduanya merupakan bangunan
suci Agama Budha.

3. Pohon Bambu dalam Karya Sastra yang indah juga mampu menimbulkan inspirasi
pengandaian yang menggetarkan jiwa.

Dalam Kakawin Siwara Trikalpa karya Pujangga Majapahit ”Empu Tanakung” disebut
pada canto (Nyanyian) 6 Bait 1 dan 2, yang apabila diterjemahkan dalam bahasa
indonesia, lebih kurang mempunyai arti sebagai berikut :

- Kemudian menjadi siang dan matahari menghalau kabut, semua kayu-kayuan yang
indah gemulai mulai terbuka, burung-burung gembira diatas dahan saling bersaut - sautan
bagaikan pertemuan Ahli Kebatinan (Esoteric Truth) saling berdebat.

- Saling bercinta bagaikan kayu – kayuan yang sedang berbunga, pohon bambu membuka
kainnya dan tanaman Jangga saling berpelukan serta menghisap sari bunga Rara Malayu,
bergerak-gerak mendesah, Pohon Bambu saling berciuman dangan mesranya.

4. ”awi” atau ”bambu” dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia mempunyai


nilai sejarah, yaitu dalam bentuk ”bambu runcing” yang menjadi salah satu senjata untuk
melawan dan mengusir penjajah yang tenyata senjata dari ”bambu” ini ditakuti dari pihak
lawan (digambarkan yang ”terkena” akan menderita sakit cukup lama dan ngeri).

Pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia ini ada juga ”bambu runcing”
yang dikenal dan disebut dengan ”Geranggang Parakan”. Dengan demikian jelaslah
bahwa ”ngawi” berasal dari ”awi” atau ”bambu”, Sekaligus menunjukkan lokasi Ngawi
sebagai ”desa” di pinggir Bengawan Solo dan Bengawan Madiun.

B. PENETAPAN HARI JADI NGAWI

Berdasarkan penelitian benda-benda kuno, menunjukkan bahwa di Ngawi telah


berlangsung suatu aktifitas keagamaan sejak pemerintahan Airlangga dan rupanya masih
tetap bertahan hingga masa akhir Pemerintahan Raja Majapahit. Fragmen-fragmen
Percandian menunjukkan sifat kesiwaan yang erat hubungannya dengan pemujaan
Gunung Lawu (Girindra), namun dalam perjalanan selanjutnya terjadi pergeseran oleh
pengaruh masuknya Agama Islam serta kebudayaan yang dibawa Bangsa Eropa
khususnya belanda yang cukup lama menguasai pemerintahan di Indonesia, disamping
itu Ngawi sejak jaman prasejarah mempunyai peranan penting dalam lalu lintas
(memiliki posisi Geostrategis yang sangat penting).

Dari 44 desa penambangan yang mampu berkembang terus dan berhasil meningkatkan
statusnya menjadi Kabupaten Ngawi sampai dengan sekarang.

Penelitian terhadap peninggalan benda-benda kuno dan dokumen sejarah menunjukkan


beberapa status Ngawi dalam perjalanan sejarahnya :

1. Ngawi sebagai Daerah Swatantra dan Naditira pradesa, pada jaman Pemerintahan Raja
Hayam Wuruk (Majapahit) tepatnya tanggal 7 Juli 1358 Masehi, (tersebut dalam Prasati
Canggu yang berangka Tahun Saka 1280)

2. Ngawi sebagai Daerah Narawita Sultan Yogyakarta dengan Palungguh Bupati –


Wedono Monconegoro Wetan, tepatnya tanggal 10 Nopember 1828 M (tersebut dalam
surat Piagam Sultan Hamengkubuwono V tertanggal 2 Jumadil awal 1756 AJ).

3. Ngawi sebagai Onder-Regentschap yang dikepalai oleh Onder Regent (Bupati Anom)
Raden Ngabehi Sumodigdo, tepatnya tertanggal 31 Agustus 1830 M.

Nama Van Den Bosch berkaitan dengan nama ”Benteng Van Den Bosch Di Ngawi, yang
dibangun pada Tahun 1839 – 1845 untuk menghadapi kelanjutan Perjuangan Perlawanan
dan serangan rakyat terhadap penjajah, diantaranya di ngawi yang dipimpin oleh
Wirotani, salah satu pengikut Pangeran Diponegoro. Hal ini dapat diketahui dari buku
”De Java Oorlog” karangan Pjf. Louw Jilid I Tahun 1894 dengan sebutan (menurut
sebutan dari penjajah) : ”Tentang Pemberontakan Wirotani di Ngawi”. Bersamaan
dengan ketetapan ngawi sebagai Onder - Regentschap telah ditetapkan pembentukan 8
regentschap atau Kabupaten dalam wilayah Ex. Karesidenan Madiun akan tetapi hanya 2
regentschap saja yang mampu bertahan dan berstatus sebagai Kabupaten yaitu Kabupaten
Madiun dan Kabupaten Magetan. Adapun Ngawi yang berstatus sebagai Onder –
Regentschap dinaikkan menjadi regentschap atau kabupaten, karena disamping letak
geografisnya sangat menguntungkan juga memiliki potensi ynag cukup memadai.

4. Ngawi sebagai regentschap yang dikepalai oleh Regent Atau Bupati Raden Adipati
Kertonegoro pada tahun 1834 (Almanak Naam Den Gregoriaanschen Stijl, Vor Het Jaar
Na De Geboorte Van Jezus Christus,1834 Halaman 31)

Dari hasil penelitian tersebut di atas, apabila hari jadi ngawi ditetapkan pada saat
berdirinya Onder – Regentschap pada tanggal 31 Agustus 1830 berarti akan
memperingati berdirinya pemerintahan penjajahan di Ngawi, dan tidak mengakui
kenyataan statusnya yang sudah ada sebelum masa penjajahan.

Dari penelusuran 4 (empat) status Ngawi di atas, Prasati Canggu yang merupakan sumber
data tertua, digunakan sebagai penetapan hari jadi ngawi, yaitu pada tahun 1280 Saka
atau pada tanggal 8 hari Sabtu Legi Bulan Rajab Tahun 1280 Saka, tepatnya pada tanggal
7 Juli 1358 Masehi (berdasarkan perhitungan menurut Lc. Damais) dengan status ngawi
sebagai Daerah Swatantra dan Naditira Pradesa.

Sesuai dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngawi dalam
Surat Keputusannya Nomor 188.170/34/1986 tanggal 31 Desember 1986 tentang
Persetujuan Terhadap Usulan Penetapan Hari Jadi Ngawi maka berdasarkan Surat
Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Ngawi Nomor 04 Tahun 1987 tanggal 14
Januari 1987, Tanggal 7 Juli 1358 Masehi Ditetapkan Sebagai ”Hari Jadi Ngawi”.

Anda mungkin juga menyukai