Anda di halaman 1dari 3

MATARAM KUNO

Aspek Kehidupan Kebudayaan Hindu-Buddha


Semangat kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu dibuktikan
dengan  banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi. Prasasti peniggalan dari Kerajaan
Mataram Kuno, seperti prasasti Canggal (tahun 732 M), prasasti Kelurak (tahun 782 M), dan
prasasti Mantyasih (Kedu). Selain itu, juga dibangun candi Hindu, seperti candi Bima, candi
Arjuna, candi Nakula, candi Prambanan, candi Sambisari, cadi Ratu Baka, dan candi Sukuh. Selain
candi Hindu, dibangun pula candi Buddha, misalnya candi Borobudur, candi Kalasan, candi Sewu,
candi Sari, candi Pawon, dan candi Mendut. Mereka juga telah mengenal bahasa Sansekerta dan
huruf  Pallawa. Selain tiu, masyarakat kerajaan Mataram Kuno juga mampu membuat syair. 

Aspek Kehidupan Sosial


Kerajaan Mataram Kuno meskipun dalam praktik keagamaannya terdiri atas agama Hindu dan
agama Buddha, masyarakatnya tetap hdup rukun dan saling bertoleransi. Sikap itu dibuktikan
ketika mereka bergotong royong dalam membangun Candi Borobudur. Masyarakat Hindu yang
sebenarnya tidak ada kepentingan dalam membangun Candi Borobudur, tetapi karena sikap
toleransi dan gotong royong yang telah mendarah daging turut juga dalam pembangunan
tersebut.
Keteraturan kehidupan sosial di Kerajaan Mataram Kuno juga dibuktikan adanya kepatuhan hukum
pada semua pihak. Peraturan hukum yang dibuat oleh penduduk desa ternyata juga di hormati
dan dijalankan oleh para pegawai istana. Semua itu bisa berlangsung karena adanya hubungan
erat antara rakyat dan kalangan istana.   

Aspek Kehidupan Ekonomi

Pusat kerajaan Mataram Kuno terletak di Lembah sungai Progo, meliputi daratan Magelang,
Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah itu amat subur sehingga rakyat menggantungkan
kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta daerah
lain yang saling mengekspor dan mengimpor hasil pertaniannya.Usaha untuk meningkatkan dan
mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi.

Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung berkuasa. Raja telah
memerintahkan untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri
aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas
perdagangan melalui aliran sungai tersebut. Sebagai imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri
sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarya pengangkutan perdagangan melalui
sungai tersebut dengan sendirinya akan menigkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat
Mataram Kuno

Aspek Kehidupan Politik


Untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya, Mataram Kuno menjalin kerjasama dengan
kerajaan tetangga, misalnya Sriwijaya, Siam danIndia. Selain itu, Mataram Kuno juga
menggunakan sistem perkawinan politik. Misalnya pada masa pemerintahan Samaratungga yang
berusaha menyatukan kembali Wangsa Syailendra dan Wangsa Sanjaya dengan cara anaknya
yang bernama Pramodyawardhani(Wangsa Syailendra) dinikahkan dengan Rakai Pikatan (Wangsa
Sanjaya).
Wangsa Sanjaya merupakan penguasa awal di Kerajaan Mataram Kuno, sedangkan Wangsa
Syailendra muncul setelahnya yaitu mulai akhir abad ke-8 M. Dengan adanya perkawinan politik
ini, maka jalinan kerukunan beragama antara Hindu (Wangsa Sanjaya) dan Buddha (Wangsa
Syailendra) semakin erat
MAJAPAHIT
Kehidupan Religi dan Sosial Budaya.
Pada masa Kerajaan Majapahit berkembang agama Hindu Syiwa danBuddha.
Kedua umat beragama itu memiliki toleransi yang besar sehingga tercipta kerukunan
umat beragama yang baik. Raja Hayam Wuruk beragama Syiwa, sedangkan Gajah
Mada beragama Buddha. Namun, mereka dapat bekerja sama dengan baik.
Rakyat ikut meneladaninya, bahkan Empu Tantular menyatakan bahwa kedua
agama itu merupakan satu kesatuan yang disebut Syiwa–Buddha. Hal itu ditegaskan
lagi dalam Kitab Sutasoma dengan kalimat Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma
Mangrwa. Artinya, walaupun beraneka ragam, tetap dalam satu kesatuan, tidak ada
agama yang mendua.
Urusan keagamaan diserahkan kepada pejabat tinggi yang
disebutDharmmaddhyaksa. Jabatan itu dibagi dua, yaitu Dharmmaddhyaksa Ring
Kasaiwan untuk urusan agama Syiwa dan Dharmmaddhyaksa Ring Kasogatanuntuk
urusan agama Buddha. Kedua pejabat itu dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan
yang disebut dharmmaupatti. Pejabat itu, pada zaman  Hayam Wurukyang terkenal ada
tujuh orang yang disebut sang upatti sapta. Di samping sebagai pejabat keagamaan,
para upatti juga dikenal sebagai kelompok cendekiawan atau pujangga. Misalnya, Empu
Prapanca adalah seorang Dharmmaddhyaksa dan juga seorang pujangga besar dengan
kitabnya Negarakertagama.
Untuk keperluan ibadah, raja juga melakukan perbaikan dan pembangunan candi-
candi. Pada masa Majapahit bidang seni budaya berkembang pesat, terutama seni
sastra. Karya seni sastra yang dihasilkan pada masa zaman awal Majapahit, antara lain
sebagai berikut:
1.      Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada tahun 1365. Isinya
menceritakan hal-hal sebagai berikut:
        Sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit dengan masa pemerintahannya.
        Keadaan kota Majapahit dan daerah-daerah kekuasaannya.
        Kisah perjalanan Raja Hayam Wuruk ketika berkunjung ke daerah kekuasaannya di
Jawa Timur beserta daftar candi-candi yang ada.
        Kehidupan keagamaan dengan upacara-upacara sakralnya, misalnya
upacara Srrada untuk menghormati roh Gayatri dan menambah kesaktian raja.
2.      Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Kitab tersebut berisi riwayat Sutasoma,
seorang anak raja yang menjadi pendeta Buddha.
3.      Kitab Arjunawijaya karangan Empu Tantular. Kitab tersebut berisi tentang riwayat raja
raksasa yang berhasil ditundukkan oleh Raja Arjunasasrabahu.
4.      Kitab Kunjarakarna dan Parthayajna, tidak jelas siapa pengarangnya. Kitab itu berisi
kisah raksasa Kunjarakarna yang ingin menjadi manusia, dan pengembaraan Pandawa
di hutan karena kalah bermain dadu dengan Kurawa.

Sedangkan, karya seni sastra yang dihasilkan pada zaman akhir Majapahit antara
lain, sebagai berikut:
1.      Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit.
2.      Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.
3.      Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan Sora.
4.      Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe.
5.      Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai dengan menjadi Raja
Majapahit.
6.      Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar.
7.      Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh
Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.

Di samping seni sastra, seni bangunan juga berkembang pesat. Bermacam-


macam candi didirikan dengan ciri khas Jawa Timur, yaitu dibuat dari bata, misalnya
Candi Panataran, Candi Tigawangi, Candi Surawana, Candi Jabung, dan Gapura
Bajang Ratu.

Anda mungkin juga menyukai