Anda di halaman 1dari 7

Tugas Diskusi Sejarah

Indonesia
Kelompok 8:
1. Fidelix Sinai Mourinho
2. Renny BR Purba
Kerajaan Majapahit

1. Sistem Pemerintahan
Pada masa kerajaan, sistem pemerintahan yang diterapkan pun sudah
begitu baik dan terkoordinir. Dimana pada masa raja Hayam Wuruk,
seluruh sistem pemerintahan Kerajaan Majapahit dan birokrasi kerajaan
berjalan dengan begitu baik sesuai perencanaan yang telah dibuat.

Berikut ini adalah sistem birokrasi di Kerajaan Majapahit kala itu:

 Raja yang menduduki tahta kala itu dianggap sebagai penjelmaan


dewa oleh masyarakat serta memiliki hak tertinggi terhadap kerajaan
 Rakryan MAhamantri Kartini biasanya dijabat oleh putra-putra raja
 Dharmaupattai ialah pejabat di bidang keagamaan dalam Kerajaan
Majapahit
 Dharmadyaksa ialah pejabat hukum di bidang pemerintahan
kerajaan.
Selain pembagian birokrasi, Raja Hayam Wuruk juga melakukan
pembagian wilayah kerajaan. Berikut adalah pembagian wilayah di
Kerajaan Majapahit:

 Bhumi, yakni kerajaan dengan raja yang memimpinnya


 Negara, yakni setingkat dengan provinsi dengan raja atau natha atau
yang kerap disebut dengan bhre sebagai pemimpinnya
 Watek, yaki setingkat dengan kabupaten dengan Wiyasa sebagai
pemimpinya
 Kuwu, yakni setingkat kelurahan dengan lurah sebagai
pemimpinnya
 Wanua, yakni setingkat desa dengan Thani sebagai pemimpinnya
 Kebuyutan, yakni setingkat dusun atau tempat-tempat sakral.

2. Agama dan Proses Penyebarannya


Pada masa Kerajaan Majapahit berkembang agama Hindu Syiwa dan
Buddha. Kedua umat beragama itu memiliki toleransi yang besar sehingga
tercipta kerukunan umat beragama yang baik. Raja Hayam Wuruk
beragama Syiwa, sedangkan Gajah Mada beragama Buddha. Namun,
mereka dapat bekerja sama dengan baik. Rakyat ikut meneladaninya,
bahkan Empu Tantular menyatakan bahwa kedua agama itu merupakan
satu kesatuan yang disebut Syiwa-Buddha.

M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (1991) menyebutkan


bahwa Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai
Nusantara dan dianggap sebagai kerajaan terbesar dalam sejarah
Indonesia.
Mayoritas penduduk Kerajaan Majapahit yang memiliki wilayah amat luas
di Nusantara memeluk agama Hindu, Buddha, atau ajaran Siwa-Buddha,
meskipun ada pula yang masih menganut kepercayaan leluhur yakni
Kejawen atau Animisme.
Ajaran Siwa-Buddha merupakan sinkretisme atau percampuran dari
agama Hindu dan Buddha di Nusantara. Di era Majapahit, ajaran yang
sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Mataram Kuno ini berpadu menjadi
satu.

3. Sistem Ekonomi dan Mata Pencaharian Rakyat


Adapun sistem perekonomian yang dijalankan di Kerajaan Majapahit
adalah sistem agraris dan perdagangan.

Pada masa itu ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang,
tepatnya sejak abad ke-8 (jaman Kerajaan Medang yang menggunakan
keping emas dan perak). Kemudian pada tahun 1300, pada masa
pemerintahan raja pertama Majapahit, keping uang dalam negeri diganti
dengan uang "kepeng"

Catatan sejarah mengenai skala ekonomi Jawa pada masa Kerajaan


Majapahit dapat dikumpulkan dari berbagai data dan prasasti. Pada
Prasasti Canggu (1358) misalnya, disebutkan ada 78 titik perlintasan
berupa tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (Mandala Jawa).
Kemudian ada berbagai pekerjaan rakyat Majapahit kala itu, seperti
pengrajin emas dan perak, penjual minuman, hingga tukang daging. Ini
membuktikan bahwa penduduk bermata pencaharian selain agraris
semakin bertambah di era Kerajaan Majapahit.

Berdasarkan catatan sejarah dari pedagang Tiongkok Wang Ta-Yuan,


komoditas utama ekspor Jawa saat itu adalah lada, garam, kain, dan
burung kakak tua. Kemudian untuk komoditas impornya adalah berupa
mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Kala itu
mata uang yang digunakan dibuat dari campuran perak, timah putih,
timah hitam, dan tembaga.

Pada masanya, Kerajaan Majapahit mengalami kemakmuran yang


disebabkan oleh 2 faktor, yakni:
1. Lokasi Kerajaan Majapahit dekat dengan lembah sungai Brantas dan
Bengawan Solo. Lokasi di dataran rendah Jawa Timur ini sangat cocok
untuk kegiatan pertanian, terutama padi. Kala itu pemerintahan Majapahit
membangun berbagai infrastruktur irigasi untuk mendukung kegiatan
pertaniannya.

2. Keberadaan pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa


sangar berperan dalam hal penyaluran komoditas rempah-rempah dari
Maluku. Pemasukan dari pajak yang dikenakan untuk komoditas rempah-
rempah yang melewati Jawa juga menjadi sumber pendapatan utama
Majapahit.

4. Peninggalan yang Ditinggalkan


Dalam buku Peradaban Nusantara oleh Tri Prasetyono, S.Pd, kemunduran
Kerajaan Majapahit salah satunya dipengaruhi Kesultanan Demak yang
menyebarkan agama Islam ke Pulau Jawa. Di samping itu, terjadi
perebutan tahta, Perang Paregreg, wafatnya Hayam Wuruk tanpa penerus
andal, dan lepasnya kerajaan-kerajaan kecil dari Majapahit dianggap
sebagai salah satu faktor penyebab runtuhnya Majapahit.

Peninggalan Kerajaan Majapahit setelah keruntuhannya meliputi situs,


candi, karya sastra atau kitab, dan prasasti. Peninggalan tersebut kelak
menjadi salah satu sumber sejarah Kerajaan Majapahit.
1. Candi Tikus
Candi Tikus pertama kali ditemukan pada tahun 1914 oleh Bupati
Mojokerto saat itu, RAA Kromodjojo. Para ahli memperkirakan candi ini
sebagai peninggalan Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 di pemerintahan
Hayam Wuruk. Candi ini diperkirakan sebagai tempat mandi raja dan
upacara tertentu yang dirayakan dalam kolam-kolam candi.

Candi Tikus dianggap sebagai simbol Gunung Meru dengan puncak utama
yang dikelilingi delapan puncak lebih kecil. Secara mitologi, Gunung Meru
dihubungkan dengan tirta amarta atau air kehidupan, yang dipercaya
memberi kekuatan hidup pada semua mahkluk, seperti dikutip dari Hasil
Pemugaran dan Temuan Beda Cagar Budaya PJP I oleh IGN Anom, Sri
Sugiyanti, dan Hadniwati Hasibuan.

2. Kitab Negarakertagama
Karangan Mpu Prapanca

Negarakertagama berarti "negara


dengan tradisi (agama) yang suci."
Kitab ini sebetulnya tidak
ditemukan dalam Kakawin
Nagarakertagama. Sebab, Mpu
Prapanca menyebut karyanya
dengan judul Dewacawarnana yang berarti "uraian mengenai desa-desa."
Kitab ini berisi tentang istilah raja-raja Majapahit, keadaan kota raja, candi
makam raja, upacarqa Sradha, wilayah Kerajaan Majapahit, dan negara-
negara bawahan Majapahit.

Mpu Prapanca merupakan nama samaran dari Dang Acarya Nadendra,


mantan petinggi urusan agama Buddha Kerajaan Majapahit. Ia
menyelesaikan naskah kita Negarakertagama di usia tua dalam pertapaan
di lereng gunung di Desa Kamalasana, seperti dikutip dari buku Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan oleh Edi Rohani, M.Pd.I.

Anda mungkin juga menyukai