Anda di halaman 1dari 8

MENGGALI NILAI PANCASILA PADA MASA KERAJAAN

1. Nilai-Nilai yang dapat dipetik dari sejarah kerajaan di Nusantara


Pada masa kerajaan istilah Pancasila belum dikemukaakan namun nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila sudah diterapkan pada masa kerajaan. Kerajaan-kerajaan
yang telah menerapkan nilai-nilai pancasila dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kerajaan Kutai
Kerajaan ini merupakan kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan Kutai adalah
kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara dan seluruh Asia Tenggara. Kerajaan
Kutai terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur tepatnya di hulu sungai
Mahakam. Adapun Nilai-nilai Pancasila yang terdapat di Kerajaan Kutai daalah
sebagai berikut:
Nilai Ketuhanan : Memeluk agama Hindu
Nilai Persatuan : Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh
wilayah Kalimantan Timur.
Nilai Kerakyatan : Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
b. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan Melayu Kuno di pulau Sumatra yang
banyak berpengaruh di kepulauan Melayu. Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta
Hyang Cri Yacanaca. Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, agama
Hindu pertama kali dikenal oleh kerajaan Sriwijaya kemudian diikuti oleh agama
Budha pada 425 Masehi. Kerajaan Sriwijaya mengalami masa kejayaan di bawah
kepemimpinan Balaputradewa. Adapun nilai-nilai Pancasila yang terdapat dalam
kerajaan Sriwijaya yaitu :

Nilai Ketuhanan : Umat agama Budha dan Hindu hidup berdampingan secara damai. Terdapat kegiatan pembinaan agama Budha

Nilai Kemanusiaan: Terjadinya hubungan baik antara Sriwijaya dengan


India, Cina, dll. melalui misalnya pengiriman pelajar/mahasiswa. Juga

telah dilakukan politik luar negeri yang bebas aktif;


Nilai Keadilan: Menjadi pusat pelayaran dan perdagangan sehingga kehidupan rakyat makmur.

c. Kerajaan Majapahit
Sebelum Majapahit terdapat kerajaan-kerajaan : Kalingga (abad VII),
Sanjaya (abad VIII), Isyana (abad IX), dan Singosari (abad XIII) yang ada

sangkut-pautnya dengan munculnya Majapahit. Kerajaan Majapahit didirikan oleh


Raden Wijaya (Brawijaya) pada tahun 1293, dan mencapai puncak kebesarannya
pada masa kekuasaan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) yang dibantu oleh
Mahapatih Gajah Mada. Majapahit adalah kerajaan Hindu dengan pusat kerajaan
terletak di daerah sungai Brantas. Sungai dan lembah Brantas yang sangat subur
yang bermuara di Ujung Galuh, merupakan faktor penunjang perkembangan
kerajaan ini, baik sebagai negara agraris, maupun sebagai negara maritim, bahkan
menjadi pusat pelayaran dan perdagangan serta pangkalan armada laut.

Nilai Ketuhanan: Agama Budha dan Hindu hidup berdampingan secara

damai
Nilai Kemanusiaan: Terdapat hubungan baik antara Raja Hayam
Wuruk dengan kerajaan Cina, Ayodya, Champa, India, Kamboja, dan
negara-negara tetangga lainnya

Nilai Persatuan: Terwujud keutuhan kerajaan sesuai dengan sumpah palapa Mahapatih Gajah Mada yang berisi cita-cita memper
satukan seluruh wilayah nusantara

Nilai Kerakyatan: Kerukunan dan gotong royong dalam kehidupan


masyarakat telah menumbuhkan adat bermusyawarah untuk mufakat.

Nilai Keadilan: Ditopang dengan kemakmuran rakyat.

2. Sejarah simbol Negara burung Garuda, Semboyan Negara, Tokoh


Pencetusnya
a. Simbol Burung Garuda
Perancangan lambang negara dimulai pada Desember 1949, beberapa
hari setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Belanda.
Kemudian pada tanggal 10 Januari 1950, dibentuklah Panitia Lencana Negara
yang bertugas menyeleksi usulan lambang negara. Dari berbagai usul
lambang negara yang diajukan ke panitia tersebut, rancangan karya Sultan
Hamid II lah yang diterima. Sultan Hamid II (19131978) yang bernama
lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie merupakan sultan dari Kesultanan
Pontianak, yang pernah menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa
Kalimantan Barat dan juga Menteri Negara Zonder Portofolio pada era
Republik Indonesia Serikat.

Setelah disetujui, rancangan itupun disempurnakan sedikit demi sedikit


atas usul Presiden Soekarno dan masukan berbagai organisasi lainnya, dan
akhirnya pada bulan Maret 1950, jadilah lambang negara seperti yang kita
kenal sekarang. Rancangan final lambang negara itupun akhirnya secara
resmi diperkenalkan ke masyarakat dan mulai digunakan pada tanggal 17
Agustus 1950 dan disahkan penggunaannya pada 17 Oktober 1951 oleh
Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo melalui PP
66/1951, dan kemudian tata cara penggunaannya diatur melalui PP 43/1958.
Meskipun telah disahkan penggunaannya sejak tahun 1951, tidak ada
nama resmi untuk lambang negara itu, sehingga muncul berbagai sebutan
untuk lambang negara itu, seperti Garuda Pancasila, Burung Garuda,
Lambang Garuda, Lambang Negara, atau hanya sekedar Garuda. Nama
Garuda Pancasila baru disahkan secara resmi sebagai nama resmi lambang
negara pada tanggal 18 Agustus 2000 oleh MPR melalui amandemen kedua
UUD 1945.
b. Semboyan Negara
Ditemukan dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang ditulis pada
abad XIV pada era Kerajaan Majapahit. Mpu Tantular merupakan seorang
penganut Buddha Tantrayana, namun merasakan hidup aman dan tentram dalam
kerajaan Majapahit yang lebih bernafaskan agama Hindu.
Bhinneka Tunggal Ika mulai menjadi bahan diskusi terbatas antara
Muhammad Yamin, I Gusti Bagus Sugriwa, dan Bung Karno di sela-sela sidang
BPUPKI sekitar 2,5 bulan sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia(Kusuma
R.M. A.B, 2004). Bahkan Bung Hatta sendiri mengemukakan bahwa Bhinneka
Tunggal Ika merupakan ciptaan Bung Karno pasca Indonesia merdeka. Setelah
beberapa tahun kemudian ketika mendesain Lambang Negara Republik Indonesia
dalam bentuk burung Garuda Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika
disisipkan ke dalamnya.
Karya Mpu Tantular tersebut oleh para founding fathers diberikan
penafsiran baru sebab dianggap sesuai dengan kebutuhan strategis bangunan
Indonesia merdeka yang terdiri atas beragam agama, kepercayaan, etnis, ideologi
politik, budaya dan bahasa. Dasar pemikiran tersebut yang menjadikan semboyan
keramat ini terpajang melengkung dalam cengkeraman kedua cakar Burung
Garuda. Burung Garuda dalam mitologi Hindu ialah kendaraan Dewa Vishnu

Dalam proses perumusan konstitusi Indonesia, jasa Muh.Yamin harus diingat


sebagai orang yang pertama kali mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhinneka
Tunggal Ika dijadikan semboyan sesanti negara. Muh. Yamin sebagai tokoh
kebudayaan dan bahasa memang dikenal sudah lama bersentuhan dengan segala
hal yang berkenaan dengan kebesaran Majapahit. Konon, di sela-sela Sidang
BPUPKI antara Mei-Juni 1945, Muh. Yamin menyebut-nyebut ungkapan
Bhinneka Tunggal Ika itu sendirian. Namun I Gusti Bagus Sugriwa (temannya
dari Buleleng) yang duduk di sampingnya sontak menyambut sambungan
ungkapan itu dengan tan hana dharma mangrwa.
3. Sistem pemerintahan Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya serta kaitannya
dengan sistem pemerintahan masa sekarang
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur
pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan tampak struktur dan birokrasi tersebut
tak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai
penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan
pemerintahan dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi.
Perintah raja biasa diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawah antara lain :
Rakryan Mahamatri Katrini biasa dijabat putra-putra raja
Rakryan Mantri ri Pakira-kiran dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
Dharmmadhyaksa para pejabat hukum keagamaan
Dharma-upapatti para oejabat keagamaan
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiraan terdapat seorang pejabat yang
terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih hamangkubhumi. Pejabat ini dpaat
dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama raja dapat iktu melaksanakan
kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu terdapat pula semacam dewan pertimbangan
kerajaan yang anggota para sanak saudara raja yang disebut Bhattara Saptaprabhu.
Dibawah ini raja Majapahit terdapat pula sejumlah raja daerah yang disebut
Paduka Bhattara, mereka biasa merupakan saudara atau kerabat dekat raja dan

bertugas dalam mengumpulkan penghasilan kerajaan penyerahan upeti dan


pertahanan kerajaan di wilayah masing-masing. Dalam Prasasti Wingun Pitu (1447
M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan
yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-daerah bawahan tersebut
yaitu :
1 Kelinggapura
2. Kembang Jenar
3. Matahun
4. Pajang
5. Singhapura
6. Tanjungpura
7. Tumapel
8. Wengker
9. Daha
10. Jagaraga
11. Kabalan
12. Kahuripan
13. Keeling
Sedangkan Sriwijaya memilki sistem pemerintahannya yang penguasaan
terhadap jalur dan pusat-pusat perdagangan oleh Kerajaan Sriwijaya merupakan hal
yang penting karena dengan menguasai jalur dan pusat-pusat perdagangan itu,
Kerajaan Sriwijaya akan menambah pendapatan kerajaan. dari pendapatan ini
Kerajaan Sriwijaya dapat meembangun angkatan perang yang kuat untuk menjaga
keamanan dan ketentraman kerajaan. Dalam beberapa prasasti di sebutkan tentang
pelaksanaan suatu keputusan raja lengkap dengan perincian hadiah atau pun sanksi
yang dapat diterima dalam suatu peristiwa. Selain itu, ditemukan prasasti-prasasti
yang mencatat masalah-masalah sengketa hukum antar warga. Hal yang lebih

menarik lagi dari kerajaan bahwa sebagian prasasti memuat ancaman-ancaman atau
pun kutukan-kutukan bagi keluarga kerajaan itu sendiri. Walau pun kedengaranya
aneh sekali, namn ada pendapat yang menganggap hal ni sangat mungkin terjadi,
karena keluarga-keluarga kerajaan yang menjadi ancaman itu kekuasaannya berada
di luar pengawasan langsung dari raja yang berkuasa.
Ancaman dan kutukan itu di berikan kepada putra-putra raja yang di berikan
kekuasaan di daerah-daerah. Sikap keras itu bertujuan untuk melakukan pengawasan
langsung pada daerah-daerah dan bertindak tegas terhadap penguasa daerah yang
tidak

setia.

Walaupun

penguasa

daerah

itu

adalah

putra

raja

sendiri.

Dengan demikian, struktur birokrasi yang diterapkan oleh Kerajaan Sriwijaya bersifat
langsung, karena raja memegang peranan penting dalam pengawasan terhaap tempattempat yang dianggap strategis. Raja dapat memberikan penghargaan terhadap
penguasa daerah yang setia atau pun memberikan hukuman kepada penguasa daerah
yang tidak setia.
4. Faktor-faktor kelemahan yang menyebabkan runtuhnya kerajaan di

Nusantara
Perubahan keadaan alam di sekitar daerah kerajaan serta tidak maksimalnya
pemanfaatan sumber daya alam yang ada menyebabkan terjadinya kemunduran
dalam kerajaan, baik ketersediaan sumber daya maupun wilayah kekuasaan dari

kerajaan.
Banyak daerah yang melepaskan diri akibat lemahnya pengawasan pemerintahan
pusat dan raja-raja bawahan membangun sebuah kerajaan yang merdeka serta tidak

terikat lagi oleh pemerintahan pusat.


Tidak ada peralihan kepemimpinan atau kaderisasi, ini menyebabkan tidak
terjadinya regenerasi pemimpin kerajaan yang tangguh yang dapat melanjutkan

kerajaan
Kemunduran ekonomi dan perdagangan. Akibat kelemahan pemerintah pusat,

masalah perekonomian dan perdagangan diambil alih para pedagang asing.


Berlangsungnya perang saudara yang justru melemahkan kekuasaan kerajaan.
5. Bukti-bukti otentik tentang peninggalan masa kerajaan, yang mengandung
nilai-nilai pancasila
Ditemukannya Tujuh Buah Yupa di Kerajaan Kutai

Pada saat itu Raja Mulawarman memberi 20.000 ekor lembu kepada para Brahmana.
Atas kebaikannya itu, para Brahmana membuatkan tujuh buah Yupa sebagai tanda
terima kasih. Hal tersebut menunjukan nilai social politik dan Ketuhanan telah ada
pada kerajaan Kutai. Dimana bentuk kerajaan dengan agama dijadikan sebagai
pengikat kewibawaan raja.
Nilai Pancasila:
a)

Nilai Ketuhanan

: Memeluk agama Hindu

b)

Nilai Kerakyatan : Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur

c)

Nilai Persatuan

: Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh kawasan

Kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang
menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas Jenggala.
Keberadaan Kerajaan Singasari dibuktikan melalui kitab sastra peninggalan zaman
Majapahit yang berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca. Karya sastra
tersebut menjelaskan tentang raja-raja yang memerintah di Singasari. Selain itu, ada
Kitab Pararaton yang menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab
Pararaton isinya sebagian besaradalah mitos atau dongeng, tetapi dari Kitab
Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui.
Nilai Pancasila :
a)

Nilai Ketuhanan

: Adanya kepercayaan terhadap Dewa

b)

Nilai Manusiaan

: Tingkah laku manusia pada zaman tersebut telah memiliki

norma
d)

Nilai Kerakyatan : Raja yang mampu mengayomi rakyat

e)

Nilai Keadilan

: Tidak membedakan latar belakang

Candi Borobudur dari kerajaan Majapahit


Kerajaan adidaya berikutnya yang ada di Indonesia adalah kerajaan Majapahit.
Peninggalan yang tersisa dari kerajaan Majapahit adalah bangunan Candi
Borobudur. Majapahit mencapai puncak kejayaan pada masa pemerinthan Hayam
Wuruk dengan mahapatih Gajah Mada yang mampu menyatukan tanah air Indonesia

di bawah kerajaan Majapahit pada 1319. Kerajaan majapahit memberi toleransi


beragama terhadap rakyatnya.
Nilai Pancasila :
a)

Nilai Ketuhanan

: Sudah adanya kepercayaan (Agama)

b)

Nilai Manusiaan

: Solidaritas antara masyarakat

c)

Nilai Persatuan

: Rakyat tanah air dapat bersatu

d)

Nilai Kerakyatan : Rakyat dapat memeluk kepercayaan masing masing

e)

Nilai Keadilan

: Tidak membedakan latar belakang agama suku dan ras

Anda mungkin juga menyukai