Anda di halaman 1dari 5

KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

Oleh. Paul SinlaEloE


Tulisan ini pernah di publikasikan dalam Harian Pagi, Timor Express, tanggal 12 Januari 2022

Kejahatan terhadap nyawa (misdrijven tegen


bet leven) merupakan tindakan penyerangan
terhadap nyawa orang lain. Kepentingan
hukum yang dilindungi dan yang merupakan
obyek kejahatan ini adalah nyawa (leven)
manusia.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


(KUHP), Kejahatan Terhadap Nyawa diatur
pada Buku II, Bab XIX dan dijabarkan mulai
darii Pasal 338 KUHP s/d Pasal 350 KUHP,
yang pada intinya mengatur tentang
kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan
dengan sengaja (dolus misdrijven). Pada
KUHP diatur juga tentang kejahatan
terhadap nyawa yang dilakukan dengan tidak
sengaja (culpose misdrijven) sebagaimana
yang terdapat dalam Bab XXI khususnya
Pasal 359 KUHP.

Kejahatan terhadap nyawa yang akan


dibahas dalam tulisan ini adalah kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan
sengaja. Tulisan ini hanya akan menguraikan secara umum dan komplementer
tentang kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 338 KUHP dan Pasal 340 KUHP.

Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus misdrijven) dalam
bentuk pokoknya diatur dalam Pasal 338 KUHP dengan rumusan: “Barang siapa
dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, dihukum, karena pembunuhan
(doodslag), dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas Tahun”. Unsur
yang terdapat dalam Pasal 338 KUHP adalah: A. Unsur Subjektif (1. Kesalahan:
Dengan Sengaja; dan 2. Subyek: Barang Siapa). B. Unsur Objektif (1. Perbuatan:
Menghilangkan Nyawa; dan 2. Objek: Nayawa Orang Lain).

Rumusan Pasal 338 KUHP yang menyebutkan unsur objektifnya adalah


“menghilangkan nyawa orang lain, menunjukan bahwa kejahatan terhadap nyawa
yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP merupakan delik materil. Dalam delik materil
unsur perbuatan yang dilarang, bukanlah merupakan persoalan inti yang harus
dipersoalkan. Sebab setiap orang baru akan dihukum apabila unsur akibat yang
dilarang telah terwujud. Artinya, sempurnanya suatu tindak pidana pada delik
Page 1 of 5
materil bukan bergantung pada selesainya wujud perbuatan, tetapi ditentukan pada
apakah dari wujud perbuatan itu, akibat yang dilarang telah timbul. Dengan
demikian, jika akibat yang dilarang belum terjadi, maka tindak pidana dimaksud
dianggap belum selesai/terjadi atau bisa juga dikategorikan dalam percobaan
melakukan tindak pidana.

Perbuatan menghilangkan nyawa (nyawa orang lain) yang terdapat dalam unsur
objektif dari Pasal 338 KUHP, harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yakni: 1. Adanya
wujud perbuatan; 2. Adanya suatu kematian (orang lain); dan 3. Adanya hubungan
causalitas antara perbuatan dengan akibat hilangnya nyawa (orang lain).

Ketiga syarat inilah yang harus dibuktikan dalam unsur perbuatan menghilangkan
nyawa orang lain. Walaupun ketiga syarat ini dapat dibedakan, namun tidak boleh
dipisahkan karena ketiga syarat ini merupakan suatu kesatuan yang komplementer.
Artinya, jika tidak terdapat salah satu syarat diantara ketiga syarat dimaksud, maka
perbuatan menghilangkan nyawa tidak terjadi.

Dalam hal pembuktian Pasal 338 KUHP, tidak boleh diabaikan bahwa diantara unsur
subyektif "dengan sengaja" dan wujud perbuatan dari unsur objektif, yakni
"menghilangkan nyawa" terdapat unsur yang juga harus dibuktikan, yaitu
"pelaksanaan perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain) harus tidak lama setelah
timbulnya kehendak (niat) untuk menghilangkan nyawa orang lain". Apabila terdapat
tenggang waktu yang cukup lama, sejak timbulnya atau terbentuknya kehendak
untuk menghilangkan nyawa dengan pelaksanaannya, di mana dalam tenggang
waktu yang cukup larna itu pelaku dapat memikirkan tentang berbagai hal, misalnya
memikirkan apakah kehendaknya itu akan diwujudkan dalam pelaksanaan ataukah
Page 2 of 5
tidak, dengan cara apa kehendak itu akan diwujudkan dan sebagainya, maka
perbuatan menghilangkan nyawa itu telah masuk ke dalam kejahatan terhadap
nyawa sebagaimana maksud dari Pasal 340 KUHP, dan bukan lagi masusk dalam
kategori kejahatan terhadap nyawa yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP.

Pasal 340 KUHP pada intinya mengamanatkan bahwa: “Barangsiapa dengan sengaja
dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dihukum,
karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara
seumur hidup atau penjara sementara selama-lama dua puluh tahun”. Kejahatan
terhadap nyawa sebagaimana maksud dari Pasal 340 KUHP pada intinya merupakan
kejahatan terhadap nyawa dalam artian Pasal 338 KUHP yang ditambah dengan
unsur dengan rencana terlebih dahulu.

Jika dilihat dari aspek legal drafting (perancangan hukum/peraturan perundang-


undangan), dimana rumusan Pasal 340 KUHP yang dirumuskan dengan cara
mengulang kembali seluruh unsur dalam Pasal 338 KUHP, kemudian ditambah
dengan satu unsur subjektif lagi yakni "dengan rencana terlebih dahulu", maka
kejahatan terhadap nyawa yang diatur dalam Pasal 340 KUHP harus dianggap
sebagai kejahatan yang berdiri sendiri (een zelfstanding misdrijf) lepas dan lain
dengan Kejahatan terhadap nyawa dalam bentuk pokok sebagaimana yang diatur
dala Pasal 338 KUHP.

Unsur dengan rencana terlebih dahulu yang terdapat pada Pasal 340 KUHP, pada
dasarnya mengandung 3 syarat, yaitu: 1. Memutuskan kehendak dalam suasana
tenang; 2. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan
pelaksanaan kehendak; dan 3. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana
tenang.

Memutuskan kehendak dalam suasana tenang maksudnya ketika memutuskan


kehendak untuk menghilangkan nyawa itu dilakukan dalam suasana (batin) yang
tenang. Suasana (batin) yang tenang, adalah suasana tidak tergesa-gesa atau tiba-
tiba, atau seketika tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi. Sebagai
indikatornya ialah sebelum memutuskan kehendak untuk menghilangkan nyawa
orang lain, telah dipikirnya dan dipertimbangkannya, telah dikaji untung dan
ruginya. Pemikiran serta pertimbangan seperti ini hanya dapat dilakukan apabila ada
dalam suasana tenang, dan dalam suasana tenang sebagaimana waktu pelaku
memikirkan dan mempertimbangkan dengan mendalam itulah, pelaku akhirnya
memutuskan kehendak untuk berbuat. Sedangkan perbuatannya tidak
diwujudkannya seketika itu juga.

Ada tenggang waktu yang cukup, antara sejak timbulnya/diputuskannya kehendak


sampai dengan pelaksanaan keputusan kehendaknya itu. Waktu yang cukup ini
adalah relatif, dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu, melainkan
bergantung pada keadaan atau kejadian konkrit yang berlaku. Tidak terlalu singkat,
karena jika terlalu singkat, maka tidak lagi mempunyai kesempatan untuk berpikir-
pikir karena tergesa-gesa. Waktu yang demikian sudah tidak menggambarkan
suasana yang tenang. Begitu juga tidak boleh terlalu lama. Sebab bila terlalu lama,
Page 3 of 5
maka sudah tidak lagi menggambarkan ada hubungan antara pengambilan putusan
kehendak untuk menghilangkan nyawa dengan pelaksanaan untuk menghilangkan
nyawa.

Dalam tenggang waktu itu masih tampak adanya hubungan antara pengambilan
putusan kehendak dengan pelaksanaan untuk menghilangkan nyawa. Adanya
hubungan itu, dapat dilihat dari indikatornya bahwa pada saat kejadian: (1). pelaku
masih sempat untuk menarik kehendaknya menghilangkan nyawa; dan (2). bila
kehendaknya sudah bulat, ada waktu yang cukup untuk memikirkan misalnya
bagaimana cara dan dengan alat apa akan melaksanakannya, bagaimana cara untuk
menghilangkan jejak, untuk menghindar dari tanggung jawab, punya kesempatan
untuk memikirkan rekayasa.

Pelaksanaan menghilangkan nyawa itu dilakukan dalam suasana (batin) tenang yang
merupakan syarat yang ketiga, yang oleh banyak pakar pidana dianggap sebagai
yang terpenting karena dipandang sebagai syarat untuk membuktikan telah adanya
kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu dan
bukannya untuk membuktikan adanya berencana. Suasana hati pada syarat ketiga
ini menunjakan bahwa pada saat melaksanakan kejahatan terhadap nyawa itu,,
pelaku tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang
berlebihan dan lain sebagainya.

Ketiga syarat dari unsur “dengan rencana terlebih dahulu” sebagaimana yang sudah
diuraikan adalah bersifat kumulatif dan saling berhubungan ibarat suatu mata rantai
yang utuh dan tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah/terputus, maka sudah
tidak ada lagi “dengan rencana terlebih dahulu”.

Hal menarik dari Pasal 338 KUHP dan Pasal 340 KUHP adalah dalam kedua pasal ini,
dipergunakan istilah “dengan sengaja” yang dalam ilmu hukum pidana dimaknai
secara sama dengan istilah “kesengajaan” yang berarti kemauan untuk melakukan
atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh
undang-undang.

Dalam ilmu hukum pidana, kesengajaan dipahami dengan 2 (dua) indikator yang
sifatnya komplementer, yaitu: „menghendaki dan mengetahui‟ atau „willens en
wetens‟. Maksud dari istilah „menghendaki atau willens‟ dalam konteks kesengajaan
adalah menghendaki terjadinya suatu tindak pidana, sedangkan arti dari istilah
„mengetahui atau wetens‟ adalah mengetahui/menginsafi akibat yang akan terjadi
dari tindak pidana yang dilakukan.

Dengan demikan, dalam konteks kejahatan terhadap nyawa dapatlah dikatakan


bahwa barang siapa (hij die) disebut telah melakukan suatu kejahatan terhadap
nyawa yang dilakukan “dengan sengaja”, apabila batrang siapa(hij die) tersebut
harus menghendaki perbuatan itu dan mengetahui/menginsafi atau menyadari
tentang apa yang dilakukan dan akibat yang akan timbul dari padanya.

Page 4 of 5
Perbedaan dari istilah “dengan sengaja” yang terdapat dalam kedua pasal tersebut
adalah pada Pasal 338 KUHP istilah “dengan sengaja” dimaknai sebagai dolus
repentinus, yaitu kesengajaan kesengajaan yang mendadak timbul, karena naik
pitam seketika atau situasi kejiwaan yang menyebabkan pelaku terguncang hebat
perasaannya lalu menghilangkan nyawa orang lain. Sedangkan, istilah “dengan
sengaja” yang terdapat dalam rumusan Pasal 340 KUHP bermakna sebagai dolus
premeditatus, yaitu kesengajaan yang direncanakan terlebih dahulu. Dolus
premeditatus ini secara substansi merupakan kebalikan dari dolus repentinus.

----------------------------------------------
Penulis adalah Aktivis PIAR NTT

Page 5 of 5

Anda mungkin juga menyukai