DEPARTEMEN GEOSAINS FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2020 PENDAHULUAN Geologi Regional Sesar Cimandiri adalah sesar tertua umurnya yang Kondisi pergerakan sesar dan tektonik dari Jawa- merupakan batuan kapur yang membentang berawal Sumatera mengilustrasikan kondisi tektonik pada dari teluk Pelabuhan Ratu kemudian menerus kawasan Jawa Barat bagian selatan. Pergerakan dan menuju Timur melewati lembah Cimadiri, Cipatat - penunjaman pada bagian selatan Jawa diantaranya Rajamandala, Gunung Tangkuban Perahu, dan menghasilkan patahan aktif dengan nama Cimandiri kemudian yang diduga menerus menerus menuju Fault Zone dengan arah penjurusan timur-barat Timur Laut ke arah Subang. (Djedi, S.W. dkk, 2000) selain sesar utama ditemukan juga sesar-sesar minor, pada lokasi sepanjang sungai Sesar Cimandiri merupakan sesar yang membentang Citarik, Cicareuh, dan sungai Cicatih dimana memiliki dari barat daya – timur laut ini belum seluruhnya penjurusan hampir timur laut-barat daya dan utara- diketahui karakternya sama halnya dengan sesar selatan (Gaffar, E..Z, 2006). Sumatera. Data geologi regional menggambarkan sesar Cimandiri berarah dari barat daya menuju Pada Geologi Regional lembar Bogor tersingkap timur laut melalui Rajamandala berasosiasi dengan batuan tertua yang terdiri dari pasir kuarsa dan Sesar Lembang yang memmiliki (slip rate 2 lempung berasal dari Formasi Ciletuh lalu diatasnya mm/tahun (Haresh & Boen,1996). Sesar Cimandiri terdapat satuan napal tufaan, lempung napalan, lebih berorientasi sebagai sesar normal dengan batupasir dan lensa-lensa gampingan yang berasal elemen sesar geser (Kertapati & Koesoemadinata, dari Formasi Walat, Batuasih dan Rajamandala. 1983). Diatasnya terdapat aliran breksi berasosiasi dengan andesit yang tersusun baik dari Formasi Jampang. Sesar berarah barat daya –timur laut ini diindikas Endapan dari gunungapi yang berupa breksi tufaan, penyebab dari kasus gempabumi yang merusak di batuapung, batupasir tufaan, dan aliran lava yang wilayah sepanjang lembah Cimandiri dan secara luas lapisan tersusun secara kurang baik sekelilingnya yaitu seperti gempa Gunung Gede pada menutupi formasi diatasnya secara tidak selaras. 5 Januari 1699, Oktober 1997 dan 12 Juli 2000, Kemudian berikutnya secara tidak selaras juga gempa Sukabumi pada 28 November 1879 dan pada terendapkan oleh Formasi Lengkong yang tersusun 14 Januari 1900, dan Rajamandala pada 15 Des 1910 dari batupasir gampingan, terdapat selingan lanau, (Wichmann,1918). Sesar ini terakhir aktif dan pasir halus, dan batu lempung. Dibagian atasnya memicu gempabumi di Sukabumi pada 12 Juli 2000 terendapkan Formasi Bojonglopang, Formasi serta memicu kerusakan yang menyebabkan kondisi Citarum, dan Formasi Cimanditi. Terendapkan secara cukup parah di beberapa titik daerah di kabupaten selaras diatasnya Formasi Nyalindung dengan Sukabumi salah satunya di kecamatan Sukaraja susunan batupasir gampingan, napal pasiran, (Engkon Kertapati, 2006). konglomerat, batulempung, breksi, gampingan Secara total jalur patahan ini berarah barat daya – berasosiasi oleh pengendapan Formasi Bentang dan timur laut dengan tipe sesar geser mendatar hingga Baser yang tersusun oleh batuapung dan batupasit miring yang kemudian termasuk dalam pola Meratus tufaan, serpih tufaan, napal tufaan, dan konglomerat (Martodjojo, S. dan Djuhaeni, 1996) [1,2,3,4]. breksi(Effendi, A.C, dkk 1998 dan Sudjatmiko, 1972). Penelitian terkait dengan patahan Cimandiri telah Sturktur geologi pada Lembar Bogor berupa lipatan, dilakukan oleh peneliti dari luar dan dalam negeri. sesar, kelurusan dan kekar, yang dijumpai pada Sesar Cimandiri awalnya diperkenalkan oleh Van batuan dengan rentang umur Oligosen- Bemmelen (1949) yang menyatakan banyak struktur MiosenPliosen hingga Kuarter. Sesar pada lembar ini patahan yang berasosiasi di Jawa Barat, terdapat tiga terdiri dari sesar normal dan sesar geser, yang struktur patahan yang hinga sekarang dinyatakan berarah utara-selatan, baratlaut-tenggara, dan masih aktif yaitu sesar Cimandiri, Baribis dan baratdaya-timurlaut. Lipatan berupa sinklin dan Lembang. antiklin, dengan arah baratlaut-tenggara, barat- timur, dan baratdaya-timurlaut. Kekar banyak terdapat pada batuan andesit dengan umur Kuarter. Pada akhir Miosen Akhir terjadi tektonika sehingga pada lipatan batuan yang biasanya tegak, yang kedua menciptakan dua pola struktur berbeda, yaitu yaitu sesar normal yang ditandai dengan adanya pengangkatan, dan kemudian terobosan batuan keterbentukan gawir tebing sesar yang memiliki andesit (Sudjatmiko, 2003, dan Effendi drr., 2011). kemiringan mencapai di atas 50° terdapat juga di Sesar Cimandiri memiliki dua sesar regional, pertama beberapa lokasi lainnya yang mendekati vertikal. sesar naik yang ditandai dengan adanya deformasi
Gambar 1. Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa (Effendi dan Hermanto, 1998)
Pengolahan Data 3. Kemudian data diolah dan memasukkan nilai
densitas batuan rata-rata sebesar 2.65 gr/cc Alur pengolahan data gravitasi yang diperoleh untuk mendapatkan data Simple Bouger dari TOPEX sebagai berikut: Anomaly(SBA), dengan rumusan: SBA = gFA – (0.04192 x densitas x elevasi) 1. Data topografi dan data gravitasi berasal dari 4. Dari data SBA dilakukan filter anomali website TOPEX telah terkoreksi tidal secara regional dan residual. otomatis, akan tetapi harus dilakukan 5. Kemudian data SBA dilakukan filter dengan koreksi drift yang berguna untuk metode First Horizontal Derivative (FHD). menghilangkan efek drift yang terjadi akibat 6. Selanjutnya dilakukan filter metode Second sistem pegas yang bekerja pada alat. Vertical Derivative (SVD) . 2. Dilakukan Free Air Correction (gfa) dengan 7. Setelah dilakukan filter metode FHD dan SVD aspek ketinggian, yang didapat dari data data dilakukan slice. elevasi. 8. Selain dilakukan slicing, data dilakukan analisis spektrum. mGal 9. Data dilakukan pemodelan 2D. 10. Mengukur strike dan dip
Hasil dan Pembahasan
Gambar 3. Peta SBA
mGal
Gambar 2. Peta Topografi
Lokasi pengamatan berada dilokasi pegunungan
Jawa Barat bagian selatan tepatnya berada di area lembah dengan struktur topografi yang relatif lebih tinggi disekelilingnya, dari peta topografi dapat dilihat bahwa lokasi pengamatan memiliki rentang ketinggian 50-1300m. Sesar Cimandiri memiliki lokasi yang dimulai dari Pelabuhan Ratu hingga Lembang. Gambar 4. Peta Anomali Regional Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan dengan mGal memasukkan nilai gfa, nilai elevasi dan nilai densitas batuan rata-rata sebesar 2.65 gr/cc didapatkan data SBA dengan nilai 5 sampai dengan 150 mGal. Kemudian setelah itu dilakukan filter anomali regional didapatkan nilai anomali sebesar 28 s/d 80 mGal dan dilakukan filter anomali residual dan didapatkan nilai anomali sebesar -25 s/d 70 mGal. Filter Anomali Regional dan Anomali Residual digunakan untuk melihat posisi sesar pada keadaan posisi dalam dan keadaan posisi dangkal.
Gambar 5. Peta Anomali Residual
Data SBA selanjutnya dilakukan proses metode FHD Setelah dilakukan proses metode SVD terdapat juga untuk memastikan adanya struktur patahan. titik-titik dengan kontras densitsas secara signifikan. Data yang dihasilkan dari proses metode SVD mGal menghasilkan rentang nilai -4,5 s/d 6,5 mGal. Untuk memperjelas patahan dan tipe patahan maka perlu dilakukan metode slicing di Gambar 6 dan Gambar 7.
Gambar 6. Peta metode FHD
Pengolahan data dengan metode FHD dihasilkan nilai
-20 s/d 30 mGal, pada peta FHD terlihat jelas titik-titik lokasi yang mengalami kontras densitas secara Gambar 8. Kurva slicing FHD dan SVD signifikan. Berdasarkan kontras densitas dapat diindikasikan bahwa pada titik tersebut terdapat Hasil dari slicing didapatkan data dalam bentuk sesar/patahan. Kemudian dilakukan proses metode kurva. Garis merah pada kurva menandakan titik SVD yang berfungsi untuk mengetahui tipe patahan, kontak patahan. Dari kurva FHD didapatkan nilai patahan naik atau patahan normal. maksimum diindikasikan bahwa pada lokasi tersebut terdapat patahan. Kurva SVD menghasilkan data dengan nilai maksimum sebesar 2.297151 dan nilai mGal minimum sebesar -2.07632, mengetahui jenis patahan pada lokasi tersebut dengan cara |2.297151|>|-2.07632| , dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa patahan berjenis Sesar Normal.
Untuk mengetahui kedalaman patahan, dilakukan
metode analisis spektrum. Analisis spektrum dilakukan dengan menarik garis pada peta SBA. Pada pengamatan ini dilakukan penarikan garis analisis spektrum sebanyak enam garis. Pada garis pertama, garis kedua, dan garis ketiga membentang barat – timur, sedangkan garis keempat, garis kelima, dan garis keenam membentang utara-selatan.
Gambar 7. Peta metode SVD
mGal
Dari Analisis Spektrum Line 3, terlihat bahwa
kedalaman rata-rata regional berada pada 3 kedalaman 7860,9 meter, untuk kedalaman rata-rata 4 5 6 residual berada pada kedalaman 280,37 meter, dan Gambar 9. Peta SBA (analisis spektrum) noise berada pada kedalaman 61,696 meter.
Dari Analisis Spektrum Line 4, terlihat bahwa
Dari Analisis Spektrum Line 1, terlihat bahwa kedalaman rata-rata regional berada pada kedalaman rata-rata regional berada pada kedalaman 5878,8 meter, untuk kedalaman rata-rata kedalaman 5013,7 meter, untuk kedalaman rata-rata residual berada pada kedalaman 661,98 meter, dan residual berada pada kedalaman 265,28 meter, dan noise berada pada kedalaman 274,82 meter. noise berada pada kedalaman 60,595 meter.
Dari Analisis Spektrum Line 5, terlihat bahwa
Dari Analisis Spektrum Line 2, terlihat bahwa kedalaman rata-rata regional berada pada kedalaman rata-rata regional berada pada kedalaman 11198 meter, untuk kedalaman rata-rata kedalaman 4477 meter, untuk kedalaman rata-rata residual berada pada kedalaman 1638,4 meter, dan residual berada pada kedalaman 326,72 meter, dan noise berada pada kedalaman 1408,8 meter. noise berada pada kedalaman 36,294 meter. Dari Analisis Spektrum Line 6, terlihat bahwa kedalaman rata-rata regional berada pada kedalaman 11620 meter, untuk kedalaman rata-rata residual berada pada kedalaman 703,76 meter, dan noise berada pada kedalaman 260,74 meter.
40° α
Gambar 10. Penampang 2D Sesar Cimandiri
Pengolahan data selanjutnya yaitu melakukan
pembuatan penampang sesar secara 2D dengan menggunakan Oasis Montaj. Pada gambar 10, Lapisan cokelat menandakan efek topografi, lapisan hijau menandakan batu gamping, lapisan kuning menandakan batuan pasir, dan lapisan merah menandakan batua basement. Pada gambar 10, terlihat kontak ketidakselarasan pada lapisan kuning dan lapisan hijau yang diindikasikan menjadi gambaran bentuk sesar Normal. Sesar pada penampang 2D tersebut memiliki dip sebesar 40°.
Strike pada peta dapat diukur dengan melihat sudut
penjurusan dari peta FHD. Data yang didapat dari proses slicing menghasilkan gambaran patahan sesar Normal dan juga dilakukan proses pemodelan 2D didapatkan dip maka penarikan strike dilakukan dengan penarikan garis secara tegak lurus dengan slicing. Dari hasil penarikan terlihat bahwa strike sudut penjurusan N 20°E atau N 180°W. Gambar 10. Penarikan garis strike pada peta FHD DAFTAR PUSTAKA Wichmann. A,. (1918). Die Erdbeben Des Indischen Archipels Bis Zum Jahre 1857,Verhandelingen der Koninklijke Akademie van Wetenschappen le Amsterdam TweedeSectie – Deel XX, N0 4. Amsterdam Johannes Muller.
Shah, H.C. dan Boen, T,. (1996). Seismic Hazard
Modelfor Indonesia
Kertapati,E.K. and Koesoemadinata, R.M.S,. (1983).
Aftershock studies of the February 10, 1982 Sukabumi earthquake, West Java, Indonesia (Special Number), Bull. IISEE, 20, 91-101.
Kertapati, E.K., Setiawan, J. H., Marjiyono,.
(2006).Revisi Potensi Sumbersumber Gempa diIndonesia, Seminar Konstruksi Indonesia di Millenium ke-3, 22-23 Agustus 2006,Jakarta.
Martodjojo dan Djuhaeni (1996), Sandi Stratigrafi
Indonesia, Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Bandung
Meilano, I., Kimata, F., Fujii, N., Nakao, S., Watanabe,
H., Sakai, S., Ukawa, M., Fujita, E., dan Kawai, K,. (2003). Rapid ground deformation of the Miyakejima volcano on 26–27 June 2000 detected by kinematic GPS analysis. Earth Planet Space, 55, h.13-16.
Kadir, W.G.A,. (1996). Dekonvolusi Anomali Gaya
berat Bouguer dan Derivatif Vertikal Orde Dua dengan Menggunakan Persamaan Dasar Potensial Studi Kasus : Pulau sumatera, Disertasi, Institut Teknologi Bandung.
Gafoer, T.C dan Pardede R. 1992. Geology of the
Bengkulu Quadrangle, Sumatera. Geological research and Development Center: Indonesia
Setyonegoro W., et. al., 2012. INTERPRETASI
KUANTITATIF STRUKTUR SESAR CIMANDIRI DENGAN METODE GRAVITASI. Puslitbang BMKG
Klasifikasi Tapak Lokal Berdasarkan Data Mikrotremor Menggunakan Metode Horizontal To Vertical Spectral Ratio (HVSR) Di Daerah Epitermal Borobudur Kabupaten Magelang