Anda di halaman 1dari 8

Tugas Analisis Data Geofsika 2

Interpretasi Sesar Cimandiri

Oleh:

Adib Ihsan Panggabean 1706974946

PROGRAM STUDI GEOFISIKA


DEPARTEMEN GEOSAINS
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2020
PENDAHULUAN Geologi Regional
Sesar Cimandiri adalah sesar tertua umurnya yang Kondisi pergerakan sesar dan tektonik dari Jawa-
merupakan batuan kapur yang membentang berawal Sumatera mengilustrasikan kondisi tektonik pada
dari teluk Pelabuhan Ratu kemudian menerus kawasan Jawa Barat bagian selatan. Pergerakan dan
menuju Timur melewati lembah Cimadiri, Cipatat - penunjaman pada bagian selatan Jawa diantaranya
Rajamandala, Gunung Tangkuban Perahu, dan menghasilkan patahan aktif dengan nama Cimandiri
kemudian yang diduga menerus menerus menuju Fault Zone dengan arah penjurusan timur-barat
Timur Laut ke arah Subang. (Djedi, S.W. dkk, 2000) selain sesar utama ditemukan
juga sesar-sesar minor, pada lokasi sepanjang sungai
Sesar Cimandiri merupakan sesar yang membentang
Citarik, Cicareuh, dan sungai Cicatih dimana memiliki
dari barat daya – timur laut ini belum seluruhnya
penjurusan hampir timur laut-barat daya dan utara-
diketahui karakternya sama halnya dengan sesar
selatan (Gaffar, E..Z, 2006).
Sumatera. Data geologi regional menggambarkan
sesar Cimandiri berarah dari barat daya menuju Pada Geologi Regional lembar Bogor tersingkap
timur laut melalui Rajamandala berasosiasi dengan batuan tertua yang terdiri dari pasir kuarsa dan
Sesar Lembang yang memmiliki (slip rate 2 lempung berasal dari Formasi Ciletuh lalu diatasnya
mm/tahun (Haresh & Boen,1996). Sesar Cimandiri terdapat satuan napal tufaan, lempung napalan,
lebih berorientasi sebagai sesar normal dengan batupasir dan lensa-lensa gampingan yang berasal
elemen sesar geser (Kertapati & Koesoemadinata, dari Formasi Walat, Batuasih dan Rajamandala.
1983). Diatasnya terdapat aliran breksi berasosiasi dengan
andesit yang tersusun baik dari Formasi Jampang.
Sesar berarah barat daya –timur laut ini diindikas
Endapan dari gunungapi yang berupa breksi tufaan,
penyebab dari kasus gempabumi yang merusak di
batuapung, batupasir tufaan, dan aliran lava yang
wilayah sepanjang lembah Cimandiri dan
secara luas lapisan tersusun secara kurang baik
sekelilingnya yaitu seperti gempa Gunung Gede pada
menutupi formasi diatasnya secara tidak selaras.
5 Januari 1699, Oktober 1997 dan 12 Juli 2000,
Kemudian berikutnya secara tidak selaras juga
gempa Sukabumi pada 28 November 1879 dan pada
terendapkan oleh Formasi Lengkong yang tersusun
14 Januari 1900, dan Rajamandala pada 15 Des 1910
dari batupasir gampingan, terdapat selingan lanau,
(Wichmann,1918). Sesar ini terakhir aktif dan
pasir halus, dan batu lempung. Dibagian atasnya
memicu gempabumi di Sukabumi pada 12 Juli 2000
terendapkan Formasi Bojonglopang, Formasi
serta memicu kerusakan yang menyebabkan kondisi
Citarum, dan Formasi Cimanditi. Terendapkan secara
cukup parah di beberapa titik daerah di kabupaten
selaras diatasnya Formasi Nyalindung dengan
Sukabumi salah satunya di kecamatan Sukaraja
susunan batupasir gampingan, napal pasiran,
(Engkon Kertapati, 2006).
konglomerat, batulempung, breksi, gampingan
Secara total jalur patahan ini berarah barat daya – berasosiasi oleh pengendapan Formasi Bentang dan
timur laut dengan tipe sesar geser mendatar hingga Baser yang tersusun oleh batuapung dan batupasit
miring yang kemudian termasuk dalam pola Meratus tufaan, serpih tufaan, napal tufaan, dan konglomerat
(Martodjojo, S. dan Djuhaeni, 1996) [1,2,3,4]. breksi(Effendi, A.C, dkk 1998 dan Sudjatmiko, 1972).
Penelitian terkait dengan patahan Cimandiri telah
Sturktur geologi pada Lembar Bogor berupa lipatan,
dilakukan oleh peneliti dari luar dan dalam negeri.
sesar, kelurusan dan kekar, yang dijumpai pada
Sesar Cimandiri awalnya diperkenalkan oleh Van
batuan dengan rentang umur Oligosen-
Bemmelen (1949) yang menyatakan banyak struktur
MiosenPliosen hingga Kuarter. Sesar pada lembar ini
patahan yang berasosiasi di Jawa Barat, terdapat tiga
terdiri dari sesar normal dan sesar geser, yang
struktur patahan yang hinga sekarang dinyatakan
berarah utara-selatan, baratlaut-tenggara, dan
masih aktif yaitu sesar Cimandiri, Baribis dan
baratdaya-timurlaut. Lipatan berupa sinklin dan
Lembang.
antiklin, dengan arah baratlaut-tenggara, barat-
timur, dan baratdaya-timurlaut. Kekar banyak
terdapat pada batuan andesit dengan umur Kuarter.
Pada akhir Miosen Akhir terjadi tektonika sehingga pada lipatan batuan yang biasanya tegak, yang kedua
menciptakan dua pola struktur berbeda, yaitu yaitu sesar normal yang ditandai dengan adanya
pengangkatan, dan kemudian terobosan batuan keterbentukan gawir tebing sesar yang memiliki
andesit (Sudjatmiko, 2003, dan Effendi drr., 2011). kemiringan mencapai di atas 50° terdapat juga di
Sesar Cimandiri memiliki dua sesar regional, pertama beberapa lokasi lainnya yang mendekati vertikal.
sesar naik yang ditandai dengan adanya deformasi

Gambar 1. Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa (Effendi dan Hermanto, 1998)

Pengolahan Data 3. Kemudian data diolah dan memasukkan nilai


densitas batuan rata-rata sebesar 2.65 gr/cc
Alur pengolahan data gravitasi yang diperoleh untuk mendapatkan data Simple Bouger
dari TOPEX sebagai berikut: Anomaly(SBA), dengan rumusan:
SBA = gFA – (0.04192 x densitas x elevasi)
1. Data topografi dan data gravitasi berasal dari
4. Dari data SBA dilakukan filter anomali
website TOPEX telah terkoreksi tidal secara
regional dan residual.
otomatis, akan tetapi harus dilakukan
5. Kemudian data SBA dilakukan filter dengan
koreksi drift yang berguna untuk
metode First Horizontal Derivative (FHD).
menghilangkan efek drift yang terjadi akibat
6. Selanjutnya dilakukan filter metode Second
sistem pegas yang bekerja pada alat.
Vertical Derivative (SVD) .
2. Dilakukan Free Air Correction (gfa) dengan
7. Setelah dilakukan filter metode FHD dan SVD
aspek ketinggian, yang didapat dari data
data dilakukan slice.
elevasi.
8. Selain dilakukan slicing, data dilakukan
analisis spektrum. mGal
9. Data dilakukan pemodelan 2D.
10. Mengukur strike dan dip

Hasil dan Pembahasan

Gambar 3. Peta SBA

mGal

Gambar 2. Peta Topografi

Lokasi pengamatan berada dilokasi pegunungan


Jawa Barat bagian selatan tepatnya berada di area
lembah dengan struktur topografi yang relatif lebih
tinggi disekelilingnya, dari peta topografi dapat
dilihat bahwa lokasi pengamatan memiliki rentang
ketinggian 50-1300m. Sesar Cimandiri memiliki lokasi
yang dimulai dari Pelabuhan Ratu hingga Lembang. Gambar 4. Peta Anomali Regional
Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan dengan
mGal
memasukkan nilai gfa, nilai elevasi dan nilai densitas
batuan rata-rata sebesar 2.65 gr/cc didapatkan data
SBA dengan nilai 5 sampai dengan 150 mGal.
Kemudian setelah itu dilakukan filter anomali
regional didapatkan nilai anomali sebesar 28 s/d 80
mGal dan dilakukan filter anomali residual dan
didapatkan nilai anomali sebesar -25 s/d 70 mGal.
Filter Anomali Regional dan Anomali Residual
digunakan untuk melihat posisi sesar pada keadaan
posisi dalam dan keadaan posisi dangkal.

Gambar 5. Peta Anomali Residual


Data SBA selanjutnya dilakukan proses metode FHD Setelah dilakukan proses metode SVD terdapat juga
untuk memastikan adanya struktur patahan. titik-titik dengan kontras densitsas secara signifikan.
Data yang dihasilkan dari proses metode SVD
mGal menghasilkan rentang nilai -4,5 s/d 6,5 mGal. Untuk
memperjelas patahan dan tipe patahan maka perlu
dilakukan metode slicing di Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 6. Peta metode FHD

Pengolahan data dengan metode FHD dihasilkan nilai


-20 s/d 30 mGal, pada peta FHD terlihat jelas titik-titik
lokasi yang mengalami kontras densitas secara
Gambar 8. Kurva slicing FHD dan SVD
signifikan. Berdasarkan kontras densitas dapat
diindikasikan bahwa pada titik tersebut terdapat Hasil dari slicing didapatkan data dalam bentuk
sesar/patahan. Kemudian dilakukan proses metode kurva. Garis merah pada kurva menandakan titik
SVD yang berfungsi untuk mengetahui tipe patahan, kontak patahan. Dari kurva FHD didapatkan nilai
patahan naik atau patahan normal. maksimum diindikasikan bahwa pada lokasi tersebut
terdapat patahan. Kurva SVD menghasilkan data
dengan nilai maksimum sebesar 2.297151 dan nilai
mGal
minimum sebesar -2.07632, mengetahui jenis
patahan pada lokasi tersebut dengan cara
|2.297151|>|-2.07632| , dari perhitungan tersebut
dapat disimpulkan bahwa patahan berjenis Sesar
Normal.

Untuk mengetahui kedalaman patahan, dilakukan


metode analisis spektrum. Analisis spektrum
dilakukan dengan menarik garis pada peta SBA. Pada
pengamatan ini dilakukan penarikan garis analisis
spektrum sebanyak enam garis. Pada garis pertama,
garis kedua, dan garis ketiga membentang barat –
timur, sedangkan garis keempat, garis kelima, dan
garis keenam membentang utara-selatan.

Gambar 7. Peta metode SVD


mGal

Dari Analisis Spektrum Line 3, terlihat bahwa


kedalaman rata-rata regional berada pada
3 kedalaman 7860,9 meter, untuk kedalaman rata-rata
4 5 6
residual berada pada kedalaman 280,37 meter, dan
Gambar 9. Peta SBA (analisis spektrum) noise berada pada kedalaman 61,696 meter.

Dari Analisis Spektrum Line 4, terlihat bahwa


Dari Analisis Spektrum Line 1, terlihat bahwa kedalaman rata-rata regional berada pada
kedalaman rata-rata regional berada pada kedalaman 5878,8 meter, untuk kedalaman rata-rata
kedalaman 5013,7 meter, untuk kedalaman rata-rata residual berada pada kedalaman 661,98 meter, dan
residual berada pada kedalaman 265,28 meter, dan noise berada pada kedalaman 274,82 meter.
noise berada pada kedalaman 60,595 meter.

Dari Analisis Spektrum Line 5, terlihat bahwa


Dari Analisis Spektrum Line 2, terlihat bahwa kedalaman rata-rata regional berada pada
kedalaman rata-rata regional berada pada kedalaman 11198 meter, untuk kedalaman rata-rata
kedalaman 4477 meter, untuk kedalaman rata-rata residual berada pada kedalaman 1638,4 meter, dan
residual berada pada kedalaman 326,72 meter, dan noise berada pada kedalaman 1408,8 meter.
noise berada pada kedalaman 36,294 meter.
Dari Analisis Spektrum Line 6, terlihat bahwa
kedalaman rata-rata regional berada pada
kedalaman 11620 meter, untuk kedalaman rata-rata
residual berada pada kedalaman 703,76 meter, dan
noise berada pada kedalaman 260,74 meter.

40° α

Gambar 10. Penampang 2D Sesar Cimandiri

Pengolahan data selanjutnya yaitu melakukan


pembuatan penampang sesar secara 2D dengan
menggunakan Oasis Montaj. Pada gambar 10,
Lapisan cokelat menandakan efek topografi, lapisan
hijau menandakan batu gamping, lapisan kuning
menandakan batuan pasir, dan lapisan merah
menandakan batua basement. Pada gambar 10,
terlihat kontak ketidakselarasan pada lapisan kuning
dan lapisan hijau yang diindikasikan menjadi
gambaran bentuk sesar Normal. Sesar pada
penampang 2D tersebut memiliki dip sebesar 40°.

Strike pada peta dapat diukur dengan melihat sudut


penjurusan dari peta FHD. Data yang didapat dari
proses slicing menghasilkan gambaran patahan sesar
Normal dan juga dilakukan proses pemodelan 2D
didapatkan dip maka penarikan strike dilakukan
dengan penarikan garis secara tegak lurus dengan
slicing. Dari hasil penarikan terlihat bahwa strike
sudut penjurusan N 20°E atau N 180°W.
Gambar 10. Penarikan garis strike pada peta FHD
DAFTAR PUSTAKA
Wichmann. A,. (1918). Die Erdbeben Des Indischen
Archipels Bis Zum Jahre 1857,Verhandelingen der
Koninklijke Akademie van Wetenschappen le
Amsterdam TweedeSectie – Deel XX, N0 4.
Amsterdam Johannes Muller.

Shah, H.C. dan Boen, T,. (1996). Seismic Hazard


Modelfor Indonesia

Kertapati,E.K. and Koesoemadinata, R.M.S,. (1983).


Aftershock studies of the February 10, 1982
Sukabumi earthquake, West Java, Indonesia (Special
Number), Bull. IISEE, 20, 91-101.

Kertapati, E.K., Setiawan, J. H., Marjiyono,.


(2006).Revisi Potensi Sumbersumber Gempa
diIndonesia, Seminar Konstruksi Indonesia di
Millenium ke-3, 22-23 Agustus 2006,Jakarta.

Martodjojo dan Djuhaeni (1996), Sandi Stratigrafi


Indonesia, Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan
Ahli Geologi Indonesia, Bandung

Meilano, I., Kimata, F., Fujii, N., Nakao, S., Watanabe,


H., Sakai, S., Ukawa, M., Fujita, E., dan Kawai, K,.
(2003). Rapid ground deformation of the Miyakejima
volcano on 26–27 June 2000 detected by kinematic
GPS analysis. Earth Planet Space, 55, h.13-16.

Kadir, W.G.A,. (1996). Dekonvolusi Anomali Gaya


berat Bouguer dan Derivatif Vertikal Orde Dua
dengan Menggunakan Persamaan Dasar Potensial
Studi Kasus : Pulau sumatera, Disertasi, Institut
Teknologi Bandung.

Gafoer, T.C dan Pardede R. 1992. Geology of the


Bengkulu Quadrangle, Sumatera. Geological research
and Development Center: Indonesia

Setyonegoro W., et. al., 2012. INTERPRETASI


KUANTITATIF STRUKTUR SESAR CIMANDIRI DENGAN
METODE GRAVITASI. Puslitbang BMKG

Anda mungkin juga menyukai