Anda di halaman 1dari 11

FARMAKOTERAPI TERAPAN

MAKALAH I

KANKER SERVIKS

Oleh:

KELOMPOK III A

Ni Made Ayu Candra Dewi (2108611010)

Anak Agung Gede Jaya Darmika (2108611011)

Ni Made Yunita Pratiwi (2108611012)

Anak Agung Ngurah Pradipta Dwipayana (2108611013)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2021

i
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii
BAB I. ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI .......................................................................... 1
BAB II. GEJALA DAN TANDA ........................................................................................... 2
BAB III. DATA LABORATORIUM ..................................................................................... 2
BAB IV. STAGE KANKER SERVIKS ................................................................................. 3
BAB V. PANDUAN TERAPI ................................................................................................ 4
5.1 Tatalaksana Terapi Kanker Serviks ..................................................................... 4
5.2 Tatalaksana Terapi Sistemik Kanker Serviks ...................................................... 5
BAB VI. LUARAN TERAPI .................................................................................................. 7
BAB VII. PERHATIAN KHUSUS ......................................................................................... 7

ii
BAB I
EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI

1.1 Epidemiologi
Kanker serviks merupakan penyakit kanker yang dapat menyebabkan kematian pada
wanita (Mattiuzzi C et al., 2020). Selama 30 tahun terakhir, peningkatan proporsi wanita
muda yang terkena kanker serviks berkisar antara 10% sampai 40%. Menurut WHO (World
Health Organisation) dan International Agency for Research on Cancer (IARC), pada tahun
2020, sebanyak 604.000 wanita menderita penyakit kanker serviks di seluruh dunia dan
sebanyak 342.000 wanita meninggal dunia oleh karena penyakit kanker serviks tersebut.
Kanker serviks merupakan kanker yang paling sering didiagnosa di 23 negara dan
merupakan penyebab utama kematian akibat kanker di 36 negara (WHO, 2021). Di negara
berkembang, jumlah kasus baru kanker serviks adalah 452.000, sedangkan di negara maju,
jumlah kasus baru kanker serviks telah mencapai 77.000 (Zhang et al., 2020).
Asia Tenggara menempati posisi ketiga di wilayah Asia terkait insiden dan mortalitas
kanker serviks dengan 64.456 kasus (19,81%) dengan kasus kematian terbaru sebesar 35.738
kasus (21,22%). Di negara-negara Asia Tenggara, lima negara teratas dengan insiden kanker
serviks tertinggi adalah Indonesia dengan 32.469 kasus baru (51,99%), Thailand yaitu
sebanyak 8.622 kasus baru (13,80%), Filipina sebanyak 7.190 kasus baru (11,51%),
Myanmar yaitu sebanyak 6.472 kasus baru (10,36%) dan Vietnam sebanyak 4.177 kasus
baru (6,69%). Sedangkan lima negara teratas terkait kasus kematian akibat kanker serviks
adalah Indonesia dengan 18.279 kasus baru (51,15%), Thailand yaitu sebanyak 5.015 kasus
(14,03%), Filipina dengan 4.088 kasus (11,44%), Myanmar dengan 3.856 kasus (10,79%)
dan Vietnam dengan 2.420 kasus (6,77%). (Phan et al, 2020).
Di Indonesia, pada tahun 2018 angka kejadian kanker serviks yaitu sebanyak 19,13%.
Berdasarkan hasil data dari Riskesdas, angka kejadian kanker di Indonesia memperlihatkan
pada tahun 2013 ke tahun 2018 terdapat suatu peningkatan dari 1,4% per 1000 penduduk
menjadi 1,79% per 1000 penduduk. Prevalensi penyakit kanker tertinggi terdapat di provinsi
Yogyakarta 4,86% per 1000 penduduk, kemudian Sumatera Barat 2,47% per 1000 penduduk
dan Gorontalo 2,44% per 1000 penduduk (Pangribowo, S., 2019)

1.2 Etiologi
Kanker serviks adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Human Papilloma
Virus (HPV) karsinogenik yang menginfeksi epitel skuamosa serviks. HPV tipe 16 dan 18
dapat menjadi karsinoma insitu dimana infeksi HPV persisten dapat berkembang menjadi
CIN (Cervical Intraepithelial Neoplasia). CIN I akan berkembang menjadi CIN III atau
kanker invasif. Pada CIN tingkat III, DNA HPV sudah terintegrasi secara sempurna ke dalam
genom sel pejamu yang mengakibatkan peningkatan ekspresi protein E6 dan E7 yang
menghalangi proses regulasi siklus sel yaitu dengan cara mengikat dan menginaktivasi dua
protein suppressor tumor yaitu protein p53 dan retinoblastoma (pRb). Onkogen E6 dan E7
dari HPV akan berubah menjadi fenotipe ganas yang disebabkan oleh ketidastabilan genetik.
1
Onkoprotein E6 akan mengikat p53 yang menyebabkan degradasi protein p53 yang
menyebabkan aktivitas normal dari p53 tidak terjadi seperti memberhentikan siklus sel,
apoptosis, perbaikan DNA dan terjadi degenerasi keganasan. Onkoprotein E7 mengikat pRb
yang dapat menyebabkan lepasnya E2F dari untaian DNA yang merupakan faktor transkripsi
sehingga menyebabkan siklus sel tak terkontrol (Evriarti dan Yasmon, 2019).

BAB II
GEJALA DAN TANDA

Perubahan prakanker pada serviks umumnya tidak menimbulkan tanda atau gejala lainnya
dan tidak terdeteksi, terkecuali telah menjalani pemeriksaan (American Cancer Society, 2020).
Gejala kanker serviks yang paling sering diantaranya, pendarahan selain menstruasi, pendarahan
pasca berhubungan seksual, pendarahan pasca menopause, ketidaknyamanan saat berhubungan
seksual, keputihan berbau busuk, keputihan bernoda darah serta sakit perut dan panggul (Sing, S.
et al., 2018). Pada stadium lanjut, gejala akan berkembang menjadi nyeri pada pinggang atau
pada perut bagian bawah karena adanya desakan tumor di daerah pelvis kearah lateral sampai
obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala lanjutan dapat terjadi sesuai dengan
infiltrasi tumor ke organ misalkan fisfula vesikovaginal, fistula rektovaginal, pembengkakan
tungkai (Susiati dan Aulia, 2017).
BAB III

DATA LABORATORIUM

Data laboratorium penunjang adanya lesi pra kanker atau bisa disebut dengan
pemeriksaan sejak dini dengan berbagai metode seperti, Pap smear, Inspeksi Visual Asam Asetat
(IVA), Inspeksi Visual Lugoliodin (VILI), Test DNA HPV. Test IVA dilakukan dengan cara
menggunakan asam asetat dengan larutan iodoium lugol yang dioleskan pada serviks lalu lihat
perubahan warna putih yang terjadi (Septianingrum, 2017). Pada test Pap smear dimana tingkat
subjektifitas dan hasil positif palsu yang tinggi jika temuan abnormal dapat dilakukan
pemeriksaan kolposkopi. Pada Pemeriksaan test DNA HPV menggunakan metode Hybride
Capture 2 yang akan mendeteksi pada sel serviks apakah ada infeksi Human Pappiloma Virus,
dimana memiliki tingkat sensitifitas dan spesifitas yang tinggi dan hasil positif palsu yang
rendah. Teknik Hybride Capture 2 telah disahkan oleh FDA Amerika Serikat dan diakui oleh
dunia, dimana teknik ini digunakan saat kondisi awal yang dimana kemungkinan individu sudah
terinfeksi HPV sebelum virus membuat perubahan pada serviks sehingga menyebabkan kanker
serviks (Aam Suryatman, 2016).

Biasanya gejala pada lesi prakanker belum ditemui. Jika telah menjadi kanker invasif,
gejala yang umum terlihat ialah pendarahan saat melakukan hubungan intim dan keputihan. Pada
umumnya diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinik dan anamnesis.
Pemeriksaan klinik seperti inspeksi, PET (Positron Emission Tomography) scan, pemeriksaan
kolposkopi, melakukan tindakan lanjutan biopsi serviks, pemeriksaan sistoskopi, USG

2
(Ultrasoografi), BNO -IVP, rektoskopi (teropong anus), foto toraks dan bone scan , CT scan
atau MRI. Khususnya pada pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi dilakukan hanya pada kasus
dengan stadium IB2 (Lesi berdiameter > 4 cm dilihat secara klinik) atau lebih (Kemenkes RI,
2017).

BAB IV

STAGE KANKER SERVIKS

Adapun stadium pada kanker serviks yaitu mulai dari stadium I, II, III, IV. Klasifikasi
stadium kanker serviks menurut FIGO (The International Federation Of Gynecology and
Obstetrics) sebagai berikut :

Tabel 1. Stadium Kanker Serviks

Stadium Deskripsi Pada Masing-Masing Stadium Kanker Serviks


Kanker
Serviks

0 Karsinoma Preinvasif

I Karsinoma yang terbatas pada uterus (mengabaikan ekstensi ke korpus uterus)

IA. Karsioma invasif dapat diidentifikasi hanya menggunakan mikroskop. Semua


lesi yang dapat dilihat dengan cara makroskopik, walaupun invasi hanya superfisial,
termasuk dalam stadium IB.

IA 1. Invasi stroma ≤ 3,0 mm kedalaman dan 7,0 mm

IA 2. Invasi stroma > 3,0 mm dan lebih dari 5,0 mm dan sebaran horizontal < 7,0
mm

IB. Lesi terbatas pada serviks, secara mikroskopik lesi lebih besar dari pada IA 2

IB 1. Lesi berdiameter ≤ 4 cm dilihat secara klinik

IB 2. Lesi berdiameter > 4 cm dilihat secara klinik

II Invasi meluas keluar uterus, tetapi tidak sampai meluas ke dinding panggul,
mecapai bagian bawah pada vagina.

II A. Tidak ada invasi ke parametrium

IIA 1. Lesi berdiameter ≤ 4 cm dilihat secara klinik

IIA 2. Lesi berdiameter > 4 cm dilihat secara klinik

3
II B. Terlihat tumor yang menginvasi ke parametrium

III Meluasnya tumor ke dinding panggul, mecapai bagian bawah pada vagina

sehingga menimbulkan afungsi pada ginjal.

III A. Tumor yang menginvasi bagian bawah pada vagina, tetapi tidak saampai ke

dinding panggul.

III B. Mulai meluas sampai ke dinding panggul dan menyebabkan afungsi pada
ginjal.

IV Karsinoma telah meluas/menyebar ke daerah pelvis

IV A. Tumor mulai menginvasi mukosa kandung kemih/rectum kemudian


menyebar keluar panggul kecil.

IV B. Penyebarannya sudah mulai ke organ yang lebih jauh.

Sumber: Kemenkes RI, 2017

BAB V

PANDUAN TERAPI

5.1 Tatalaksana Terapi Kanker Serviks

Panduan terapi stadium awal pada penyakit kanker serviks adalah dengan melakukan
terapi sedini mugkin untuk mencegah pemburukan penyakit. Menurut Kemenkes RI tahun 2017,
ada dua penatalaksanaan terpai kanker serviks yaitu :

5.1.1 Lesi Prakanker Serviks

Pada penatalaksanaan terapi pada lesi pra kanker serviks menggunakan terapi NIS
(Neoplasia Intraepitel Serviks) dengan dekstruksi lokal. Metode NIS terapi destruksi lokal ini
ditujukan untuk destruksi lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker .Epitel
skuamosa yang baru selanjutnya akan menggantikan saat fase penyembuhan. Beberapa metode
NIS terapi destruksi lokal antara lain kerioterapi, elektrokauter, diatermi elektrokoagulasi dan
sinar laser.

5.1.2 Tatalaksana Kanker Serviks Invasif

Pada tatalaksana kanker serviks invasif dapat dibedakan menurut stadium dari kanker
serviks tersebut.

4
Table 1. Penatalaksanaan pengobatan kanker serviks tiap stadium

Stadium Penatalaksanaan

0 Dilakukan tindakan konisasi.

IA1 Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila fertilitas


dipertahankan. Jika terjadi kontraindikasi medik dapat dilakukan
Brakhiterapi.

IA2, IB1, Operatif. Memerlukan Rekomendasi A dan dilakukan histerektomi radikal


IIA1 dengan limfadenektomi pelvic. Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi
dilakukan jika terdapat faktor risiko seperti metastasis parametrium,
metastasis KGB, deep stromal invasion, LVSI dan faktor risiko lainnya.

Non operatif. Dilakukan Radiasi (EBRT dan brakiterapi) kemoradiasi


(radiasi: EBRT dengan kemoterapi konkuren dan brakiterapi).

IB2, IIA2 Operatif (Rekomendasi A). Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi.
Apabila dilakukan ajuvan radioterapi atau kemoterapi maka dilihat faktor
risiko, dan hasil patologi anatominya.

Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C). Neoajuvan Kemoterapi bertujuan


untuk memperkecil massa tumor primer sehingga risiko komplikasi operasi
dapat berkurang.

IIB Kemoradiasi (Rekomendasi A), Radiasi (Rekomendasi B), Neoajuvan


kemoterapi (Rekomendasi C), Kemoterapi (tiga seri) lanjutkan radikal
histerektomi dan pelvik limfadenektomi, Histerektomi ultraradikal.

IIIA, IIIB Kemoradiasi (Rekomendasi A) dan Radiasi (Rekomendasi B)

IIIB dengan Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin atau Radiasi. Jika diperlukan
CKD lakukan prosedur nefrostomi / hemodialisa,

IVA tanpa Apabila dengan fistula rekto-vaginal maka dilakukan kolostomi, dilanjutkan
CKD dengan Kemoradiasi Paliatif, atau Radiasi Paliatif

IVA dengan Pertama dilakukan Paliatif dan jika tidak ada kontraindikasi paliatif atau
CKD, IVB radiasi kemoterapi paliatif dapat dipertimbangkan.

(Kemenkes RI., 2017)

5.2 Talaksanaan Terapi Sistemik Kanker Serviks

Menurut National Comprehensive Cancer Network tahun 2019 menyatakan bahwa terapi
sistemik pada kanker serviks sebagai berikut :

5
Table 2. Regimen Terapi Sistemik Kanker Serviks

Regimen Terapi Sistemik Kanker Serviks

Kemoradiasi

Regimen Pilihan Terapi

- Cisplatin
- Carboplatin diberikan jika pasien tidak toleran terhadap cicplatin

Terapi Kombinasi Lini Terapi Tunggal Lini Terapi Lini Kedua


Pertama Pertama

Regimen Pilihan Regimen Pilihan Regimen Pilihan

- Cisplatin/ paclitaxel/ - Cisplatin - Pembrolizumab untuk


bevacizumab (kategori 1) tumor PD-L1-positif e
- Karboplatin/ paclitaxel/ atau MSI-H/dMMR
Regimen Rekomendasi
bevacizumab
Lainnya
- Topotecan/ paclitaxel/
Regimen Rekomendasi
bevacizumab (kategori 1) - Karboplatin
Lainnya (Semua agen
- Cisplatin/ paclitaxel (kategori - Paclitaxel
yang terdaftar di sini
1)
adalah kategori 2B kecuali
- Carboplatin/ paclitaxel
dinyatakan lain)
(kategori 1 untuk pasien yang
pernah mendapat terapi
cisplatin sebelumnya)
- Bevacizumab
- Topotecan/ paclitaxel
- paclitaxel yang terikat
albumin
Regimen Rekomendasi Lainnya - Docetaxel
- Fluorourasil
- Cisplatin/ topotecan
- Gemcitabine
- Ifosfamid
- Irinotecan
- Mitomycin
- Pemeterxed
- Topotecan
- Vinorelbine

6
BAB VI

LUARAN TERAPI

Luaran terapi yang diharapkan untuk penyakit kanker serviks adalah penegakan diagnose
penyakit sedini mungkin sehingga dapat diketahui tingkat klinis dan stadium kanker serviks
untuk menentukan terapi selanjutnya. Tujuan utama terapi kanker serviks adalah dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien seperti pengembalian fungsi otak, dapat memperbaiki fungsi
sensoris, meningkatkan dan memelihara fungsi kardiorespirasi, memperbaiki dan mengembalikan
kemampuan berkemih, dapat mengontrol rasa nyeri, dapat memenuhi kebutuhan aktivitas, dan
meminimalkan adanya edema (Kemenkes, 2017). Selain itu terdapat upaya pencegahan yang
dilakukan agar dapat memperbaiki masalah kanker serviks ke depannya seperti penggunaan
vaksin untuk menurunkan genotype HPV penyebab kanker serviks (ACOG, 2021).

BAB VII

PERHATIAN KHUSUS PADA TERAPI OBAT

7.1 Pasien hamil dengan komplikasi kanker serviks memerlukan perhatian khusus pada
terapinya. Tatalaksana terapi tergantung pada stadium tumor, usia kehamilan, dan
perkembangan janin. Pasien hamil dengan kanker serviks stadium IA 2 dan IB1 dengan usia
kehamilan kurang dari 22-25 minggu dengan diameter kurang dari 2 cm, dianjurkan untuk
menunda pengobatan dan dimulai setelah melahirkan. Untuk pasien kanker serviks stadium
BI atau lebih dengan usia kehamilan 20-30 minggu dapat diberikan terapi kombinasi
paclitaxel (135-175 mg) + cisplatin (70-75 mg) sekali setiap 3 minggu. Berdasarkan sebuah
study retrospektif, kemoterapi memiliki efek teratogenic pada wanita hamil dengan
komplikasi kanker serviks yang menerima terapi kombinasi cisplatin + paclitaxel selama
kehamilan yang menyebabkan bayi mengalami gangguan pendengaran dan berat badan bayi
lahir rendah (Beharee et al., 2019).
7.2 Pasien kanker serviks disertai infeksi HIV memerlukan perhatian khusus pada terapinya,
sehingga selalu diperiksa jumlah CD4 dan viral load HIV sebelum memulai terapi kanker
karena jumlah CD4 merupakan parameter penting untuk menentukan jadwal radioterapi dan
kemoterapi (Mohanty et al., 2021).
7.3 Kombinasi obat paclitaxel + cisplatin dan paclitaxel + carboplatin memiliki resiko neuropati
perifer karena obat tersebut sama-sama memiliki efek neurotoksik. Oleh karena itu perlu
perhatian khusus pada terapi obat kombinasi agar tidak menyebabkan interaksi obat
(Megawati, 2018).
7.4 Penanganan obat sitotoksik sangat berisiko jika terpapar kepada operator sehingga
diperlukan penanganan khusus dalam dispensing obat sitotoksik. Oleh karena itu dispensing
obat dilakukan pada ruang aseptis di dalam LAF (Laminar Air Flow) dengan aliran udara
vertical (tidak kearah operator) dan limbah sitotoksik dikemas pada tempat pembuangan
dengan label sitotoksik (Nurdiana, 2021)

7
DAFTAR PUSTAKA

Aam Suryatman , Sukma Nuswantara,. 2016. Pemanfaatan Metode Berbasis Hibridisasi Dna-Rna
Dalam Mendeteksi Human Papillomavirus Pada Sampel Jaringan. Jakarta : Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia – Lipi
ACOG (American College of Obstetricians and Ginecologists). 2021. Update Cervical Cancer
Screening Guidline. Washington

American Cancer Society. 2020. Cervical Cancer Early Detection, Diagnosis, and Staging.
Amerika: Cancer Organization and Resources.
Beharee, N., Shi, Z., Wu, D., & Wang, J. (2019). Diagnosis and treatment of cervical cancer in
pregnant women. Cancer Medicine, 8(12), 5425–5430. https://doi.org/10.1002/cam4.2435

Evriarti, P.S. dan Yasmon, A. 2019. Patogenesis Human Papilloma Virus (HPV) pada Kanker
Serviks. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol 8, Issue 1, hal 23-32

Gauravi A. Mishra., Sharmila A. Pimple, Surendra S. Shastri. 2018. An overview of prevention


and early detection of cervical cancers. Indian Journal of Medical and Paediatric Oncology.
Vol. 32. Issue 3. : 125-132.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks.
Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Kanker Serviks. Jakarta: Kemenkes RI.

Mattiuzzi C, Lippi G. 2020. Cancer statistics: a comparison between World Health Organization
(WHO) and Global Burden of Disease (GBD) Eur J Public Health ;30:1026–7.
doi: 10.1093/eurpub/ckz216.
Megawati. (2019). Drugs Interaction Studies And Side Effects Of Neuropati Perifer In Cervical
Cancer Patients Receiving Chemotherapy (Paclitaxel-Carboplatin And Paclitaxel-Cisplatin)
In RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar: Fakultas farmasi Universitas Hasanuddin

Mohanty, S., Gurram, L., Chopra, S., Mahantshetty, U., & Grover, S. (2021). Cervical Cancer
Treatment in HIV-Positive Patients: A Survey of Treatment Practices in India. JCO Global
Oncology, 7, 843–848. https://doi.org/10.1200/go.21.00081

National Comprehensive Cancer Network (NCCN). 2019. Cervical Cancer. NCCN Clinical
Practice Guideline in Oncology.

Nicole McMillian, N., Jillian Scavone, M., Fisher, C. M., Frederick, P., Gaffney, D. K., George,
S., Han, E., Huh, W. K., Lurain, J. R., Robert Lurie, Ω. H., Mariani, A., Mutch, D., Nagel,
C., Yashar, C. M., Chair, V., Bean, S., Bradley, K., Campos, S. M., Sook Chon, H., …
Urban, R. (2019). NCCN Clinical Practice Guideline in Oncology.
https://www.nccn.org/professionals/physician_gls/pdf/cervical.pdf

Nurdiana Rian. (2021). Expert Pharmacist ED 7. Jakarta: Belajar Obat

Pangribowo, S., 2019. Pusat Data dan Informasi Kementerian Keseshatan RI Beban Kanker.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi

8
Phan, Nguyen, Vo, Le,T., Tran, Truong, Huyen, Le., dan Lao, T., 2020. Epidemiology,
Incidence, Mortality of Cervical Cancer in Southeast Asia and their Relationship: An
Update Report. Asian Journal of Pharmaceutical Research and Health Care, Vol 12(3),
97-101, 2020
Septianingrum, A. 2017. Hubungan Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Kanker Serviks
Terhadap Perilaku Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Puskesmas Pisangan
Ciputat Tangerang Selatan. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta
Sing, S., Nutan Narayan, Rupan Sinha, Pragya Sinha, Virendra Prasad Sinha, and Jayshree.,
2018. Awareness About Cervical Cancer Risk Factors and Symptoms. Int J Reprod
Contracept Obstet Gynecol;7(12):4987-4991.
Song B, Ding C, Chen W, et al . 2013. Incidence and mortality of cervical cancer in China. Chin
J Cancer Res. 2017;29:471–6. doi: 10.21147/j.issn.1000-9604.2017.06.01.
Susiati dan Aulia. 2017. Pengobatan Karsinoma Serviks. Sumatera: Universitas Lampung
WHO. 2021. WHO Guideline for Screening and Treatment of Cervical Pre-Cancer Lesions for
Cervical Cancer Prevention, Second Edition. Geneva: GDG
Zhang, S., Xu, H., Zhang, L., dan Qiao. 2020. Cervical cancer: Epidemiology, risk factors and
screening. Chin J Cancer Res; 32(6): 720–728.

Anda mungkin juga menyukai