KARSINOMA SERVIKS
Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
Daniel Taruna Tampubolon 22010118220076
Annisa Fadhilah Al Hanif 22010119220072
Ika Lutfiah 22010119220081
Gabriella Diah P 22010118220140
Fathurrahman 22010119220087
Tiwik Budi Hastari 22010119220110
Sri Suci Ningtyas Ardi 22010119220033
Penguji:
BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
TAHUN 2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah jenis kanker yang muncul dari leher rahim.
Kanker ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan abnormal (atau) perubahan
sel pada cervix. Pada perubahan abnormal menyebabkan beberapa gejala, yang
meliputi perdarahan dari vagina, rasa sakit di perut bagian bawah, nyeri saat
berhubungan seks dan keputihan. Kebanyakan kanker serviks disebabkan oleh
virus yang disebut human papillomavirus (HPV). Hal ini dapat diobati dengan
baik ketika itu ditemukan pada tahap awal kanker. Tes Pap smear adalah tes
yang lazim dilakukan sebagai bagian dari tes rutin yang dilakukan wanita. Tes
ini dapat mendeteksi sel-sel pra-kanker dan kanker di vagina dan leher rahim.
Hal ini tidak digunakan mendeteksi jenis kanker lainnya. Tes ini diambil
sebagain sampel kecil dari sel dikumpulkan dari permukaan serviks dengan
sikat atau spatula. Sel-sel ini kemudian dioleskan ke slide dan diperiksa di
bawah mikroskop di laboratorium untuk mengetahui pertumbuhan sel atau
perubahan sel abnormal. 1,2
Menurut Kementerian Kesehatan Repubilk Indonesia pada tahun 2015,
jumlah wanita penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000
penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks. Pada stadium
tumor dini maka terapi pengobatan akan dilakukan pembedahan pada organ
yang terkena sel kanker, pada stadium lanjut akan dilakukan terapi secara
adjuvant dengan tujuan kuratif melalui kombinasi kemoterapi, pembedahan,
dan radioterapi. Pada kanker stadium lanjut untuk tujuan paliatif maka akan
diberikan terapi radiasi dengan dosis yang tinggi. 3
2
Hasil Pengamatan Galang Harta Widjaya dkk, mengenai “Treatment Of
Radiotherapy For Serviks Cancer With Separation More Than 20
Centimeters Using Cobalt-60 At Unit Radiotherapy Installation Radiology
Rsup Dr. Kariadi Semarang” yakni apabila pasien baru, pemeriksaan dimulai
pasien dilakukan anamnesa, dan skrining, dan membawa hasil patologi anatomi,
hasil laboratorium darah terbaru. Setiap 5 kali penyinaran pasien harus
membawa hasil cek darah dan melakukan konsultasi dokter untuk mengetahui
efek samping selama menjalani radiasi, pasien dilakukan simulator dengan
menggunakan pesawat fluoroscopy*. Verifikasi yang dilakukan di RSUP Dr.
Kariadi Semarang, pada pasien kanker serviks sebanyak 2 kali pada saat
penyinaran pertama dan ketiga.2
1.3 Tujuan
Tujuan disusun makalah kasus ini untuk mengetahui tatalaksana dan
interpretasi hasil penyinaran radioterapi pada Ca Cervix di Instalasi Radiologi
RSUP Dr. Kariadi Semarang.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karsinoma Serviks
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks.
Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris,
menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.
2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah
454.000 kasus.1 Data ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan
populasi, registrasi data vital, dan data otopsi verbal dari 187 negara dari
tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari kanker serviks meningkat
3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000
kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia
15-49 tahun yang hidup di negara sedang berkembang.2
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke7
secara global dalam segi angka kejadian (urutan ke urutan ke-6 di negara
kurang berkembang) dan urutan ke-8 sebagai penyebab kematian
(menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama dengan angka mortalitas akibat
leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang,
dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di
Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak
berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar
12,7%. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita
penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk
dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks.3
4
2.3 Anatomi
Serviks atau leher rahim adalah bagian dari organ reproduksi wanita
yang terletak sepertiga lebih rendah dari rahim atau uterus. Tubular serviks
memanjang ke bawah hingga bagian atas vagina. Serviks mengelilingi
pembukaan yang disebut lubang serviks sebagai pembatas antara rahim
dengan vagina. Serviks berbentuk silinder, terbuat dari tulang rawan yang
ditutupi oleh jaringan halus, lembab dan tebalnya sekitar 1 inchi. Terdapat dua
bagian utama dari serviks, yaitu ektoserviks dan endoserviks. Pada serviks
terdapat zona transformasi (transformation zone), yaitu: area terjadinya
perubahan fisiologis sel-sel skuamos dan kolumnar epitel serviks. Terdapat 2
ligamen yang menyokong serviks, yaitu ligamen kardinal dan uterosakral.
Ligamen kardinal adalah jaringan fibromuskular yang keluar dari segmen
bawah uterus dan serviks ke dinding pelvis lateral dan menyokong serviks.
Ligamen uterosakral adalah jaringan ikat yang mengelilingi serviks dan
vagina dan memanjang hingga vertebra. Serviks memiliki sistem limfatik
melalui rute parametrial, kardinal, dan uterosakral.4
Pertemuan epitel silindris endoserviks dengan epitel skuamos
eksoserviks disebut taut skuamokolumnar (squamocolumnar junction, SCJ).
Epitel serviks mengalami beberapa perubahan selama perkembangannya sejak
lahir hingga usia lanjut. Sehingga, letak taut skuamokolumnar ini juga
berbeda pada perkembangannya.5
2.4 Etiologi
Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human
Papilloma Virus) sub tipe onkogenik, terutama sub tipe 16 dan 18. Pada
umumnya, infeksi HPV akan sembuh spontan dan tidak disertai gejala. Infeksi
persisten virus HPV dapat menyebabkan lesi prakanker yang dapat
berkembang menjadi karsinoma serviks apabila tidak diterapi dengan baik.6
5
2.5 Patofisiologi
Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik
pada lapisan epitel serviks, dimulai dari Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) 1,
NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS). Selanjutnya setelah menembus
membrana basalis akan berkembang menjadi karsinoma mikroinvasif dan
invasif. Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan sebagai skrining,
sedangkan pemeriksaan histopatologik sebagai konfirmasi diagnostik.2
7
IIA2 Karsinoma invasive dengan ukuran terbesar ≥ 4 cm
IIB Karsinoma dengan invasi ke parametrium namun belum mengenai dinding
pelvis
III Karsinoma meluas mencapai 1/3 bawah vagina dan/atau meluas ke dinding
dada dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal dan/ata
melibatkan limfonofi pelvis atau para-aorta
IIIA Karsinoma mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai dinding
pelvis
8
IIIB Karsinoma meluas sampai ke dinding pelvis dan/atau menimbulkan
hidronefrosis atau afungsi ginjal (sampai diketahui penyebab lain)
9
2
IV Karsinoma menginvasi diluar true pelvis atau telah menginvasi (dibuktikan
dengan biopsy) mukosa kadnung kemih atau rectum
IVA Metastasis ke organ pelvis lain yang berdekatan
10
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
a. Anamnesis
Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah menjadi
kanker invasif, gejala yang paling umum adalah sebagai berikut1 :
- Perdarahan berupa contact bleeding atau abnormal vaginal bleeding
- Keputihan
11
Keluhan lainnya (berupa penurunan berat badan, keluhan pada
anggota tubuh lain). Untuk keluhan lainnya juga selanjutnya
ditanyakan secara detail (Sacred 7)
2. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat keluhan serupa sebelumnya
b. Riwayat penyakit menular seksual (HIV, sifilis, dll)
c. Riwayat keganasan
d. Diabetes melitus
e. Hipertensi
f. Asthma
3. Riwayat Haid
Menarche
Siklus haid (lama 1 siklus, teratur/tidak)
Adalah perdaarahan di luar siklus haid
4. Riwayat Pernikahan atau Riwayat Seksual
Pernikahan ke berapa
Apakah menggunakan alat kontrasepsi kondom (untuk mencegah
PMS)?
Apakah telah melakukan hubungan seksual di usia muda?
5. Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
7. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah terdapat keluarga dengan keluhan serupa, ataupun keluarga yang
menderita penyakit keganasan pada serviks maupun keganasan organ
lain?
8. Riwayat sosial ekonomi
Riwayat merokok?
12
Pasien bekerja sebagai apa?
Pembiayaan RS ditanggung oleh?
Simpulan Kesan: sosial ekonomi (kurang/cukup/baik)?
13
Pemeriksaan selanjutnya ialah genitalia interna. Pada pemeriksaan ini,
dapat menggunakan spekulum dan apabila ditemukan discharge pada
vagina perlu dideskripsikan tentang jumlah, warna, konsistensi, dan bau.
Kemudian menilai dinding vagina (apakah ada perlukaan? Apakah ada
benjolan?) dan serviks (apakah serviks tampak mulus/tidak
rata/berdungkul-dungkul? Apakah terdapat erosi? Apakah permukaan
serviks mudah berdarah?).2
2.8 Pemeriksaan penunjang
Sebagai pemeriksaan penunjang, khususnya pada pasien dengan keluhan
perdarahan, dilakukan pemeriksaan laboratorium darah untuk melihat
karakteristik yang ada. Hal ini dapat menegakkan diagnosis bila didapatkan
kecurigaan pasien mengalami anemia.
Pemeriksaan penunjang lainnya meliputi kolposkopi, biopsi serviks,
sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan, CT scan
atau MRI, PET scan. Kecurigaan metastasis ke kandung kemih atau rektum
harus dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik. 3. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk pada akhirnya menentukan stadium penyakit.
1. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Tes IVA dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah dilatih dengan
pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam asetat 3-5%
yang sudah di encerkan. Daerah yang tidak normal akan berubah warna
dengan batas yang tegas menjadi putih (acetowhite), yang
mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker.
Tes IVA dapat dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang
mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut harus
dilakukan.4
14
Gambar. IVA positif4
2. Pemeriksaan Pap smear
Pemeriksaan papanicolaou (Pap) smear tidak hanya berguna untuk
deteksi kanker serviks pada stadium rendah, tetapi juga efektif untuk
mendeteksi lesi prakanker sehingga dapat menurunkan mortalitas akibat
kanker dan meningkatkan angka ketahanan hidup.5 Apabila hasil pap
smear abnormal, perlu dipastikan melalui pemeriksaan histopatologi
dengan melakukan biopsi. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual
sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun.
Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang
normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun
sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut 6:
- Normal.
- Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
- Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
- Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
- Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih
dalam atau ke organ tubuh lainnya).
3. Kolpoksopi
15
Kolposkopi merupakan metode pemeriksaan servik dengan menggunakan
alat yang disebut kolposkop dengan pencahayaan dan pembesaran yang
cukup. Kolposkopi diindikasikan untuk7:
- wanita dengan abnormalitas pada pemeriksaan pap smear, tanpa lesi
yang tampak pada vagina atau serviks.
- Kecurigaan adanya keganasan pada serviks, khususnya setelah tes IVA
(+)
- Wanita dengan perdarahan pasca coitus, metrorhagia dan perdarahan
pasca menopause.
4. Biopsi serviks
Untuk mendapatkan diagnosis pasti keganasan dilakukan biopsi serviks.
Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan
anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Hasil biopsi
akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor
saja.8
17
Kepentingan BNO-IVP pada kasus karsinoma serviks adalah untuk
melihat adanya penyebaran kanker ke saluran kemih, yang dapat
mengakibatkan obstruksi saluran kemih sehingga temuannya adalah
berupa hidronefrosis atau hidroureter.9
7. Foto thorax
Pemeriksaan foto thorax biasanya dilakukan untuk melihat persebaran
(metastasis) dari kanker serviks. Pada pasien ini telah dilakukan
pemeriksaan x-foto thorax dengan hasil sebagai berikut:
Pemeriksaan X Foto Thoraks PA Erect (1703/2020)
Klinis : Ca Cervix
Cor : CTR > 50%
Apeks jantung bergeser ke laterocaudal
Pulmo : Corakan vascular tampak normal
Tak tampak bercak maupun nodul pada kedua lapangan paru
Kesan :
Cardiomegaly (LV)
Tak tampak gambaran metastasis maupun kelainan lain pada
pulmo dan tulang yang tervisualisasi
18
Pada pasien ini, dilakukan MSCT abdomen untuk melihat persebaran
tumor
(sebelum dan sesudah terapi).
19
Gambar . MSCT Abdomen tanpa Kontras
24
1. LSIL (low grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP
dan observasi 1 tahun.
2. HSIL (high grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP
dan observasi 6 bulan.
6) Stadium IIB
Pilihan :
I. Kemoradiasi
II. Radiasi
III. Neoajuvan kemoterapi
Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan
pelvik limfadenektomi
IV. Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy.
28
10) Stadium IV A dengan CKD, IVB
I. Paliatif
II. Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi
paliatif dapat dipertimbangkan.
29
BAB III
PEMBAHASAN
Gejala klinis yang ditemukan yaitu berupa perdarahan (contact bleeding atau
abnormal bleeding) dan keputihan. Pada pemeriksaan vaginal toucher bisa tidak
ditemukan fluxus dan fluor, pada vulva dan uretra tidak didapatkan kelainan, pada
vagina terdapat infiltrat (+) 1/3 proximal, pada portio teraba massa berbenjol-
benjol tetapi tidak mudah berdarah, corpus uteri sebesar telur ayam, pada adneksa
parametrium didapatkan adanya infiltrat sampai dinding pelvis. Pada pemeriksaan
Histologipatologi ditemukan CA servix st. II B . Pada pemeriksaan X foto
thoraks PA tak tampak gambaran metastasis maupun kelainan lain pada pulmo
dan tulang
MSCT abdomen dengan kontras pembesaran uterus dan sudah meluas kedaerah
corpus uterus disertai limfadenopati. Pada post terapi ditemukan betuk uterus
lebih bagus dari sebelumnya dan tidak terlihat lagi limfadenopati.treatment
training system ( TPS ) yang menghasilkan dosis target yang sesuai dengan
perhitungan dosis yang direncanakan, Pada kasus ini yaitu Ca serviks stadium
IIB, tatalaksana yang dapat diberikan sesuai dengan panduan penatalaksanaan
kanker serviks dari Kementrian Kesehatan yaitu radioterapi dalam bentuk radiasi
eksterna whole pelvis sebagai terapi primer dengan dosis 45-50 Gy, 1,8-2Gy per
fraksi, 5 fraksi per minggu, diikuti dengan brakiterapi intrakaviter 3x7 Gy (post
RE 50 Gy) atau 4x7 Gy (post RE 45 Gy).
Kompetensi dokter umum sesuai dengan SKDI tahun 2012 pada Ca serviks
yaitu kompetensi 2. Dokter umum harus mampu untuk membuat diagnosis klinik
terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya yaitu merujuk ke dokter spesialis. Dokter umum
dapat melakukan skrining Ca serviks.
30
Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat
dilakukan program skrining dini dengan tes IVA untuk mendeteksi secara
dini gejala-gejala kanker serviks.
31
BAB IV
KESIMPULAN
Kanker serviks menempati urutan teratas sebagai penyebab kematian akibat
kanker pada usia reproduktif di negara berkembang. Penyakit ini merupakan
penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Kausa utama
kanker serviks adalah infeksi virus Human Papilloma yang onkogenik.
Diagnosis kanker serviks ditegakkan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan
klinik. Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan histopatologi.
Penatalaksanaan kanker leher rahim meliputi radioterapi, kemoterapi, dan
pembedahan. Pemilihan terapi bergantung pada stadiumnya yang ditentukan
berdasarkan pemeriksaan klinik. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
pasien ini mengarah pada kanker serviks. Kecurigaan ini kemudian
dibuktikan dengan pemeriksaan PA dari hasil kuretase dan menunjukkan
adanya Endocervical adenocarcinoma a usual type ( well moderately
differentiated) dan diagnosis secara klinis yaitu Ca Servix Stadium II B.
Pada kasus ini yaitu Ca serviks stadium IIB, tatalaksana yang dapat
diberikan sesuai dengan panduan penatalaksanaan kanker serviks dari
Kementrian Kesehatan yaitu radioterapi dalam bentuk radiasi eksterna whole
pelvis sebagai terapi primer dengan dosis 45-50 Gy, 1,8-2Gy per fraksi, 5
fraksi per minggu, diikuti dengan brakiterapi intrakaviter 3x7 Gy (post RE
50 Gy) atau 4x7 Gy (post RE 45 Gy). Radioterapi memegang peranan
penting dalam penatalaksanaan karsinoma serviks uteri. Radiasi diberikan
langsung pada lesi primer kanker yang bertujuan untuk eradikasi sel kanker.
Penting bagi seorang dokter untuk dapat menegakkan diagnosis karsinoma
cervix uteri sedini mungkin dengan mengenali gejala gejala dan tanda dari
stadium dini sehingga pasien mendapat terapi lebih dini agar menghasilkan
prognosis yang lebih baik.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
8. Kusuma, R., 2009. Derajat Differensiasi Histopatologik pada Kejadian
Rekurensi Kanker Serviks (Doctoral dissertation, Medical faculty).
9. Weerakkody, Yurangga, et al. Carcinoma of the Cervix. Available at :
https://radiopaedia.org/articles/carcinoma-of-the-cervix
10. Pecorelli, S., 2009. Revised FIGO staging for carcinoma of the vulva, cervix,
and endometrium. International Journal of Gynecology & Obstetrics, 105(2),
pp.103-104.
11. Nasional, K.P.K., 2017. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Kanker
Serviks. Indonesia: Kementrian Kesehatan RI.
12. Forouzanfar MH, Foreman KJ, Delossantos AM, Lozano R, Lopez AD,
Murray CJL, et al. Breast and cervical cancer in 187 countries between 1980
and 2010: a systematic analysis. Lancet (London, England). 2011
Oct;378(9801):1461–84.
13. Basyarudin. PNPK Seviks. PNPK Serviks. 2018;2:227–49.
14. Kesehatan K, Penanggulangan K, Nasional K. Kanker Serviks.
15. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy & Physiology. USA: John
Wiley & Sons. Inc; 2009.
16. Junqueira L., J.Carneiro, Kelley R. Histologi Dasar. 5th ed. Jakarta: ECG;
2007.
17. World Health Organization. Comprehensive cervical cancer prevention and
control : a healthier future for girls and women. World Heal Organ [Internet].
2013;1–12. Available from: www.who.int
18. Of J, Society TIRO. Management of Cervical Cancer: Strategies for Limited-
resource Centres — A Guide for Radiation Oncologists.
19. Widjaya, Galang Harta, Fatimah S. TEKNIK RADIOTERAPI RADIASI
EXTERNAL KANKER SERVIKS DENGAN SEMARANG TREATMENT
OF RADIOTHERAPY FOR SERVIKS CANCER WITH SEPARATION
MORE THAN 20 CENTIMETERS USING COBALT-60 AT UNIT
34
RADIOTHERAPY INSTALLATION RADIOLOGY RSUP DR . KARIADI
SEMARANG Galang : Teknik. 2014;4(1):16-21.
35