Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS BESAR RADIOTERAPI

KARSINOMA SERVIKS
Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
Daniel Taruna Tampubolon 22010118220076
Annisa Fadhilah Al Hanif 22010119220072
Ika Lutfiah 22010119220081
Gabriella Diah P 22010118220140
Fathurrahman 22010119220087
Tiwik Budi Hastari 22010119220110
Sri Suci Ningtyas Ardi 22010119220033
Penguji:

Dr. dr. C. H. Nawangsih, Sp. Rad(K), Onk.Rad

BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
TAHUN 2020
1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker serviks adalah jenis kanker yang muncul dari leher rahim.
Kanker ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan abnormal (atau) perubahan
sel pada cervix. Pada perubahan abnormal menyebabkan beberapa gejala, yang
meliputi perdarahan dari vagina, rasa sakit di perut bagian bawah, nyeri saat
berhubungan seks dan keputihan. Kebanyakan kanker serviks disebabkan oleh
virus yang disebut human papillomavirus (HPV). Hal ini dapat diobati dengan
baik ketika itu ditemukan pada tahap awal kanker. Tes Pap smear adalah tes
yang lazim dilakukan sebagai bagian dari tes rutin yang dilakukan wanita. Tes
ini dapat mendeteksi sel-sel pra-kanker dan kanker di vagina dan leher rahim.
Hal ini tidak digunakan mendeteksi jenis kanker lainnya. Tes ini diambil
sebagain sampel kecil dari sel dikumpulkan dari permukaan serviks dengan
sikat atau spatula. Sel-sel ini kemudian dioleskan ke slide dan diperiksa di
bawah mikroskop di laboratorium untuk mengetahui pertumbuhan sel atau
perubahan sel abnormal. 1,2
Menurut Kementerian Kesehatan Repubilk Indonesia pada tahun 2015,
jumlah wanita penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000
penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks. Pada stadium
tumor dini maka terapi pengobatan akan dilakukan pembedahan pada organ
yang terkena sel kanker, pada stadium lanjut akan dilakukan terapi secara
adjuvant dengan tujuan kuratif melalui kombinasi kemoterapi, pembedahan,
dan radioterapi. Pada kanker stadium lanjut untuk tujuan paliatif maka akan
diberikan terapi radiasi dengan dosis yang tinggi. 3

2
Hasil Pengamatan Galang Harta Widjaya dkk, mengenai “Treatment Of
Radiotherapy For Serviks Cancer With Separation More Than 20
Centimeters Using Cobalt-60 At Unit Radiotherapy Installation Radiology
Rsup Dr. Kariadi Semarang” yakni apabila pasien baru, pemeriksaan dimulai
pasien dilakukan anamnesa, dan skrining, dan membawa hasil patologi anatomi,
hasil laboratorium darah terbaru. Setiap 5 kali penyinaran pasien harus
membawa hasil cek darah dan melakukan konsultasi dokter untuk mengetahui
efek samping selama menjalani radiasi, pasien dilakukan simulator dengan
menggunakan pesawat fluoroscopy*. Verifikasi yang dilakukan di RSUP Dr.
Kariadi Semarang, pada pasien kanker serviks sebanyak 2 kali pada saat
penyinaran pertama dan ketiga.2

1.2 Rumusan Masalah


Bagaiman tatalaksana dan interpretasi hasil penyinaran radioterapi pada
Ca Cervix di Instalasi Radiologi RSUP Dr. Kariadi Semarang.

1.3 Tujuan
Tujuan disusun makalah kasus ini untuk mengetahui tatalaksana dan
interpretasi hasil penyinaran radioterapi pada Ca Cervix di Instalasi Radiologi
RSUP Dr. Kariadi Semarang.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karsinoma Serviks
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks.
Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris,
menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.
2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah
454.000 kasus.1 Data ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan
populasi, registrasi data vital, dan data otopsi verbal dari 187 negara dari
tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari kanker serviks meningkat
3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000
kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia
15-49 tahun yang hidup di negara sedang berkembang.2
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke7
secara global dalam segi angka kejadian (urutan ke urutan ke-6 di negara
kurang berkembang) dan urutan ke-8 sebagai penyebab kematian
(menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama dengan angka mortalitas akibat
leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang,
dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di
Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak
berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar
12,7%. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita
penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk
dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks.3

4
2.3 Anatomi
Serviks atau leher rahim adalah bagian dari organ reproduksi wanita
yang terletak sepertiga lebih rendah dari rahim atau uterus. Tubular serviks
memanjang ke bawah hingga bagian atas vagina. Serviks mengelilingi
pembukaan yang disebut lubang serviks sebagai pembatas antara rahim
dengan vagina. Serviks berbentuk silinder, terbuat dari tulang rawan yang
ditutupi oleh jaringan halus, lembab dan tebalnya sekitar 1 inchi. Terdapat dua
bagian utama dari serviks, yaitu ektoserviks dan endoserviks. Pada serviks
terdapat zona transformasi (transformation zone), yaitu: area terjadinya
perubahan fisiologis sel-sel skuamos dan kolumnar epitel serviks. Terdapat 2
ligamen yang menyokong serviks, yaitu ligamen kardinal dan uterosakral.
Ligamen kardinal adalah jaringan fibromuskular yang keluar dari segmen
bawah uterus dan serviks ke dinding pelvis lateral dan menyokong serviks.
Ligamen uterosakral adalah jaringan ikat yang mengelilingi serviks dan
vagina dan memanjang hingga vertebra. Serviks memiliki sistem limfatik
melalui rute parametrial, kardinal, dan uterosakral.4
Pertemuan epitel silindris endoserviks dengan epitel skuamos
eksoserviks disebut taut skuamokolumnar (squamocolumnar junction, SCJ).
Epitel serviks mengalami beberapa perubahan selama perkembangannya sejak
lahir hingga usia lanjut. Sehingga, letak taut skuamokolumnar ini juga
berbeda pada perkembangannya.5

2.4 Etiologi
Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human
Papilloma Virus) sub tipe onkogenik, terutama sub tipe 16 dan 18. Pada
umumnya, infeksi HPV akan sembuh spontan dan tidak disertai gejala. Infeksi
persisten virus HPV dapat menyebabkan lesi prakanker yang dapat
berkembang menjadi karsinoma serviks apabila tidak diterapi dengan baik.6
5
2.5 Patofisiologi
Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik
pada lapisan epitel serviks, dimulai dari Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) 1,
NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS). Selanjutnya setelah menembus
membrana basalis akan berkembang menjadi karsinoma mikroinvasif dan
invasif. Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan sebagai skrining,
sedangkan pemeriksaan histopatologik sebagai konfirmasi diagnostik.2

Klasifikasi Lesi Prakanker hingga Karsinoma Invasif


Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan sebagai skrinning, sedangkan
pemeriksaan histopatologi sebagai konfirmasi diagnostik.2

Klasifikasi Stadium menurut FIGO10


I Karsinoma terbatas pada serviks (ekstensi ke korpus uterus dapat
diabaikan)
IA Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop, dengan
kedalamann invasi < 5 mm
IA1 Kedalaman invasi stroma < 3 mm

IA2 Kedalaman invasi stroma ≥ 3 mm dan < 5 mm


IB Karsinoma invasive dengan kedalaman ≥ 5 mm (lebih besar dari stadium
IA), lesi terbatas pada serviks uteri
IB1 Karsinoma invasive dengan kedalaman ≥ 5 cm dan ukuran terbesar < 2 cm
6
IB2 Karsinoma invasive dengan ukuran terbesar ≥ 2 cm dan < 4 cm

IB3 Karsinoma invasive dengan ukuran terbesar ≥ 4 cm

II Karsinoma menginvasi diluar uterus, namun belum ekstensi pada 1/3


bawah vagina atau pada dinding pelvis
IIA Invasi terbatas pada 2/3 atas vagina tanpa keterlibatan parametrium
IIA1 Karsinoma invasive dengan ukuran terbesar < 4 cm

7
IIA2 Karsinoma invasive dengan ukuran terbesar ≥ 4 cm
IIB Karsinoma dengan invasi ke parametrium namun belum mengenai dinding
pelvis

III Karsinoma meluas mencapai 1/3 bawah vagina dan/atau meluas ke dinding
dada dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal dan/ata
melibatkan limfonofi pelvis atau para-aorta
IIIA Karsinoma mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai dinding
pelvis

8
IIIB Karsinoma meluas sampai ke dinding pelvis dan/atau menimbulkan
hidronefrosis atau afungsi ginjal (sampai diketahui penyebab lain)

IIIC Keterlibatan limfonodi pelvis dan/atau para-aorta

IIIC Metastasis hanya ke limfonodi pelvis


1
IIIC Metastasis ke limfonodi para-aorta

9
2
IV Karsinoma menginvasi diluar true pelvis atau telah menginvasi (dibuktikan
dengan biopsy) mukosa kadnung kemih atau rectum
IVA Metastasis ke organ pelvis lain yang berdekatan

IVB Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal, keterlibatan dari


kelenjar getah bening supraklavikula, mediastinal, atau para aorta, paru
hati, atau tulang)

10
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
a. Anamnesis
Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah menjadi
kanker invasif, gejala yang paling umum adalah sebagai berikut1 :
- Perdarahan berupa contact bleeding atau abnormal vaginal bleeding
- Keputihan

Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang menjadi1 :


- Adanya keluhan nyeri pinggang, edema tungkai, dan nyeri pada perut
bagian bawah dapat menunjukkan adanya invasi pada dinding pelvis.
- Keluhan urin maupun feses lewat vagina dapat mengindikasikan adanya
fistula vesikovaginal dan rectovaginal.

Dalam anamnesis, ada beberapa hal yang harus digali, yaitu:2


1. Riwayat penyakit sekarang:
Terkait dengan keluhan utama, ditanyakan:
 Onset
 Lokasi
 Kronologi
 Kualitas
 Kuantitas
 Faktor memperberat dan memperingan

11
 Keluhan lainnya (berupa penurunan berat badan, keluhan pada
anggota tubuh lain). Untuk keluhan lainnya juga selanjutnya
ditanyakan secara detail (Sacred 7)
2. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat keluhan serupa sebelumnya
b. Riwayat penyakit menular seksual (HIV, sifilis, dll)
c. Riwayat keganasan
d. Diabetes melitus
e. Hipertensi
f. Asthma
3. Riwayat Haid
 Menarche
 Siklus haid (lama 1 siklus, teratur/tidak)
 Adalah perdaarahan di luar siklus haid
4. Riwayat Pernikahan atau Riwayat Seksual
 Pernikahan ke berapa
 Apakah menggunakan alat kontrasepsi kondom (untuk mencegah
PMS)?
 Apakah telah melakukan hubungan seksual di usia muda?
5. Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
7. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah terdapat keluarga dengan keluhan serupa, ataupun keluarga yang
menderita penyakit keganasan pada serviks maupun keganasan organ
lain?
8. Riwayat sosial ekonomi
 Riwayat merokok?

12
 Pasien bekerja sebagai apa?
 Pembiayaan RS ditanggung oleh?
 Simpulan Kesan: sosial ekonomi (kurang/cukup/baik)?

2.7 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik diawali dengan pemeriksaan keadaan umum, tanda vital,
kesadaran, dan VAS. Dilanjukan dengan pemeriksaan status generalis dan
lokalis.2
1. Pemeriksaan status generalis
Dilakukan dengan menilai keseluruhan tubuh pasien, merupakan
pemeriksaan head-to-toe, yang secara umum dilakukan dengan inspeksi,
perkusi, palpasi, auskultasi. Berikut hal-hal yang diperiksa:
 Thorax (paru dan jantung) (menilai suara dasar paru, adakah suara
tambahan, menilai stem fremitus, menilai bunyi jantung, ada
tidaknya bising, menilai apeks jantung, dll)
 Abdomen (menilai ada tidaknya asites/edema, adakah venektasi,
nyeri, dll)
 Ekstremitas (menilai adanya tanda-tanda anemua, icterus, akral
dingin, serta menilai capillary refill time)
2. Pemeriksaan status lokalis
Dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan di daerah genitalia,
dimulai dengan genitalia eksterna dan genitalia interna. Pemeriksaan
genitalia eksterna dilakukan dengan cara inspeksi (melihat apakah ada
discharge/darah? Adalah kemerahan disekitar genitalia? Adakah benjolan
yang terlihat?) dan palpasi (adakah benjolan yang teraba? Adanya nyeri
tekan di daerah tertentu?).

13
Pemeriksaan selanjutnya ialah genitalia interna. Pada pemeriksaan ini,
dapat menggunakan spekulum dan apabila ditemukan discharge pada
vagina perlu dideskripsikan tentang jumlah, warna, konsistensi, dan bau.
Kemudian menilai dinding vagina (apakah ada perlukaan? Apakah ada
benjolan?) dan serviks (apakah serviks tampak mulus/tidak
rata/berdungkul-dungkul? Apakah terdapat erosi? Apakah permukaan
serviks mudah berdarah?).2
2.8 Pemeriksaan penunjang
Sebagai pemeriksaan penunjang, khususnya pada pasien dengan keluhan
perdarahan, dilakukan pemeriksaan laboratorium darah untuk melihat
karakteristik yang ada. Hal ini dapat menegakkan diagnosis bila didapatkan
kecurigaan pasien mengalami anemia.
Pemeriksaan penunjang lainnya meliputi kolposkopi, biopsi serviks,
sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan, CT scan
atau MRI, PET scan. Kecurigaan metastasis ke kandung kemih atau rektum
harus dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik. 3. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk pada akhirnya menentukan stadium penyakit.
1. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
Tes IVA dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah dilatih dengan
pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam asetat 3-5%
yang sudah di encerkan. Daerah yang tidak normal akan berubah warna
dengan batas yang tegas menjadi putih (acetowhite), yang
mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker.
Tes IVA dapat dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang
mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut harus
dilakukan.4

14
Gambar. IVA positif4
2. Pemeriksaan Pap smear
Pemeriksaan papanicolaou (Pap) smear tidak hanya berguna untuk
deteksi kanker serviks pada stadium rendah, tetapi juga efektif untuk
mendeteksi lesi prakanker sehingga dapat menurunkan mortalitas akibat
kanker dan meningkatkan angka ketahanan hidup.5 Apabila hasil pap
smear abnormal, perlu dipastikan melalui pemeriksaan histopatologi
dengan melakukan biopsi. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual
sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun.
Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang
normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun
sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut 6:
- Normal.
- Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
- Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
- Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
- Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih
dalam atau ke organ tubuh lainnya).
3. Kolpoksopi

15
Kolposkopi merupakan metode pemeriksaan servik dengan menggunakan
alat yang disebut kolposkop dengan pencahayaan dan pembesaran yang
cukup. Kolposkopi diindikasikan untuk7:
- wanita dengan abnormalitas pada pemeriksaan pap smear, tanpa lesi
yang tampak pada vagina atau serviks.
- Kecurigaan adanya keganasan pada serviks, khususnya setelah tes IVA
(+)
- Wanita dengan perdarahan pasca coitus, metrorhagia dan perdarahan
pasca menopause.
4. Biopsi serviks
Untuk mendapatkan diagnosis pasti keganasan dilakukan biopsi serviks.
Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan
anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Hasil biopsi
akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor
saja.8

Gambar. SCC Diferensiasi Baik8

Pada pasien ini, telah dilakukan pemeriksaan histopatologi, dengan hasil


sebagai berikut
Pemeriksaan Histopatologi (27 Januari 2020)
16
Organ : Biopsi cervix
Diagnosa Klinis : Carcinoma Cervix St. II B
Makroskopis : 2 buah jaringan terbesar ukuran 1,5 x 1 x 1 cm dan
terkecil ukuran 0,8 x 0,3 x 0,3 cm, warna putih
kecoklatan. Pada irisan penampang tampak massa padat
putih
Mikroskopis : sediaan biopsi serviks seluruhnya berupa massa tumor
dari unsur epitelial. Sel-sel tumor bentuk bulat oval
sampai polygonal tumbuh hiperplastis. Inti polimorfik,
hiperkromatis, mitosis ditemukan. Sel-sel tumor
membentuk kelompok-kelompok Sebagian membentuk
struktur kelenjar, Sebagian Menyusun papilifer
‘cribiform’, menginvasi jaringan ikat di sekitarnya,
disertai fokus-fokus perdarahan.
Kesimpulan : Endocervical adenocarcinoma, usual type (Well
moderately differentiated)
5. USG
USG digunakan untuk mengevaluasi ukuran dan perluasan dari tumor.
Pada stadium awal kanker serviks lesi primer sulit untuk digambarkan
dengan modalitas imaging, termasuk USG transvaginal dan USG
transrectal.9

Gambar. USG transabdominal Ca serviks


6. BNO-IVP

17
Kepentingan BNO-IVP pada kasus karsinoma serviks adalah untuk
melihat adanya penyebaran kanker ke saluran kemih, yang dapat
mengakibatkan obstruksi saluran kemih sehingga temuannya adalah
berupa hidronefrosis atau hidroureter.9

7. Foto thorax
Pemeriksaan foto thorax biasanya dilakukan untuk melihat persebaran
(metastasis) dari kanker serviks. Pada pasien ini telah dilakukan
pemeriksaan x-foto thorax dengan hasil sebagai berikut:
Pemeriksaan X Foto Thoraks PA Erect (1703/2020)
Klinis : Ca Cervix
Cor : CTR > 50%
Apeks jantung bergeser ke laterocaudal
Pulmo : Corakan vascular tampak normal
Tak tampak bercak maupun nodul pada kedua lapangan paru
Kesan :
 Cardiomegaly (LV)
 Tak tampak gambaran metastasis maupun kelainan lain pada
pulmo dan tulang yang tervisualisasi

8. CT scan atau MRI


Pemeriksaan CT Scan dan MRI merupakan modalitas imaging untuk
mengevaluasi penyebaran dari kanker serviks. Penggunaan kontras pada
CT Scan yang dimasukkan melalui intravena akan menghasilkan
gambaran yang lebih jelas untuk tumor serviks dan dapat digunakan untuk
mengevaluasi daerah sekitar tumor. CT Scan juga dapat digunakan untuk
melihat metastasis tumor di organ intra abdomen. MRI dapat
mengevaluasi persebaran tumor yang menginvasi parametrium.9

18
Pada pasien ini, dilakukan MSCT abdomen untuk melihat persebaran
tumor
(sebelum dan sesudah terapi).

MSCT Abdomen dengan Kontras (23/03/2020)

19
Gambar . MSCT Abdomen tanpa Kontras

MSCT Abdomen dengan Kontras (06/05/2020)


20
Gambar .MSCT Abdomen dengan Kontras
Treatment Planning System
21
2.9 Tatalaksana
22
a. Lesi pra kanker
Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat
dilakukan program skrining atau deteksi dini dengan tes IVA. Skrining
dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara single visit approach atau see
and treat program, yaitu bila didapatkan temuan IVA positif maka selanjutnya
dapat dilakukan pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh dokter umum
atau bidan yang sudah terlatih.11

Gambar . Algoritma Diagnosis Deteksi Dini dan Tatalaksana dengan IVA11

Pada skrining dengan Papsmear, temuan hasil abnormal direkomendasikan


untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan kolposkopi. Bila diperlukan
23
maka dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision Electrocauter Procedure
(LEEP) atau Large Loop Excision of the Transformation Zone (LLETZ) untuk
kepentingan diagnostik maupun sekaligus terapeutik.
Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas sayatan, maka bisa
dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau histerektomi total.11

Gambar 2. Algoritma Diagnosis Deteksi Dini dan Tatalaksana dengan pap


smear11

Temuan abnormal hasil setelah dilakukan kolposkopi11 :

24
1. LSIL (low grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP
dan observasi 1 tahun.
2. HSIL (high grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP
dan observasi 6 bulan.

Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks11:


1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal
Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O
dan CO2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut
ditujukan untuk destruksi lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi
prakanker yang kemudian pada fase penyembuhan berikutnya akan
digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.
I. Krioterapi
Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan
metode pembekuan atau freezing hingga sekurang-kurangnya
-20oC selama 6 menit (teknik Freeze-thaw-freeze) dengan
menggunakan gas N2O atau CO2. Kerusakan bioselular akan terjadi
dengan mekanisme: (1) sel‐sel mengalami dehidrasi dan
mengkerut; (2) konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok
termal dan denaturasi kompleks lipid protein; (4) status umum
sistem mikrovaskular.
II. Elektrokauter
Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi
dengan melakukan eksisi Loopdiathermy terhadap jaringan lesi
prakanker pada zona transformasi. Jaringan spesimen akan
dikirimkan ke laboratorium patologi anatomi untuk konfirmasi
diagnostik secara histopatologik untuk menentukan tindakan cukup
atau perlu terapi lanjutan.
25
III. Diatermi Elektrokoagulasi
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas
dan efektif jika dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus
dilakukan dengan anestesi umum. Tindakan ini memungkinkan
untuk memusnahkan jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm,
tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi
tersebut sangat luas.
IV. Laser
Sinar laser (light amplication by stimulation emission of
radiation), suatu muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung
yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen, dan gas CO 2
sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai panjang
gelombang 10,6 u. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks
dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis.
Lapisan paling luar dari mukosa serviks menguap karena cairan
intraselular mendidih, sedangkan jaringan yang mengalami
nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap
atau sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran.
b. Tatalaksana Kanker Serviks Invasif
1) Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ)
Konisasi (Cold knife conization). Bila margin bebas, konisasi sudah
adekuat pada yang masih memerlukan fertilitas. Bila tidak bebas,
maka diperlukan re-konisasi. Bila fertilitas tidak diperlukan
histerektomi total.
Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana kanker
invasif.

2) Stadium IA1 (LVSI negatif)


26
Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi adekuat) apabila
fertilitas dipertahankan. Bila tidak free margin dilakukan rekonisasi
atau simple histerektomi. Histerektomi Total apabila fertilitas tidak
dipertahankan.
3) Stadium IA1 (LVSI positif)
Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila
fertilitas dipertahankan. Bila operasi tidak dapat dilakukan karena
kontraindikasi medik dapat dilakukan Brakhiterapi.
4) Stadium IA2,IB1,IIA1 Pilihan :
I. Operatif.
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik. Ajuvan
Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi bila terdapat faktor risiko
yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium, batas sayatan
tidak bebas tumor,deep stromal invasion, LVSI dan faktor
risiko lainnya. Hanya ajuvan radiasi eksterna (EBRT) bila
metastasis KGB saja. Apabila tepi sayatan tidak bebas tumor /
closed margin, maka radiasi eksterna dilanjutkan dengan
brakhiterapi.
II. Non operatif Radiasi (EBRT dan brakiterapi) Kemoradiasi
(Radiasi : EBRT dengan kemoterapi konkuren dan brakiterapi)
5) Stadium IB 2 dan IIA2 Pilihan :
I. Operatif
Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi. Tata laksana
selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi
anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau kemoterapi.
II. Neoajuvan kemoterapi
Tujuan dari Neoajuvan Kemoterapi adalah untuk mengecilkan
massa tumor primer dan mengurangi risiko komplikasi operasi.
27
Tata laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan hasil
patologi anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau
kemoterapi.

6) Stadium IIB
Pilihan :
I. Kemoradiasi
II. Radiasi
III. Neoajuvan kemoterapi
Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan
pelvik limfadenektomi
IV. Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy.

7) III A  Stadium III B


I. Kemoradiasi
II. Radiasi

8) Stadium IIIB dengan CKD


I. Nefrostomi / hemodialisa bila diperlukan
II. Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin atau
III. Radiasi

9) Stadium IV A tanpa CKD


I. Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, direkomendasi
terlebih dahulu dilakukan kolostomi, dilanjutkan :
II. Kemoradiasi Paliatif, atau
III. Radiasi Paliatif

28
10) Stadium IV A dengan CKD, IVB
I. Paliatif
II. Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi
paliatif dapat dipertimbangkan.

2.10 Diagnosis Banding


1. Adenokarsinoma Endometrial
2. Polip Endoservikal
3. Chlamydia trachomatis atau Infeksi menular seksual lainnya pada wanita
dengan:
 Keluhan perdarahan vagina, duh vagina serosanguinosa, nyeri pelvis.
 Serviks yang meradang dan rapuh (mudah berdarah, terutama setelah
berhubungan seksual).1

29
BAB III
PEMBAHASAN

Gejala klinis yang ditemukan yaitu berupa perdarahan (contact bleeding atau
abnormal bleeding) dan keputihan. Pada pemeriksaan vaginal toucher bisa tidak
ditemukan fluxus dan fluor, pada vulva dan uretra tidak didapatkan kelainan, pada
vagina terdapat infiltrat (+) 1/3 proximal, pada portio teraba massa berbenjol-
benjol tetapi tidak mudah berdarah, corpus uteri sebesar telur ayam, pada adneksa
parametrium didapatkan adanya infiltrat sampai dinding pelvis. Pada pemeriksaan
Histologipatologi ditemukan CA servix st. II B . Pada pemeriksaan X foto
thoraks PA tak tampak gambaran metastasis maupun kelainan lain pada pulmo
dan tulang
MSCT abdomen dengan kontras pembesaran uterus dan sudah meluas kedaerah
corpus uterus disertai limfadenopati. Pada post terapi ditemukan betuk uterus
lebih bagus dari sebelumnya dan tidak terlihat lagi limfadenopati.treatment
training system ( TPS ) yang menghasilkan dosis target yang sesuai dengan
perhitungan dosis yang direncanakan, Pada kasus ini yaitu Ca serviks stadium
IIB, tatalaksana yang dapat diberikan sesuai dengan panduan penatalaksanaan
kanker serviks dari Kementrian Kesehatan yaitu radioterapi dalam bentuk radiasi
eksterna whole pelvis sebagai terapi primer dengan dosis 45-50 Gy, 1,8-2Gy per
fraksi, 5 fraksi per minggu, diikuti dengan brakiterapi intrakaviter 3x7 Gy (post
RE 50 Gy) atau 4x7 Gy (post RE 45 Gy).
Kompetensi dokter umum sesuai dengan SKDI tahun 2012 pada Ca serviks
yaitu kompetensi 2. Dokter umum harus mampu untuk membuat diagnosis klinik
terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya yaitu merujuk ke dokter spesialis. Dokter umum
dapat melakukan skrining Ca serviks.

30
Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat
dilakukan program skrining dini dengan tes IVA untuk mendeteksi secara
dini gejala-gejala kanker serviks.

31
BAB IV
KESIMPULAN
Kanker serviks menempati urutan teratas sebagai penyebab kematian akibat
kanker pada usia reproduktif di negara berkembang. Penyakit ini merupakan
penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Kausa utama
kanker serviks adalah infeksi virus Human Papilloma yang onkogenik.
Diagnosis kanker serviks ditegakkan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan
klinik. Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan histopatologi.
Penatalaksanaan kanker leher rahim meliputi radioterapi, kemoterapi, dan
pembedahan. Pemilihan terapi bergantung pada stadiumnya yang ditentukan
berdasarkan pemeriksaan klinik. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
pasien ini mengarah pada kanker serviks. Kecurigaan ini kemudian
dibuktikan dengan pemeriksaan PA dari hasil kuretase dan menunjukkan
adanya Endocervical adenocarcinoma a usual type ( well moderately
differentiated) dan diagnosis secara klinis yaitu Ca Servix Stadium II B.
Pada kasus ini yaitu Ca serviks stadium IIB, tatalaksana yang dapat
diberikan sesuai dengan panduan penatalaksanaan kanker serviks dari
Kementrian Kesehatan yaitu radioterapi dalam bentuk radiasi eksterna whole
pelvis sebagai terapi primer dengan dosis 45-50 Gy, 1,8-2Gy per fraksi, 5
fraksi per minggu, diikuti dengan brakiterapi intrakaviter 3x7 Gy (post RE
50 Gy) atau 4x7 Gy (post RE 45 Gy). Radioterapi memegang peranan
penting dalam penatalaksanaan karsinoma serviks uteri. Radiasi diberikan
langsung pada lesi primer kanker yang bertujuan untuk eradikasi sel kanker.
Penting bagi seorang dokter untuk dapat menegakkan diagnosis karsinoma
cervix uteri sedini mungkin dengan mengenali gejala gejala dan tanda dari
stadium dini sehingga pasien mendapat terapi lebih dini agar menghasilkan
prognosis yang lebih baik.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. NASIONAL, R.S.P.O. and Serviks, P.P.K., 2015. Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia.
2. Saslow, D., Solomon, D., Lawson, H.W., Killackey, M., Kulasingam, S.L.,
Cain, J., Garcia, F.A., Moriarty, A.T., Waxman, A.G., Wilbur, D.C. and
Wentzensen, N., 2012. American Cancer Society, American Society for
Colposcopy and Cervical Pathology, and American Society for Clinical
Pathology screening guidelines for the prevention and early detection of
cervical cancer. CA: a cancer journal for clinicians, 62(3), pp.147-172.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
HK.01.07/Menkes/349/2018 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Kanker Serviks.

4. Kemenkes, R.I., 2015. Panduan program nasional gerakan pencegahan dan


deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara. Jakarta: Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
5. Mastutik, G., Alia, R., Rahniayu, A., Kurniasari, N. and Setijo Rahaju, A.,
2015. Skrining Kanker Serviks dengan Pemeriksaan Pap Smear di Puskesmas
Tanah Kali Kedinding Surabaya dan Rumah Sakit Mawadah
Mojokerto. Majalah Obstetri & Ginekologi, 23(2), pp.54-60.
6. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Edisi ke-4.
Abdul Bari Saifuddin (editor). Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:
2010.
7. Primadiarti, P. and Lumintang, H. 2011. Peran Kolposkopi dalam Mendeteksi
Infeksi Menular Seksual (Role of Colposcopy in Sexual Transmitted Infection
detection).

33
8. Kusuma, R., 2009. Derajat Differensiasi Histopatologik pada Kejadian
Rekurensi Kanker Serviks (Doctoral dissertation, Medical faculty).
9. Weerakkody, Yurangga, et al. Carcinoma of the Cervix. Available at :
https://radiopaedia.org/articles/carcinoma-of-the-cervix
10. Pecorelli, S., 2009. Revised FIGO staging for carcinoma of the vulva, cervix,
and endometrium. International Journal of Gynecology & Obstetrics, 105(2),
pp.103-104.
11. Nasional, K.P.K., 2017. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Kanker
Serviks. Indonesia: Kementrian Kesehatan RI.
12. Forouzanfar MH, Foreman KJ, Delossantos AM, Lozano R, Lopez AD,
Murray CJL, et al. Breast and cervical cancer in 187 countries between 1980
and 2010: a systematic analysis. Lancet (London, England). 2011
Oct;378(9801):1461–84.
13. Basyarudin. PNPK Seviks. PNPK Serviks. 2018;2:227–49.
14. Kesehatan K, Penanggulangan K, Nasional K. Kanker Serviks.
15. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy & Physiology. USA: John
Wiley & Sons. Inc; 2009.
16. Junqueira L., J.Carneiro, Kelley R. Histologi Dasar. 5th ed. Jakarta: ECG;
2007.
17. World Health Organization. Comprehensive cervical cancer prevention and
control : a healthier future for girls and women. World Heal Organ [Internet].
2013;1–12. Available from: www.who.int
18. Of J, Society TIRO. Management of Cervical Cancer: Strategies for Limited-
resource Centres — A Guide for Radiation Oncologists.
19. Widjaya, Galang Harta, Fatimah S. TEKNIK RADIOTERAPI RADIASI
EXTERNAL KANKER SERVIKS DENGAN SEMARANG TREATMENT
OF RADIOTHERAPY FOR SERVIKS CANCER WITH SEPARATION
MORE THAN 20 CENTIMETERS USING COBALT-60 AT UNIT

34
RADIOTHERAPY INSTALLATION RADIOLOGY RSUP DR . KARIADI
SEMARANG Galang : Teknik. 2014;4(1):16-21.

35

Anda mungkin juga menyukai