Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN

MATERNITAS
“Asuhan Keperawatan pada Kanker Serviks”

Kelompok 8

POPPY APRIYANI 1711316041

FIRMA NELIS EMI 1711316042

RISKA YUERLIN 1711316043

HUMAIRA YURMANISA 1711316044

NANDIA RIANTISA 1711316045

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah yang terkait dengan fungsi reproduksi dapat terjadi di sepanjang


kehidupan wanita. Wanita dapat mengalami masalah yang berhubungan dengan
sistem reproduksi, salah satunya yaitu kanker leher rahim (kanker serviks). Ketika
dihadapkan dengan masalah kesehatan reproduksi seperti kanker serviks, wanita
akan mengalami perubahan fisiologis, dan juga akan berpengaruh terhadap
psikososial yang berhubungan dengan konsep dirinya (Reeder, Martin & Koniak-
Griffin, 2011).

Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit


kardiovaskular. Diperkirakan 7,5 juta orang meninggal akibat kanker, dan lebih dari
70% kematian terjadi di negara miskin dan berkembang. Jenis kanker tertinggi pada
perempuan di dunia adalah kanker payudara (38 per 100.000 perempuan) dan kanker
serviks (16 per 100.000 perempuan) (International Agency for Research on Cancer
(IARC), 2012). Prevalensi kanker di Indonesia adalah sebesar 1,4 per 1.000
penduduk, serta merupakan penyebab kematian nomor tujuh (5,7%). Estimasi
insiden penyakit kanker serviks 17 per 100.000 perempuan. Angka ini meningkat
dari tahun 2002, dengan insiden kanker serviks 16 per 100.000 perempuan
(Kementrian Kesehatan RI, 2013). Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013,
penyakit kanker serviks di Indonesia, yaitu sebesar 0,8%. Hasil prevalensi kanker
serviks Sumatera Barat, yaitu 0,9% (Kementrian Kesehatan RI, 2015).

Kanker serviks ini timbul dari adanya gangguan yang diakibatkan dari
neoplasia intraepitel serviks atau adanya pertumbuhan jaringan baru pada lapisan
leher rahim yang disebut tumor. Kanker serviks juga dapat tumbuh menyebar jauh
dari lokasi tumor asalnya dan sebagian besar tumor atau neoplasia juga
mengakibatkan ancaman bagi penderita (Reeder, et all., 2011). Kanker serviks
disebabkan oleh HPV (Human papillomavirus), virus herpes simpleks tipe 2. Virus
tersebut dapat mengubah inti DNA sel serviks yang belum matang. Virus human
papilloma juga berkontribusi terhadap 20% kematian akibat kanker di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Penyebab kanker serviks sendiri belum pasti
tetapi berganti- ganti pasangan seksual, melakukan hubungan seksual di bawah usia
18 tahun dan adanya infeksi pada kelamin seperti infeksi klamidia menahun dapat
(Taufan & Bobby, 2014).

Faktor risiko kanker di dunia disebabkan oleh lima faktor yang berpengaruh
lebih dari 30% dari kematian akibat kanker. Lima faktor risiko tersebut adalah
perilaku dan pola makan, yaitu indeks massa tubuh tinggi, kurang konsumsi buah
dan sayur, kurang aktivitas fisik, penggunaan rokok, dan konsumsi alkohol
berlebihan. Merokok merupakan faktor risiko utama kanker yang menyebabkan
terjadinya lebih dari 20% kematian akibat kanker di dunia (Kementrian Kesehatan
RI, 2015).

B. Rumusan Masalah
Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker
serviks mulai dari pengertian, penyebab, patofisiologi, pencegahan,
pengkajian, diagnosa keperawatan, dan intervensi keperawatan.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah untuk mterahui konsep dan pemenerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan kanker serviks

2. Tujuan Khusus
a. Mengeidentifikasi konsep dasar kanker serviks
b. Mengidentifikasi data hasil pengkajian pada pasien dengan kanker
serviks
c. Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan kanker
serviks
d. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien dengan kanker
serviks
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Dasar Kanker Serviks


1. Pengertian

Kanker serviks merupakan perubahan pada sel serviks biasanya terjadi


disertai dengan beragam karakteristk histologis. Sel- sel pada taut skuamokolumnar,
yang juga disebut zona transformasi, sering kali mengalami perbaikan. Pada proses
ini, sel kolumnar (endoserviks) di bawah pengaruh aktivitas hormon gonadotropin.
Perubahan neoplasti pertama kali terjadi pada taut skuamokolumnar (Reeder, Martin
& Koniak-Griffin, 2011).

Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada serviks, di
mana dalam keadaan ini terdapat sekelompok sel yang abnormal sehingga jaringan
tubuh tidak dapat melaksanakan fungsi sebagaimana mestinya (Bobak, 2005).

Menurut Taufan dan Bobby 2014, kanker serviks merupakan penyakit


akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan
jaringan normal di sekitarnya.

Kanker serviks terutama dialami oleh wanita dewasa muda dan dewasa
pertengahan. Kanker serviks merupakan kanker yang paling sering terjadi pada
wanita yang berusia kurang dari 35 tahun atau disebut dengan kanker invasif. Kanker
serviks ini 90% berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya
berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam
rahim (Taufan dan Bobby, 2014).

2. Klasifikasi Stadium Kanker Serviks


Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi, dilanjutkan dengan penentuan stadium.
Stadium kanker serviks ditentukan melalui pemeriksaan klinik dan sebaiknya
pemeriksaan dilakukan di bawah anestesi umum. Stadium tidak dipengaruhi adanya
penyebaran penyakit yang ditemui setelah tindakan bedah atau setelah diberikan
tindakan terapi (Prawirohardjo, 2006).

Penentuan stadium ini harus mempunyai hubungan dengan kondisi klinis,


didukung oleh bukti-bukti klinis dan sederhana. Penentuan stadium kanker serviks
menurut International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) masih
berdasarkan pada pemeriksaan klinis praoperatif ditambah dengan foto thoraks serta
sistoskopi dan rektoskopi. Temuan dengan pemeriksaan CT- scan, MRI tidak
mengubah stadium, tetapi dapat digunakan sebagai informasi untuk rencana terapi
yang akan dilakukan (Prawirohardjo, 2006).

Stadium kanker serviks invasif dibuat berdasarkan luasnya stroma yang


terkena, yakni jaringan yang membentuk kerangka organ, dan ada/ tidaknya
perluasan ke dinding vagina atau pelvis, perluasan ke rektum atau ke kandung kemih,
gangguan pada ginjal, dan metastasis yang lebih jauh (Reeder, et all., 2011).

Tabel 2.1 Stadium Kanker Serviks

Stadium Kanker Masalah


Serviks
Staduim 0 Karsinoma in situ, karsinoma intraepitel
Stadium I Karsinoma yang sangat terbatas pada daerah serviks
IA Karsinoma mikroinvasif (invasi stroma awal)
IB Semua kasus lain dalam stadium I (kanker okulta= occ)

Stadium II Karsinoma meluas keluar daerah serviks, tetapi belum


mencapai dinding panggul. Karsinoma ini meluas ke
daerah vagina, tetapi tidak mencapai sepertiga bawah
bagian vagina.
IIA Perluasan ke daerah parametrium belum jelas.

IIB Perluasan ke daerah parametrium jelas.


Stadium III Karsinoma meluas ke dinding panggul. Pada pemeriksaan
rektum, tidak ada daerah bebas kenker di antar tumor dan
dinding panggul. Tumor mencapai sepertiga bawah
vagina.

IIIA Tidak ada perluasan ke dinding panggul.

IIIB Meluas ke dinding panggul atau ke ginjal yang


mengalami hidronefrosis atau tidak berfungsi.

Stadium IV Kanker meluas ke dinding panggul atau hidronefrosis


atau nonfungsional ginjal. Karsinoma meluas keluar dari
pelvis minor atau secara klinis telah meluas ke mukosa
kandung kemih atau rektum.

IVA Karsinoma meluas ke organ-organ terdekat serviks.

IVB Karsinoma meluas ke organ-organ terjauh serviks.

Sumber: International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) (2000)

3. Metastasis

Karsinoma serviks merupakan tumor yang tumbuh secara lambat yang


menginvasi langsung jaringan yang berdekatan dengan uterus, vagina, rektum,
kandung kemih dan jaringan parametrium. Invasi limfatik juga terjadi baik regional
maupun yang lebih jauh. Kanker serviks jarang mengalami metastasis secara
hematologis, walaupun demikian, dapat timbul juga di paru atau hati (Prawirohardjo,
2006).

4. Penyebab
Infeksi penyakit menular seksual oleh virus, seperti virus Herpes simpleks tipe
2 (HSV tipe 2), virus Human papilloma (terutama tipe HPV-16, 18 dan 31), dan
perempuan dengan HPV 18 memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi dan
prognosis yang lebih buruk. Aktivitas seksual yang berhubugan dengan peningkatan
risiko terjadinya kanker serviks termasuk usia dimulainya aktivitas seksual di bawah
18 tahun dan perilaku seksual dengan pasangan lebih dari satu. Banyaknya pasangan
seksual, juga memegang peranan penting dalam terjadinya kanker serviks.
Kehamilan pertama sebelum usia 18 tahun, dan kehamilan ganda membuat seorang
wanita memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya kanker serviks
(Prawirohardjo, 2006).

5. Faktor Predisposisi

Menurut Taufan dan Bobby (2014), beberapa faktor predisposisi pada kanker
serviks, antara lain:

a) Usia >18 tahun melakukan hubungan seksual


Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan
hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Menikah
pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda.
b) Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus.
Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat
karsinoma serviks.
c) Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti
pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kanker serviks.
d) Infeksi virus
Infeksi virus Herpes simpleks (HSV-2) dan virus Human papilloma
merupakan faktor penyebab utama terjadinya kanker serviks.
e) Sosial ekonomi
Kasinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi
rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi,
imunitas dan kebersihan sesesorang. Pada golongan sosial ekonomi
rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang terpenuhi,
dalam hal ini mempengaruhi imunitas tubuh seseorang.
f) Hygiene dan sirkumsisi
Diduga ada pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita
yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada laki- laki
yang belum dilakukan sirkumsisi hygiene penis tidak terawat sehingga
banyak kemungkinan penumpukan bakteri.
g) Merokok dan AKDR ( alat kontarsepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker dan pada tembakau
pada merokok tersebut dapat merusak sistem kekebalan dan
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada
serviks, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap
serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian
menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat
sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.
h) Gangguan sistem kekebalan tubuh

6. Tanda dan Gejala

Menurut Rahayu (2015), infeksi HPV dan kanker serviks pada tahap awal
berlangsung tanpa gejala. Bila kanker sudah mengalami progresivitas atau stadium
lanjut, maka gejalanya dapat berupa:

a) Keputihan
Semakin lama semakin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh,
terkadang bercampur darah.
b) Perdarahan kontak
Perdarahan kontak pascakoitus merupakan gejala serviks 75-80%.
c) Perdarahan spontan
Perdarahan yang timbul akibat pecahnya pembuluh darah dan
semakin lama semakin sering terjadi.
d) Perdarahan pada wanita usia menopause
e) Anemia
f) Gagal ginjal
Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang
menyebabkan obstruksi anatomik.
g) Perdarahan vagiana yang tidak normal.
Perdarahan diantara periode regular menstruasi, periode menstruasi
yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, perdarahan setelah
pemeriksaan panggul.
h) Nyeri
Rasa sakit saat sanggama, kesulitan atau nyeri dalam berkemih,
nyeri di daerah sekitar panggul, jika kanker sudah mencapai stadium
III ke atas maka, akan terjadi edema dan nyeri pada ekstremitas
bagian bawah.

Menurut Prawirohardjo (2006), pada kanker serviks stadium lanjut, terdapat


tanda dan gejala yang spesifik yaitu:

a) Nyeri punggung bagian bawah atau nyeri tungkai


Ketika tumor telah menyebar ke luar dari serviks dan melibatkan
jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai tanda lain seperti nyeri.
Mengakibatkan penekanan saraf lumbosakralis, frekuensi berkemih
yang sering dan mendesak, hematuria, atau perdarahan rektum.
b) Edema
Penyebaran ke kelenjer getah bening dan tungkai bawah dapat
menimbulkan edema pada ekstremitas bawah, atau terjadi penyumbatan
kedua ureter yang mengakibatkan uremia.
c) Keluarnya urine dan feses dari vagina
Gejala ini terjadi pada penderita yang mengalami kanker serviks pada
stadium lanjut.

7. Patofisiologi

Kanker serviks mulai timbul di batas antara sel yang melapisi ektoserviks dan
endoserviks, kanalis serviks yang disebut skuamokolumnar junction. Pertumbuhan
kanker serviks diawali dengan sel yang mengalami mutasi kemudian berkembang
menjadi sel displastik yang disebut displasia, yaitu pertumbuhan sel abnormal yang
mencakup berbagai lesi epitel yang secara sitologi atau morfologi berbeda
dibandingkan dengan sel epitel normal (Mitayani, 2011).

Pada kondisi displasia belum mengenai sel epitel basalis dan belum
menunjukkan karakteristik keganasan. Displasia dimulai dari displasia ringan,
sedang, sampai berat. Perkembangan selanjutnya adalah menjadi kanker insitu (CIS)
dan akhirnya menjadi kanker invasif (Mitayani, 2011).

Karsinoma servikal invasif atau kanker invasif dapat menginvasi atau meluas
ke dinding vagina, ligamentum kardinale, dan rongga endomentrium; invasi ke
kelenjar getah bening dan pembuluh darah mengakibatkan metastasis ke bagian
tubuh yang jauh. Tidak ada tanda atau gejala yang spesifik untuk kanker serviks.
Karsinoma servikal prainvasif tidak memiliki gejala, namun karsinoma invasif dini
dapat menyebabkan sekret dan vagina atau perdarahan vagina. Walaupun perdarahan
adalah gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul pada saat-saat awal,
sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada saat didiagnosis. Jenis
perdarahan vagina yang paling sering adalah pascakoitus atau bercak antara
menstruasi. Bersamaan dengan tumbuhnya tumor, gejala yang muncul kemudian
adalah nyeri punggung bagian bawah atau nyeri ekstremitas akibat penekanan saraf
lumbosakralis, frekuensi berkemih yang sering dan mendesak, hematuria, atau
perdarahan rektum (Price, Sylvia Anderson, 2006).

Infeksi pada serviks bisa menghasilkan perubahan histologi yang


digolongkan menjadi Cervical Intraepitel Neoplasia (CIN) derajat 1,2 atau 3
didasarkan pada derajat kerusakan dari sel epitel pada mulut rahim atau
adenokarsinoma insitu. CIN 1 biasanya sembuh spontan (60% dari seluruh kasus)
dan beberapa di antaranya berkembang ke arah keganasan sebanyak 1% (Rasjidi &
Sulistiyanto, 2007).

Evaluasi untuk karsinoma invasif adalah pemeriksaan dengan inspeksi atau


palpasi, keadaan biokimia (fungsi hati dan ginjal). Pengobatan karsinoma serviks
invasif ditentukan oleh pemeriksaan klinis dan bedah. Metode pengobatan adalah
dengan eksisi bedah, terapi radiasi, kemoterapi, atau kombinasi metode-metode
tersebut (Price, Sylvia Anderson, 2006).

8. Diagnosis
Menurut Taufan dan Bobby (2014), diagnosis kanker serviks ditegakkan
berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
a) Pap Smears

Gambar 2.3 Pap Smears

Pap smears dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat
dan akibatnya angka kematian akibat kanker serviks menurun sampai > 50%.Setiap
wanita yang telah aktif secara seksual atau usianya telah mencapai 18 tahun,
sebaiknya menjalani Pap Smears secara teratur yaitu sekali/ tahun. Jika selama 3 kali
berturut-turut menunjukkan hasil yang normal, Pap smears bisa dilakukan 1 kali
selama 2-3 tahun.

Hasil pemeriksaan Pap smears menunjukkan stadium dari kanker


serviks, yaitu:
1) Hasil pemeriksaan menunjukkan normal
2) Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
3) Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
4) Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks
paling luar)
5) Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks paling
luar)
b) Biopsi
Dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika Pap smears
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.
c) Kolposkopi
Sebuah tes tindak lanjut untuk tes Pap Smears yang abnormal.
Serviks dilihat dengan kaca pembesar, yang dikenal sebagai
kolposkopi, dan dapat mengambil biopsi dari setiap daerah yang
tidak terlihat normal.
d) Tes Schiller
Serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang normal warnanya
akan berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal
warnanya akan berubah menjadi putih atau kuning.
e) CT scanner
CT scan sering digunakan untuk menentukan apkah kanker
serviks telah menyebar dan berapa luasnya.
d) Magnetic resonance imaging (MRI scan)
Untuk menentukan dan mencari penyebaran kanker serviks.

9. Prognosis

Prognosis kanker serviks ditentukan oleh saat dimulainya penyakit tersebut.


Harapan hidup 5 tahun bagi pasien dengan diagnosis karsinoma in situ mendeteksi
100% dengan kanker terbatas secara lokal 88%, penyakit berkembang ke area
regional 52% dan metastasis jauh 14% (Prawirohardjo, 2006).
10. Pencegahan
Menurut Rahayu (2015), pencegahan terhadap terjadinya kanker serviks
melalui tiga bagian, yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

a. Pencegahan primer
Pencegahan primer dengan pendidikan dan promosi kesehatan, vaksinasi,
pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan
antibodi, vaksinasi dapat mencegah terjadinya HPV 16 dan 18 yang
menyebabkan infeksi 71% kasus kanker serviks.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dengan Pap Smears atau IVA (inspeksi visual asam
asetat). Deteksi dini dapat mendeteksi sel abnormal, lesi pra-kanker dan
kanker serviks, tetapi tidak bisa mencegah terjadinya infeksi HPV, kanker
serviks yang ditemukan pada stadium dini dan dapat disembuhkan dengan
cepat dan tepat.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah utuk mencegah komplikasi penyakit dan
pengobatan, sesudah gejala klinis berkembang dan diagnosis sudah
ditegakkan. Terdapat dua pengobatan pada pencegahan tersier yaitu:
1) Pengobatan pada pra kanker
Konisasi yaitu memotong sebagian dari serviks yang cukup
representatif, histerektomi dan sinar laser atau radiasi.
2) Pengobatan pada kanker invasif
Tindakan pengobatan pada kanker invasif berupa terapi radiasi,
kemoterapi, histerektomi.
11. Penatalaksanaan

Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan terapi apa yang
tepat untuk setiap kasus. Secara umum jenis terapi yang dapat diberikan bergantung
pada usia dan keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain
yang menyertai. Untuk ini drperlukan pemeriksaan fisik yang saksama. Juga
diperlukan kerja sama yang baik antara ginekologi onkologi dengan radio terapi dan
patologi anatomi (Prawirohardjo 2006).
Pada umumnya kanker stadium lanjut (stadium IIb, III, dan IV) dipilih
pengobatan radiasi yang diberikan secara intrakaviter dan eksternal, sedangkan
stadium awal dapat diobati melalui pembedahan atau radiasi. Terapi tunggal apakah
berupa radiasi atau operasi melakukan pilihan bila kanker serviks dapat didiagnosis
dalam stadium ini. Pada dasarnya untuk stadium lanjut (IIb, III, dan IV) diobati
dengan kombinasi radiasi eksterna dan intrakaviter (brakhiterapi).

Pemberian kemoterapi baik tunggal maupun kombinasi untuk mengobati


penderita kanker serviks pada stadium lanjut atau kasus berulang yang tidak mungkin
dilakukan terapi operatif atau radiasi. Kombinasi antara bleomisin, sisplatin, dan
ifosfamid tampaknya memberi respon yang lebih baik, tetapi efek samping pada
sistem saraf pusat cukup mengganggu.

Penanganan medis bergantung pada keluasan CIN. Apabila sel endoserviks


terbebas dari penyakit dan sitologi serviks menunjukkan adanya displasia ringan,
sedang, atau berat atau terdapat CIS, teknik yang digunakan harus mampu
menghancurkan seluruh permukaan zona transformasi sampai menembus kedalaman
sedikitnya 4 sampai 5 mm guna melenyapkan kemungkinan metastasis displasia
seluler. Bedah beku (cryosurgery), terapi laser, konisasi, atau elektroka uteri
merupakan teknik efektif yang dapat dilakukan pada klien rawat jalan atau untuk
klien yang berobat di klinik bedah.

Apabila CIN berkembang ke tahap mikro invasif (penetrasi dengan


kedalaman yang tidak lebih dari 3 mm ke jaringan submukosa), konisasi bedah
adalah penanganan yang pertama dilakukan. Konisasi bedah dilakukan jika
kolposkopi dan biopsi gagal menunjukkan sumber sel- sel abnormal dan jika batas
atas zona transformasi tidak terlihat. Bergantung pada luasnya invasif, pada tindakan
histerektomi dapat dilakukan setelah konisasi.

Penanganan medis terdiri atas histerektomi (sederhana atau radikal),


radioterapi, atau kemoterapi, bergantung pada luasnya penyakit, usia wanita dan
kesehatan umum, dan adanya abnormalitas lain.

a. Pembedahan
Histerektomi total: operasi pengangkatan uterus dan serviks. Jika kanker
serviks belum menyebar, histerektomi merupakan pengobatan terbaik. Kebanyakan
penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan rahim). Kedua tuba falopi dan
ovarium juga diangkat (salpingo-oofarektom bilateral), karena sel- sel tumor bisa
menyebar ke ovarium dan sel- sel kanker dorman (tidak aktif) yang mungkin
tertinggal kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang dihasilkan oleh ovarium.

Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah bening di sekitar


tumor, maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika sel kanker telah
ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan kanker telah
menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar ke luar
endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani pengobatan
lainnya (Taufan dan Bobby, 2014).

b. Radioterapi

Terapi lokal yang akan mencakup tumor yang masuk dalam target volume
radiasi. Efek samping radiasi kadang- kadang disebut sebagai toksisitas radiasi yang
dapat terjadi secara akut atau lanjut.

Efek samping akut terjadi selama radiasi sampai kurang lebih 2 (dua) bulan
setelah selesai radiasi. Efek samping ini terdiri atas:
1) Efek samping akut umum berupa perasaan lemah, mual kadang-
kadang muntah dan perasaan panas. Penurunan HB, Leukisit, dan
Trombosit dapat terjadi bila sumsum tulang masuk dalam lapangan
radiasi.
2) Efek samping akut lokal terjadi akibat proses inflamasi dari organ
yang terlihat dalam lapangan radiasi. Untuk keganasan ginekologis, di
mana radiasi umumnya pada daerah pelvis, efek samping akut yang
mungkin terjadi adalah berupa enteritis dengan gejala diare, proktitis,
sistitis, dan dermatitis pada daerah lipatan perut atau sekitar genitalia
eksterna.

Efek samping lanjut terjadi 3- 6 bulan atau lebih setelah selesai radiasi. Efek
samping ini terdiri atas:
1) Efek samping lanjut umum, terjadi dalam jangka waktu lama sekali
setelah selesai radiasi. Dapat terjadi bentuk keganasan baru yang
diinduksi oleh radiasi tau penyakit darah berupa leukemia.
2) Efek samping lanjut lokal, terjadi struktur/ stenosi usus, proktitis
radiasi kronik yang ditandai dengan perdarahan pada saat defekasi
dengan rasa nyeri, dan sistitis kronik dengan pengurangan volume
kandung kemih yang menyebabkan pesien lebih sering buang air
kecil.
Penanganan efek radiasi bervariasi dari mulai obeservasi saja untuk
grade ringan, medikamentosa untuk grade sedang, sampai dengan
tindakan operasi untuk grade tinggi. Saai ini sudah sangat jarang
terjadi menatian akibat efek sampnig radiasi.
c. Kemoterapi

Kemoterapi adalah metode pengobatan yang bersifat sistemik dengan


menggunakan obat–obat sitotoksik/ anti kanker dalam terapi kanker. Kemoterapi
bekerja dengan membunuh dengan cepat sel-sel yang membelah. Sel ini termasuk sel
kanker yang terus membelah membentuk sel yang baru serta sel sehat yang
pembelahannya cepat seperti pada sel tulang, saluran pencernaan, sistem reproduksi
dan folikel rambut. Kemoterapi biasanya diberikan untuk kanker serviks yang
diyakini telah menyebar.

Terdapat beberapa efek samping kemoterapi, yaitu:


1) Supresi sumsum tulang
Supresi sumsum tulang akibat kemoterapi disebut juga dengan
myelosupresion. Sel– sel dalam sumsum tulang lebih cepat tumbuh
dan membelah, sehingga sel–sel tersebut terkena efek kemoterapi.
Obat kemoterapi akan menghambat proses pembentukan sel–sel darah
baru di sumsum tulang.
2) Mukositis
Mukositis dapat terjadi pada rongga mulut, lidah, tenggorok, usus,
dan rektum. Umumnya mukositis terjadi pada hari ke 5 sampai 7
setelah kemoterapi. Sekali mukositis muncul setelah kemoterapi
diberikan, maka siklus berikutnya akan terjadi mukositis kembali,
kecuali jika obat diganti atau dosis diturunkan.
3) Mual dan muntah
Mual dan muntah terjadi karena peradangan dari sel–sel mukosa
(mukositis) yang melapisi saluran cerna. Muntah dapat terjadi secara
akut dalam 0-24 jam setelah kemoterapi, atau tertunda 24–96 setelah
kemoterapi. Setiap obat kemoterapi memiliki derajat yang berbeda
dalam menimbulkan mual atau muntah.
4) Diare
Diare disebabkan karena kerusakan epitel saluran cerna sehingga
absorbsi tidak adekuat.
5) Alopesia
Kerontokan rambut/ alopesia sering terjadi pada kemoterapi akibat
efek obat terhadap sel–sel folikel rambut. Kerontokan rambut
biasanya terjadi antara hari ke 10 dan 21 setelah pemberian
kemoterapi. Hal ini dapat terjadi secara tiba–tiba dan dalam jumlah
yang banyak atau rambut mungkin rontok secara berangsur–angsur.
Kerontokan rambut bersifat sementara dan dapat tumbuh kembali
setelah kemoterapi dihentikan.
6) Infertilitas
Spermatogenesis dan pembentukan folikel ovarium merupakan hal
yang rentan terhadap efek toksik obat antikanker. Pria yang
mendapatkan kemoterapi seringkali mengalami penurunan produksi
sperma. Kemoterapi juga sering menyebabkan perempuan
pramenopause mengalami penghentian menstruasi sementara atau
menetap dan timbulnya gejala–gejala menopause. Hilangnya efek ini
sangat tergantung dari umur, jenis obat yang digunakan, serta lama
kemoterapi.

12. Respon Tubuh terhadap Perubahan Fisiologis

Respon tubuh terhadap perubahan fisiologis pada penderita kanker serviks


berkaitan dengan intervensi pembedahan sudah sangat menurun yang berhubungan
dengan peningkatan teknik-teknik pembedahan tersebut. Komplikasi tersebut
meliputi: fistula uretra, disfungsi kandung kemih, emboli pulmonal, limfosit, infeksi
pelvis, obstruksi usus besar dan fistula rektovaginal.

Respon tubuh yang dialami segera saat terapi radiasi adalah reaksi kulit,
sistitis radiasi dan enteritis. Respon tubuh pada pasien berkaitan pada kemoterapi
tergantung pada kombinasi obat yang digunakan. Masalah efek samping yang sering
terjadi adalah supresi sumsum tulang, mual dan muntah karena penggunaan
kemoterapi yang mengandung sisplatin.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Kanker Serviks

1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Mitayani (2011) dan Rahayu (2015), pengkajian keperawatan
pada pasien dengan kanker serviks adalah sebagai berikut:
a. Demografi
Biasanya terjadi pada usia 30- 50 tahun. Lingkungan di rumah dan
lingkungan tempat kerja pasien seperti, apakah ada kemungkinan
terjadi pelecehan seksual, atau diskriminasi.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Apakah klien mengeluh nyeri, perdarahan yang berlebihan dan
apakah mengeluarkan cairan putih dan berbau dari vagina
(keputihan). Biasanya pasien merasakan pada stadium awal tidak
merasakan keluhan yang mengganggu, pada stadium lanjut
merasakan keluhan seperti: perdarahan pervaginam yan terus-
menerus, keputihan dan rasa nyeri pada panggul dan edema pada
ekstremitas.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien dengan perkawinan yang muda, jumlah anak yang banyak,
usia pernikahan yang dini, pemberian estrogen, atau steroid
lainnya dapat menimbulkan berkembangnya masalah fungsional
genital pada keturunannya. Wanita dengan memiliki riwayat
abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat operasi
kandungan, serta adanya tumor dan adanya kemungkinan
penggunaan kontrasepsi pil dalam jangka waktu yang lama.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kemungkinan apakah ada anggota keluarga yang sebelumnya
mengalami penyakit seperti pasien atau penyakit kanker lainnya.
c. Riwayat ginekologis dan obstetri
Siklus menstruasi: terjadi perdarahan intramenstruasi (di luar siklus),
perdarahan pascakoitus, dan keputihan yang berbau busuk.
d. Aktivitas sehari hari:
1) Pola makan: kemungkinan timbul keluhan anoreksia dan
vomiting.
2) Pola eliminasi: kemungkinan terjadi inkontinensia urine dan alvi.
3) Pola aktivitas dan tidur: kemungkinan adanya gangguan pada pola
tidur dan saat beraktivitas terasa nyeri.
e. Data psikososial
Kemungkinan adanya gangguan pada konsep diri, emosi, pola
interaksi, mekanisme koping, mengingkari masalah, marah, perasaan
putus asa, tidak berdaya, depresi atau bahkan memusuhi.

f. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Kemungkinan timbul keluhan rambut pasien rontok karena efek
dari kemoterapi, konjungtiva anemis.
2) Leher
Kemungkinan timbul pembengkakan kelenjar getah bening.
3) Abdomen
Kemungkinan timbul keluhan distensi abdomen dan teraba massa
bila sudah metastasis mis: pada hati.
4) Genitalia
Pada sistem reproduksi kemungkinan timbul keluhan pasien
keputihan, berbau, tidak bersih, dan perdarahan yang abnormal.
5) Serviks
Kemungkian pada serviks pasien terjadi dan timbul nodul, terjadi
inflamasi dan jarinagan serviks yang mulai hancur.
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Hb menurun, leukosit meningkat, trombosit meningkat.

2. Kemungkinan Diagnosis Keperawatan


Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien kanker
serviks menurut NANDA Internasional (2015-2017), sebagai berikut:
a. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis,
b. Risiko infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan patogen, malnutrisi, penyakit kronis, dan
prosedur invasif.
c. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan gangguan sensori
motorik, infeksi saluran kemih
d. Risiko perdarahan berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang kewaspadaan perdarahan dan program pengobatan.
e. Nyeri kronik berhubungan dengan agens cedera biologis (mis:
neoplasma) dan infiltrasi tumor.
f. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan kekurangan
volume cairan dan elektrolit.
g. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan voluem sirkulasi terutama ke jaringan,
h. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra
tubuh, gangguan fungsi, gangguan peran sosial, ketidakadekuatan
pemahaman, perilaku tidak konsisten dengan nilai, pola
kegagalan, riwayat kehilangan dan riwayat penolakan.
No Diagnosakeperawatan NOC NIC
1 Ketidakseimbangan NOC: Manageme nnutrisi
nutrisi kurang dari a) Status Nutrisi a. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh Indikator: b. Kaji kebiasaan makan klien dan makanan kesukaannya
berhubungan dengan 1) Masukan/ intake nutrisi c. Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan
faktor bilogis dalam rentang normal d. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori yang dibutuhkan
2) Masukan makanan dan e. Berikan makanan pilihan untuk memakan makanan yang lebih sehat
cairan dalam rentang f. Atur pola makan yang diperlukan
normal g. Dorong keluarga memberikan makanan kesukaan klien
3) Energi dan rasio berat h. Anjurkan pasien untuk diet makanan sesuai indikasi penyakit
badan dalam rentang i. Pastikan makanan yang mengandung tinggi serat
normal j. Pantau penurunan dan penaikan berat badan
4) Nilai laboratorium (mis:
hematokrit), bentuk otot,
hidrasi dalam rentang
normal
1)
2 Risiko infeksi a. Pengetahuan Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
berhubungan dengan Manajemen Infeksi Tindakan keperawatan:
kurang pengetahuan untuk Indikator : 1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
menghindari pemajanan 1) Mengetahui tanda dan 2) Monitor kerentanan terhadap infeksi
patogen, malnutrisi, gejala infeksi 3) Batasi pengunjung
penyakit kronis, dan 2) Melakukan aktivitas 4) Ajarkan pengunjung terhadap penyakit menular
prosedur invasif. untuk resistensi 5) Pertahankan teknik isolasi
terhadap infeksi 6) Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
3) Mengobati infeksi drainase
yang dideritanya 7) Dorong masukkan nutrisi yang cukup
4) Mengetahui efek 8) Dorong masukan cairan
samping pengobatan 9) Dorong istirahat
10) Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
b. Kontrol resiko : proses 11) Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
infeksi 12) Ajarkan cara menghindari infeksi
Indikator : 13) Laporkan kecurigaan infeksi
1) Mengetahui resiko
diri terhadap infeksi
2) Mengetahui
konsekuensi yang
terjadi pada diri
berhubungan dengan
infeksi
3) Mengetahui perilaku
yang berhubungan
dengan resiko infeksi
4) Menidentifikasi tanda
dan gejala
5) Mengidentifikasi
strategi untuk
melindungi diri dari
hal lainnya
6) Memelihara keadaan
lingkungan agar tetap
bersih
7) Mengembangkan
Monitor perubahan
dalam status
kesehatan
8) Melakukan tindakan
tanggap untuk
mengurangi resiko

3 Gangguan eliminasi urin a) Urinary elimination Urinary elimination management


berhubungan dengan Indikator: Tindakan keperawatan
infeksi saluran kemih 1) Pola eliminasi normal 1) Monitor pola eliminasi urin termasuk konsistensi, bau, frekuensi,
2) Bau urin khas atau volume, warna yang sesuai
normal 2) Monitor tanda- tanda dan gejala retensi urin
3) Jumlah urin dalam 3) Mengenali tanda dan gejala infeksi saluran kemih pada pasien
batas normal 4) Catat frekuensi eliminasi urin pasien
4) Warna urin normal 5) Instrusikan pasien dan keluarga untuk mencatat pola eliminasi urin
5) Asupan cairan pasien
adekuat 6) Lihat kandungan di dalam urin dari hasil laboratorium
6) Dapat mengosongkan
kandung kemih Retensi urin
sepenuhnya Tindakan keperawtan
7) Tidak ada nyeri saat 1) Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus kepada
buang air kecil inkontinensia
8) Frekuensi buang air 2) Memonitor efek dari obat-obatan yang diresepkan
kecil normal. 3) Merangsang reflek kandung kemih
9) Tidak ada darah saat 4) Memantau asupan dan keluaran
berkemih 5) Memantau tingkat disensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
6) Merujuk ke spesialis kontinensia kemih
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker serviks terutama dialami oleh wanita dewasa muda dan
dewasa pertengahan. Kanker serviks merupakan kanker yang paling sering
terjadi pada wanita yang berusia kurang dari 35 tahun atau disebut dengan
kanker invasif. Kanker serviks ini 90% berasal dari sel skuamosa yang
melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir
pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim (Taufan dan Bobby,
2014).
Evaluasi untuk karsinoma invasif adalah pemeriksaan dengan
inspeksi atau palpasi, keadaan biokimia (fungsi hati dan ginjal).
Pengobatan karsinoma serviks invasif ditentukan oleh pemeriksaan klinis
dan bedah. Metode pengobatan adalah dengan eksisi bedah, terapi radiasi,
kemoterapi, atau kombinasi metode-metode tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Edianto Deri. Kanker Serviks. Dalam Aziz Farid M, Andrijono, Saifuddin AB.
Buku Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirahardjo. Jakarta, 2006; 33: 442-455.
Mardjikoen Praswoto. Tumor Ganas Alat Genital, subbagian Karsinoma Servisis
Uteri. Dalam Ilmu Kandungan ed.2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo. Jakarta, 1999; 14:380-390
Yatim, Faisal.2008.Penyakit Kandungan.Jakarta: Pustaka Populer Obor

Anda mungkin juga menyukai