Anda di halaman 1dari 152

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MATERI

PERUBAHAN SIFAT BENDA


MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
TIPE INKUIRI PADA SISWA KELAS V C
SDN SN ANTASAN BESAR 7
KECAMATAN BANJARMASIN TENGAH

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

OLEH
AULIA RAHMAN, S. Pd
NIM. A1E3113940

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN PROFESI GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
DESEMBER 2011

i
ii
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MATERI
PERUBAHAN SIFAT BENDA
MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
TIPE INKUIRI PADA SISWA KELAS V C
SDN SN ANTASAN BESAR 7
KECAMATAN BANJARMASIN TENGAH

PENELTIAN TINDAKAN KELAS


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian
Program Pendidikan Profesi Guru pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
FKIP Unlam Banjarmasin

OLEH :
AULIA RAHMAN, S. Pd
NIM. A1E3113940

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN PROFESI GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
DESEMBER 2011

iii
ABSTRAK
Rahman, Aulia. 2011. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Perubahan
Sifat Benda Menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe
Inkuiri Pada Siswa Kelas V C SDN SN Antasan Besar 7
Kecamatan Banjarmasin Tengah. Penelitian Tindakan
Kelas Pendidikan Profesi Guru Sekolah Dasar Jurusan
Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin. Pembimbing (I) Drs. Kaspul, M. Si,
Pembimbing (II) Dra. Hj. Ike Hananik, M. Pd
Kata Kunci: Perubahan Sifat Benda, IPA, Pendekatan Kontekstual, dan Inkuiri.
Permasalahan dalam proses pembelajaran, pembelajaran IPA masih
menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku dan juga belum
memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran secara maksimal dan
lebih mengutamakan hasil daripada proses pembelajaran yang bermakna
(meaningfull). selain itu, masalh khusus adalah siswa kurang dapat membedakan
materi “perubahan wujud benda” dengan “perubahan sifat benda”. Oleh karena
itu, perlu dicari strategi baru untuk melibatkan proses pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif. Penyampaian pembelajaran tidak sekedar ceramah
seperti yang selama ini dilakukan oleh guru. Pendekatan kontekstual tipe inkuiri
merupakan salah satu alternatif yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran IPA. Tujuannya adalah untuk meningkatkan aktivitas guru,
meningkatkan aktivitas siswa, dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
yang dilaksanakan dalam dua siklus, dimana tiap siklus terdiri dari dua
pertemuan. Setting penelitian adalah siswa kelas V C SDN SN Antasan Besar 7
Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin tahun ajaran 2011/2012,
dengan jumlah siswa 26 orang yaitu terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 18 siswa
perempuan. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi
aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran, dan tes evaluasi siswa untuk
mengetahui hasil belajar siswa setiap akhir pertemuan. Teknik analisis data
digunakan, distribusi, frekuensi, persentasi, dan interpretasi.
Hasil penelitian membuktikan bahwa pendekatan kotekstual tipe inkuiri dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perubahan sifat benda di kelas V C
SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin.
Aktivitas guru meningkat, yakni rata-rata siklus I 72,75% meningkat menjadi
87,72% pada siklus II. Rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah 85%
meningkat menjadi menjadi 97,50% pada siklus II. Hasil belajar siswa meningkat
yakni pada evaluasi siklus I 77,11 meningkat menjadi 96,92 pada evaluasi siklus
II. Ketuntasan klasikal pada siklus I mencapai 61,54% meningkat menjadi 100%
pada siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka disimpulkan bahwa hasil belajar IPA
materi Perubahan Sifat Benda menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri
pada siswa kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah
Kota Banjarmasin meningkat dan hipotesis dapat diterima. Disarankan untuk
menjadikan pendekatan kontekstual tipe inkuri ini sebagai alternatif pembelajaran
IPA dikelas khususnya pada materi perubahan sifat benda.

iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat-
Nya jualah sehingga penulis berhasil melaksanakan penelitian dan membuat
laporan akhir ini untuk penyelesaian skripsi yang berjudul : “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Perubahan Sifat Benda Menggunakan
Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri Pada Siswa Kelas V C SDN SN Antasan
Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah”.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan dengan
segala kerendahan hati telah mempersiapkan dan menyusun laporan hasil
penelitian ini banyak menerima bimbingan, masukan dan dukungan dari Bapak
Drs. Kaspul, M. Si selaku dosen pembimbing.
Penulis dengan kerendahan hati ingin menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang dengan penuh kesabaran, ketekunan

memberikan arahan dan bimbingan. Oleh karena itu penulis dalam kesempatan ini

tak lupa untuk memberikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dirjen Dikti (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi) yang telah memberikan

beasiswa kepada saya sehigga saya dapat menyelesaikan kuliah di PGSD

FKIP Unlam Banjarmasin.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ruslan, MS selaku Rektor Unlam.

3. Bapak Drs. H. Ahmad Sofyan, MA, selaku Dekan FKIP Unlam Banjarmasin.

4. Bapak Drs. H. A. Suriansyah, M.Pd, Ph.D selaku Ketua Pengembang

PGSD/PGTK FKIP Unlam Banjarmasin.

5. Bapak Dr. H. Karyono Ibnu Ahmad selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

FKIP Unlam Banjarmasin.

6. Ibu Dra. Hj. Aslamiah, M. M.Pd, selaku Ketua Program Strata-1 PGSD-PG

PAUD FKIP Unlam Banjarmasin.

v
7. Bapak Drs. H. Zulkifli, M. Pd, selaku Ketua Program Pendidikan Profesi

Guru Sekolah Dasar (PPG SD) PGSD FKIP Unlam Banjarmasin

8. Bapak Drs. H. Fansuri, M.Pd, selaku Ketua UPP PGSD FKIP Unlam

Banjarbaru.

9. Seluruh Dosen Program S1 PGSD FKIP Unlam yang telah banyak memberi

Ilmu pengetahuan kepada peneliti.

10. Bapak Drs. H. Soemidjan, B.Sc, selaku Ketua Asrama PGSD Unlam

Banjarbaru periode 2007-2010.

11. Bapak Soepangat, S. Pd selaku Kepala SDN SN Antasan Besar 7

Banjarmasin Tengah.

12. Bapak Taufik Rahman, M. Pd selaku Dosen Luar Biasa 1.

13. Ibu Nana Lestari, S. Pd selaku Dosen Luar Biasa 2.

14. Seluruh dewan guru dan staf SDN SN Antasan Besar 7 Banjarmasin Tengah.

15. Guru dan siswa siswi kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Banjarmasin

Tengah.

16. Kepada orang tua yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materi.

Penulis merasa masih banyak sekali kekurangan yang terdapat dalam

penulisan laporan ini dan berharap kiranya ada kritik dan saran yang membangun.

Semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan oleh semua pihak

mendapatkan berkah dari Allah SWT. Mudah-mudahan hasil penelitian ini

bermanfaat bagi saya dan bagi kita semua untuk meningkatkan keprofesionalan

guru.

vi
Banjarmasin, Desember 2011

Penulis

Aulia Rahman, S.Pd


NIM A1E 113940

vii
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i
LEMBAR LOGO .............................................................................................. ii
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iii
LEMBAR ABSTRAK ....................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6

C. Rencana Pemecahan Masalah ........................................................ 6

D. Tujuan ............................................................................................ 10

E. Manfaat .......................................................................................... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Kerangka Teori .............................................................................. 12

1. Belajar dan Mengajar ................................................................. 12


2. Teori-Teori Belajar .................................................................... 20
3. Ilmu Pengetahuan Alam............................................................. 23
4. Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri ........................................ 35
5. Hakikat Peserta Didik ................................................................ 41
6. Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Kontekstual .......... 45
7. Penelitian yang Relevan............................................................. 46
B. Kerangka Berpikir.......................................................................... 47

viii
C. Hipotesis ........................................................................................ 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................... 49

B. Setting Penelitian ........................................................................... 53

C. Faktor Yang Diteliti ....................................................................... 54

D. Skenario Tindakan ......................................................................... 55

E. Cara Pengumpulan Data ................................................................ 63

F. Indikator Keberhasilan ................................................................... 66

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN TEMUAN


A. Deskripsi Setting/Lokasi Penelitian ............................................... 68

B. Persiapan Penelitian Tindakan Kelas ............................................. 69

C. Pelaksanaan Tindakan Kelas ......................................................... 70

D. Pembahasan ................................................................................... 126

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 137

B. Saran .............................................................................................. 138

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 139


LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 141

ix
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1.1 Rencana Pemecahan ............................................................................. 7
Tabel 2.1 Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Indikator ................................. 33
Tabel 2.2 Perbedaan Pendekatan CTL dengan Pendektan Konvensional ............ 36
Tabel 3.1 Rencana Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 .............................................. 57
Tabel 3.2 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 1 .......................................... 57
Tabel 3.3 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 2 .......................................... 60
Tabel 4.1 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I ..................................... 71
Tabel 4.2 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I .................................................. 77
Tabel 4.3 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I ................................................. 86
Tabel 4.4 Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus I................................. 90
Tabel 4.5 Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus I .................................... 92
Tabel 4.6 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus I ........................................... 94
Tabel 4.7 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II .................................... 100
Tabel 4.8 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus II ................................................. 107
Tabel 4.9 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II ................................................ 116
Tabel 4.10 Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus II ............................. 119
Tabel 4.11 Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus II................................. 121
Tabel 4.12 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus II........................................ 122

x
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas ........................................................ 51
Gambar 4.1 Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus I ........... 85
Gambar 4.2 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I ............................................. 89
Gambar 4.3 Hasil Belajar Kelompok Siklus I....................................................... 91
Gambar 4.4 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus I ...................... 94
Gambar 4.5 Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus II .......... 115
Gambar 4.6 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II ............................................ 118
Gambar 4.7 Hasil Belajar Kelompok Siklus II ..................................................... 120
Gambar 4.8 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus II..................... 123
Gambar 4.9 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I dan Siklus II ......................... 127
Gambar 4.10 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II ...................... 130
Gambar 4.11 Perbandingan Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II ...... 133

xi
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Pertama Siklus I ........ 142
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Kedua Siklus I ........... 166
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Pertama Siklus II ....... 191
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Kedua Siklus II ......... 220
Foto-Foto Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ............................................... 244
Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Pertama Siklus I ...................... 251
Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Kedua Siklus I......................... 252
Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Pertama Siklus II..................... 253
Lembar Observasi Aktivitas Guru Pertemuan Kedua Siklus II ....................... 254
Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Pertama Siklus I..................... 255
Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Kedua Siklus I ....................... 257
Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Pertama Siklus II ................... 259
Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pertemuan Kedua Siklus II ...................... 261
Rekapitulasi Nilai Evaluasi Siswa ................................................................... 263
Hasil Kerja Siswa ............................................................................................. 265

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan menurut Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

(UU No 20 pasal 3 tahun 2003).

Pendidikan yang telah diselenggarakan terus dikembangkan agar

tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Berdasarkan

UU No 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, bab IV tentang

standar proses, dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan

diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang

yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,

minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

1
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

paradigma pembelajaran di sekolah banyak mengalami perubahan, terutama

dalam pelaksanaan proses pembelajaran dari yang bersifat behavioristik

menjadi konstruktivistik, dari berpusat pada guru (teaching centered) menuju

berpusat pada siswa (student centered).

Konstruktivisme mengajarkan bahwa belajar adalah membangun

pemahaman atau pengetahuan (constructing understanding or knowledge),

yang dilakukan dengan cara mencocokkan fenomena, ide atau aktivitas yang

baru dengan pengetahuan yang telah ada dan sudah pernah dipelajari.

Konsekuensi dari konsep belajar seperti itu adalah siswa dengan sungguh-

sungguh membangun konsep pribadi (mind concept) dalam sudut pandang

belajar bermakna dan bukan sekedar hafalan atau tiruan.

Oleh karena itu, peranan guru tidak semata-mata hanya memberikan

ceramah yang sifatnya teksbook (book oriented) kepada siswa, melainkan

guru harus mampu merangsang/memotivasi siswa agar mampu membangun

pengetahuan dalam pikirannya. Cara yang dapat dilakukan oleh guru adalah

dengan membangun jaring-jaring komunikasi dan interaksi belajar yang

bermakna melalui pemberian informasi yang sangat bermakna dan relevan

dengan kebutuhan siswa. Upaya guru tersebut dilakukan dengan cara

memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan

sendiri ide-ide dan mengajak siswa untuk belajar menggunakan strategi-

strategi mereka sendiri. Implementasinya adalah setiap manusia memiliki

gaya belajar yang unik, dan setiap manusia memiliki kekuatan sendiri dalam

belajar. Dengan demikian peranan guru hanya terbatas pada pemberian

2
rangsangan kepada siswa agar ia dapat mencapai tingkat tertinggi, namun

harus diupayakan siswa sendiri yang mencapai tingkatan tertinggi itu dengan

cara dan gayanya (ktiptk,2009: online).

Pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas hendaknya

berlangsung secara efektif dan mampu membangkitkan aktifitas dan

kreatifitas anak. Dalam hal ini, guru yang berperan penting dalam proses

pembelajaran, para guru hendaknya mampu menciptakan pembelajaran yang

menyenangkan dan mengasikkan bagi siswa sehingga mereka betah di kelas.

(KTSP SDN Antasan Besar 7 Banjarmasin).

Mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang

diajarkan di SD. Konsep-konsep yang terdapat dalam mata pelajaran IPA

disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan dasar anak SD. IPA

berhubungan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga

IPA bukan hanya penguasaan kumpulan yang berupa fakta, konsep dan

prinsip-prinsip saja tetapi suatu proses penemuan.

Hakikat belajar IPA memiliki dimensi proses dan dimensi hasil yang

saling terkait satu sama lain, dimensi proses berkaitan dengan cara

memperoleh/memahami pengetahuan/konsep IPA, sedangkan dimensi hasil

berkaitan dengan keterampilan/pengetahuan/konsep IPA sebagai kemampuan

yang diperoleh sewaktu belajar IPA. Di SD, kadangkala “apa yang dipelajari

siswa” sering kurang penting dibanding dengan “bagaimana cara siswa

mempelajarinya”. Belajar IPA tidak sekedar menghafal sekumpulan fakta

IPA sebagai temuan para ahli tetapi juga mengembangkan keterampilan

proses yang antara lain meliputi keterampilan mengamati, merencanakan

3
percobaan/ penelitian, melaksanakan percobaan/ penelitian, membuat

kesimpulan, menilai dan menyempurnakan kesimpulan dan

mengkomunikasikan temuan. (Ujang Sukandi, dkk, 2003: 38)

Berdasarkan hasil pengalaman guru IPA di SDN Antasan Besar 7

Kecamatan Banjarmasin Tengah, bahwa pembelajaran IPA masih

menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku dan juga

belum memanfaatkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran secara

maksimal. Mengajak siswa berinteraksi langsung dengan lingkungan jarang

dilakukan. Guru IPA sebagian masih mempertahankan urutan-urutan dalam

buku tanpa memperdulikan kesesuaian dengan lingkungan belajar siswa. Hal

ini membuat pembelajaran tidak efektif, karena siswa kurang merespon

terhadap pelajaran yang disampaikan. Maka pengajaran semacam ini

cenderung menyebabkan kebosanan kepada siswa. Hal ini dapat dilihat dari

hasil belajar yang ada di SDN Antasan Besar 7 yaitu hanya 42,5% saja yang

mendapatkan nilai 70 dan sisanya masih dibawah angka 70 (hasil UAS tahun

ajaran 2009/2010). Selain itu, khusus materi yang diangkat sebagai masalah

dalam penelitian ini, yakni perubahan sifat benda ada masalah tersendiri yang

dialami para siswa, yakni siswa cenderung menganggap perubahan sifat

benda sama dengan perubahan wujud benda. Hal ini dikarenakan konsep

keduanya yang belum tertanam secara kuat pada siswa. Hal tersebut mungkin

disebabkan pembelajaran mengenai materi tersebut hanya mengandalkan

materi-materi dibuku saja tanpa memberikan pembelajaran yang bermakna

(meaningfull) bagi siswa.

4
Oleh karena itu, perlu dicari strategi baru untuk melibatkan proses

pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Penyampaian pembelajaran

tidak sekedar ceramah seperti yang selama ini dilakukan dalam pembelajaran.

Guru harus merubah proses pembelajaran yang berpusat dari guru menjadi

pembelajaran yang berpusat pada siswa, untuk mendukung pencapaian tujuan

pembelajaran IPA. Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and

Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan

antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih

bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk

kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari

guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai

tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada

memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang

bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas

(siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa

kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan

kontekstual

Berdasarkan masalah dan alternatif tindakan diatas, maka perlu

dilakukan penelitian dengan judul:

5
“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Perubahan Sifat Benda

Menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri Pada Siswa Kelas V

C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah ”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat

dirumuskan dalam penelitian ini yaitu, antara lain:

1. Apakah dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri

dapat meningkatkan aktivitas guru di kelas V C SDN SN Antasan Besar

7 Kecamatan Banjarmasin Tengah?

2. Apakah dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri

dapat meningkatkan aktivitas siswa di kelas V C SDN SN Antasan

Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah?

3. Apakah dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri

dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang Perubahan Sifat Benda

di kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin

Tengah.

C. Rencana Pemecahan Masalah

Rendahnya hasil belajar IPA siswa sekolah dasar yang disebabkan oleh

berbagai faktor diantaranya kurangnya penguasaan konsep materi IPA secara

konkrit. Siswa hanya belajar fakta dan konsep IPA secara abstrak, membaca

dan menghafal. Padahal, pelajaran IPA berisi materi-materi yang pasti atau

konkrit. Sehingga pembelajarannya pun harus konkrit pula.

6
Peneliti memilih Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri sebagai alternatif

pemecahan masalah dalam pembelajaran IPA materi Perubahan Sifat Benda.

Alasan pemilihan tersebut karena materi Perubahan Sifat Benda adalah materi

yang konkrit dan kontekstual yang sering ditemui anak dalam kehidupannya

sehari-hari, misalnya es yang mencair karena pemanasan, semen yang

mengeras bila dicampur dengan air, dan pembusukan buah. Hal itulah yang

juga menjadi alasan kenapa peneliti lebih memilih menggunakan Pendekatan

Kontekstual Tipe Inkuiri daripada Pendekatan Keterampilan Proses, karena

selain alasan yang disebutkan di atas juga karena Pendekatan Kontekstual ini

sudah mencakup atau lebih luas daripada Keterampilan Proses.

Tabel 1.1 Rencana Pemecahan

Siklus Pertemuan Indikator Materi


I 1 Kognitif Sifat Benda
Produk
Mengindentifikasi
tentang sifat benda,
seperti bentuk, warna,
kelenturan, kekerasan,
dan bau.
Proses
Melakukan identifikasi
sifat benda dengan
percobaan.
Psikomotorik
Melakukan kegiatan
percobaan sifat-sifat
benda (pisang, karet
gelang, paku, dan
tangkai kering).

7
Afektif
Mengembangkan
perilaku berkarakter,
meliputi: kreatif, rasa
ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan
keterampilan sosial,
meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang
baik, komunikasi.

2 Kognitif Perubahan Sifat Benda


Produk dengan Pemanasan dan
Mengindentifikasi Pembakaran
tentang sifat benda,
seperti bentuk, warna,
kelenturan, kekerasan,
dan bau, sebelum dan
sesudah mengalami
proses perubahan.
Proses
Melaksanakan
percobaan perubahan
sifat benda akibat
pemanasan dan
pembakaran.
Psikomotorik
Melakukan kegiatan
percobaan perubahan
sifat benda dengan
pemanasan dan

8
pembakaran.
Afektif
Mengembangkan
perilaku berkarakter,
meliputi: kreatif, rasa
ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan
keterampilan sosial,
meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang
baik, komunikasi.

Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri memiliki beberapa kelebihan

antara lain:

1) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa,

sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih

baik.

2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses

belajar yang baru.

3) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,

bersifat jujur, obyektif, dan terbuka.

4) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya

sendiri.

5) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.

6) Situasi pembelajaran lebih menggairahkan.

7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.

8) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.

9
9) Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional.

10) Dapat memberikan waktu kepada siswa secukupnya sehingga mereka

dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Pendekatan Kontekstual Tipe

Inkuiri tersebut diharapkan dapat membuat perubahan sikap dari peserta didik

kearah yang lebih baik, seiring dengan peningkatan hasil belajarnya.

Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri ini dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

1) Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap materi

yang akan diajarkan.

2) Memberikan tugas kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan, yang

jawabannya bisa didapatkan pada proses pembelajaran yang dialami siswa.

3) Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang mungkin

membingungkan peserta didik.

4) Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari sebelumnya.

5) Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang dapat

dipertanggungjawabkan.

D. Tujuan Penelitian

1. Bagaimana peningkatan aktivitas guru di kelas V C SDN SN Antasan

Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah dengan menggunakan

Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri.

10
2. Bagaimana peningkatan aktivitas siswa di kelas V C SDN SN Antasan

Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah dengan menggunakan

Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri.

3. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa di kelas V C SDN SN Antasan

Besar 7 Kecamatan Banjarmasin Tengah dengan menggunakan

Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri.

E. Manfaat Hasil Penelitian

1. Bagi Guru

Sebagai bahan informasi ilmiah tentang metode pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual tipe inkuiri, di samping itu juga dapat

meningkatkan kemampuan dan pengalaman dalam mengembangkan

pendekatan, media dan metode pembelajaran yang lebih efektif dalam

upaya memperbaiki proses pembelajaran IPA kearah yang lebih baik.

2. Bagi Siswa

Siswa akan mempunyai pengalaman belajar yang lebih baik bermakna

sehingga dapat memudahkan pemahaman dan penugasan bukan hanya

pada materi pelajaran akan tetapi juga mampu meningkatkan prestasi

belajar dan perubahan tingkah laku.

3. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang signifikan bagi

inovasi sekolah dalam rangka menigkatkan mutu pembelajaran.

4. Sebagai bahan masukan untuk penelitian berikutnya.

11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Belajar dan Mengajar

a. Konsep Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran

Menurut Gagne, belajar adalah perubahan disposisi atau

kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan

disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan

seseorang secara alamiah (Suprijono, 2010: 2).

James O. Whittaker merumuskan belajar sebagai proses di

mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau

pengalaman. Cronbach berpendapat bahwa learning is shown by a

change in behaviour as result of experience. Belajar sebagai suatu

aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil

dari pengalaman. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is

the process by which behavior (in the border sense) is originated or

changed through practice or training. Belajar adalah proses dimana

tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek

atau latihan (Djamarah, 2008:12).

Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan

jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan

lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor

12
Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik.

Kemudian dalam pengertian luas, mengajar diartikan sebagai suatu

aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya

dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.

Mengajar dapat diartikan sebagai kegiatan mengorganisasi proses

belajar (Sardiman, 2006: 47-50).

Jadi, mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk

menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan

memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat

terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan

kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada

peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk

membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik

(Krisna,2009:online).

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau

proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan

atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar

subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran

secara efektif dan efisien (Komalasari, 2010:3).

Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha

sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya

13
perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana

perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku

dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.

b. Hakikat Belajar

Hakikat belajar adalah perubahan dan tidak setiap perubahan

adalah sebagai hasil belajar (Djamarah, 2008: 15).

c. Tujuan Belajar

Ditinjau secara umum, maka tujuan belajar itu ada tiga jenis:

1. Untuk mendapatkan pengetahuan

Hal ini ditandai dengan kemapuan berpikir. Pemilikan

pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai yang tidak dapat

dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan

kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya

kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan

inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar

perkembangannya di dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini

peranan guru sebagai pengajar lebih menonjol.

Adapun jenis interaksi atau cara yang digunakan untuk

kepentingan pada umumnya dengan model kuliah (presentasi),

pemberian tugas-tugas bacaan. Dengan cara demikian, anak

didik/siswa akan diberikan pengetahuan sehingga menambah

pengetahuannya dan sekaligus akan mencarinya sendiri untuk

14
mengembangkan cara berpikir dalam rangka memperkaya

pengetahuannya.

2. Penanaman konsep dan keterampilan

Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga

memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang

bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmaniah adalah

keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga

akan menitikberatkan pada keterampilan gerak/penampilan dari

anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Termasuk dalam

hal ini masalah-masalah “teknik” dan “pengulangan”.

Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu

berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat

dilihat bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak,

menyangkut persoalan-persoalan penghayatan, dan keterampilan

berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan

suatu masalah atau konsep. Jadi semata-mata bukan soal

“pengulangan”, tetapi mencari jawaban yang cepat dan tepat.

3. Pembentukan sikap

Pembentukan sikap mental dan prilaku anak didik, tidak

akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer of values.

Oleh karena itu, guru tidak sekedar “pengajar”, tetapi betul-betul

sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada

anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilai itu, anak didik/siswa

akan tumbuh kesadaran dan kemauannya untuk mempraktekkan

15
segala sesuatu yang sudah dipelajarinya (Sardiman, 2006 :26-

28).

Jadi, pada intinya tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan

pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental/nilai-nilai.

Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan sebuah hasil

belajar.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk

pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:

1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan

dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan

merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.

Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol,

pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan

konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari

kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analisis-sintesis

fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.

Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan

aktivitas kognitif bersifat khas.

3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan

mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini

meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan

masalah.

16
4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian

gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud

otomatisme gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek

berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa

kemampuan menginternalisasikan dan eksternalisasi nilai-nilai.

Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai

standar prilaku.

Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge

(pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,

meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis

(menguraikan, menentukan hubungan) synthesis (mengorganisasikan,

merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menilai).

Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding

(memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi),

characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi

initatory, pre-routine, rountinized. Psikomotor juga mencakup

keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, managerial, dan

intelektual. Sementara, menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi

kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Yang harus diingat, hasil

belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya

salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil

pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan

17
sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau

terpisah melainkan komprehensif (Suprijono, 2010: 5-7).

Jadi, hasil belajar adalah pencapaian dari tujuan belajar dalam

aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara

lain:

1. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak didik.

Selama hidup anak didik tidak bisa menghindarkan diri dari

lingkungan alami dan lingkungan sosial budaya. Interaksi dari

kedua lingkungan yang berbeda ini selalu terjadi dalam mengisi

kehidupan anak didik. Keduanya mempunyai pengaruh cukup

signifikan terhadap belajar anak didik di sekolah.

2. Faktor Instrumental

Setiap sekolah mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tujuan

tentu saja pada tingkat kelembagaan. Dalam rangka melicinkan

kearah itu diperlukan seperangkat kelengkapan dalam berbagai

bentuk dan jenisnya. Semuanya dapat diberdayagunakan

menurut fungsi masing-masing kelengkapan sekolah. Kurikulum

dapat dipakai oleh guru dalam merencanakan program

pengajaran. Program sekolah dapat dijadikan acuan untuk

meningkatkan kualitas belajar mengajar. Sarana dan fasilitas

yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar berdaya

18
guna dan berhasil guna bagi kemajuan belajar anak didik di

sekolah.

3. Kondisi Fisiologis

Kondisi fisiologi pada umumnya sangat berpengaruh terhadap

kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan segar

jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam

keadaan kelelahan. Selain itu, hal yang tidak kalah pentingnya

adalah kondisi panca indera (mata, hidung, pengecap, telinga

dan tubuh), terutama mata sebagai alat untuk melihat dan telinga

sebagi alat untuk mendengar karena sebagian besar yang

dipelajari manusia (anak) yang belajar berlangsung dengan

membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi,

mengamati hasil-hasil eksperimen, mendengarkan keterangan

guru, mendengarkan ceramah, mendengarkan keterangan orang

lain dalam diskusi dan sebagainya.

4. Kondisi Psikologis

Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena

itu, semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja

mempengaruhi belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah

berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain seperti faktor dari luar

maupun faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor dari

dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan

intesitas belajar seorang anak. Meski faktor dari luar

mendukung, tetapi faktor psikologis tidak mendukung, maka

19
faktor luar itu akan kurang signifikan. Oleh karena itu, minat,

kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan

kognitif adalah faktor-faktor psikologis yang utama

mempengaruhi proses dan hasil belajar anak didik (Djamarah,

2008: 176-191).

Jadi dapat disimpulkan, ada 4 faktor yang mempengaruhi hasil

belajar, yakni faktor lingkungan, faktor instrumental, kondisi fisiologi,

dan kondisi psikologis.

2. Teori-Teori Belajar

a. Teori Belajar Menurut Para Ahli

1) Menurut Thorndike

Thorndike adalah orang yang mengemukakan teori

konektionisme. Dari penelitiannya dia menyimpulkan bahwa

respon lepas dari kurungan itu lambat laun diasosiasikan dengan

situasi stimulus dalam belajar coba-coba, trial and error. Inilah

kesimpulan Thorndike terhadap prilaku binatang dalam kurungan.

Ada tiga hukum belajar yang utama dan ini diturunkannya

dari hasil-hasil penelitiannya. Ketiganya adalah hukum efek,

hukum latihan, dan hukum kesiapan.

Jadi, menurut Thorndike dasar dari belajar tidak lain adalah

asosiasi antara kesan panca indera dengan impuls untuk

bertindak. Asosiasi ini dinamakan connecting. Sama maknanya

dengan belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus

20
dan respon, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respons

ini akan terjadi suatu hubungan yang erat bila sering dilatih.

Berkat latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan

respon itu akan menjadi terbiasa dan otomatis (Djamarah,

2008:24).

2) Teori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar

lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu

menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih

komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan

respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang

kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah

sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.

Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana

itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling

berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi

respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki

konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang

nantinya mempengaruhi munculnya perilaku. Oleh karena itu

dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus

memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya,

serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai

konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner

juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-

21
perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku

hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang

digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya

(Madziatul,2009:online).

3) Teori Belajar Menurut Ausubel

David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan.

Menurut Ausubel (1996) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah

“bermakna” (meaning full). Pembelajaran bermakna merupakan

suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep

relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur

kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-

generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.

Misalnya, dalam hal pembelajaran sejarah, bukan hanya

sekedar menekankan pada pengertian konsep-konsep sejarah

belaka, tetapi bagaimana melaksanakan proses pembelajarannya,

dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran tersebut menajdi

benar-benar bermakna. Dengan cooperative learning tentu materi

sejarah yang dipelajarinya tidak hanya sekedar menjadi sesuatu

yang dihafal dan diingat, melainkan ada sesuatu yang dapat

dipraktekkan dan dilatihkan dalam situasi nyata dan terlibat dalam

pemecahan masalah. Untuk memperlancar proses tersebut

diperlukan bimbingan langsung dari guru, bak lisan maupun

dengan contoh tindakan. Sedangkan siswa diberi kebebasan untuk

membangun pengetahuannya sendiri (Isjoni, 2010:35-36).

22
b. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD

Ruang lingkup mata pelajaran sains dua aspek : 1) Kerja ilmiah

yang mencakup penyelidikan/penelitian, berkomunikasi ilmiah,

pengembangan kreatifitas dan pemecahan masalah, sikap dan nilai

ilmiah, 2) Pemahaman konsep dan penerapannya, yang mencakup. (a)

Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. (b)

Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi cair, padat, dan

gas. (c) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas,

magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. (d) Bumi dan alam

semsta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit

lainnya. (e) Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat

(salingtemas) merupakan penerapan konsep sains dan saling

keterkaitannya dengan lingkunga, teknologi dan masyarakat melalui

pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk merancang dan

membuat.

3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

a. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Hakikat IPA ada tiga yaitu IPA sebagai proses, produk, dan

pengembangan sikap.

(http://masmint.blogspot.com/2008/03/hakikat-ipa.html)

23
1) Konsep hakikat IPA sebagai proses

Proses adalah urutan atau langkah-langkah suatu kegiatan

untuk memperoleh hasil pengumpulan data melalui metode ilmiah.

Contoh: pengamatan tentang tumbuhan kacang hijau ditempat

terang dan ditempat gelap.

Tahapan dalam proses penelitian adalah:

a) Observasi

Adalah pengamatan suatu objek berdasarkan ciri-cirinya

dengan menggunakan beberapa indera.

Contoh: pengamatan ciri-ciri tanaman yang tumbuh ditempat

gelap.

a. Daunnya kuning kecil

b. Batangnya lebih panjang

c. Lebih cepat tumbuh

b) Klasifikasi

Adalah pengelompokan objek pengamatan berdasarkan

perbedaan dan persamaan sifat yang dimiliki.

Contoh: klasifikasi tumbuhan ditempat terang dan ditempat

gelap

a. Bentuk daun

b. Batang tumbuhan

c. Warna tumbuhan

d. Tinggi tumbuhan

24
c) Interpretasi

Adalah menafsirkan data-data yang telah diperoleh dari

kegiatan observasi.

Contoh: daunnya kuning kecil pendek dan pertumbuhannya

lambat adalah tumbuhan kacang hijau ditempat gelap,

sedangkan daunnya lebar panjang, berwarna hijau dan

pertumbuhannya cepat adalah tumbuhan kacang hijau ditempat

terang.

d) Prediksi

Adalah memperkirakan apa yang akan terjadi berdasarkan

kecenderungan atau pola hubungan yang terdapat pada data

yang telah diperoleh.

Contoh: kacang hijau akan tumbuh jika ditaruh ditempat yang

gelap.

e) Hipotesis

Adalah suatu pernyataan berupa dugaan tentang kenyataan-

kenyataan yang terdapat dialam melalui proses pemikiran.

Contoh: kacang hijau akan lebih lambat tumbuh jika ditaruh

ditempat gelap dan akan lebih cepat tumbuh apabila ditaruh

ditempat yang terang.

f) Mengendalikan variabel

Adalah mengatur variabel sedemikian rupa sehingga perbedaan

pada akhir eksperimen adalah benar-benar karena pengaruh

variabel yang diteliti. Variabel terdiri dari 3 yaitu:

25
 Variabel bebas/variabel peubah: faktor yang menjadi

penyebab terjadi perubahan terhadap faktor yang lain.

Contoh: cahaya mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan.

 Variabel terikat adalah variabel yang mempengaruhi atau

diubah. Contoh: tanaman

 Variabel control adalah variabel yang dibuat tetap. Contoh:

wadah dan kapas

g) Merencanakan dan melaksanakan penelitian eksperimen

Penelitian dapat dipecahkan menjadi beberapa tahap dan

dikembangkan kepada anak didik satu persatu antara lain:

 menetapkan masalah penelitian: menetapkan suatu masalah

yang dijawab melalui suatu penelitian.

Contoh: pertumbuhan pada kacang hijau

 Menetapkan hipotesis penelitian

Contoh: benih kacang hijau yang berada ditempat gelap

akan lebih lambat tumbuh apabila benih kacang hijau yang

berada ditempat terang.

 Menetapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Contoh: kapas, wadah, air dan biji kacang hijau

 Menetapkan langkah-langkah percobaan serta waktu yang

dibutuhkan

Contoh:

persiapan: alat, tempat, tabel kerja dan regu kerja.

pelaksanaan: penanaman.

26
penyelesaian: penimbangan dan pengukuran

h) Menetapkan format tabulasi data

2) Konsep hakikat IPA sebagai produk

Produk adalah hasil yang diperoleh dari suatu pengumpulan

data yang disusun secara lengkap dan sistematis.

Contoh: dari hasil pengamatan tanaman ditempat terang dan

ditempat gelap maka dihasilkan perbedaan antara lain.

bentuk daun

tinggi tumbuhan

warna tumbuhan

IPA sebagai produk ada 4 antara lain:

a) Fakta adalah pernyataan tentang benda yang benar-benar ada

atau terjadi

Contoh: Ayam berkembang biak dengan bertelur.

b) Konsep adalah kumpulan dari beberapa fakta yang saling

berhubungan

Contoh: Kumpulan makhluk hidup dalam satu tempat disebut

ekosistem.

c) Prinsip adalah kumpulan dari beberapa konsep

Contoh: tumbuhan akan tumbuh keatas

d) Teori atau hukum adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima

Contoh: teori Jean Peaget

27
3) IPA sebagai sikap ilmiah

Beberapa aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada

diri anak SD yakni:

a) sikap ingin tahu

b) sikap ingin mendapatkan sesuatu

c) sikap kerja sama

d) sikap tidak putus asa

e) sikap tidak berprasangka

f) sikap mawas diri

g) sikap bertanggung jawab

h) sikap berpikir bebas

i) sikap kedisiplinan diri

(http://marianiportofolio.blogspot.com/2008/12/hakikat-ipa_10.html)

b. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu Pengetahuan Alam, biasa disingkat IPA, adalah sebuah

mata pelajaran yang mempelajari ilmu alam untuk siswa sekolah

dasar(SD), dan sekolah menengah pertama (SMP/SLTP). Namun

berbeda pada istilah yang terdapat di sekolah menengah tingkas atas

(SMA/SMU) dan perguruan tinggi, kata IPA lebih dikenal sebagai

salah satu penjurusan kelas yang secara khusus lebih memfokuskan

untuk membahas ilmu-ilmu eksakta.

Dalam ilmu pengetahuan, istilah ilmu pengetahuan alam

merujuk kepada pendekatan logis untuk mempelajari alam semesta.

28
Ilmu pengetahuan alam mempelajari alam dengan menggunakan

metode-metode sains. Ilmu pengetahuan jenis ini berbeda dengan ilmu

pengetahuan sosial yang menggunakan metode sains untuk

mempelajari perilaku manusia dan masyarakat; ataupun ilmu

pengetahuan formal seperti matematika.

(http://lukenququ.blogspot.com/2009/01/pengertian-ipa.html)

IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains

menurut Suyoso (1998:23) merupakan “pengetahuan hasil kegiatan

manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta

diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek,

bermetode dan berlaku secara universal”.

Menurut Abdullah (1998:18), IPA merupakan “pengetahuan

teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau

khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi,

penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan

demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara

yang lain”.

Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA

merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh

dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode

ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang

bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan.

(http://izzatinkamala.wordpress.com/2008/06/19/pengertian-

pendidikan-ipa/)

29
c. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD

Setidaknya ada lima cakupan yang harus dipelajari dalam

pelajaran IPA di sekolah dasar. Keempat cakupan tersebut adalah:

1) Konsep IPA terpadu

2) biologi

3) fisika

4) ilmu bumi dan antariksa

5) IPA dalam perspektif interdisipliner

Sampai saat ini, konten sains bagi kebanyakan guru diberikan

melalui metode ceramah dan kegiatan pembuktian di laboratorium,

dengan sedikit fokus terhadap pemberian pengalaman dalam

melakukan penelitian atau aplikasi IPA dalam konteks teknologi.

NSTA dalam Science teacher Preparation ini membedakan

kompetensi yang harus dimiliki oleh guru IPA sekolah dasar yang

memliki latar belakang IPA dan guru-guru yang memiliki latar

belakang keilmuan IPA SD dan SMP. NSTA merekomendasikan guru

SD yang tidak memiliki latar belakang IPA untuk memiliki

kompetensi dalam melangsungkan pembelajaran yang

menitikberatkan pada kegiatan observasi dan mendeskripsikan

kejadian, memanipulasi objek dan system, serta melakukan

identifikasi terhadap pola yang ada di alam yang berhubungan dengan

cakupan bidang studi IPA. Guru-guru ini juga harus melibatkan siswa

dalam memanipulasi kegiatan yang mengarahkan pada pengembangan

konsep melalui kegiatan investigasi dan analisis terhadap pengalaman.

30
Sedangkan untuk guru yang memiliki latar belakang IPA untuk

tingkat SD dan SMP kriteria yang harus dimiliki adalah

melangsungkan pembelajaran yang menekankan pada kegiatan

kolaboratif melalui inkuiri yang dilangsungkan di laboratorium atau

lapangan. Guru-guru yang memiliki latar belakang pendidikan dalam

IPA harus memiliki pemahaman yang lebih dalam dibandingkan guru

yang tidak memiliki latar belakang pendidikan IPA, namun mereka

harus memiliki tama-tema dan perspektif yang sama terhadap IPA.

Hurd (1998) yang menyatakan bahwa orang yang dinyatakan

melek sains memiliki 3 ciri sebagai berikut:

1) dapat membedakan teori dari dogma, data dari hal-hal yang

bersifat mistis, sains dari pseudo sains, bukti dari propaganda

dan pengetahuan dari pendapat.

2) mengenal dan memahami hakikat IPA, keterbatasan dari

saintifik inkuiri, kebutuhan untuk pengumpulan bukti.

3) memahami bagaimana cara untuk menganalisis dan memproses

data.

Diperlukan cara pengajaran yang bersifat konstruktif untuk

menjadi orang yang melek sains. Ciri pembelajaran yang bersifat

konstruktif ini dapat dibedakan dengan pembelajaran yang bersifat

tradisional dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) lebih memahami dan merespon minat, kekuatan, pengalaman

dan keperluan siswa secara individual.

2) senantiasa menyeleksi dan mengadaptasi kurikulum.

31
3) berfokus pada pemahaman siswa dan menggunakan

pengetahuan sains, ide serta proses inkuiri.

4) membimbing siswa dalam mengembangan saintifik inkuiri.

5) menyediakan kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi dan

berdebat dengan siswa lain.

6) secara berkesinambungan melakukan asesmen terhadap

pemahaman siswa.

7) memberikan bimbingan pada siswa untuk berbagai tanggung

jawab dengan siswa lain.

8) mensuport pembelajaran kooperatif (cooperative learning),

mendorong siswa untuk bekerjasama dengan guru sains lain

dalam mengembangkan proses inkuiri.

(http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/25/pembelajaran-

ipa-yang-bersifat-konstruktif-di-sd/)

32
Tabel 2.1 Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Indikator Materi

Perubahan Sifat Benda

Kompetensi Dasar Materi Pokok Indikator


Menyimpulkan hasil Sifat Benda Kognitif
penyelidikan tentang Produk
perubahan sifat benda, Mengindentifikasi tentang sifat
baik sementara maupun benda, seperti bentuk, warna,
tetap. kelenturan, kekerasan, dan bau.
Proses
Melakukan identifikasi sifat
benda dengan percobaan.
Psikomotorik
Melakukan kegiatan percobaan
sifat-sifat benda (pisang, karet
gelang, paku, dan tangkai kering).
Afektif
Mengembangkan perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif, rasa
ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan keterampilan
sosial, meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang baik,
komunikasi.

Perubahan Sifat Kognitif


Benda Produk
(Pemanasan Mengindentifikasi tentang sifat
dan
benda, seperti bentuk, warna,
Pembakaran)
kelenturan, kekerasan, dan bau,
sebelum dan sesudah mengalami
proses perubahan.

33
Proses
Melaksanakan percobaan
perubahan sifat benda akibat
pemanasan dan pembakaran.
Psikomotorik
Melakukan kegiatan percobaan
perubahan sifat benda dengan
pemanasan dan pembakaran.
Afektif
Mengembangkan perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif, rasa
ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan keterampilan
sosial, meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang baik,
komunikasi.

Perubahan Kognitif
Sifat Benda Produk
(Pencampuran Mengindentifikasi tentang sifat
dengan air dan benda, seperti bentuk, warna,
Pembusukan) kelenturan, kekerasan, dan bau,
sebelum dan sesudah mengalami
proses perubahan.
Proses
Melaksanakan percobaan
perubahan sifat benda akibat
pencampuran dengan air dan
pembusukan.
Psikomotorik
Melakukan kegiatan percobaan

34
perubahan sifat benda dengan
pencampuran dengan air dan
pembusukan.
Afektif
Mengembangkan perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif, rasa
ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan keterampilan
sosial, meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang baik,
komunikasi.

4. Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri

a. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and learning)

adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan

melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni:

konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning),

menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community),

pemodelan (Modelling), dan penilaian sebenarnya (Authentic

Assessment).

Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan

Konvensional:

35
Tabel 2.2 Perbedaan Pendekatan CTL dengan Pendekatan Konvensional

No. CTL Konvensional


1. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuh- Pemilihan informasi di-tentukan oleh
an siswa guru
2. Siswa terlibat secara aktif dalam proses Siswa secara pasif menerima informasi
pembelajaran
3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
nyata/-masalah yang disi-mulasikan
4. Selalu mengkaitkan informasi dengan Memberikan tumpukan informasi kepada
pengetahuan yang telah dimiliki siswa siswa sampai saatnya diperlukan
5. Cenderung mengintegrasikan beberapa Cenderung terfokus pada satu bidang
bidang (disiplin) tertentu
6. Siswa menggunakan waktu belajarnya Waktu belajar siswa se-bagian besar
untuk menemukan, menggali, berdiskusi, dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku
berpikir kritis, atau mengerjakan proyek tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi
dan pemecahan masalah (melalui kerja latihan yang membosankan (melalui kerja
kelompok) individual)
7. Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan
8. Keterampilan dikem-bangkan atas dasar Keterampilan dikem-bangkan atas dasar
pemahaman latihan
9. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan Hadiah dari perilaku baik adalah pujian
diri atau nilai (angka) rapor
10. Siswa tidak melakukan hal yang buruk Siswa tidak melakukan sesuatu yang
karena sadar hal tsb keliru dan merugikan buruk karena takut akan hukuman
11. Perilaku baik berdasar-kan motivasi Perilaku baik berdasar-kan motivasi
intrinsik ekstrinsik
12. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
konteks dan setting
14. Hasil belajar diukur melalui penerapan Hasil belajar diukur melalui kegiatan
penilaian autentik. akademik dalam bentuk
tes/ujian/ulangan.

36
Karakteristik pembelajaran CTL meliputi kerjasama, saling

menunjang, menyenangkan, tidak membosankan, belajar dengan

bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber,

siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis guru kreatif, dinding

dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar,

artikel, humor dan lain-lain, laporan kepada orang tua bukan hanya

rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa

dan lain-lain (Jumiyem,2008: 15-17).

b. Inkuiri

Metode inkuiri adalah metode yang mampu menggiring peserta

didik untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar.

Inkuiri menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif

(Mulyasa , 2003:234).

Kendatipun metode ini berpusat pada kegiatan peserta didik,

namun guru tetap memegang peranan penting sebagai pembuat desain

pengalaman belajar. Guru berkewajiban menggiring peserta didik

untuk melakukan kegiatan. Kadang kala guru perlu memberikan

penjelasan, melontarkan pertanyaan, memberikan komentar, dan saran

kepada peserta didik. Guru berkewajiban memberikan kemudahan

belajar melalui penciptaan iklim yang kondusif, dengan menggunakan

fasilitas media dan materi pembelajaran yang bervariasi.

Inkuiri pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang telah

dialami. Karena itu inkuiri menuntut peserta didik berfikir. Metode ini

37
melibatkan mereka dalam kegiatan intelektual. Metode ini menuntut

peserta didik memproses pengalaman belajar menjadi suatu yang

bermakna dalam kehidupan nyata. Dengan demikian , melalui metode

ini peserta didik dibiasakan untuk produktif, analitis,dankritis.

Langkah-langkah dalam proses inkuiri adalah menyadarkan

keingintahuan terhadap sesuatu, mempradugakan suatu jawaban, serta

menarik kesimpulan dan membuat keputusan yang valid untuk

menjawab permasalahan yang didukung oleh bukti-bukti. Berikutnya

adalah menggunakan kesimpulan untuk menganalisis data yang baru

(Mulyasa,2005:235).

Strategi pelaksanaan inkuiri adalah:

1) Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap

materi yang akan diajarkan.

2) Memberikan tugas kepada peserta didik untuk menjawab

pertanyaan, yang jawabannya bisa didapatkan pada proses

pembelajaran yang dialami siswa.

3) Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang

mungkin membingungkan peserta didik.

4) Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari

sebelumnya.

5) Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang

dapat dipertanggungjawabkan (Mulyasa, 2005:236).

Metode inkuiri menurut Roestiyah (2001:75) merupakan suatu

teknik atau cara yang dipergunakan guru untuk mengajar di depan

38
kelas, dimana guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas.

Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing

kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan, kemudian

mereka mempelajari, meneliti, atau membahas tugasnya di dalam

kelompok. Setelah hasil kerja mereka di dalam kelompok

didiskusikan, kemudian dibuat laporan yang tersusun dengan baik.

Akhirnya hasil laporan dilaporkan ke sidang pleno, dan terjadilah

diskusi secara luas. Dari sidang pleno kesimpulan akan dirumuskan

sebagai kelanjutan hasil kerja kelompok. Dan kesimpulan yang

terakhir bila masih ada tindak lanjut yang harus dilaksanakan, hal itu

perlu diperhatikan.

Guru menggunakan teknik bila mempunyai tujuan agar siswa

terangsang oleh tugas, dan aktif mencari serta meneliti sendiri

pemecahan masalah itu. Mencari sumber sendiri, dan mereka belajar

bersama dalam kelompoknya. Diharapkan siswa juga mampu

mengemukakan pendapatnya dan merumuskan kesimpulan nantinya.

Juga mereka diharapkan dapat berdebat, menyanggah dan

mempertahankan pendapatnya. Inkuiri mengandung proses mental

yang lebih tinggi tingkatannya, seperti merumuskan masalah,

merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan

dan menganalisa data, menarik kesimpulan. Pada metode inkuiri dapat

ditumbuhkan sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan

sebagainya. Akhirnya dapat mencapai kesimpulan yang disetujui

39
bersama. Bila siswa melakukan semua kegiatan di atas berarti siswa

sedang melakukan inkuiri.

Teknik inkuiri ini memiliki keunggulan yaitu :

1) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada

siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-

ide dengan lebih baik.

2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada

situasi proses belajar yang baru.

3) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya

sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan terbuka.

4) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan

hipotesanya sendiri.

5) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.

6) Situasi pembelajaran lebih menggairahkan.

7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.

8) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.

9) Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional.

10) Dapat memberikan waktu kepada siswa secukupnya sehingga

mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Metode inkuiri menurut Suryosubroto (2002:192) adalah perluasan

proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Artinya proses

inkuiri mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi

tingkatannya, misalnya merumuskan problema, merancang

40
eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa

data, menarik kesimpulan dan lain sebagainya.

5. Hakikat Peserta Didik

a. Pengertian Peserta Didik

Menurut Sinolungan (1997) peserta didik dalam arti luas adalah

setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat,

sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar di

sekolah. Departemen Pendidikan Nasional (2003) menegaskan bahwa,

peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan dirinya melalui, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

Peserta didik usia SD/MI adalah semua anak yang berada pada

rentang usia 6-12/13 tahun yang sedang berada dalam jenjang

pendidikan SD/MI (Kurnia, 2007: 4).

b. Karakteristik Peserta Didik Usia Sekolah Dasar (SD)

Menurut Nasution (1993) masa usia sekolah dasar sebagai masa

kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga

kira-kira sebelas atau dua belas tahun. Usia ini ditandai dengan

mulainya anak masuk sekolah dasar, dan dimulainya sejarah baru

dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan

tingkah lakunya. Para guru mengenal masa ini sebagai “masa

sekolah”. Tetapi bisa juga dikatakan bahwa masa usia sekolah adalah

masa matang untuk belajar maupun masa matang untuk sekolah.

41
Disebut masa sekolah, karena anak sudah menamatkan taman kanak-

kanak, sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya.

Disebut masa matang untuk belajar, karena anak sudah berusaha untuk

mencapai sesuatu, tetapi perkembangan aktivitas bermain yang hanya

bertujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan

aktivitasnya itu sendiri. Disebut masa matang untuk bersekolah,

karena anak sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru, yang

dapat diberikan sekolah. Pada masa keserasian bersekolah ini secara

relatif anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan

sesudahnya. Masa ini menurut Suryobroto dapat diperinci menjadi dua

fase, yaitu:

a. Masa Kelas-Kelas Rendah Sekolah Dasar

Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah

seperti yang disebutkan dibawah ini:

1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan

pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.

2) Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan-

peraturan permainan yang tradisional.

3) Ada kecenderungan memuji diri sendiri.

4) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain kalau

hal itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.

5) Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu

dianggapnya tidak penting.

42
6) Pada masa ini (terutama pada umur 6-8 tahun) anak

menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat

apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

b. Masa Kelas-Kelas Tinggi Sekolah Dasar

Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai

berikut.

1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang

konkret, hal ini menimbulkan adanya kecendrungan untuk

membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

2) Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar.

3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan

mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan sebagai

mulai menonjolnya faktor-faktor.

4) Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau

orang-orang dewasa lainnya.

5) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya

biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam

permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan

permainan yang tradisional, mereka membuat peraturan sendiri.

Melihat sifat-sifat khas anak seperti dikemukakan di atas, maka

memang beralasan pada saat umur anak antara umur 7 sampai dengan 12

tahun dimasukkan oleh para ahli kedalam tahap perkembangan intelektual

(Djamarah, 2008: 123-125).

43
Para ahli psikologi dan ahli pendidikan banyak yang telah melakukan

penelitian tentang perkembangan intelektual/perkembangan kognitif atau

mental anak. Hasil penelitian yang paling popular adalah Jean Piaget.

Piaget adalah ahli ilmu jiwa anak dari Swiss. Ia berkeyakinan bahwa

dengan memahami proses berpikir yang terjadi pada anak, dia dapat

menajwab pertanyaan: “Bagaimana memperoleh pengetahuan?”; dan

“Bagaiman kita tahu apa yang kita ketahui?” (Depdiknas, 2005:7).

Jean Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahapan,

yaitu: Tahap Sensori Motoris, tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Pada

tahap ini anak berada dalam suatu masa pertumbuhan yang ditandari oleh

kecendrungan-kecenderungan sensori motoris yang amat jelas. Segala

perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan aspek sensori

motoris tersebut. Tahap praoperasional, tahap ini berlangsung pada usia 2-

7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan

kognitifnya memperlihatkan kecendrungan yang ditandari oleh suasana

intuitif; dalam arti semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh tapi

oleh unsur perasaan, kecendrungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh

dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya. Pada tahap ini

menurut Piaget, anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali

mengalami masalah dengan lingkungannya, termasuk dengan orang

tuanya. Tahap operasional konkrit, tahap ini berlangsung antara usia 7-11

tahun. Pada tahap ini anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkrit

dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Pada tahap ini, menurut

Piaget, interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tuanya,

44
sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah

semakin berkurang. Anak sudah dapat mengamati, menimbang,

mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran-pikiran orang lain dalam cara-cara

yang kurang egosentris dan lebih obyektif. Tahap operasional formal,

tahap ini dialami oleh anak pada usia 11 tahun ke atas. Pada masa ini anak

telah mampu mewujudkan suatu kesuluruhan dalam pekerjaannya yang

merupakan hasil dari berpikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga

telah berkembang sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya

(Asrori, 2007:49).

6. Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Kontekstual

Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan

yang dimiliki siswa tersebut disebut sebagai unsur modalitas belajar

(Deporter(Sanjaya, 2010: 262)). Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar

siswa, yaitu tipe visual, auditoris, dan kinestesis.

Peran seorang guru dalam pembelajaran kontekstual adalah guru harus

memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu

menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Oleh karena itu

ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru dalam

menggunakan pembelajaran kontekstual, yaitu:

a. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu

yang berkembang. Kemampuan belajar seorang akan dipengaruhi oleh

tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimiliki

45
(Sanjaya, 2010: 263). Ajarkanlah siswa sesuai dengan tingkat

perkembangannya.

b. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru

dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal yang

dianggap aneh dan baru. Oleh karena itu belajar bagi mereka

merupakan mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang

(Sanjaya, 2010: 263). Berilah siswa bahan-bahan belajar yang penting

dan memberikan tantangan pada siswa.

c. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau

keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah

diketahui. Dengan demikian guru perlu membantu agar setiap siswa

mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan

pengalaman sebelumnya (Sanjaya, 2010: 263).

d. Berdasarkan hal yang telah disebutkan di atas, belajar bagi anak

adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada (asimilasi) atau

proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas

guru adalah memfasilitasi agar anak mampu melakukan proses

asimilasi dan proses akomodasi (Sanjaya, 2010: 263).

Selain itu, menurut Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru

dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :

a. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang

akan dilakukan didalam proses belajar mengajar (pre-teaching

problems).

46
b. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan

situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan

kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak

sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang

bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama

proses berlangsung (during teaching problems).

c. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan,

menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan

pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses

pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai

aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.

(education,2010:Online)

7. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh

Jumiyem pada tahun 2008 dengan judul “Meningkatkan Kemampuan

Siswa Memahami Konsep Pesawat Sederhana Menggunakan Pendekatan

Kontekstual Berbasis Inkuiri di SDN Indrasari Kecamatan Martapura”.

Kegiatan penelitian tindakan kelas pada pembelajaran IPA/Sains di kelas

V SDN Indrasari Kecamatan Banjar Kota pada semester genap tahun

ajaran 2007/2008 untuk materi “Pesawat Sederhana ” dinyatakan berhasil.

Hal ini ditunjukkan oleh tercapainya indikator keberhasilan penelitian pada

akhir siklus II pendekatan kontektual berbasis inquiri yakni rata-rata kelas

47
sebesar 7,86 dan ketuntasan belajar siswa sebanyak 28 orang (100 %)

(Jumiyem,2008:68).

B. Kerangka Berpikir

Usia siswa kelas V pada umumnya berkisar 10-11 tahun. Menurut Piaget

anak dalam rentang umur tersebut masuk dalam tahap operasional konkrit.

Salah satu ciri dari anak yang masuk pada tahap tersebut adalah anak mulai

menyukai hal-hal yang bersifat konkrit dan sifat egosentrisnya yang sudah

mulai berkurang, sehingga anak lebih mudah dalam bekerja sama. Kelas V

termasuk dalam kelas tinggi, dimana anak pada kelas ini umumnya menyukai

membentuk kelompok-kelompok untuk bermain dengan teman sebayanya.

Hakikat IPA ada tiga yaitu IPA sebagai proses, produk, dan

pengembangan sikap. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan belajar

yang mencakup 3 hal tersebut dan juga sesuai dengan perkembangan anak

pada usia tersebut atau kelas V.

Salah satu pendekatan belajar yang dapat digunakan dan sesuai dengan

karakteristik anak adalah dengan pendekatan kontekstual. Pada pendekatan

ini siswa lebih aktif belajar bersama dengan teman-temannya, peranan guru

lebih kepada fasilitator dan siswa menjadi subjek belajar. Selain itu, dengan

pendekatan kontekstual materi disajikan secara konkrit dan dekat dengan

kehidupan anak sehari-hari. Pendekatan kontekstual memiliki 7

komponen/tipe dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Inkuiri.

Pendekatan kontekstual tipe inkuiri memiliki banyak kelebihan diantaranya,

dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa, sehingga

48
siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik,

mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya

sendiri, mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,

bersifat jujur, obyektif, dan terbuka dan dapat mengembangkan bakat atau

kecakapan individu. Kelebihan-kelebihan ini sesuai dengan hakikat IPA yang

mencakup proses, produk, dan pengembangan sikap.

Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Jumiyem

yang juga menerapkan pendekatan kontekstual pada pelajaran IPA materi

Pesawat Sederhana.

C. Hipotesis

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah: “Jika menerapkan pendekatan kontekstual tipe inkuiri, maka hasil

belajar siswa kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan Banjarmasin

Tengah dapat ditingkatkan”.

49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah

bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek

pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka

dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran

mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu (Wiriaatmadja, 2008: 13).

Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebuah kegiatan refleksi diri yang

dilakukan oleh para pelaku pendidikan dalam situasi kependidikan untuk

memperbaiki rasionalitas dan keadilan tentang:

1. Praktek-praktek kependidikan mereka.

2. Pemahaman mereka tentang praktek-praktek tersebut.

3. Situasi dimana praktek-praktek tersebut dilaksanakan

(Kunandar, 2010:46).

Menurut Kemmis dan McTaggart (dalam Soly Abimanyu, 1995),

penelitian tindakan adalah studi yang dilakukan untuk memperbaiki diri

sendiri, pengalaman kerja sendiri, tetapi dilaksanakan secara sistematis,

terencana, dan sikap mawas diri (Suwandi, 2010:9).

Tujuan utama dalam penelitian tindakan kelas ini adalah untuk

peningkatan dan perbaikan praktek pembelajaran yang seharusnya dilakukan

oleh guru (Sukidin, dkk, 2008: 38).

50
Selain itu, dengan melakukan penelitian tindakan kelas dapat mengubah

citra dan meningkatkan keterampilan professional guru. Seorang guru yang

profesional adalah yang selalu mengembangkan diri untuk memenuhi

tuntutan dalam tugasnya sebagai pendidik dan dengan melakukan penelitian

tindakan kelas adalah sebagai salah satu cara untuk meningkatkan cara

mengajar.

Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan

dengan bagan yang berbeda, namun secara garis besar terdapat empat tahapan

yang lazim dilalui, yaitu tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)

pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-

masing tahap adalah sebagai berikut.

Perencanaan

Refleksi SIKLUS Pelaksanaan


I
Pengamatan

Perencanaan

Refleksi SIKLUS Pelaksanaan


II

Pengamatan

Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas

(Suharsimi, dkk, 2010: 16).

51
Tahap 1: Perencanaan tindakan

Tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana,

oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan

yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang

melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan

(apabaila dilaksanakan secara kolaboratif). Cara ini dikatakan ideal karena

adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu

kecermatan amatan yang dilakukan. Bila dilaksanakan sendiri oleh guru

sebagai peneliti maka instrumen pengamatan harus disiapkan disertai lembar

catatan lapangan. Yang perlu diingat bahwa pengamatan yang diarahkan pada

diri sendiri biasanya kurang teliti dibanding dengan pengamatan yang

dilakukan terhadap hal-hal yang berada di luar diri, karena adanya unsur

subjektivitas yang berpengaruh, yaitu cenderung mengunggulkan dirinya.

Dalam pelaksanaan pembelajaran rencana tindakan dalam rangka penelitian

dituangkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan, yaitu implementasi atau penerapan isi rencana tindakan di

kelas yang diteliti. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap 2 ini

pelaksana guru harus ingat dan berusaha mentaati apa yang sudah dirumuskan

dalam rencana tindakan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak kaku dan tidak

dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan

perencanaan perlu diperhatikan.

52
Tahap 3: Pengamatan terhadap tindakan

Pengamatan terhadap tindakan yaitu kegiatan pengamatan yang

dilakukan oleh pengamat (baik oleh orang lain maupun guru sendiri). Seperti

telah dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan pengamatan ini tidak terpisah

dengan pelaksanaan tindakan karena pengamatan dilakukan pada waktu

tindakan sedang dilakukan. Jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang

sama. Sebutan tahap 2 dan 3 dimaksudkan untuk memberikan peluang kepada

guru pelaksana yang berstatus juga sebagai pengamat, yang mana ketika guru

tersebut sedang melakukan tindakan tentu tidak sempat menganalisis

peristiwanya ketika sedang terjadi. Oleh karena itu kepada guru pelaksana

yang berstatus sebagai pengamat ini untuk melakukan “pengamatan balik”

terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung. Sambil melakukan

pengamatan balik ini guru pelaksana mencatat sedikit demi sedikit apa yang

terjadi.

Tahap 4: Refleksi terhadap tindakan

Merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah

dilakukan. Istilah “refleksi” dari kata bahasa Inggris reflection, yang

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini

sebetulnya lebih tepat dikenakan ketika guru pelaksana sudah selesai

melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk

mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Inilah inti dari penelitian

tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan mengatakan kepada peneliti

pengamat tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik dn bagian mana

yang belum. Apabila guru pelaksana juga berstatus sebagai pengamat, maka

53
refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain guru tersebut

melihat dirinya kembali, melakukan “dialog” untuk menemukan hal-hal yang

sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rancangan dan

mengenali hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Dalam hal seperti ini maka

guru melakukan “self evaluation” yang diharapkan dilakukan secara obyektif.

Untuk menjaga obyektifitas tersebut seringkali hasil refleksi ini diperiksa

ulang atau divalidasi oleh orang lain, misalnya guru/teman sejawat yang

diminta mengamati, ketua jurusan, kepala sekolah atau nara sumber yang

menguasai bidang tersebut. Jadi pada intinya kegiatan refleksi adalah

kegiatan evaluasi, analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan

identifikasi tindak lanjut dalam perencanaan siklus selanjutnya.

Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk

membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari tahap

penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain adalah

evaluasi. Apabila dikaitkan dengan “bentuk tindakan” sebagaimana

disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk tindakan

adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak pernah

merupakan kegiatan tunggal tetapi selalu berupa rangkaian kegiatan yang

akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus (Faiq,2009:online)

B. Setting Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada mata pelajaran IPA kelas

V C semester 1 SDN SN Antasan Besar 7 tahun ajaran 2011/2012 dengan

materi Perubahan Sifat Benda. Jumlah siswa pada kelas V C SDN SN

54
Antasan Besar 7 adalah 26 orang yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 18

siswa perempuan. Siswa kelas V berada dalam tahap operasional konkrit,

dimana anak pada usia tersebut rasa ingin tahunya sangat besar terhadap hal-

hal yang ada disekitarnya. Selain itu, anak pada usia tersebut sudah mulai

berkurang sifat egosentrisnya dan cenderung lebih menyukai membentuk

kelompok-kelompok dengan teman sebayanya. Hal ini tentu saja sesuai

dengan pendekatan kontekstual tipe inkuiri yang menggali pengetahuan siswa

dari rasa ingin tahunya dan mengaitkan materi yang ada dengan kehidpuan

sehari-hari anak. Anak selain belajar, juga dapat berlatih bekerjasama

sekaligus bermain. sehingga hakikat IPA yang mencakup proses, produk, dan

pengembangan sikap dapat tercapai.

C. Faktor yang diteliti

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya

meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA dengan materi

perubahan sifat benda. Adapun faktor-faktor yang diteliti dalam tindakan

kelas ini yaitu :

1. Faktor Guru, yaitu mengamati kegiatan dan langkah-langkah dalam guru

dalam menyampaikan dan menyajikan materi pelajaran serta kegiatan

membimbing siswa dalam kelompok pada materi perubahan sifat benda

dengan menggunakan pendekatan kontekstual tipe inkuiri.

2. Faktor Siswa. Adapun aspek siswa yang diamati adalah sebagai berikut:

a. Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan.

b. Mengamati sifat benda yang di uji coba.

55
c. Melakukan uji coba sifat benda.

d. Membuat kesimpulan.

e. Melakukan presentasi.

3. Faktor Hasil Belajar, yaitu mengetahui peningkatan hasil belajar siswa

setelah menjalani proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual

tipe inkuiri melalui tes tertulis.

D. Skenario Tindakan

Seperti yang sudah dijelaskan tindakan ang dilakukan membentuk sebuah

siklus. Satu siklus terdiri dari empat bagian, yakni perencanaan tindakan,

pelaksanaan tindakan, observasi tindakan, dan refleksi tindakan serta

diadakan dua kali pertemuan untuk tiap siklus.

1. Perencanaan Tindakan

Pada tahap perencanaan tindakan ini ada beberapa hal yang

dikerjakan, yakni:

a. Membuat skenario pembelajaran berdasarkan rencana pembelajaran

dan media yang sesuai dengan pembelajaran.

b. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

c. Membuat atau menyusun lembar observasi guru untuk pengamat.

(lembar observasi terlampir)

d. Membuat atau menyusun lembar aktivitas siswa, meliputi lembar

pengamatan psikomotorik, perilaku berkarakter, dan keterampilan

sosial. (lembar terlampir)

56
Tabel 3.1 Rencana Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Pendekatan dan Lokasi


Siklus Pertemuan Materi Pokok
Model Pembelajaran
1 I Sifat Benda Pendekatan SDN SN Antasan
Kontekstual Tipe Besar 7 Kelas V C
Inkuiri Banjarmasin
Tengah
II Perubahan Sifat Pendekatan SDN SN Antasan
Benda (Pemanasan Kontekstual Tipe Besar 7 Kelas V C
dan Pembakaran) Inkuiri Banjarmasin
Tengah

2. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan ini terdiri dari dua kali pertemuan

atau tatap muka yang tergabung dalam satu siklus dengan skenario

sebagai berikut:

Siklus 1 Pertemuan 1

Mata pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Kelas / Semester : V/1

Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit

Pokok Bahasan : Sifat Benda

Tabel 3.2 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 1

Indikator Tujuan
Kognitif Produk Produk
Mengindentifikasi Siswa dapat mengindentifikasi
tentang sifat benda, tentang sifat benda, seperti
seperti bentuk, warna, bentuk, warna, kelenturan,
kelenturan, kekerasan, kekerasan, dan bau.
dan bau.

57
Proses Proses
Melakukan identifikasi Siswa dapat melakukan
sifat benda dengan identifikasi sifat benda dengan
percobaan. percobaan.
Psikomotorik Melakukan kegiatan Siswa dapat melakukan
percobaan sifat-sifat kegiatan percobaan sifat-sifat
benda (pisang, karet benda (pisang, karet gelang,
gelang, paku, dan tangkai paku, dan tangkai kering).
kering).
Afektif Mengembangkan Terlibat dalam proses belajar
perilaku berkarakter, mengajar yang berpusat pada
meliputi: kreatif, rasa siswa, paling tidak siswa dapat
ingin tahu, mandiri, dan menunjukkan kemajuan dalam
komunikatif. menunjukkan perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif,
rasa ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan Terlibat dalam proses belajar
keterampilan sosial, mengajar yang berpusat pada
meliputi: bertanya, siswa, paling tidak siswa dapat
menjadi pendengar yang menunjukkan kemajuan dalam
baik, komunikasi. menunjukkan keterampilan
sosial, meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang baik,
komunikasi

A. Kegiatan Awal ( 5 menit )

1. Menyiapkan siswa secara fisik dan psikis untuk belajar

2. Melakukan apersepsi:

a. Menanyakan pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya

b. Bertanya jawab tentang benda-benda yang ada dikelas.

58
3. Menjelaskan tujuan pembelajaran, yakni:

Siswa dapat mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti

bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau.

4. Menyampaikan materi yang akan dipelajari yakni tentang

Sifat-Sifat Benda.

B. Kegiatan inti ( 50 menit )

Tahap Eksplorasi

5. Guru menjelaskan tentang sifat-sifat benda meliputi bentuk,

warna, kelenturan, kekerasan, dan bau.

6. Guru membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok.

Pembagian kelompok dilakukan secara heterogen. (daftar

kelompok terlampir)

7. Guru meminta perwakilan masing-masing kelompok untuk

mengambil alat dan bahan yang diperlukan.

8. Guru membagikan LKK pada masing-masing kelompok.

Tahap Elaborasi

9. Siswa diminta untuk mengerjakan/melakukan percobaan

berdasarkan LKK yang diberikan

10. Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan.

11. Guru meminta masing-masing kelompok untuk

mempresentasikan hasil percobaannya.

Tahap Konfirmasi

12. Guru memberikan tanggapan terhadap hasil percobaan dan

presentasi siswa.

59
13. Guru memberikan penghargaan kelompok.

C. Kegiatan akhir ( 15 Menit )

1. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan pelajaran yang

telah dibahas.

2. Guru melakukan penilaian dan refleksi.

3. Guru memberikan umpan balik.

4. Guru memberikan tindak lanjut.

5. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan

berikutnya.

Siklus 1 Pertemuan 2

Mata pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Kelas / Semester : V/1

Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit

Pokok Bahasan : Perubahan Sifat Benda (Pemanasan dan

Pembakaran

Tabel 3.3 Indikator dan Tujuan Siklus I Pertemuan 2

Indikator Tujuan
Kognitif Produk Produk
Mengindentifikasi Siswa dapat mengindentifikasi
tentang sifat benda, tentang sifat benda, seperti
seperti bentuk, warna, bentuk, warna, kelenturan,
kelenturan, kekerasan, kekerasan, dan bau, sebelum
dan bau, sebelum dan dan sesudah mengalami proses

60
sesudah mengalami perubahan.
proses perubahan.
Proses Proses
Melaksanakan percobaan Siswa dapat melaksanakan
perubahan sifat benda percobaan perubahan sifat
akibat pemanasan dan benda akibat pemanasan dan
pembakaran. pembakaran.
Psikomotorik Melakukan kegiatan Siswa dapat melakukan
percobaan perubahan kegiatan percobaan perubahan
sifat benda dengan sifat benda dengan pemanasan
pemanasan dan dan pembakaran.
pembakaran.
Afektif Mengembangkan Terlibat dalam proses belajar
perilaku berkarakter, mengajar yang berpusat pada
meliputi: kreatif, rasa siswa, paling tidak siswa dapat
ingin tahu, mandiri, dan menunjukkan kemajuan dalam
komunikatif. menunjukkan perilaku
berkarakter, meliputi: kreatif,
rasa ingin tahu, mandiri, dan
komunikatif.
Mengembangkan Terlibat dalam proses belajar
keterampilan sosial, mengajar yang berpusat pada
meliputi: bertanya, siswa, paling tidak siswa dapat
menjadi pendengar yang menunjukkan kemajuan dalam
baik, komunikasi. menunjukkan keterampilan
sosial, meliputi: bertanya,
menjadi pendengar yang baik,
komunikasi

A. Kegiatan Awal ( 5 menit )

1. Menyiapkan siswa secara fisik dan psikis untuk belajar

61
2. Melakukan apersepsi:

a. Menanyakan pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya

b. Bertanya jawab tentang benda-benda yang ada dikelas.

3. Menjelaskan tujuan pembelajaran, yakni:

Siswa dapat mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti

bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau.

4. Menyampaikan materi yang akan dipelajari yakni tentang

Perubahan Sifat Benda dengan Pemansan dan Pembakaran.

B. Kegiatan inti ( 50 menit )

Tahap Eksplorasi

1. Guru menjelaskan tentang perubahan sifat benda, yakni

tentang pemanasan dan pembakaran.

2. Guru membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok.

Pembagian kelompok dilakukan secara heterogen. (daftar

kelompok terlampir)

3. Guru meminta perwakilan masing-masing kelompok untuk

mengambil alat dan bahan yang diperlukan.

4. Guru membagikan LKK pada masing-masing kelompok.

Tahap Elaborasi

5. Siswa diminta untuk mengerjakan/melakukan percobaan

berdasarkan LKK yang diberikan

6. Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan.

62
7. Guru meminta masing-masing kelompok untuk

mempresentasikan hasil percobaannya.

Tahap Konfirmasi

8. Guru memberikan tanggapan terhadap hasil percobaan dan

presentasi siswa.

9. Guru memberikan penghargaan kelompok.

C. Kegiatan akhir ( 15 Menit )

10. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan pelajaran yang

telah dibahas.

11. Guru melakukan penilaian dan refleksi.

12. Guru memberikan umpan balik.

13. Guru memberikan tindak lanjut.

14. Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan

berikutnya.

3. Observasi Tindakan

Pada tahapan ini diadakannya kegiatan observasi terhadap kegiatan

pembelajaran, aktivitas guru, dan aktivitas siswa dengan menggunakan

lembar pengamatan yang telah dibuat dan dilanjutkan dengan evaluasi

terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Observasi yang dilaksanakan dalam tindakan kelas ini dilakukan dengan

dua cara yaitu :

a. Pengamatan langsung yang dilaksanakan oleh peneliti terhadap

aktivitas siswa dalam kelompok.

63
b. Pengamatan yang dilakukan oleh observer terhadap jalannya

pembelajaran yang dilaksanakan oleh peneliti.

4. Refleksi Tindakan

Hasil observasi dan evaluasi dengan menggunakan lembar observasi

guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan hasil tes evaluasi, yang

diperoleh setiap pertemuan, dianalisis kembali pada tahap ini secara

deskriptif, yakni data kuantitatif dan data kualitatif, kemudian

diinterpretasikan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan

pemahaman siswa, ketercapaian tujuan yang diinginkan, dan juga dapat

digunakan oleh guru untuk mengevaluasi dirinya, sejauh mana

kemampuan dalam mengajar dan mengelola kelas, sehingga dapat

dijadikan sebagai acuan untuk peningkatan proses pembelajaran dalam

pelaksanaan siklus selanjutnya.

Penelitian tindakan kelas ini berhasil apabila memenuhi beberapa

syarat yaitu aktivitas guru sudah mencapai ≥ 70% atau pada kriteria baik,

aktivitas siswa sudah mencapai ≥ 70% atau pada kriteria baik, dan hasil

belajar siswa telah memenuhi indikator keberhasilan yakni mencapai

ketuntasan belajar secara individual dengan nilai minimal ≥70 serta

dapat mencapai ketuntasan belajar secara klasikal minimal sebesar 80%

mendapat nilai ≥75.

E. Cara Pengumpulan Data

Peneliti dalam penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif dengan

64
cara mengumpulkan hasil pekerjaan siswa setiap akhir pertemuan untuk

mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan.

1. Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini adalah siswa kelas V Semester 2

tahun ajaran 2011/2012 SDN SN Antasan Besar 7 Kecamatan

Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin. Data ini diperoleh dengan

melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan pada siswa

kelas V C Semester 1 tahun ajaran 2011/2012 SDN SN Antasan Besar 7

yang berjumlah 26 siswa yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 18 siswa

perempuan.

2. Jenis Data

a. Data kuantitatif yaitu data tentang hasil belajar siswa setelah

mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

kontekstual tipe inkuiri.

b. Data kualitatif yaitu data tentang aktivitas guru dalam pembelajaran,

aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran menggunakan

pendekatan kontekstual tipe inkuiri.

3. Alat Pengambilan Data

a. Data aktifitas siswa diambil atau dikumpulkan dengan teknik

observasi menggunakan lembar observasi aktivitas siswa.

b. Data aktifitas guru diambil atau dikumpulkan dengan teknik

observasi menggunakan lembar observasi aktivitas guru.

c. Data hasil belajar siswa diperoleh dari tes tertulis pada akhir proses

pembelajaran menggunakan lembar evaluasi.

65
4. Analisis Data

a. Data Kuantitatif

Data kuantitatif berupa nilai evaluasi pada akhir pertemuan

dianalisis dengan teknik persentase, kemudian didistribusikan dalam

bentuk tabel, dan difrekuensikan dengan grafik. Ketuntasan

individual dan klasikal dihitung dengan rumus:

Jumlah siswa yang tuntas belajar


Persentase = x 100%
Jumlah seluruh siswa

(Rosadi, 2009: 50).

b. Data Kualitatif

Data kualitatif berupa observasi aktivitas guru dan siswa selama

proses pembelajaran. Persentase keaktifan guru dan siswa diolah

dengan rumus sebagai berikut:

Nilai Perolehan
Y= X 100%
Nilai Maksimum

Keterangan:

Y = Persentase keaktifan guru dan siswa

Nilai Perolehan = Total nilai yang didapat dari hasil

observasi aktifitas guru dan siswa

Nilai Maksimum = Nilai tertinggi hasil observasi aktifitas

guru.

Interpretasi persentase keaktifan guru dan siswa tersebut di

tentukan dengan cara sebagai berikut:

66
Tabel 3.4 Interpretasi persentasi keaktifan guru dan siswa

Angka Persentasi Keterangan

81,00 % - 100,00 % Sangat baik

61,00 % - 80,00 % Baik

41,00 % - 60,00 % Cukup

21,00 % - 40,00 % Kurang

00,00 % - 20,00 % Kurang sekali

(Darmadi, 2009: 91)

F. Indikator Keberhasilan

1. Indikator Peningkatan Aktivitas Guru

Aktivitas guru bisa dikatakan meningkat atau berhasil jika persentase

aktivitas guru mencapai ≥ 70,00% berdasarkan tabel interpretasi

keaktifan guru dan siswa.

2. Indikator Peningkatan Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa bisa dikatakan meningkat atau berhasil jika persentase

aktivitas siswa mencapai ≥ 70,00% berdasarkan tabel interpretasi

keaktifan guru dan siswa.

3. Indikator Ketuntasan Hasil Belajar

Indikator keberhasilan penelitian ini adalah apabila ketuntasan belajar

individual mencapai ≥70 sesuai dengan KKM sekolah untuk mata

pelajaran IPA. Indikator keberhasilan pada ketuntasan klasikal minimal

mencapai 80% mendapat nilai ≥75.

67
BAB IV
PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN TEMUAN

A. Deskripsi Setting/ Lokasi Penelitian

SDN SN Antasan Besar 7 terletak di Kelurahan Antasan Besar,

Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin. Kelas yang dijadikan

sebagai objek penelitian adalah kelas V C. Jumlah siswa di kelas V C adalah

26 siswa yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Siswa

dikelas ini terdiri dari berbagai etnis, tetapi seluruhnya beragama Islam.

Bahasa pengantar pelajaran yang digunakan dikelas adalah Bahasa Indonesia.

Bangunan kelas terbuat dari kayu. Suasana dikelas sangat mendukung

kegiatan pembelajaran. Fasilitas pembelajaran cukup lengkap, mulai dari

papan tulis hingga televisi dan DVD player. Selain itu kelas ini juga

dilengkapi 3 buah kipas angin dan satu buah dispenser. Didalam kelas, siswa

tidak menggunakan sepatu karena alas lantainya adalah karpet. Setiap siswa

duduk masing-masing. Papan tulis yang digunakan berjenis White Board

dengan alat tulisnya adalah spidol. Didalam kelas juga banyak sekali dipajang

hasil karya siswa. Sehingga dapat disimpulkan sarana dan prasarana kelas V

C sudah memenuhi standar dan sangat mendukung kegiatan pembelajaran

dikelas.

Nilai rata-rata hasil belajar siswa masih belum mencapai SKBM yang

ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran IPA yakni ≥70.

Proses pembelajaran yang tidak konkrit untuk mata pelajaran IPA

menyebabkan pelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa. Sehingga siswa

68
kurang memahami konsep dari perubahan sifat benda itu sendiri. Hal inilah

menjadi penyebab tidak tercapainya SKBM yang dtetapkan sekolah

B. Persiapan Penelitian Tindakan Kelas

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini terlebih dahulu diawali

dengan persiapan peneliti dari berbagai aspek, antara lain:

1. Persiapan Administrasi

Penelitian tindakan kelas ini merupakan salah satu tugas akhir dari

Program Pendidikan Profesi Guru Sekolah Dasar (PPG SD). Sehingga

proses administrasinya menjadi satu kesatuan dengan Program PPG SD.

2. Persiapan Observer

Observer pada penelitian tindakan kelas ini adalah Bapak Taufik

Rahman, M. Pd. Beliau adalah Dosen Luar Biasa (DLB) Program PPG SD

SDN SN Antasan Besar 7. Selain sebagai observer, beliau juga

membimbing peneliti dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas, mulai

dari penetapan materi yang dianggap bermasalah hingga penentuan

alternatif pemecahan masalah yang digunakan. Sebelum pelaksanaan

tindakan kelas (tatap muka) peneliti melakukan konsultasi tentang

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan kegiatan pembelajaran

yang akan dilaksanakan dengan beliau.

69
C. Pelaksanaan Tindakan Kelas

1. Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I

a. Perencanaan

Pelaksanaan tindakan kelas siklus I ini dilaksanakan dalam dua

kali pertemuan dan dilaksanakan dikelas V C SDN SN Antasan Besar

7 dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri. Adapun

kegiatan tersebut dengan perencanaan terlebih dahulu sebelum

melaksanakan pembelajaran:

1) Membuat skenario pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah

Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri.

2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk 2 kali

pertemuan dengan tema Perubahan Sifat Benda.

3) Membuat atau menyusun lembar observasi guru untuk pengamat

(observer).

4) Membuat atau menyusun lembar aktivitas siswa.

5) Membuat media pembelajaran.

6) Menyiapkan lembar kerja untuk kegiatan siswa (LKS dan LKK).

7) Mempersiapkan alat evaluasi (lembar evaluasi) untuk mengetahui

sejauh mana keberhasilan siswa dalam menguasai materi yang

diajarkan pada tiap pertemuan.

8) Melakukan koordinasi dengan observer/kepala sekolah dan wali

kelas, baik jadwal dan waktu pelaksanaan.

70
Tabel 4.1 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I

Hari/ Pertemuan Jumlah


No. Materi Penilaian
Tanggal ke Jam
1. Selasa, 15  Sifat Benda Tes tertulis
Nopember 1 2 (Essay)
2011
2. Kamis , 17  Perubahan Sifat Benda Tes tertulis
Nopember 2 2 dengan Pemanasan dan (Essay)
2011 Pembakaran
3. Jumat, 18 Tes tertulis
Nopember Evaluasi Siklus I (Essay)
2011

b. Pelaksanaan

1) Siklus I Pertemuan ke 1

Indikator pada pertemuan pertama ini ada 3, yaitu indikator

kognitif yang meliputi indikator produk dan proses. Indikator

produk adalah mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti

bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau. Indikator proses

adalah melakukan indentifikasi sifat benda dengan percobaan.

Indikator psikomotorik adalah melakukan kegiatan percobaan

sifat-sifat benda (kertas, karet gelang, paku, dan tangakai kering).

Indikator afektif terdiri dari perilaku berkarakter dan keterampilan

sosial. Indikator perilaku berkarakter adalah mengembangkan

perilaku berkarakter, meliputi: kreatif, rasa ingin tahu, mandiri,

dan komunikatif. Indikator keterampilan sosial adalah

71
mengembangkan keterampilan sosial, meliputi: bertanya, menjadi

pendengar yang baik, komunikasi.

a) Kegiatan awal.

Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi

salam, mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya

untuk siap belajar dengan menanyakan kabar dan meminta

siswa untuk menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai

pelajaran dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan

benda-benda yang ada dikelas. Kemudian guru menyampaikan

tujuan pembelajaran kepada siswa yakni siswa dapat

mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna,

kelenturan, kekerasan, dan bau. Terakhir, guru menyampaikan

uraian singkat tentang materi yang akan dipelajari dan kegiatan

pembelajaran yang akan dilakukan siswa.

b) Kegiatan inti.

Guru menjelaskan materi yang dipelajari, yakni tentang

sifat benda. Penjelasannnya meliputi bentuk, warna, kekerasan,

kelenturan, dan bau suatu benda. Setelah menyampaikan

materi guru membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok.

Pembagian dilakukan secara heterogen. Setelah siswa

membentuk kelompok guru membagikan Lembar Kerja

Kelompok (LKK), masing-masing kelompok mendapat satu

LKK. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan setiap

kelompok dan LKK yang diberikan. Kemudian guru meminta

72
siswa mengambil dan menyediakan alat dan bahan yang

diperlukan untuk percobaan, yakni kertas, karet gelang, paku,

dan tangkai kering. Guru membimbing siswa dalam melakukan

percobaan dan dalam pengerjaan LKK. Setelah kegiatan

percobaan dan pengerjaan LKK selesai, setiap kelompok

diminta untuk melakukan presentasi didepan kelas berdasarkan

hasil percobaan dan LKK yang dikerjakan. Setelah presentasi

selesai, guru memberikan tanggapan terhadap percobaan yang

telah dilakukan tiap kelompok. Guru memberikan penghargaan

kelompok sebagai rangkaian kegiatan terakhir dari kegiatan

inti pembelajaran.

c) Kegiatan akhir.

Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa

mengerjakan soal evaluasi berupa soal essay sebanyak 5 soal,

kemudian guru memberikan umpan balik terhadap

pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan tindak

lanjut berupa menugaskan siswa untuk mempelajari materi

selanjutnya dan meminta siswa untuk menyiapkan bahan untuk

percobaan selanjutnya. Guru mengakhiri pelajaran dengan

memberikan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada

pertemuan berikutnya.

73
2) Siklus I Pertemuan ke 2

Indikator pada pertemuan kedua ini ada 3, yaitu indikator

kognitif yang meliputi indikator produk dan proses. Indikator

produk adalah mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti

bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan

sesudah proses perubahan. Indikator proses adalah melaksanakan

percobaan perubahan sifat benda akibat pemanasan dan

pembakaran. Indikator psikomotorik adalah melakukan kegiatan

percobaan perubahan sifat benda dengan pemanasan dan

pembakaran. Indikator afektif terdiri dari perilaku berkarakter dan

keterampilan sosial. Indikator perilaku berkarakter adalah

mengembangkan perilaku berkarakter, meliputi: kreatif, rasa ingin

tahu, mandiri, dan komunikatif. Indikator keterampilan sosial

adalah mengembangkan keterampilan sosial, meliputi: bertanya,

menjadi pendengar yang baik, komunikasi.

a) Kegiatan awal.

Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi

salam, mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya

untuk siap belajar dengan menanyakan kabar dan meminta

siswa untuk menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai

pelajaran dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan

sifat-sifat benda-benda yang sudah diuji cobakan pada

pertemuan sebelumnya. Kemudian guru menyampaikan tujuan

pembelajaran kepada siswa yakni siswa dapat

74
mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti bentuk, warna,

kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan sesudah proses

perubahan. Terakhir, guru menyampaikan uraian singkat

tentang materi yang akan dipelajari dan kegiatan pembelajaran

yang akan dilakukan siswa.

b) Kegiatan inti.

Guru menjelaskan materi yang dipelajari, yakni tentang

faktor penyebab perubahan sifat benda. Penjelasannnya

meliputi faktor perubahan sifat benda karena pemanasan dan

pembakaran. Setelah menyampaikan materi guru membagi

siswa dikelas menjadi 5 kelompok. Pembagian dilakukan

secara heterogen. Setelah siswa membentuk kelompok guru

membagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK), masing-masing

kelompok mendapat satu LKK. Guru menjelaskan kegiatan

yang akan dilakukan setiap kelompok dan LKK yang

diberikan. Kemudian guru meminta siswa mengambil dan

menyediakan alat dan bahan yang diperlukan untuk percobaan,

yakni kertas, korek api, lilin, dan es. Guru membimbing siswa

dalam melakukan percobaan dan dalam pengerjaan LKK.

Untuk pertemuan kedua ini, kegiatan percobaan dilakukan

diluar kelas. Setelah kegiatan percobaan dan pengerjaan LKK

selesai, setiap kelompok diminta untuk melakukan presentasi

didepan kelas berdasarkan hasil percobaan dan LKK yang

dikerjakan. Setelah presentasi selesai, guru memberikan

75
tanggapan terhadap percobaan yang telah dilakukan tiap

kelompok. Guru memberikan penghargaan kelompok sebagai

rangkaian kegiatan terakhir dari kegiatan inti pembelajaran.

c) Kegiatan akhir.

Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa

mengerjakan soal evaluasi berupa soal essay sebanyak 5 soal,

kemudian guru memberikan umpan balik terhadap

pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan tindak

lanjut berupa menugaskan siswa untuk mempelajari materi

selanjutnya dan meminta siswa untuk menyiapkan bahan untuk

percobaan selanjutnya. Guru mengakhiri pelajaran dengan

memberikan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada

pertemuan berikutnya.

c. Observasi

Observasi yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh

pengamat (baik oleh orang lain maupun guru sendiri) yang dilakukan

pada waktu tindakan sedang dilakukan.

1) Hasil Observasi Aktivitas Guru

Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I menyimpulkan

kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sudah berlangsung

cukup efektif. Namun, masih ada beberapa kegiatan/tahapan

yang harus ditingkatkan pada kegiatan inti dan kegiatan penutup.

76
Tabel 4.2 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus 1

S P Kegiatan Awal Kegiatan Inti Kegiatan Akhir ∑ % Ket


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
P1 Baik
3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 4 3 3 3 2 3 49 72
Ṝ (%) 75 71,8 70
S1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
P2 Baik
3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 4 3 3 3 3 3 50 73,5
Ṝ (%) 75 71,8 75

Keterangan:

S1 = Siklus 1

P1 = Pertemuan ke 1

P2 = Pertemuan ke 2

Kegiatan Awal

1. Menyiapkan kondisi fisik dan psikis siswa untuk belajar.

2. Memberikan apersepsi

3. Menyampaikan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai.

4. Menjelaskan materi pelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan.

Kegiatan Inti

5. Memberikan penjelasan materi.

6. Melakukan pembagian kelompok secara heterogen.

7. Memberikan penjelasan kegiatan yang akan dilaksanakan.

8. Membimbing siswa dalam melakukan percobaan.

9. Membimbing siswa dalam mengerjakan LKK

10. Melakukan presentasi.

11. Memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi siswa.

12. Memberikan penghargaan kelompok.

77
Kegiatan Akhir

13. Membuat kesimpulan bersama-sama siswa.

14. Melakukan evaluasi atau penilaian.

15. Melakukan refleksi/umpan balik pembelajaran

16. Memberikan tindak lanjut

17. Menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya.

Skor yang diberikan atas pertimbangan:

No Aspek Yang Diamati Nilai Rubrik


1 Menyiapkan kondisi fisik Jika guru sama sekali tidak
dan psikis siswa untuk 1 menyiapkan kondisi fisik dan
belajar. psikis siswa untuk belajar
Jika guru hanya menyiapkan
kondisi fisik siswa saja (absensi,
memeriksa kelengkapan belajar
2
seperti buku, alat tulis, dll) tetapi
tidak menyiapkan kondisi psikis
siswa.
Jika guru hanya menyiapkan
kondisi psikis siswa saja
3 (menanyakan kabar, kondisi
kesehatan, menanyakan kesiapan
belajar, memotivasi siswa, dll
Jika guru menyiapkan kondisi
4
fisik dan psikis siswa.
2 Memberikan apersepsi 1 Tidak memberikan apersepsi
Memberikan apersepsi yang
2
relevan, tapi tidak kontekstual.
Memberikan apersepsi yang
3
tidak relevan, tapi kontekstual

78
Memberikan apersepsi yang
4
relevan dan kontekstual
3 Menyampaikan kompetensi Tidak menyampaikan
(tujuan) yang akan dicapai 1 kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai.
Menyampaikan sebagian kecil
2 kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai.
Menyampaikan sebagian besar
3 kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai
Menyampaikan seluruh
4 kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai.
4 Menjelaskan materi Tidak menjelaskan materi
pelajaran dan kegiatan yang 1 pelajaran dan kegiatan yang
akan dilakukan. akan dilakukan.
Hanya menjelaskan materi
2 pelajaran tapi tidak menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan.
Tidak menjelaskan materi
3 pelajaran, tetapi menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan.
Menjelaskan materi pelajaran
4 dan kegiatan yang akan
dilakukan.
5 Memberikan penjelasan Tidak memberikan penjelasan
1
materi materi
Memberikan penjelasan materi
2 yang sistematis tapi tidak
relevan
3 Memberikan penjelasan materi

79
yang relevan tapi tidak
sistematis
Memberikan penjelasan materi
4
yang relevan dan sistematis
6 Melakukan pembagian Tidak melakukan pembagian
1
kelompok secara heterogen kelompok secara heterogen
Melakukan pembagian
kelompok secara heterogen, tapi
2
hanya berdasarkan jenis kelamin
saja.
Melakukan pembagian
3 kelompok secara heterogen, tapi
hanya berdasarkan prestasi saja.
Melakukan pembagian
kelompok secara heterogen,
4
berdasarkan jenis kelamin dan
prestasi.
7 Memberikan penjelasan Tidak memberikan penjelasan
kegiatan yang akan 1 kegiatan yang akan dilaksanakan
dilaksanakan
Memberikan penjelasan kegiatan
2 yang akan dilaksanakan relevan
tapi tidak sistematis
Memberikan penjelasan kegiatan
3 yang akan dilaksanakan tidak
relevan tapi sistematis
Memberikan penjelasan kegiatan
4 yang akan dilaksanakan relevan
dan sistematis.
8 Membimbing siswa dalam Tidak membimbing siswa dalam
1
melakukan percobaan melakukan percobaan
2 Membimbing siswa dalam

80
melakukan percobaan, tapi
hanya sebagian kecil kelompok
saja.
Membimbing sebagian besar
3 kelompok dalam melakukan
percobaan.
Membimbing semua
4 kelompok/siswa dalam
melakukan percobaan
9 Membimbing siswa dalam Tidak membimbing siswa dalam
1
mengerjakan LKK mengerjakan LKK.
Membimbing siswa dalam
2 mengerjakan LKK, tapi hanya
sebagian kecil kelompok saja.
Membimbing sebagian besar
3 kelompok dalam mengerjakan
LKK.
Membimbing semua
4 kelompok/siswa dalam
melakukan percobaan
10 Melakukan presentasi. 1 Tidak melakukan presentasi
Sebagian kecil kelompok saja
2
yang melakukan presentasi.
Sebagian besar kelompok yang
3
melakukan presentasi.
Semua kelompok melakukan
4
presentasi
11 Memberikan tanggapan Tidak memberikan tanggapan
1
terhadap hasil diskusi siswa. terhadap hasil diskusi siswa.
Memberikan tanggapan yang
2
sistematis, tapi tidak relevan.
3 Memberikan tanggapan yang

81
relevan, tapi tidak sistematis.
Memberikan tanggapan yang
4
sistematis, dan relevan.
12 Memberikan penghargaan Tidak memberikan penghargaan
1
kelompok. kelompok.
Hanya memberikan penghargaan
2 kelompok pada tim terbaik
pertama.
Hanya memberikan penghargaan
3 kelompok pada tim terbaik
pertama dan kedua.
Memberikan penghargaan
4 kelompok kepada 3 kelompok
terbaik.
13 Membuat kesimpulan Tidak membuat kesimpulan.
1
bersama-sama siswa
Hanya guru yang membuat
2
kesimpulan.
Siswa membuat kesimpulan
3
tanpa dibimbing guru.
Guru dan siswa membuat
4
kesimpulan bersama-sama.
14 Melakukan evaluasi atau Tidak melakukan evaluasi atau
1
penilaian penilaian.
Evaluasi relevan tapi tidak jelas
2
dan tidak dipahami anak.
Evaluasi relevan dan jelas, tapi
3
tidak dipahami anak.
Evaluasi relevan, jelas, dan
4
dipahami anak.
15 Melakukan refleksi/umpan Melakukan refleksi/umpan balik
1
balik pembelajaran pembelajaran.

82
Memberikan umpan balik
2
positif, tapi tidak relevan
Memberikan umpan balik
3
relevan, tapi tidak positif
Memberikan umpan balik
4
relevan dan positif
16 Memberikan tindak lanjut 1 Tidak memberikan lanjut
Memberikan tindak lanjut
berupa PR yang relevan tapi
2
tidak jelas dan tidak dipahami
anak.
Memberikan tindak lanjut
3 berupa PR yang relevan dan
jelas, tapi tidak dipahami anak.
Memberikan tindak lanjut
4 berupa PR yang relevan, jelas,
dan dipahami anak.
17 Menyampaikan rencana Tidak menyampaikan rencana
1
pembelajaran berikutnya pembelajaran berikutnya.
Hanya menyampaikan judul
2 materi berikutnya yang akan
dipelajari.
Menyampaikan materi dan kisi-
3 kisi pelajaran yang akan
dipelajari berikutnya.
Menyampaikan materi, kisi-kisi
pelajaran yang akan dipelajari
4
berikutnya dan kegiatan yang
akan dilakukan.

83
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa aktivitas guru pada

pertemuan ke 1, kegiatan awal memperoleh persentase 75%,

kegiatan inti sebesar 71,8%, dan kegiatan akhir memperoleh

persentase 70% dan secara keseluruhan persentase kegiatan

pembelajaran pada pertemuan 1 ini adalah 72%. Sedangkan pada

pertemuan ke 2 dapat dilihat bahwa persentase pada kegiatan

awal dan kegiatan inti tidak mengalami peningkatan yakni masih

75% dan 71,8%. Sedangkan pada kegiatan penutup mengalami

peningkatan sebanyak 5% menjadi 75%. Sehingga secara

keseluruhan aktivitas guru pada kegiatan pembelajaran pertemuan

kedua ini adalah 73,5%. Secara keseluruhan aktivitas guru dalam

kegiatan pembelajaran baik pada pertemuan pertama maupun

kedua sudah mencapai indikator keberhasilan aktivitas guru yang

ditetapkan peneliti yakni 70,00%. Namun, pada bagian-bagian

tertentu harus ditingkatkan seperti pada pertemuan pertama yakni

pembagian kelompok secara heterogen, karena jumlah siswa laki-

laki lebih sedikit dari siswa perempuan, sehingga ada kelompok

yang seluruh anggotanya perempuan. Kemudian, setelah

presentasi guru memberikan tanggapan atas hasil percobaan

siswa. Berdasarkan hasil pengamatan observer tanggapan yang

diberikan oleh peneliti masih kurang relevan. Karena pengelolaan

waktu yang kurang efektif, kegiatan memberikan tindak lanjut

menjadi tidak optimal. Pada pertemuan kedua, pada kegiatan

pembagian kelompok secara heterogen dan pemberian tanggapan

84
masih perlu ditingkatkan Oleh karena itu, perlu diperbaiki dan

ditingkatkan lagi pada siklus berikutnya agar dapat mencapai

indikator yang ditetapkan dan kegiatan pembelajaran yang

direncanakan dapat berlangsung optimal.

100.00% 100.00%
90.00% K. Awal 90.00% K. Awal
75.00% 72.00%
71.80%75% 75.00%
71.80%75%
73.50%
80.00% 80.00%
70.00% 70.00%
K. Inti K. Inti
60.00% 60.00%
50.00% 50.00%
40.00% K. Akhir 40.00% K. Akhir
30.00% 30.00%
20.00% 20.00%
10.00% Total 10.00% Total
0.00% Pembelajaran 0.00% Pembelajaran
Pertemuan 1 Pertemuan 2

Gambar 4.1. Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus I

2) Observasi Aktivitas Siswa

Hasil pengamatan dapat kita lihat melalui lembar observasi

aktivitas siswa siklus I pertemuan pertama dan pertemuan kedua.

Aktivitas siswa yang di observasi adalah kegiatan siswa dalam

berkelompok dan diamati sendiri oleh peneliti. Berikut adalah

tabel perbandingan aktivitas siswa pada sikus I.

85
Tabel 4.3 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I

S P A B C D E ∑ %
Kelompok 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
P1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 82 82
S1
P2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 2 2 3 2 4 4 4 4 4 89 89
Ṝ (%) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 87,5 62,5 62,5 87,5 62,5 62,5 50 50 62,5 50 100 100 100 100 100

Keterangan :

A = Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan.

1 = Tidak mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

2 = Mengambil tetapi tidak menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

3 = Tidak mengambil tetapi menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

4 = Mengambil dan menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

86
B = Mengamati sifat benda yang di uji coba.

1 = Tidak mengamati sifat benda yang diuji coba

2 = Hanya mengamati satu benda yang diuji coba

3 = Mengamati 2-3 benda yang diuji coba

4 = Mengamati semua benda yang diuji coba

C = Melakukan uji coba sifat benda.

1 = Tidak melakukan uji coba terhadap sifat benda

2 = Melakukan uji coba terhadap 1-2 sifat benda saja

3 = Melakukan uji coba terhadap 3-4 sifat benda

4 = Melakukan uji coba terhadap semua sifat benda

D = Membuat kesimpulan berdasarkan percobaan

1 = Tidak membuat kesimpulan

2 = Sebagian kecil anggota kelompok yang membuat

kesimpulan

3 = Sebagian besar anggota kelompok yang membuat

kesimpulan

4 = Semua anggota kelompok membuat kesimpulan

E = Melakukan presentasi

1 = Tidak melakukan presentasi

2 = Sebagian kecil anggota kelompok melakukan presentasi

3 = Sebagian besar anggota kelompok melakukan presentasi

4 = Seluruh anggota kelompok melakukan presentasi

87
Berdasarkan tabel perbandingan aktivitas siswa pada siklus I,

setiap kelompok menunjukkan hasil yang memuaskan pada

beberapa aspek yang dinilai. Namun, ada beberapa aspek yang

harus ditingkatkan, yakni aspek melakukan uji coba sifat benda

dan membuat kesimpulan. Pada aspek melakukan uji coba sifat

benda, ada beberapa kelompok yang hanya melakukan uji coba

pada beberapa benda saja (tidak keseluruhan benda). Hal ini

mungkin disebabkan karena anak merasa sudah mengenal benda-

benda tersebut sehingga tidak perlu melakukan uji coba. Hal ini

terlihat pada kelompok 2, kelompok 3, dan kelompok 5 yang

hanya mendapat rata-rata nilai persentase 62,5% pada aspek

tersebut. Sedangkan pada aspek membuat kesimpulan yang

merupakan salah satu aspek vital dalam pendekatan kontekstual

tipe inkuiri justru mendapatkan hasil yang kurang memuaskan,

seluruh kelompok belum mencapai indikator yang ditetapkan

yakni 70%. Rata-rata persentase untuk aspek ini hanya berkisar

antara 50%-62,5% saja. Hal ini mungkin disebabkan karena

masing-masing kelompok hanya mempercayakan pembuatan

kesimpulan hanya pada satu atau dua orang saja dan bahkan ada

kelompok yang sebagian besar anggotanya masih asyik

melakukan percobaan sedangkan teman yang lain membuat

kesimpulan, padahal waktu untuk melakukan percobaan. Akan

tetapi secara keseluruhan untuk aktivitas siswa pada pertemuan

pertama dan kedua siklus 1 sudah menunjukkan hasil yang

88
memuaskan. Pada pertemuan pertama rata-rata aktivitas siswa

mencapai 82%, sedangkan pada pertemuan kedua meningkat

menjadi 89%. Hal ini dsebabkan karena 3 aspek lainnya

memperoleh rata-rata persentase yang tinggi yakni 100%.

Berikut data pada tabel 4.3 disajikan dalam bentuk grafik.

100.00%
90.00%
80.00%
70.00%
60.00% A

50.00% B

40.00% C

30.00% D

20.00% E

10.00%
0.00%
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5

Gambar 4.2 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus 1

Keterangan :

A = Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang

diperlukan.

B = Mengamati sifat benda yang di uji coba.

C = Melakukan uji coba sifat benda.

D = Membuat kesimpulan.

E = Melakukan presentasi.

Observasi pada hasil belajar kelompok siklus I pertemuan ke

1 dan pertemuan ke 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini:

89
Tabel 4.4. Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus I

Kelompok
Siklus Pertemuan
1 2 3 4 5

1 100 90 70 100 70
S1
2 80 70 70 100 60

Rata-Rata 90 80 70 100 65

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat, nilai-nilai yang

didapatkan setiap kelompok bervariasi. Hal ini disebabkan karena

peneliti mengacak anggota kelompok setiap pertemuan dengan

tujuan agar anak dapat belajar bekerjasama dengan seluruh siswa

dikelas. Selain itu, kegiatan percobaan yang dilakukan juga

bervariasi mulai dari tingkat yang sederhana dan mudah pada

pertemuan pertama kemudian meningkat pada percobaan yang

cukup sulit dan kompleks pada pertemuan kedua. Nilai-nilai

tersebut diperoleh dari nilai LKK yang dikerjakan siswa secara

berkelompok. Data pada tabel 4.4 dapat digambarkan dalam

bentuk grafik berikut ini.

90
100 100100
100 90
90 80
80 70 70 70 70
70 60
60
50 Pertemuan 1
40
30 Pertemuan 2
20
10
0
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
1 2 3 4 5

Gambar 4.3 Hasil Belajar Kelompok Siklus I

3) Observasi Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa diperoleh dari evaluasi yang

dilakukan setiap akhir pertemuan, ditambah dengan evaluasi yang

dilakukan pada akhir siklus I. Evaluasi yang dilakukan berbentuk

soal essay dan isian sebanyak 5 butir soal yang mencakup tujuan

pembelajaran tiap kali pertemuan. Kemudian untuk evaluasi

siklus I mencakup soal pada pertemuan 1 dan pertemuan 2. Untuk

evaluasi siklus 1 juga berjumlah 5 soal essay dan isian. Berikut

data hasil belajar siswa pada pertemuan pertama, pertemuan

kedua, dan evaluasi siklus I yang didistribusikan kedalam bentuk

tabel.

91
Tabel 4.5. Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus 1
Pertemuan 1 Pertemuan 2 Evaluasi Siklus I
No Nilai Keterangan
F (%) F (%) F (%)
1. 100 0 0 2 7.7 1 3.85 Tuntas
2. 95 0 0 0 0 0 0 Tuntas
3. 90 1 3.85 4 15.4 6 23.1 Tuntas
4. 85 0 0 3 11.55 2 7.7 Tuntas
5. 80 1 3.85 1 3.85 5 19.23 Tuntas
6. 75 1 3.85 0 0 2 7.7 Tuntas
7. 70 6 23 4 15.4 2 7.7 Tuntas
8. 65 3 11.55 2 7.7 5 19.23 Belum
9. 60 0 0 1 3.85 3 11.55 Belum
10. 55 4 15.40 1 3.85 0 0 Belum
11. 50 0 0 2 7.7 0 0 Belum
12. 45 1 3.85 0 0 0 0 Belum
13. 40 1 3.85 5 19.23 0 0 Belum
14. 35 2 7.70 0 0 0 0 Belum
15. 30 3 11.55 0 0 0 0 Belum
16. 25 1 3.85 1 3.85 0 0 Belum
17. 20 0 0 0 0 0 0 Belum
18. 15 2 7.70 0 0 0 0 Belum
Jumlah 26 100 26 100 26 100
Rata-rata 53,07 67,11 77,11
Ketuntasan
34,61% 53,84% 69,23%
Individual
Ketuntasan
11,53% 38,46% 61,53%
Klasikal

Berdasarkan tabel 4.5, pada pertemuan pertama hanya 9

siswa yang berhasil mencapai ketuntasan individual (≥70) atau

sekitar 34,61% dan masih ada 17 siswa yang belum mencapai

ketuntasan individual. Adapun ketuntasan klasikal pada

pertemuan pertama ini hanya mencapai 11,53% atau hanya 3

siswa saja yang mencapai ketuntasan klasikal (≥75). Rata-rata

kelas yang diperoleh pada pertemuan pertama ini adalah 53,07.

Sehingga dapat disimpulkan hasil belajar siswa pada pertemuan

92
pertama ini masih belum mencapai indikator keberhasilan yang

ditetapkan peneliti secara klasikal, yakni 80% siswa mendapat

nilai 75.

Pada pertemuan kedua, jumlah siswa yang mencapai

ketuntasan individual mengalami peningkatan. Jika pada

pertemuan pertama ketuntasan individual hanya mencapai

34,61% (9 siswa), maka pada pertemuan kedua ini naik mencapai

53,84% (14 siswa). Peningkatan juga terjadi pada ketuntasan

klasikal, yakni dari 11,53% naik menjadi 38,46% (10 siswa).

Rata-rata kelas pun mengalami peningkatan yakni dari 53,07

menjadi 67,11 atau naik sebanyak 14,04. Namun, hasil belajar

pada pertemuan kedua ini tetap masih belum mencapai indikator

keberhasilan yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa mendapat

nilai ≥75.

Pada akhir siklus I, juga dilaksanakan evaluasi akhir siklus I

yang mencakup materi pada pertemuan pertama dan pertemuan

kedua. Dapat dilihat pada tabel 4.5, terdapat peningkatan-

peningkatan yang cukup signifikan. Ketuntasan individual naik

menjadi 69,23% atau 18 siswa. Ketuntasan klasikal pun naik

menjadi 61,53% atau 16 siswa. Rata-rata kelas juga mengalami

peningkatan menjadi 77,11. Sehingga dapat disimpulkan hasil

belajar pada evaluasi akhir siklus I ini mengalami peningkatan

dari sebelumnya. Namun, peningkatan tersebut masih belum

93
mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti yakni

80% siswa mendapat nilai ≥75.

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dibuat tabel ketuntasan klasikal

siswa berdasarkan indikator yang ditetapkan yakni 80% siswa

mendapat nilai 75.

Tabel 4.6 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus 1


Pertemuan 1 Pertemuan 2 Evaluasi S1
Nilai Ket
F % F % F %
≥75 3 11,53 10 38,46 16 61,54 Tuntas
<75 23 88,47 16 61,54 10 38,46 Tidak Tuntas

Dilihat dari tabel 4.6, ketuntasan klasikal masih belum

memenuhi indikator yang ditetapkan peneliti, baik pada

pertemuan pertama, pertemuan kedua, dan evaluasi siklus I.

Dimana indikator keberhasilan yang ditetapkan peneliti untuk

ketuntasan klasikal adalah 80% siswa mendapatkan nilai 75.

Berikut ini dibuat diagram nilai ketuntasan secara klasikal

siklus I adalah sebagai berikut :

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Siklus I


Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tuntas

12%

38% 38%

88% 62% 62%

Gambar 4.4 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus I

94
d. Refleksi

Berdasarkan hasil pengamatan melalui observasi kegiatan

pembelajaran dan kegiatan siswa serta nilai hasil belajar pada siklus I,

maka dapatlah direfleksikan hal-hal sebagai berikut:

1) Aktivitas Guru

Secara keseluruhan aktivitas guru pada siklus 1 baik pada

pertemuan pertama dan pertemuan kedua sudah berjalan dengan

baik. Hal ini terlihat dari semua aktivitas yang direncanakan

sudah terlaksana. Namun, pada beberapa aktivitas masih perlu

ditingkatkan lagi, diantaranya adalah pembagian kelompok secara

heterogen. Perbandingan jumlah siswa laki-laki dan siswa

perempuan yang sangat jauh, yakni 8 siswa laki-laki dan 18 siswa

perempuan, sehingga peneliti kesulitan untuk melakukan

pembentukan kelompok yang heterogen berdasarkan jenis

kelamin, sehingga ada satu kelompok yang anggotanya

seluruhnya perempuan. Selain pembagian kelompok yanag

kurang heterogen, pemberian tanggapan terhadap hasil presentasi

siswa juga perlu ditingkatkan, karena berdasarkan pengamatan

observer, tanggapan yang diberikan oleh peneliti masih kurang

relevan meskipun sudah sistematis. Hal ini mungkin disebabkan

karena tanggapan yang diberikan peneliti terkesan seadanya yang

disebabkan karena keterbatasan waktu. Semestinya setiap

kelompok yang melakukan presentasi peneliti memberikan

tanggapan terhadap presentasi siswa, sehingga terjadi komunikasi

95
dua arah yakni antara kelompok siswa dengan guru. Hal tersebut

diataslah yang terjadi pada pertemuan pertama dan pertemuan

kedua. Tambahan untuk pertemuan pertama adalah pemberian

tindak lanjut, yang menurut penilaian observer pemberian tindak

lanjut yang dilakuan peneliti masih kurang, karena tindak lanjut

yang diberikan kepada anak masih kurang bisa dipahami. Hal-hal

tersebut diatas akan menjadi bahan perbaikan pada siklus kedua.

2) Aktivitas Siswa

Baik pada pertemuan pertama maupun kedua, aspek

melakukan uji coba sifat benda dan membuat kesimpulan adalah

aspek yang perlu ditingkatkan lagi, terutama aspek membuat

kesimpulan. Dua aspek ini saling berkaitan, ketika siswa

melakukan uji coba, mereka akan menemukan sesuatu, dan

akhirnya mereka membuat suatu kesimpulan terhadap sesuatu

dari hasil uji coba mereka. Akan tetapi, justru dua aspek yang

merupakan inti dari inkuiri ini yang masih perlu ditingkatkan,

karena persentasenya kurang dari yang diharapkan. Untuk aspek

uji coba sifat benda penyebab kurangnya persentase keaktifan

siswa karena uji coba yang dilakukan cukup sederhana dan sudah

sering mereka temui. Khusus untuk membuat kesimpulan, hal ini

lebih dikarenakan kurangnya kerjasama antar siswa. Untuk

pembuatan kesimpulan, setiap kelompok cenderung hanya

mempercayakannya pada satu atau dua orang saja. Sehingga

96
diperlukan sesuatu untuk merangsang atau memotivasi anak

untuk membuat kesimpulan masing-masing. Hal inilah yang harus

diperbaiki dan ditingkatkan oleh peneliti pada pertemauan

selanjutnya (siklus 2).

3) Hasil Belajar

Hasil belajar siswa pada pertemuan pertama masih belum

memuaskan dan masih belum mencapai indikator ketuntasan yang

ditetapkan baik secara individual maupun klasikal. Secara

individual hanya 9 siswa (34,61%) yang mencapai indikator yang

ditetapkan (≥ 70). Secara klasikal, ketuntasan yang diperoleh

hanya 11,54% atau hanya 3 orang saja yang dapat mencapai

ketuntasan secara klasikal. Hal ini sangat jauh dari indikator

keberhasilan yang ditetapkan peneliti, yakni 80%. Salah satu yang

menjadi penyebabnya adalah konsentrasi siswa yang sudah mulai

menurun dan pengelolaan waktu yang masih kurang dari guru

sehingga waktu yang digunakan siswa untuk mengerjakan

evaluasi terbatas. Selain itu, ada 2 butir soal evaluasi yang lebih

dari 90% siswa tidak dapat menjawabnya atau salah, yakni soal

nomor 5. Soal tersebut terdiri lagi dari 5 butir soal yang berkaitan

dengan sifat-sifat benda. Kebanyakan siswa hanya menjawab satu

butir saja atau bahkan tidak menjawab sama sekali. Hal ini

mungkin disebabkan karena siswa yang kurang memahami

maksud soal yang diberikan. Secara keseluruhan hasil belajar

97
siswa pada pertemuan kedua mengalami peningkatan. Nilai rata-

rata kelas pada pertemuan pertama 53,07 menjadi 67,11. Namun,

masih jauh dari standar ketuntasan yang ditetapkan oleh peneliti.

Ketuntasan individual hanya mencapai 53,84%, sedangkan

ketuntasan klasikalnya hanya mencapai 38,46%. Adapun soal

yang tidak dapat dikerjakan siswa dengan benar bervariasi,

sehingga tidak mutlak hanya pada satu soal saja. Sama pada

pertemuan pertama, pengelolaan waktu yang kurang efektif oleh

peneliti menyebabkan siswa tergesa-gesa dalam mengerjakan soal

evaluasi. Hal ini terlihat ketika siswa mengerjakan soal evaluasi

siklus I, dimana peneliti menyediakan waktu yang lebih banyak,

nilai rata-rata yang diperoleh siswa meningkat menjadi 77,11

dengan ketuntasan individual 69,23% dan ketuntasan klasikal

61,53%. Sama seperti pertemuan kedua, soal yang tidak bisa

dikerjakan siswa dengan benar bervariasi, sehingga tidak mutlak

hanya pada satu atau dua soal saja.

Berdasarkan temuan-temuan pada kegiatan pelaksanaan yang

dijabarkan pada refleksi, maka perlu dilaksanakan siklus ke-2. Adapun

tindakan-tindakan yang akan dilakukan peneliti pada siklus ke-2

adalah sebagai berikut:

1) Memperbaiki teknik pembagaian kelompok, agar kelompok yang

terbentuk benar-benar heterogen yakni dengan cara membagi

terlebih dahulu siswa yang ada dikelas.

98
2) Memberikan motivasi lebih banyak dan memperbaiki pengelolaan

waktu, sehingga setiap kegiatan baik pada aspek guru, aspek

siswa, dan hasil belajar dapat dilaksanakan dengan baik.

3) Memperbaiki sistem kerja kelompok agar setiap anak dapat

membuat kesimpulan sistem masing-masing. Berdasarkan saran

dari observer, lembar kerja kelompok (LKK) jangan hanya satu

saja setiap kelompok, akan tetapi diberikan masing-masing

kepada siswa, sehingga setiap siswa memiliki pegangan dan

tanggung jawab terhadap lembar kerja kelompoknya meskipun

dikerjakan secara bersama-sama.

4) Memperbaiki soal-soal evaluasi dengan cara menyesuaikan

dengan karakteristik berpikir siswa.

2. Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II

a. Perencanaan

Pelaksanaan tindakan kelas siklus II ini dilaksanakan dalam dua

kali pertemuan dan dilaksanakan dikelas V C SDN SN Antasan Besar

7 dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri. Adapun

kegiatan tersebut dengan perencanaan terlebih dahulu sebelum

melaksanakan pembelajaran:

1) Membuat skenario pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah

Pendekatan Kontekstual Tipe Inkuiri.

2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk 2 kali

pertemuan dengan tema Perubahan Sifat Benda.

99
3) Membuat atau menyusun lembar observasi guru untuk pengamat

(observer).

4) Membuat atau menyusun lembar aktivitas siswa.

5) Membuat media pembelajaran.

6) Menyiapkan lembar kerja untuk kegiatan siswa (LKS dan LKK).

7) Mempersiapkan alat evaluasi (lembar evaluasi) untuk mengetahui

sejauh mana keberhasilan siswa dalam menguasai materi yang

diajarkan pada tiap pertemuan.

8) Melakukan koordinasi dengan observer/kepala sekolah dan wali

kelas, baik jadwal dan waktu pelaksanaan.

Tabel 4.7 Tanggal Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus II

Hari/ Pertemuan Jumlah


No. Materi Penilaian
Tanggal ke Jam
1. Selasa, 22  Perubahan Sifat Benda Tes tertulis
Nopember 1 2 dengan Pencampuran dengan (Essay)
2011 air dan Pembusukan
2. Kamis , 24  Perubahan Sifat Benda yang Tes tertulis
Nopember bersifat sementara (dapat (Essay)
2 2
2011 balik) dan bersifat tetap
(tidak dapat balik)
3. Jumat, 25 Tes tertulis
Nopember Evaluasi Siklus I (Essay)
2011

100
b. Pelaksanaan

1) Siklus II Pertemuan ke 1

Indikator pada pertemuan pertama ini ada 3, yaitu indikator

kognitif yang meliputi indikator produk dan proses. Indikator

produk adalah mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti

bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan

sesudah mengalami proses perubahan. Indikator proses adalah

melaksanakan percobaan perubahan sifat benda akibat

pencampuran dengan air dan pembusukan. Indikator

psikomotorik adalah melakukan kegiatan percobaan perubahan

sifat benda dengan pencampuran dengan air dan pembusukan.

Indikator afektif terdiri dari perilaku berkarakter dan keterampilan

sosial. Indikator perilaku berkarakter adalah mengembangkan

perilaku berkarakter, meliputi: kreatif, rasa ingin tahu, mandiri,

dan komunikatif. Indikator keterampilan sosial adalah

mengembangkan keterampilan sosial, meliputi: bertanya, menjadi

pendengar yang baik, komunikasi.

a) Kegiatan Awal

Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi

salam, mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya

untuk siap belajar dengan menanyakan kabar dan meminta

siswa untuk menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai

pelajaran dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan

faktor perubahan sifat benda yang sudah diuji cobakan

101
sebelumnya yakni pemanasan dan pembakaran. Kemudian

guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa yakni

siswa dapat mengindentifikasi tentang sifat benda, seperti

bentuk, warna, kelenturan, kekerasan, dan bau, sebelum dan

sesudah proses perubahan. Terakhir, guru menyampaikan

uraian singkat tentang materi yang akan dipelajari dan kegiatan

pembelajaran yang akan dilakukan siswa.

b) Kegiatan inti.

Guru menjelaskan materi yang dipelajari, yakni tentang

faktor penyebab perubahan sifat benda. Penjelasannnya

meliputi faktor perubahan sifat benda karena pencampuran

dengan air dan pembusukan serta tambahan penjelasan

mengenai perkaratan. Setelah menyampaikan materi guru

membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok. Pembagian

dilakukan secara heterogen. Setelah siswa membentuk

kelompok guru membagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK),

masing-masing orang mendapatkan satu LKK, tapi tetap

dikerjakan secara bersama-sama. Guru menjelaskan kegiatan

yang akan dilakukan setiap kelompok dan LKK yang

diberikan. Kemudian guru meminta siswa mengambil dan

menyediakan alat dan bahan yang diperlukan untuk percobaan,

yakni wadah, pengaduk, semen putih, tepung, dan air.

Sebelumnya, peneliti sudah melakukan kegiatan pra penelitian,

yakni meminta siswa untuk membawa pisang pada hari Sabtu

102
tanggal 19 Nopember 2011. Siswa diminta mengamati dan

mengindentifikasi sifat-sifat pisang tersebut. Sehingga ketika

percobaan dikelas pisang tersebut sudah mengalami

pembusukan. Guru membimbing siswa dalam melakukan

percobaan dan dalam pengerjaan LKK. Untuk pertemuan

pertama ini, kegiatan percobaan dilakukan di dalam dan diluar

kelas. Setelah kegiatan percobaan dan pengerjaan LKK selesai,

setiap kelompok diminta untuk melakukan presentasi didepan

kelas berdasarkan hasil percobaan dan LKK yang dikerjakan.

Setelah presentasi selesai, guru memberikan tanggapan

terhadap percobaan yang telah dilakukan tiap kelompok. Guru

memberikan penghargaan kelompok sebagai rangkaian

kegiatan terakhir dari kegiatan inti pembelajaran.

c) Kegiatan akhir.

Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa

mengerjakan soal evaluasi berupa soal essay sebanyak 5 soal,

kemudian guru memberikan umpan balik terhadap

pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan tindak

lanjut berupa menugaskan siswa untuk mempelajari materi

selanjutnya dan meminta siswa untuk menyiapkan bahan untuk

percobaan selanjutnya. Guru mengakhiri pelajaran dengan

memberikan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada

pertemuan berikutnya.

103
2) Siklus II Pertemuan ke 2

Indikator pada pertemuan pertama ini ada 3, yaitu indikator

kognitif yang meliputi indikator produk dan proses. Indikator

produk adalah mengindentifikasi perubahan sifat benda yang

bersifat sementara dan tetap. Indikator proses adalah

melaksanakan percobaan untuk mengamati perubahan benda yang

bersifat sementara dan tetap. Indikator psikomotorik adalah

melakukan kegiatan percobaan perubahan sifat benda yang

bersifat sementara dan tetap. Indikator afektif terdiri dari perilaku

berkarakter dan keterampilan sosial. Indikator perilaku

berkarakter adalah mengembangkan perilaku berkarakter,

meliputi: kreatif, rasa ingin tahu, mandiri, dan komunikatif.

Indikator keterampilan sosial adalah mengembangkan

keterampilan sosial, meliputi: bertanya, menjadi pendengar yang

baik, komunikasi.

a) Kegiatan Awal

Guru masuk ke dalam ruang kelas V dengan memberi

salam, mengkondisikan siswa baik fisik maupun psikisnya

untuk siap belajar dengan menanyakan kabar dan meminta

siswa untuk menyiapkan perlengkapan belajar. Guru memulai

pelajaran dengan melakukan apersepsi dengan menanyakan

faktor perubahan sifat benda yang sudah diuji cobakan

sebelumnya yakni pemanasan, pembakaran, pencam,puran

dengan air, dan pembusukan. Kemudian guru menyampaikan

104
tujuan pembelajaran kepada siswa yakni siswa dapat

mengindentifikasi perubahan sifat benda yang bersifat

sementara dan tetap. Terakhir, guru menyampaikan uraian

singkat tentang materi yang akan dipelajari dan kegiatan

pembelajaran yang akan dilakukan siswa.

b) Kegiatan inti.

Guru menjelaskan materi yang dipelajari, yakni tentang

perubahan sifat benda yang bersifat sementara dan bersifat

tetap. Penjelasannnya meliputi pengertian perubahan sifat

benda yang bersifat sementara beserta contoh dan faktor

penyebabnya dan pengertian perubahan sifat benda yang

bersifat tetap beserta contoh dan faktor penyebabnya. Peneliti

juga menekankan perbedaan antara perubahan sifat benda

dengan perubahan wujud benda. Setelah menyampaikan materi

guru membagi siswa dikelas menjadi 5 kelompok. Pembagian

dilakukan secara heterogen. Setelah siswa membentuk

kelompok guru membagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK),

masing-masing orang mendapatkan satu LKK, tapi tetap

dikerjakan secara bersama-sama. Guru menjelaskan kegiatan

yang akan dilakukan setiap kelompok dan LKK yang

diberikan. Kemudian guru meminta siswa mengambil dan

menyediakan alat dan bahan yang diperlukan untuk percobaan,

yakni lilin, korek api dan tempat untuk meletakkan lilin. Guru

membimbing siswa dalam melakukan percobaan dan dalam

105
pengerjaan LKK. Untuk pertemuan pertama ini, kegiatan

percobaan dilakukan di dalam dan diluar kelas. Setelah

kegiatan percobaan dan pengerjaan LKK selesai, setiap

kelompok diminta untuk melakukan presentasi didepan kelas

berdasarkan hasil percobaan dan LKK yang dikerjakan.

Setelah presentasi selesai, guru memberikan tanggapan

terhadap percobaan yang telah dilakukan tiap kelompok. Guru

memberikan penghargaan kelompok sebagai rangkaian

kegiatan terakhir dari kegiatan inti pembelajaran.

c) Kegiatan akhir.

Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Siswa

mengerjakan soal evaluasi berupa soal essay sebanyak 5 soal,

kemudian guru memberikan umpan balik terhadap

pembelajaran yang telah dilakukan. Guru memberikan tindak

lanjut berupa menugaskan siswa untuk mengerjakan soal

latihan yang ada dibuku LKS siswa. Guru mengakhiri

pelajaran dan mengingatkan siswa untuk belajar lagi dirumah

untuk menghadapi Ulangan Akhir Semester.

c. Observasi

Observasi yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh

pengamat (baik oleh orang lain maupun guru sendiri) yang dilakukan

pada waktu tindakan sedang dilakukan.

106
1) Hasil Observasi Aktivitas Guru

Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I menyimpulkan

kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sudah berlangsung

cukup efektif. Namun, masih ada beberapa kegiatan/tahapan

yang harus ditingkatkan pada kegiatan inti dan kegiatan penutup.

Tabel 4.8 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus 2

S P Kegiatan Awal Kegiatan Inti Kegiatan Akhir ∑ % Ket


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
P1 Baik
3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 53 77,94
Ṝ (%) 81,25 78,12 75
S2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Sangat
P2
4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 66 97,05 Baik
Ṝ (%) 93,75 100 95
Keterangan:

S1 = Siklus 2

P1 = Pertemuan ke 1

P2 = Pertemuan ke 2

Kegiatan Awal

1. Menyiapkan kondisi fisik dan psikis siswa untuk belajar.

2. Memberikan apersepsi

3. Menyampaikan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai.

4. Menjelaskan materi pelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan.

Kegiatan Inti

5. Memberikan penjelasan materi.

6. Melakukan pembagian kelompok secara heterogen.

7. Memberikan penjelasan kegiatan yang akan dilaksanakan.

8. Membimbing siswa dalam melakukan percobaan.

107
9. Membimbing siswa dalam mengerjakan LKK

10. Melakukan presentasi.

11. Memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi siswa.

12. Memberikan penghargaan kelompok.

Kegiatan Akhir

13. Membuat kesimpulan bersama-sama siswa.

14. Melakukan evaluasi atau penilaian.

15. Melakukan refleksi/umpan balik pembelajaran

16. Memberikan tindak lanjut

17. Menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya.

Skor yang diberikan atas pertimbangan:

No Aspek Yang Diamati Nilai Rubrik


1 Menyiapkan kondisi fisik 1 Jika guru sama sekali tidak
dan psikis siswa untuk menyiapkan kondisi fisik dan
belajar. psikis siswa untuk belajar
2 Jika guru hanya menyiapkan
kondisi fisik siswa saja (absensi,
memeriksa kelengkapan belajar
seperti buku, alat tulis, dll) tetapi
tidak menyiapkan kondisi psikis
siswa.
3 Jika guru hanya menyiapkan
kondisi psikis siswa saja
(menanyakan kabar, kondisi
kesehatan, menanyakan kesiapan
belajar, memotivasi siswa, dll
4 Jika guru menyiapkan kondisi
fisik dan psikis siswa.

108
2 Memberikan apersepsi 1 Tidak memberikan apersepsi
2 Memberikan apersepsi yang
relevan, tapi tidak kontekstual.
3 Memberikan apersepsi yang
tidak relevan, tapi kontekstual
4 Memberikan apersepsi yang
relevan dan kontekstual
3 Menyampaikan kompetensi 1 Tidak menyampaikan
(tujuan) yang akan dicapai kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai.
2 Menyampaikan sebagian kecil
kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai.
3 Menyampaikan sebagian besar
kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai
4 Menyampaikan seluruh
kompetensi (tujuan) yang akan
dicapai.
4 Menjelaskan materi 1 Tidak menjelaskan materi
pelajaran dan kegiatan yang pelajaran dan kegiatan yang
akan dilakukan. akan dilakukan.
2 Hanya menjelaskan materi
pelajaran tapi tidak menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan.
3 Tidak menjelaskan materi
pelajaran, tetapi menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan.
4 Menjelaskan materi pelajaran
dan kegiatan yang akan
dilakukan.
5 Memberikan penjelasan 1 Tidak memberikan penjelasan

109
materi materi
2 Memberikan penjelasan materi
yang sistematis tapi tidak
relevan
3 Memberikan penjelasan materi
yang relevan tapi tidak
sistematis
4 Memberikan penjelasan materi
yang relevan dan sistematis
6 Melakukan pembagian 1 Tidak melakukan pembagian
kelompok secara heterogen kelompok secara heterogen
2 Melakukan pembagian
kelompok secara heterogen, tapi
hanya berdasarkan jenis kelamin
saja.
3 Melakukan pembagian
kelompok secara heterogen, tapi
hanya berdasarkan prestasi saja.
4 Melakukan pembagian
kelompok secara heterogen,
berdasarkan jenis kelamin dan
prestasi.
7 Memberikan penjelasan 1 Tidak memberikan penjelasan
kegiatan yang akan kegiatan yang akan dilaksanakan
dilaksanakan
2 Memberikan penjelasan kegiatan
yang akan dilaksanakan relevan
tapi tidak sistematis
3 Memberikan penjelasan kegiatan
yang akan dilaksanakan tidak
relevan tapi sistematis
4 Memberikan penjelasan kegiatan

110
yang akan dilaksanakan relevan
dan sistematis.
8 Membimbing siswa dalam 1 Tidak membimbing siswa dalam
melakukan percobaan melakukan percobaan
2 Membimbing siswa dalam
melakukan percobaan, tapi
hanya sebagian kecil kelompok
saja.
3 Membimbing sebagian besar
kelompok dalam melakukan
percobaan.
4 Membimbing semua
kelompok/siswa dalam
melakukan percobaan
9 Membimbing siswa dalam 1 Tidak membimbing siswa dalam
mengerjakan LKK mengerjakan LKK.
2 Membimbing siswa dalam
mengerjakan LKK, tapi hanya
sebagian kecil kelompok saja.
3 Membimbing sebagian besar
kelompok dalam mengerjakan
LKK.
4 Membimbing semua
kelompok/siswa dalam
melakukan percobaan
10 Melakukan presentasi. 1 Tidak melakukan presentasi
2 Sebagian kecil kelompok saja
yang melakukan presentasi.
3 Sebagian besar kelompok yang
melakukan presentasi.
4 Semua kelompok melakukan
presentasi

111
11 Memberikan tanggapan 1 Tidak memberikan tanggapan
terhadap hasil diskusi siswa. terhadap hasil diskusi siswa.
2 Memberikan tanggapan yang
sistematis, tapi tidak relevan.
3 Memberikan tanggapan yang
relevan, tapi tidak sistematis.
4 Memberikan tanggapan yang
sistematis, dan relevan.
12 Memberikan penghargaan 1 Tidak memberikan penghargaan
kelompok. kelompok.
2 Hanya memberikan penghargaan
kelompok pada tim terbaik
pertama.
3 Hanya memberikan penghargaan
kelompok pada tim terbaik
pertama dan kedua.
4 Memberikan penghargaan
kelompok kepada 3 kelompok
terbaik.
13 Membuat kesimpulan 1 Tidak membuat kesimpulan.
bersama-sama siswa
2 Hanya guru yang membuat
kesimpulan.
3 Siswa membuat kesimpulan
tanpa dibimbing guru.
4 Guru dan siswa membuat
kesimpulan bersama-sama.
14 Melakukan evaluasi atau 1 Tidak melakukan evaluasi atau
penilaian penilaian.
2 Evaluasi relevan tapi tidak jelas
dan tidak dipahami anak.
3 Evaluasi relevan dan jelas, tapi

112
tidak dipahami anak.
4 Evaluasi relevan, jelas, dan
dipahami anak.
15 Melakukan refleksi/umpan 1 Melakukan refleksi/umpan balik
balik pembelajaran pembelajaran.
2 Memberikan umpan balik
positif, tapi tidak relevan
3 Memberikan umpan balik
relevan, tapi tidak positif
4 Memberikan umpan balik
relevan dan positif
16 Memberikan tindak lanjut 1 Tidak memberikan lanjut
2 Memberikan tindak lanjut
berupa PR yang relevan tapi
tidak jelas dan tidak dipahami
anak.
3 Memberikan tindak lanjut
berupa PR yang relevan dan
jelas, tapi tidak dipahami anak.
4 Memberikan tindak lanjut
berupa PR yang relevan, jelas,
dan dipahami anak.
17 Menyampaikan rencana 1 Tidak menyampaikan rencana
pembelajaran berikutnya pembelajaran berikutnya.
2 Hanya menyampaikan judul
materi berikutnya yang akan
dipelajari.
3 Menyampaikan materi dan kisi-
kisi pelajaran yang akan
dipelajari berikutnya.
4 Menyampaikan materi, kisi-kisi
pelajaran yang akan dipelajari

113
berikutnya dan kegiatan yang
akan dilakukan.

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa aktivitas guru pada

siklus 2 pertemuan ke 1, kegiatan awal memperoleh persentase,

81,25%, kegiatan inti sebesar 78,12 %, dan kegiatan akhir

memperoleh persentase 75% dan secara keseluruhan persentase

kegiatan pembelajaran pada pertemuan 1 ini adalah 77,94%.

Sedangkan pada pertemuan ke 2 dapat dilihat bahwa persentase

pada kegiatan awal meningkat sebanyak 12,5% menjadi 93,75%,

kegiatan inti meningkat sebanyak 21,88%, menjadi 100% dan

kegiatan akhir juga tetap 95%. Sehingga secara keseluruhan

aktivitas guru pada kegiatan pembelajaran pertemuan kedua ini

adalah 97,05%. Setiap kegiatan pembelajaran pada pertemuan 1

dan pertemuan 2 sudah mencapai indikator keberhasilan yang

ditetapkan peneliti yakni 70%. Dan secara keseluruhan kegiatan

pembelajaran juga menunjukkan hasil yang memuaskan. Hanya

saja pemberian tindak lanjut dalam bentuk PR masih kurang

begitu optimal, karena PR yang diberikan hanya secara lisan saja.

114
Pertemuan 1 Pertemuan 2
93.75% 97.50%
100.00% K. Awal 100.00% K. Awal
90.00% 78.12% 77.94% 90.00%
80.00% 80.00%
70.00% K. Inti 70.00% K. Inti
60.00% 60.00%
50.00% 50.00%
40.00% K. Akhir 40.00% K. Akhir
30.00% 30.00%
20.00% 20.00%
10.00% 10.00%
0.00% Total 0.00% Total
Pertemuan 1 Pembelajaran Pertemuan 2 Pembelajaran

Gambar 4.5 Perbandingan Aktivitas Guru Pada Tiap Pertemuan Siklus II

2) Observasi Aktivitas Siswa

Hasil pengamatan dapat kita lihat melalui lembar observasi

aktivitas siswa siklus II pertemuan pertama dan pertemuan kedua

yang ada bagian lampiran. Aktivitas siswa yang diobservasi

adalah kegiatan siswa dalam berkelompok dan diamati sendiri

oleh peneliti. Berikut adalah tabel perbandingan aktivitas siswa

pada sikus II.

115
Tabel 4.9 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II

S P A B C D E ∑ %
Kelompok 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3
1 2 43 54 5 1 2 3 4 5 9 9
S P1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3
4 4 34 34 4 4 4 4 4 4 5 5
2 P2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 44 44 4 4 4 4 4 4 1 1
0 0
Ṝ (%) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 87,5 87,5 87,5 87,5 87,5 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 0 0

Keterangan :

A = Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan.

1 = Tidak mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

2 = Mengambil tetapi tidak menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

3 = Tidak mengambil tetapi menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

4 = Mengambil dan menyediakan alat dan bahan yang diperlukan

116
B = Mengamati sifat benda yang di uji coba.

1 = Tidak mengamati sifat benda yang diuji coba

2 = Hanya mengamati satu benda yang diuji coba

3 = Mengamati 2-3 benda yang diuji coba

4 = Mengamati semua benda yang diuji coba

C = Melakukan uji coba sifat benda.

1 = Tidak melakukan uji coba terhadap sifat benda

2 = Melakukan uji coba terhadap 1-2 sifat benda saja

3 = Melakukan uji coba terhadap 3-4 sifat benda

4 = Melakukan uji coba terhadap semua sifat benda

D = Membuat kesimpulan berdasarkan percobaan

1 = Tidak membuat kesimpulan

2 = Sebagian kecil anggota kelompok yang membuat

kesimpulan

3 = Sebagian besar anggota kelompok yang membuat

kesimpulan

4 = Semua anggota kelompok membuat kesimpulan

E = Melakukan presentasi

1 = Tidak melakukan presentasi

2 = Sebagian kecil anggota kelompok melakukan presentasi

3 = Sebagian besar anggota kelompok melakukan presentasi

4 = Seluruh anggota kelompok melakukan presentasi

117
Berdasarkan tabel perbandingan aktivitas siswa pada siklus II,

baik pada pertemuan pertama maupun kedua, semua aspek yang

dinilai sudah menunjukkan hasil yang memuaskan. Kesemua

aspek sudah mencapai target indikator keberhasilan yang

ditetapkan oleh peneliti. Berikut data pada tabel 4.9 disajikan

dalam bentuk grafik.

Berikut data pada tabel 4.9 disajikan dalam bentuk grafik.

100.00%
95.00%
90.00%
85.00%
80.00% A

75.00% B

70.00% C

65.00% D

60.00% E

55.00%
50.00%
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5

Gambar 4.6 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus 2

Keterangan :

A = Mengambil atau menyediakan alat dan bahan yang

diperlukan.

B = Mengamati sifat benda yang di uji coba.

C = Melakukan uji coba sifat benda.

D = Membuat kesimpulan.

E = Melakukan presentasi.

118
Observasi pada hasil belajar kelompok siklus II pertemuan ke

1 dan pertemuan ke 2 dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.10 Distribusi Nilai Hasil Belajar Kelompok Siklus II

Kelompok
Siklus Pertemuan
1 2 3 4 5

1 70 100 100 80 80
S2
2 100 80 80 100 100

Rata-Rata 85 90 90 90 90

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat, nilai-nilai yang

didapatkan setiap kelompok bervariasi. Hal ini disebabkan karena

peneliti mengacak anggota kelompok setiap pertemuan dengan

tujuan agar anak dapat belajar bekerjasama dengan seluruh siswa

dikelas. Selain itu, kegiatan percobaan yang dilakukan juga

bervariasi mulai dari tingkat yang sederhana dan mudah pada

pertemuan pertama kemudian meningkat pada percobaan yang

cukup sulit dan kompleks pada pertemuan kedua. Nilai-nilai

tersebut diperoleh dari nilai LKK yang dikerjakan siswa secara

berkelompok. Data pada tabel 4.4 dapat digambarkan dalam

bentuk grafik berikut ini.

119
100 100 100 100 100
100
90 80 80 80 80
80 70
70
60
50 Pertemuan 1
40
30 Pertemuan 2
20
10
0
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
1 2 3 4 5

Gambar 4.7 Hasil Belajar Kelompok Siklus II

3) Observasi Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa diperoleh dari evaluasi yang

dilakukan setiap akhir pertemuan, ditambah dengan evaluasi yang

dilakukan pada akhir siklus II. Evaluasi yang dilakukan berbentuk

soal essay dan isian sebanyak 5 butir soal yang mencakup tujuan

pembelajaran tiap kali pertemuan. Kemudian untuk evaluasi

siklus II mencakup soal pada pertemuan 1 dan pertemuan 2.

Untuk evaluasi siklus II juga berjumlah 5 soal essay dan isian.

Berikut data hasil belajar siswa pada pertemuan pertama,

pertemuan kedua, dan evaluasi siklus II yang didistribusikan

kedalam bentuk tabel.

120
Tabel 4.11 Distribusi Nilai Hasil Belajar Individu Siklus 2
Pertemuan 1 Pertemuan 2 Evaluasi Siklus I
No Nilai Keterangan
F (%) F (%) F (%)
1. 100 7 26.90 18 69.23 18 69.23 Tuntas
2. 95 0 0 0 0 0 0 Tuntas
3. 90 3 11.55 0 0 8 30.77 Tuntas
4. 85 1 3.85 0 0 0 0 Tuntas
5. 80 4 15.39 8 30.77 0 0 Tuntas
6. 75 0 0 0 0 0 0 Tuntas
7. 70 4 15.39 0 0 0 0 Tuntas
8. 65 1 3.85 0 0 0 0 Belum
9. 60 6 23.07 0 0 0 0 Belum
10. 55 0 0 0 0 0 0 Belum
11. 50 0 0 0 0 0 0 Belum
12. 45 0 0 0 0 0 0 Belum
13. 40 0 0 0 0 0 0 Belum
14. 35 0 0 0 0 0 0 Belum
15. 30 0 0 0 0 0 0 Belum
16. 25 0 0 0 0 0 0 Belum
17. 20 0 0 0 0 0 0 Belum
18. 15 0 0 0 0 0 0 Belum
Jumlah 26 100 26 100 26 100
Rata-rata 80 93.84 96,92
Ketuntasan
73,07% 100% 100%
Individual
Ketuntasan
57,69% 100% 100%
Klasikal

Berdasarkan tabel 4.11, pada pertemuan pertama ini ada 19

siswa atau 73,07% yang sudah mencapai indikator ketuntasan

individual (≥70). Adapun ketuntasan klasikal pada pertemuan

pertama ini belum berhasil mencapai indikator ketuntasan yang

ditetapkan yakni hanya 57,69%, dimana indikator yang ditetapkan

yakni 80% siswa mendapat nilai ≥75. Rata-rata kelas yang

diperoleh pada pertemuan pertama ini adalah 80. Sehingga dapat

disimpulkan hasil belajar siswa pada pertemuan pertama siklus II

121
ini meningkat, tetapi ketuntasan klasikal masih belum mencapai

indikator yang ditetapkan.

Pada pertemuan kedua rata-rata kelas, ketuntasan individual,

dan ketuntasan klasikal mengalami peningkatan. Rata-rata kelas

meningkat menjadi 93,84. Jumlah siswa yang mencapai

ketuntasan individual meningkat menjadi 26 siswa atau 100%.

Ketuntasan klasikal pun meningkat menjadi 100%. Sehingga

dapat disimpulkan hasil belajar siswa pada pertemuan kedua ini

meningkat.

Pada akhir siklus II, juga dilaksanakan evaluasi akhir siklus II

yang mencakup tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada

pertemuan pertama dan kedua. Dapat dilihat pada tabel 4.11,

terjadi peningkatan-peningkatan yang signifikan seperti

pertemuan kedua. Hal ini terlihat dari rata-rata kelas yang

meningkat menjadi 96,92. Sedangkan ketuntasan individual dan

klasikal tetap 100%.

Berdasarkan tabel 4.11 dapat dibuat tabel ketuntasan klasikal

siswa berdasarkan indikator yang ditetapkan yakni 80% siswa

mendapat nilai 75.

Tabel 4.12 Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus 2


Pertemuan 1 Pertemuan 2 Evaluasi S2
Nilai Ket
F % F % F %
≥75 15 73,07 26 100 26 100 Tuntas
<75 11 26,93 0 7,14 0 0 Tidak Tuntas

Dilihat dari tabel 4.12, indikator keberhasilan ketuntasan

klasikal yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa mendapatkan

122
nilai ≥ 75 berhasil dipenuhi. Sehingga dapat disimpulkan hasil

belajar siswa pada siklus II ini berhasil.

Berikut ini dibuat diagram nilai ketuntasan secara klasikal

siklus II adalah sebagai berikut :

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Siklus 2


Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tuntas

0% 0%
27%

73% 100%

100%

Gambar 4.8 Persentasi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siklus II

d. Refleksi

Berdasarkan hasil pengamatan melalui observasi kegiatan

pembelajaran dan kegiatan siswa serta nilai hasil belajar pada siklus

II, maka dapatlah direfleksikan hal-hal sebagai berikut:

1) Aktivitas Guru

Berdasarkan refleksi pada siklus I, maka proses pembelajaran

diperbaiki pada siklus II ini. Hasilnya pada pertemuan pertama

semua kegiatan pembelajaran yang direncanakan sudah terlaksana

dengan baik. Setiap kegiatan pembelajaran memperoleh persentase

yang cukup tinggi. Begitu pun pada pertemuan kedua, kegiatan

pembelajaran sudah terlaksana dengan baik. Tidak ada lagi

kegiatan yang sudah direncanakan belum terlaksana. Hal ini karena

123
pengelolaan waktu yang efektif dan efisien oleh guru. Setiap sintak

atau kegiatan belajar siswa diberi batasan waktu yang cukup.

Sehingga dengan waktu yang ada, semua kegiatan dapat terlaksana

dan juga tanpa mengurangi kualitas proses pembelajaran itu

sendiri.

2) Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa pada siklus II ini sudah menunjukkan hasil

yang sangat memuaskan. Pada pertemuan kedua aktivitas siswa

mengalami peningkatan yang signifikan dari pertemuan

sebelumnya. Semua aspek yang dinilai sudah siswa laksanakan

dengan baik. Hasilnya pun cukup memuaskan, hal ini dapat dilihat

dari persentase keaktifan siswa yang meningkat pada setiap

aspeknya. Begitu juga pada pertemuan kedua, aktivitas siswa juga

mengalami peningkatan dari pertemuan pertama. Peningkatan-

peningkatan ini tidak lepas dari pemberian motivasi dari guru dan

yang tak kalah penting adalah guru dapat memancing rasa ingin

tahu siswa sehingga siswa lebih aktif Selain itu, siswa sudah mulai

terbiasa belajar dengan menggunakan pendekatan kontekstual tipe

inkuiri. Apalagi dengan adanya pemberian penghargaan membuat

para siswa lebih termotivasi dan antusias dalam belajar.

124
3) Hasil Belajar

Hasil belajar siswa pada pertemuan pertama siklus II

mengalami peningkatan yang signifikan daripada pertemuan

sebelumnya. Secara individual 15 siswa atau 73,07% sudah

berhasil mencapai indikator ketuntasan individual yang ditetapkan

peneliti, yakni ≥70. Meskipun ketuntasan klasikal belum mencapai

indikator yang ditetapkan peneliti yakni 80% siswa mendapat nilai

≥75. Ketuntasan klasikal yang diperoleh pada pertemuan pertama

ini hanya 57,69%. Niali rata-rata kelas juga mengalami

peningkatan, yakni pada pertemuan pertama ini adalah 80.

Meskipun pada pertemuan pertama ini masih ada tujuh siswa yang

belum mencapai ketuntasan individual. Pada pertemuan kedua,

hasil belajar mengalami peningkatan lagi. Ketuntasan individu

meningkat menjadi 100% dan ketuntasan klasikal meningkat

menjadi 100%. Rata-rata kelas meningkat menjadi 93,84. Pada

evaluasi siklus II, rata-rata kelas meningkat menjadi 96,92.

Sedangkan ketuntasan individual dan klasikal tetap 100%

Peningkatan-peningkatan hasil belajar pada siklus II ini tidak lepas

dari dua hal yakni kegiatan pembelajaran dan aktivitas siswa. Dua

hal tersebut mengalami peningkatan sehingga hasil belajar pun juga

meningkat. Kegiatan pembelajaran mengalami peningkatan karena

pengelolaan waktu yang efektif, sehingga waktu untuk siswa dalam

mengerjakan soal evaluasi lebih banyak. Kemudian, peningkatan

aktivitas siswa disebabkan karena siswa mulai terbiasa dengan

125
pembelajaran secara kontekstual dan inkuiri ini dan motivasi yang

diberikan oleh guru, sehingga pemahaman siswa secara inkuiri

terhadap materi yang diberikan juga meningkat. Pemahaman akan

materi inilah yang juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

D. Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan di kelas V C SDN SN Antasan Besar 7

Kecamatan Banjarmasin Tengah Kabupaten Tanah Laut pada mata pelajaran

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, dimana

setiap siklusnya terdiri dari 2 pertemuan, dengan jumlah siswa 26 orang yakni

8 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Penelitian ini menggunakan

Pendekatan Kontekstual (CTL) Tipe Inkuiri pada mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam materi Perubahan Sifat Benda. Materi ini terbagi dalam 3

sub pokok bahasan yakni sifat-sifat benda meliputi bentuk, warna, kekerasan,

kelenturan, dan bau. Faktor penyebab perubahan sifat benda meliputi

pemanasan, pembakaran, pembusukan, dan pencampuran dengan air.

Perubahan sifat benda meliputi perubahan sifat benda yang bersifat sementara

dan perubahan sifat benda yang bersifat tetap. Adapun pembahasannya adalah

sebagai berikut:

1. Aktivitas Guru

Berikut perbandingan rata-rata aktivitas guru pada siklus I dan siklus II

yang digambarkan dalam bentuk grafik 4.9 berikut ini

126
Perbandingan Aktivitas Guru
Siklus I dan Siklus II
97.50%
100.00% 87.72%
90.00% 77.94%
72.00% 73.50% 72.75%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00% Aktivitas Guru
20.00%
10.00%
0.00%

Gambar 4.9 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan gambar 4.9 pada siklus I, rata-rata aktivitas guru mencapai

72,75%. Persentasi ini sudah termasuk baik, namun masih perlu

ditingkatkan lagi. Karena dengan persentasi tersebut berarti masih ada

kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual tipe inkuiri yang

masih belum terlaksana dengan baik, seperti pembagian kelompok secara

heterogen, pemberian tanggapan, dan pemberian tindak lanjut. Seperti

yang dikatakan Gage dan Berliner salah satu peran guru dalam

pembelajaran peserta didik adalah sebagai pelaksana (organizer), yang

harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan,

dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di

mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan

kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik

(manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems)

(education, 2010:Online). Karena guru belum begitu melaksanakan

127
perannya sebagai pelaksana yang baik, dalam hal ini mengarahkan

kegiatan pembelajaran sesuai yang direncanakan dan mengatur

pengelolaan waktu yang efektif dan efisien, sehingga ada kegiatan-

kegiatan pembelajaran yang direncanakan tidak berlangsung efektif dan

efisien.

Peran seorang guru dalam pembelajaran kontekstual adalah guru harus

memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu

menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Oleh karena itu

ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru dalam

menggunakan pembelajaran kontekstual, diantaranya setiap anak memiliki

kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan.

Kegemaran anak adalah mencoba hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh

karena itu belajar bagi mereka merupakan mencoba memecahkan setiap

persoalan yang menantang. Berilah siswa bahan-bahan belajar yang

penting dan memberikan tantangan pada siswa (Sanjaya, 2010: 263). Pada

siklus I guru memberikan bahan-bahan belajar yang penting dan

kontekstual, akan tetapi kurang menantang bagi siswa. Benda-benda yang

digunakan untuk percobaan sudah terlalu sering ditemui siswa dan

sebagian siswa sudah mengetahuinya walau tanpa percobaan.

Berdasarkan hasil observasi dan refleksi siklus I, peneliti harus

melakukan pengelolaan waktu yang efektif dan efisien pada siklus II,

ditambah lagi dengan pemberian motivasi, sehingga kegiatan pembelajaran

dengan pendekatan CTL dapat berlangsung dengan optimal. Hasilnya,

rata-rata aktivitas guru pun meningkat pada siklus II ini yakni sebanyak

128
87,72%. Nilai ini sudah termasuk dalam kategori sangat baik. Pengelolaan

waktu yang tepat menjadi kunci peningkatan aktivitas guru. Peneliti

memberikan batasan waktu untuk tiap kegiatan pembelajaran, sehingga

semua kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan. Pembatasan waktu yang

dilakukan tidak mengurangi kualitas dari pembelajaran, tapi justru malah

membuat kegiatan pembelajaran itu sendiri menjadi lebih optimal. Selain

itu, pada kegiatan ini keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar

semakin berkurang dalam arti guru menjadi pusat kegiatan kelas.

Ditambah lagi dengan pembagian LKK pada masing-masing siswa dan

bukan hanya pada satu kelompok, membuat keatifan siswa meningkat

sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran.

Selain teori diatas, peningkatan aktivitas guru dengan menggunakan

model pembelajaran CTL tipe inkuiri ini ini juga didukung dengan

penelitian-penelitian sebelumnya, antara lain adalah penelitian yang

dilakukan Nurliani (2011) dengan judul “MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR SISWA TENTANG MASALAH SOSIAL DENGAN MODEL

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA KELAS

IV DI SDN PADANG LUAS 2” kegiatan pembelajaran tentang masalah

sosial dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning

(CTL) yang digunakan oleh guru berlangsung efektif selama 2 siklus yang

terdiri dari 4 kali pertemuan yang setiap pertemuan 2 X 35 menit, hal ini

dapat dilihat dari aktivitas pembelajaran guru yang meningkat dari 89,47%

pada siklus I menjadi 94,73% pada siklus II.

129
2. Aktivitas Siswa

Berikut perbandingan rata-rata aktivitas siswa pada siklus I dan Siklus

II yang digambarkan dalam bentuk grafik berikut ini:

Perbandingan Aktivitas Siswa


Siklus I dan Siklus II
95.00% 100.00% 97.50%
100.00% 89.00% 85.50%
82.00%
90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00% Aktivitas Siswa
20.00%
10.00%
0.00%

Gambar 4.10 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan gambar 4.10, rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah

82%. Pada pertemuan kedua siklus I, aktivitas siswa meningkat menjadi

89%. Meskipun nilai ini masuk dalam kategori baik, namun masih perlu

ditingkatkan. Hal-hal yang perlu ditingkatkan antara lain, melakukan uji

coba terhadap sifat benda dan membuat kesimpulan. Kedua hal tersebut

berkaitan dengan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh guru..

Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang

akan dilakukan didalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems)

(education,2010:Online). Pada siklus II ini kegiatan pembelajaran yang

direncanakan guru kurang mengaktifkan siswa, meskipun sudah sesuai dan

sistematis namun masih kurang menarik bagi siswa. Contohnya pada

130
pertemuan pertama, kegiatan percobaannya mengindentifikasi sifat-sifat

benda saja dan pertemuan kedua menyelidiki faktor penyebab perubahan

sifat benda pemanasan dan pembakaran. Kedua percobaan tersebut sudah

biasa dilakukan siswa atau sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

Pada siklus II, kegiatan percobaan yang dilakukan siswa dibuat lebih

menarik perhatian siswa diantaranya pada pertemuan pertama

menggunakan semen dan tepung serta pembusukan buah dan pada

pertemuan kedua rasa ingin tahu siswa dipancing menggunakan percobaan

lilin. Selain itu, pada siklus I siswa juga kurang dalam hal membuat

kesimpulan. hal tersebut disebakan karena kurangnya kerjasama dan

tanggung jawab siswa terhadap LKK yang diberikan pada masing-masing

kelompok. Berdasarkan saran dari observer, hendaknya LKK tersebut

tidak hanya dibagikan pada kelompok saja, tetapi tiap individu dalam

kelompok. Jadi, siswa merasa bertanggung jawab terhadap LKK yang

diberikan. Namun, hal ini bukan berarti membuat kerja kelompok siswa

menjadi berkurang, tapi malah meningkatkannya. Karena dalam

mengerjakannya, mereka tetap bersama-sama.

Dengan perbaikan-perbaikan di atas, dapat dilihat hasilnya pada siklus

II yang membuat rata-rata aktivitas siswa pada siklus II meningkat, yakni

menjadi 97,50%, yang pada siklus I rata-rata hanya mencapai 85,50%.

selain dari perbaikan di atas, peningkatan ini terjadi karena guru mulai

memperbanyak memberikan motivasi kepada siswa dan juga siswa sudah

mulai terbiasa dengan kegiatan belajar berkelompok (kooperatif), apalagi

berdasarkan refleksi siklus I, guru harus memperbaiki sistem pembagian

131
kelompok, sehingga terbentuk kelompok yang benar-benar heterogen. Hal

yang perlu digaris bawahi adalah ketika siswa sudah terbiasa dan pada

akhirnya siswa merasa senang serta antusias dengan kegiatan pembelajaran

yang dilakukan. Metode belajar yang menekankan belajar dalam kelompok

heterogen saling membantu satu sama lain, bekerjasama menyelesaikan

masalah, dan menyatukan pendapat untuk memperoleh keberhasilan yang

optimal baik kelompok maupun individual (Suyatno, 2009: 51).

Hal lain yang mendukung adalah menurut Djamarah anak-anak pada

masa ini (masa kelas tinggi) gemar membentuk kelompok sebaya biasanya

untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak

tidak lagi terikat pada aturan permainan yang tradisional, mereka membuat

peraturan sendiri (Djamarah, 2008: 125). Jadi, pembelajaran secara

kelompoksangat cocok diterapkan pada anak pada masa usia kelas tinggi

(kelas V).

Hal tersebut juga didukung oleh beberapa hasil penelitian, antara lain:

Penelitian yang dilakukan oleh Nurliani (2011) dengan judul

“MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG MASALAH

SOSIAL DENGAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND

LEARNING (CTL) PADA KELAS IV DI SDN PADANG LUAS 2”

aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran menggunakan model

Contextual Teaching and Learning (CTL) terjadi peningkatan. Jumlah

siswa yang berada pada kualifikasi aktif dan sangat aktif pada siklus I

hanya mencapai 50,66%, namun meningkat pada siklus II menjadi

65,11%.

132
Selain itu penelitian yang dilakukan Jumiyem (2008) yang berjudul

Meningkatkan Kemampuan Siswa Memahami Konsep Pesawat Sederhana

Menggunakan Pendekatan Kontekstual Berbasis Inkuiri di SDN Indrasari

Kecamatan Martapura Respon siswa terhadap pembelajaran tentang

konsep pesawat sederhana menggunakan metode eksperimen sangat baik

(88,17%).

3. Hasil Belajar Siswa

Perbandingan Nilai Hasil Belajar Siswa


Siklus I dan Siklus II
120
93.84 96.92
100
77.11 80
80 67.11
60 53.07

40
20 Nilai Hasil Belajar
0

Gambar 4.11 Perbandingan Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Menurut Bloom, hasil

belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik

(Suprijono, 2010: 5-7). Oleh karena itu, hasil belajar siswa diperoleh dari

tes evaluasi yang dilakukan pada tiap akhir pertemuan dan untuk

133
mengukur kemampuan siswa dalam menguasai materi yang diberikan

sesuai dengan tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut, juga

dilakukan evaluasi pada tiap akhir siklus yang mencakup tujuan

pembelajaran pada dua pertemuan di siklus tersebut. Evaluasi yang

dilakukan dalam bentuk soal isian dan essay sebanyak 5 butir soal. Tujuan

pembelajaran pada tiap pertemuan itulah yang mencakup 3 kemampuan

menurut Bloom, yakni kognitif, psikomotorik dan afektif.

Berdasarkan tabel 4.15, nilai hasil belajar siswa dari evaluasi pertemuan

pertama siklus I hingga evaluasi akhir siklus II terus mengalami

peningkatan. Pada evaluasi pertemuan pertama nilai rata-rata kelas hanya

mencapai 53,07, kemudian meningkat menjadi 67,11 pada evaluasi

pertemuan kedua dan pada evaluasi akhir siklus I meningkat menjadi

77,11. Namun, peningkatan-peningkatan pada siklus I ini masih belum

mencapai indikator ketuntasan hasil belajar yang ditetapkan peneliti yakni

80% siswa mendapat nilai ≥75 sedangkan pada evaluasi akhir siklus I

hanya mencapai 61,54%. Sehingga masih perlu diadakan perbaikan lagi

pada siklus II.

Nilai evaluasi pertemuan pertama siklus II adalah 80. Pada evaluasi

pertemuan kedua siklus II nilai rata-rata kelas kembali meningkat menjadi

93,84 dan evaluasi siklus II rata-rata kelas meningkat lagi menjadi 96,92.

Sehingga indikator ketuntasan hasil belajar yang ditetapkan peneliti yakni

80% siswa mendapat nilai ≥75 berhasil dicapai bahkan melebihi indikator

yang ditetapkan, yakni 100% . Peningkatan-peningkatan hasil belajar yang

terjadi pada siklus II tidak lepas dari aktivitas guru dan aktivitas siswa itu

134
sendiri. Guru berhasil membuat kegiatan pembelajaran yang bermakna

(meaningfull) dan dekat dalam kehidupan anak, sehingga siswa menjadi

antusias dan aktif dalam belajar dan hal itulah yang pada akhirnya dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Karena apa yang dipelajari siswa

tertanam dalam pikirannya, sehingga ketika mengerjakan soal evaluasi

yang berdasarkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, siswa dapat

mengerjakannya dengan baik dan benar. Pengelolaan waktu dalam setiap

kegiatan pembelajaran juga menjadi kunci dalam peningkatan hasil belajar

siswa. Karena memberikan waktu yang benar-benar efektif dan efisien

antara belajar (proses) dengan mengerjakan evaluasi (hasil belajar).

Selain itu, motivasi juga mempengaruhi hasil belajar siswa. Motivasi

termasuk dalam faktor psikologis, yaitu salah satu faktor yang

mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor psikologis sebagai faktor dari

dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intesitas

belajar seorang anak. Meski faktor dari luar mendukung, tetapi faktor

psikologis tidak mendukung, maka faktor luar itu akan kurang signifikan

(Djamarah, 2008: 178).

Peningkatan hasil belajar pada penelitian ini senada dengan beberapa

hasil penelitian lain, yakni: Penelitian yang dilakukan oleh Nurliani (2011)

dengan judul “MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

TENTANG MASALAH SOSIAL DENGAN MODEL CONTEXTUAL

TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA KELAS IV DI SDN

PADANG LUAS 2” kegiatan pembelajaran tentang masalah sosial dengan

menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) yang

135
digunakan oleh guru berlangsung efektif selama 2 siklus yang terdiri dari 4

kali pertemuan yang setiap pertemuan 2 X 35 menit, hal ini dapat dilihat

dari aktivitas pembelajaran guru yang meningkat dari 89,47% pada siklus I

menjadi 94,73% pada siklus II.

Selain itu penelitian yang dilakukan Jumiyem (2008) yang berjudul

Meningkatkan Kemampuan Siswa Memahami Konsep Pesawat Sederhana

Menggunakan Pendekatan Kontekstual Berbasis Inkuiri di SDN Indrasari

Kecamatan Martapura juga memperlihatkan hal yang senada yakni

tercapainya indikator keberhasilan penelitian pada akhir siklus II

pendekatan kontektual berbasis inquiri yakni rata-rata kelas sebesar 7,86

dan ketuntasan belajar siswa sebanyak 28 orang (100%).

Berdasarkan hasil penelitian inilah, peneliti menyimpulkan bahwa

dengan menggunakan pendekatan kontekstual (CTL) tipe inkuiri dapat

meningkatkan hasil belajar IPA materi Perubahan Sifat Benda pada siswa

kelas V C SDN SN Antasan Besar 7 Kota Banjarmasin. Sehingga hipotesis

pada Bab II yang berbunyi “Jika menerapkan pendekatan kontekstual tipe

inkuiri, maka hasil belajar siswa kelas V C SDN SN Antasan Besar 7

Kecamatan Banjarmasin Tengah dapat ditingkatkan” dapat diterima.

136
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Upaya Meningkatkan

Hasil Belajar IPA Materi Perubahan Sifat Benda Menggunakan Pendekatan

Kontekstual Tipe Inkuiri Pada Siswa Kelas V C SDN SN Antasan Besar 7

Kecamatan Banjarmasin Tengah, diperoleh peningkatan yang signifikan.

Peningkatan tersebut dapat dilihat dalam beberapa indikator berikut ini:

1. Aktivitas guru meningkat setelah menggunakan pendekatan kontekstual

tipe inkuiri, yakni rata-rata siklus I 72,75% meningkat menjadi 87,72%

pada siklus II.

2. Aktivitas siswa pada siklus I pertemuan pertama adalah 82% dan

pertemuan kedua 89%. Peningkatan terjadi pada siklus II pertemuan

pertama menjadi 95%, kemudian meningkat lagi pada pertemuan kedua

menjadi 100%.

3. Hasil belajar siswa meningkat setelah menggunakan pendekatan

kontekstual tipe inkuiri, yakni pada siklus I, rata-rata nilai evaluasi

pertemuan pertama adalah 53,07 meningkat menjadi 67,11 pada

pertemuan kedua, kemudian meningkat lagi pada evaluasi siklus I yakni

77,11. Pada siklus II, rata-rata nilai evaluasi pertemuan pertama adalah 80

meningkat menjadi 93,84 pada pertemuan kedua, kemudian meningkat

lagi pada evaluasi siklus II yakni 96,92. Ketuntasan klasikal pada siklus I

mencapai 61,54% meningkat menjadi 100% pada siklus II.

137
B. Saran

Sebagai tindak lanjut terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan,

peneliti dapat memberikan beberapa saran, antara lain:

1. Kepada guru hendaknya dapat menerapkan pendekatan kotekstual tipe

inkuiri agar dapat meningkatn hasil belajar siswa.

2. Kepada siswa agar lebih meningkatkan lagi aktivitasnya pada materi ini

dengan menggunakan pendekatan kontekstual tipe inkuiri, sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar.

3. Kepada kepala sekolah hendaknya dapat meningkatkan penggunaan

model-model pembelajaran agar dapat meningkatkan kualitas proses dan

hasil belajar siswa.

4. Kepada teman-teman sejawat yang ingin melakukan Penelitian Tindakan

Kelas terutama yang menggunakan pendekatan kontekstual tipe inkuiri,

hendaknya menjadikan penelitian ini sebagai bahan masukan.

138
DAFTAR PUSTAKA

Amri, Sofan & Ahmadi, Lif Khoiru.2010.Proses Pembelajaran Kreatif dan


Inovatif dalam Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Arends, Richard I.2008. Learning to Teach Belajar untuk Mengajar. Jakarta:
Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi, dkk.2010.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Asrori, Muhammad.2007. Psikologi Pembelajaran.Bandung: Wacana Prima.
Darmadi.2009. Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD sebagai Upaya
Meningkatkan Pemahaman Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat di
SDN Hilir Mesjid Kecamatan Anjir Pasar Kabupaten Barito Kuala.
Banjarmasin: Tidak diterbitkan.
Depdiknas.2005.Materi Pelatihan Terintegrasi: Ilmu Pengetahuan
Alam.Jakarta:Depdiknas.
Depdiknas.2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar Model
Silabus Kelas V.Jakarta: Depdiknas.
Djamarah, Syaiful Bahri.2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Fatchan, Achmad & Wayan Dasna.2009.Metode Penelitian Tindakan
Kelas.Malang:Jenggala Pustaka Utama.
Jumiyem.2008.Meningkatkan Kemampuan Siswa Memahami Konsep Pesawat
Sederhana Menggunakan Pendekatan Kontekstual Berbasis Inkuiri di
SDN Indrasari Kecamatan Martapura.Banjarmasin: Tidak diterbitkan.
Komalasari, Kokom.2010.Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.
Bandung: Refika Aditama
Krisna.2009.Pengertian dan Ciri-Ciri Pembelajaran.
(Online).(http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/pengertian-dan-ciri-
ciri-pembelajaran/, Diakses pada tanggal 14 Maret 2011 Pukul 19.30
WITA).
Kunandar.2010.Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai
Pengembangan Profesi Guru.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Kurnia, Ingridwati.2007.Perkembangan Belajar Peserta Didik. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Madziatul. 2009. Teori Belajar Behavioristik. (Online).
(http://madziatul.blogspot.com/2009/07/teori-belajar-behavioristik-
dan.html, Diakses pada tanggal 20 Nopember 2010 Pukul 21.00 WITA).
Nurliani.2011.Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Masalah Sosial
Dengan Model Contextual Teaching And Learning (CTL) Pada Kelas Iv
Di SDN Padang Luas 2.Banjarmasin: Tidak diterbitkan.
Roestiyah. 2001.Strategi Belajar Mengajar.Rieneka Cipta: Jakarta.
Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Sardiman.2006.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta: PT Raagrafindo
Persada.
Sugiyanto.2010.Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta:Yuma Pustaka.
Sukidin, dkk.2008.Manajemen Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta:Insan Cendekia.
Suwandi, Sarwiji.2010. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya
Ilmiah. Surakarta: Yuma Pustaka.

139
Suyatno.2009.Menjelajah Pembelajaran Inovatif.Surabaya: Masmedia Buana
Pustaka.
Takari, Enjah.2009.Pembelajaran IPA dengan SAVI dan Kontekstual. Sumedang:
PT Genesindo.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Wiriaatmadja, Rochiati.2008.Metode Penelitian Tindakan Kelas.Bandung:PT
Remaja Rosdakarya.
----------.2009. laporan penelitian tindakan kelas ptk pkn.(Online)
(http://ktiptk.blogspirit.com/archive/2009/01/02/laporan-penelitian-
tindakan-kelas-ptk-pkn.html, Diakses pada tanggal 15 Maret 2011
Pukul20.30 WITA).
----------.2010.peranan guru dalam proses pembelajaran.
(Online).(http://education-mantap.blogspot.com/2010/06/peranan-guru-
dalam-proses-pembelajaran.html, Diakses pada tanggal 20 Nopember
2010 Pukul 21.00 WITA).
---------.2010.pengertian pendidikan
ipa.(Online).(http://izzatinkamala.wordpress.com/2008/06/19/pengertian-
pendidikan-ipa/, Diakses pada tanggal 20 Nopember 2010 Pukul 21.00
WITA).
---------.2008.hakikat
ipa.(Online).(http://marianiportofolio.blogspot.com/2008/12/hakikat-
ipa_10.html, Diakses pada tanggal 20 Nopember 2010 Pukul 21.00
WITA).
---------.2008.hakikat ipa.(Online).(http://masmint.blogspot.com/2008/03/hakikat-
ipa.html, Diakses pada tanggal 20 Nopember 2010 Pukul 21.00 WITA).
---------.2008.pembelajaran ipa yang bersifat
konstruktif.(Online).(http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/25
/pembelajaran-ipa-yang-bersifat-konstruktif-di-sd/, Diakses pada tanggal
20 Nopember 2010 Pukul 21.00 WITA).
---------.2009.pendekatan kontekstual.(Online).(http://pendekatan-
kontekstual.blogspot.com/2009/08/pendekatan-kontektual-dalam.html,
Diakses pada tanggal 2 Oktober 2010 Pukul 20.30 WITA).
--------.2008.pendekatan
kontekstual.(Online).(http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/2
5/pendekatan-kontekstual-%E2%80%93-selayang-pandang/, Diakses
pada tanggal 2 Oktober 2010 Pukul 20.30 WITA).

140

Anda mungkin juga menyukai