Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KERJA SAMA NEGARA INDONESIA DENGAN

VIETNAM DI BERBAGAI BIDANG

Di susun untuk memenuhi tugas geografi

Disusun oleh :

SOPIA TUL PADILLAH

XII IPS 1

SMA NEGARI 1 KADUGEDE

TAHUN PELAJARAN

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kerja Sama Negara Indonesia dengan Iran di berbagai
Bidang” dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Geografi.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang kerjasama internasional dan
hubungan negara berkembang dengan negara maju bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak guru selaku guru Mata Pelajaran Geografi. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah
ini. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Kadugede, 5 Februari 2022


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................iii

Daftar Isi................................................................................................................iv

Bab I Pendahuluan.................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................2
C. Tujuan Penelitian....................................................................................2

Bab II Pembahasan.................................................................................................3

Bab III Penutup.......................................................................................................6

A. Kesimpulan............................................................................................6
B. Saran......................................................................................................8
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam mengembangkan industri otomotifnya hingga kini Vietnam menjadi Negara ke 4 di Asia
tenggara yang mampu memproduksi mobil pada tahun 2017, Tercatat sepanjang tahun 2017
Vietnam memproduksi mobil sebanyak 195.937 unit (Priyanto, 2018). Produk otomotif merupakan
produk unggulan bagi Vietnam Meskipun terdapat produksi-produksi lainnya seperti perikanan,
pertanian, Manufaktur, bahan-bahan mentah. Vietnam ingin industri otomotifnya memperoleh 35-
40% komponen sendiri pada tahun 2020 naik 10% dari tahun 2018 (Onishi, 2019). Namun
pemerintah Vietnam merasa kurang dalam pengembangan industri Otomotif karena ke kurangan
produksi di bidang bahan baku, teknologi, dan mahalnya biaya impor dalam suku cadang.Pada 1
Januari 2018 pemerintah Vietnam mengeluarkan kebijakan baru Yaitu Prime Minister Decree No.
116/2017 (Decree on Requirements for Manufacturing, Assembly and Import of Motor Vehicle and
Trade in Motor Vehicle War ranty and Maintenance Services) dan Circular No. 03/2018 (Regulation
The Checking on Imported Automobiles for Technical Safety and Envi ronmental Protection)
(thuvienphapluat, 2018). Peraturan baru tersebut menghambat Pengeksporan mobil ke negara
Vietnam karena harus melakukan uji tipe. Kebijakan Decree No.116/2017 berlaku pada 1 Januari
2018 bersamaan dengan kebijakan ASEAN dalam perdagangan bebas, dan akan diberlakukan
pembebasan tarif impor Dari negara-negara anggota ASEAN menjadi pajak 0% untuk Completely
Built Unit (CBU), dalam kebijakan tersebut berisi tentang peraturan ketat seperti perakitan,
Pembuatan mobil,serta para eksportir mobil harus memiliki sertifikasi VTA (Vehicle Type Approval)
sehingga dalam setiap mobil yang di impor ke negara Vietnam akan diperiksa dan menjalani tes
untuk melihat kelayakan mesin dan Kualitas mobil dalam keamanan, serta kualitas
kendaraan.Peraturan baru tersebut sangat mengganggu perekonomian negara yang bekerja sama
dengan Vietnam dalam hal otomotif seperti Indonesia, dimana Indonesia sendiri setiap tahunnya
mampu mengekspor mobil ke Vietnam dengan Jumlah yang sangat besar sekitar 30.000-40.000 unit
mobil, selain itu terhambatnya Ekspor mobil ke Vietnam dengan adanya peraturan tersebut
mempengaruhi standar SNI milik Indonesia karena dianggap tidak sesuai dengan standar di negara
Vietnam (Fauzie, 2018).Vietnam merupakan pasar yang sangat strategis bagi Indonesia sebab banyak
mobil buatan Indonesia di ekspor ke Vietnam, dalam segi Ekonomi Vietnam merupakan sumber
pendapatan bagi PDB Indonesia dan Memiliki prospek yang menjanjikan serta potensi memadai yang
dimiliki Indonesia Mampu mengembangkan industri otomotif, kendala impor yang dibuat oleh
Vietnam sangat mengganggu kerjasama bilateral dengan Indonesia yang sudah Terjalin sejak lama
pada tahun 1955 yang ingin meningkatkan kerjasama Perdagangan serta mampu mengganggu
ASEAN untuk mewujudkan visi dan Misinya yaitu menjaga perdamaian dan stabilitas dalam kawasan
Asia Tenggara (Aria, 2017).Dengan demikian, Indonesia mampu mengekspor mobil ke Vietnam
dengan jumlah yang sangat besar pertahunnya.

1
Namun, pada periode Januari-Juli 2018 bersamaan dengan kebijakan baru yang di keluarkan
pemerintah Vietnam Menghambat pengeksporan mobil ke negara tersebut, untuk mobil-mobil yang
telah Sampai di Vietnam masih belum jelas kondisinya karena terhalang oleh peraturan Baru yang
dikeluarkan oleh Vietnam.

Mobil-mobil tersebut tertahan di pelabuhan Untuk menjalani berbagai tes kelayakan dan
membuat biaya tambahan (Yolanda, 2018). Oleh karena itu, dengan adanya kendala ini selain
kehilangan pemasukan Yang cukup besar dari pelarangan ekspor mobil ke Vietnam, juga diperlukan
peran Pemerintah untuk mencari jalan keluar agar mempu mengekspor kembali ke negara Vietnam
mengingat bahwa banyak industri otomotif indonesia yang di ekspor ke Negara-negara Asia
Tenggara terutama Vietnam. Sehingga dalam hal ini, Indonesia Menghadapi hambatan ekspor mobil
oleh pemerintah Vietnam pada masa Pemerintahan Joko Widodo pada tahun 2017-2019.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dijelaskan bahwa keputusan Vietnam mengeluarka
Decree No.116/2017 pada bulan November tahun 2017 Mengancam para negara yang melakukan
ekspor industri mobil. Di mana kebijakan ini mulai diberlakukan pada 1 Januari 2018 bersamaan
dengan kebijakan ASEAN dalam perdagangan bebas. Kebijakan tersebut terkait diberlakukannya
pembebasan Tarif impor dari negara-negara anggota ASEAN menjadi pajak 0-5%. Namun keputusan
pemerintah Vietnam terkait kebijakan impor mobil ke negara mereka Memicu kekhawatiran
terhadap Indonesia karena Vietnam sendiri merupakan pasar Ekspor otomotif bagi Indonesia.
Sehingga penulis dalam penelitian ini merumuskan Pertanyaan penelitian, yaitu: Bagaimana strategi
Indonesia dalam menghadapi Hambatan ekspor oleh Vietnam untuk komoditas mobil pada tahun
2017-2019?

2
C. Tujuan Penelitian

Untuk menganalis, dan memaparkan, terkait strategi Indonesia dalam menghadapi hambatan
ekspor mobil oleh pemerintah Vietnam pada masa pemerintahan Joko Widodo tahun 2017-2019
dengan menggunakan teori Developmental State.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian kerjasama

• Indonesia dengan vietnam sepakat untuk meningkatkan kerjasama bilateral dan memperkuat
peran bersama dalam stabilitas dan perdamaian kawasan dan global, dalam pertemuan Manteri Luar
Negri kedua negara.

• Menyesuaikan pulau galang sebagai lokasi pengungsian vietnam (bilateral)

• Mengirim pasukan garuda sebagai pasukan perdamaian PBB di Vietnam

• Indonesia dan Vietnam sepakat untuk mempererat kerjasama di bidang perdagangan dan investasi

B. Kerja sama Indonesia dengan Vietnam dalam bidang Ekonomi dan Perdagangan

Indonesia dan Vietnam sepakat untuk mempererat kerja sama di bidang perdagangan
dan investasi.Kesepakatan itu tercapai setelah pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo dan
Perdana Menteri Vietnam Nguyễn Xuân Phúc di Bali Nusa Dua Convention Center, Jumat Presiden
Joko Widodo mengatakan bahwa Indonesia dan Vietnam semakin mengintensifkan hubungan kerja
sama dan bilateral selama beberapa waktu belakangan.“Persis satu bulan yang lalu, saya dan
Perdana Menteri Nguyễn Xuân Phúc bertemu di Hanoi. Ini mencerminkan tingginya intensitas
hubungan bilateral yang didasarkan Kemitraan Strategis Indonesia dan Vietnam,” kata Presiden
selepas pertemuan.Menindaklanjuti sejumlah kerja sama yang telah tercapai, Presiden berterima
kasih kepada pemerintah Vietnam atas perhatian yang diberikan kepada investor-investor Indonesia
yang berinvestasi di Vietnam.Selain itu, dirinya juga mengapresiasi bantuan pemerintah Vietnam
atas hambatan ekspor otomotif Indonesia ke Vietnam beberapa waktu lalu.“Saya juga mengapresiasi
kerja sama (pemerintah Vietnam) dalam mengatasi hambatan ekspor otomotif Indonesia ke
Vietnam,” ujar Presiden.

Dalam kesempatan itu, Presiden menyampaikan keinginan sejumlah pengusaha Indonesia


untuk menjajaki pasar baru di Vietnam. Pasar-pasar tersebut antara lain yang berkaitan dengan
produk-produk farmasi dan alat kesehatan.Selain itu, kedua negara juga mempererat kerja sama di
sejumlah bidang lain seperti perundingan zona ekonomi eksklusif masing-masing negara,
pemberantasan pencurian ikan, dan kerja sama memajukan ASEAN.Dua hari setelah pertemuan di
Hanoi, tim teknis perundingan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sudah melakukan pertemuan guna
mencari solusi yang saling menguntungkan.“Kita sepakat terus mendorong tim perunding untuk
mengintensifkan dan segera menyelesaikan perundingan,” tutur Presiden.Sementara dalam
kesempatan yang sama, PM Vietnam mengatakan bahwa kedua negara sama-sama menyetujui
untuk saling meningkatkan perdagangan.

3
“Kami membuat terobosan baru dan membawa kerja sama ekonomi menjadi pilar utama
kemitraan strategis dan berkeinginan untuk membawa neraca perdagangan lebih berkembang,” kata
dia.“Saya dan Presiden Jokowi juga bersepakat untuk meningkatkan kerja sama di bidang maritim,”
ucap Phúc. PM Vietnam juga meyakini bahwa hubungan bilateral kedua negara yang semakin
meningkat ini akan menguntungkan kedua belah pihak di masa mendatang.“Saya percaya bahwa
hubungan kemitraan strategis antara Vietnam dan Indonesia akan berkembang lebih cepat dan kuat
demi kepentingan kedua negara, serta menjaga perdamaian, kestabilan, dan kesejahteraan di
kawasan,” tandas dia.

C. Kerjasama Indonesia dengan Vietnam dalam Bidang pemanfaatan gas dan Batu Bara
hingga 2022

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan dan Menteri Industri dan
Perdagangan Republik Sosialis Vitnam Tran Tuan Anh, hari ini, Rabu (23/8) di Istana Negara,
melakukan penandatanganan kerja sama antara Indonesia dan Vietnam. Penandatanganan kerja
sama ini disaksikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Sekretaris Jenderal Partai
Komunis Vietnam, Nguyen Phu Trong. Dalam kerja sama Indonesia dan Vietnam, terdapat 2
Memorandum Saling Pengertian (MSP) yang ditandatangani, yakni di bidang pemanfaatan gas pada
wilayah lintas batas kontinen serta pemanfaatan batubara untuk pembangkit listrik.

“Tujuan dari penandatanganan MoU ini untuk memfasilitasi dan meningkatkan kerja sama
bilateral di bidang pemanfaatan gas di wilayah lintas batas dan pemanfaatan batubara untuk
pembangkit listrik dengan azas persamaan dan saling menguntungkan kedua Negara,” jelas Menteri
Jonan.Pembahasan kerjasama Indonesia dan Vietnam terutama di pemanfaatan gas pada wilayah
lintas batas kontinen diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) sejak
Maret 2017 lalu. Kemudian dilakukan pertemuan The 7th Indonesia – Vietnam Joint Commission on
Economic, Scientific, and Technical Cooperation (JC-ESTC) di Hanoi, Vitenam pada 12 Agustus
2017.Pada JC-ESTC kemarin kedua pihak akan mendukung dan memfasilitasi perusahaan-
perusahaan dari kedua negara dalam mengimplementasikan proyek kerja sama eksplorasi dan
eksploitasi migas, mencari peluang kerja sama baru khususnya Proyek Tuna di laut Natuna,
penyediaan jasa teknis migas dan kerjasama pemanfaatan batubara.“Kedua belah pihak juga
menyadari adanya peningkatan permintaan batubara untuk pembangkit listrik di kedua negara.
Indonesia menyambut baik perusahaan Vietnam untuk mengimpor batubara dari Indonesia dan
berinvestasi di sektor pertambangan batubara di Indonesia,” lanjut Jonan.

4
D. Kerjasama Indonesia dengan Vietnam dalam Teknologi dan PPertania

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto jajaki peningkatan kerja sama Indonesia dengan
Vietnam dalam sektor industri. Penjajakan ini dicapai usai Airlangga bertemu dengan Wakil Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Vietnam Nguyen Cam Tu yang membawa delegasi VEAM Corp di
Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kamis 25 Agustus 2016.Airlangga menjelaskan, VEAM
Corp merupakan BUMN di bawah Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Vietnam yang
bergerak di bidang manufaktur, permesian dan alat pertanian, truk dan bis, serta komponen.Dia
menyatakan, Indonesia akan membuka peluang kerja sama industri dengan Vietnam, khususnya
pada pengembangan teknologi. “Hal ini didukung oleh fasilitas riset di sektor agro dan permesinan
yang dimiliki balai-balai di bawah Kementerian Perindustrian,” ujar dia dalam keterangan tertulis di
Jakarta, Jumat (26/8/2016)

Kerja sama kedua negara akan difokuskan pada industri permesinan yang berbasis di sektor
pertanian. Alasannya, beberapa perusahaan di Indonesia sudah menguasai teknologi baik pra panen
dan pasca panen.“Indonesia juga menguasai teknologi pengolahan agrikultur untuk produk-produk
seperti kakao, CPO, karet dan hortikultura. Di Indonesia ada asosiasi alat Mesin Pertanian Indonesia
(alsintan) yang memiliki sebanyak 30 anggota,” kata dia.Menurut Airlangga, industri alat mesin
pertanian (alsintan) di Indonesia telah memiliki kemampuan memproduksi traktor tangan, traktor
kecil hingga sedang, pompa irigasi, mesin bajak yang digunakan untuk tahap pra panen.“Sedangkan
untuk pascapanen seperti mesin pengering. Namun baru 35 persen produk alsintan di Indonesia
yang diproduksi oleh perusahaan dalam negeri,” ungkap dia.Kemenperin mencatat, industri alsintan
Indonesia tumbuh 261 persen pada 2015 dengan nilai US$ 26,6 juta. Tujuan ekspor utamanya ke
Nigeria, Malaysia, Amerika Serikat, Filipina, Venezuela and Timor Leste. Di sisi lain, Indonesia
mengimpor untuk produk-produk alsintan sebesar US$ 45.3 juta pada 2015.

Dengan adanya kerja sama ini, Airlangga berharap akan berdampak pada peningkatan neraca
perdagangan kedua negara, dari US$ 6 miliar pada 2015 menjadi US$ 10 miliar pada 2018.
“Indonesia dan Vietnam punya kemiripan industri dan kemiripan pangsa ekspor, jadi sebaiknya
saling melengkapi. Ekspor Indonesia ke Vietnam diantaranya produk kimia, permesinan, komponen
elektronika, dan komponen mesin. Sedangkan impor dari Vietnam, antara lain tekstil, beras, alas kaki
dan karet untuk kebutuhan industri,” tandas dia. (Dny/Gd)

5
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Dan
keindahan lautannya yang memiliki banyak sumber daya perikanan di dalamnya. Dengan begitu
banyak timbul rasa iri dari berbagai negara salah satunya adalah negara Vietnam. Oleh karena itu
timbul masalah yang sangat marak terjadi di bidang perikanan yaitu kegiatanillegal fishing.Illegal
fishingmerupakan kegiatan yang sangat merugikan bagi Indonesia. Karena kegiatan illegal
fishingmerupakan kegiatan penangkapan ikan tanpa ada izin dari pihak yang resmi dan menangkap
ikan di sebuah perairan suatu negara dengan ilegal. Illegal fishingini merupakan masalah yang masih
terdengar hingga sekarang dan memberikan dampak negatif bagi negara yang terlibat.Kegiatan
illegal fishing terjadi di perairan Indonesia dan dilakukan oleh kapal yang berkewarganegaraan
Vietnam. Banyak ditemui kapal dari negara-negara lain yang melakukan.

kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia namun kapal Vietnam yang paling banyak
ditemukan melakukan kegiatan illegal fishing di perairan Indonesia. Kapal Vietnam tersebut
melakukan kegiatan illegal fishinguntuk mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Dimana hasil
tangkapan ikan tersebut akan diperjual-belikan oleh Vietnam dengan harga yang sangat tinggi
sehingga Vietnammendapatkan keuntungan yang besar dari hasil tersebut.Dengan adanya kasus
illegal fishing ini maka Indonesia tidak hanya tinggal diam. Indonesia telah melakukan berbagai
upaya untuk menangani masalah illegal fishing yang terjadi tetapi kegiatan illegal fishing masih tetap
terjadi.

Pada akhirnya Indonesia dan Vietnam memutuskan untuk melakukan kerjasama bilateral.
Dimana kerjasama bilateral ini dilakukan dengan tujuan yang sama yaitu menangani masalah illegal
fishing. Namun, kerjasama bilateral ini di turunkan dalam bentuk Memorendum of Understanding
(MOU). Indonesia dan Vietnammelakukan kerjasama dalam bentuk MOU sebanyak dua kali.

MOU pertama disepakati pada tanggal 8 Januari 2003 di Jakarta. MOU tersbeut berbunyi
Memorendum of Understanding between The Ministry of Marine Affairs and Fisheries of the
Republic of Indonesia and The Ministry of Fisheries of the Socialist Republic of Vietnam on Fisheries
Cooperation. Namun, maksud dan tujuan dari MOU tersebut tertulis di pasal 2 yaitu, “....Both Parties
shall develop and pursue the following areas of cooperation, inter alia: Prevention, combating and
elimination of illegal, Unregulated and Unreported (IUU) fishing:...”.

6
Upaya dari MOU diatas yang telah disepakati oleh Indonesia dan Vietnam yaitu yang pertama
berupa prevention (pencegahan), dengan cara meningkatkan perlindungan wilayah laut, dengan
menambah armada patroli, penggunaan teknologiVessel Monitoring System (VMS) sebuah sistem
monitoring kapal ikan dengan alat transmitoryang berfungsi untuk mengawasi proses penangkapan
ikan yang dilakukan di wilayah perairan Indonesia. Yang kedua combating (memberantas), dengan
cara memberikan tindakan hukuman kepada pelaku berupa pidana penjara, pidana denda, dan
penyitaan. Dan upaya yang ketiga adalah elimination of illegal (penghapusan ilegal), cara ini lebi
Mengedepankan partisipasi aktif para nelayan, lebih organik dan efektif di Samping dari pengawasan
oleh pihak aparat di laut. Pemberdayaan nelayan yang Di maksud adalah dengan cara memfasilitasi
penggunaan kapal dengan GT ( Gross Tonnage ) yang besar dengan teknologi modern, dan
kompetensi yang Cukup agar kapal nelayan dapat bisa menjangkau laut lepas.

Adapun MOU kedua yang disepakati tepatnya 27 Oktober 2010 di Ha Noi. Bunyi dari MOU
tersebut yaitu, Memorandum of Understanding between The Government of the Republic of
Indonesia and the Government of the Socialist Republic of Viet Nam on Marie and Fisheries
Cooperation dimana maksud dan Tujuan dari isi MOU tersebut terdapat di bait ke 3 “...The Parties
shall seek close Cooperation to handle problems relating to IUU Fishing which are brought to the
Attention of one Party by each other...”. Upaya MOU yang disebutkan diatas, Merupakan kedekatan
kerjasama Indonesia dan Vietnam untuk menangani Masalah illegal fishing. Dan upaya yang
dilakukan oleh Indonesia dengan Vietnam dalam menangani masalah illegal fishing pada MOU kedua
ini adalah Penenggelaman kapal. Penenggelaman kapal yang telah di lakukan sejak tahun 2003 telah
berhasil dan di lakukan oleh TNI Angkatan Laut dengan Menenggelamkan 4 kapal asing di perairan
Indonesia. Sehingga jumlah kapal Yang telah di tenggelamkan oleh TNI Angkatan Laut berkisar 38
kapal. Dengan Kerjasama Indonesia dengan Vietnam berupa MOU untuk menangani masalah Illegal
fishing berhasil. Kesungguhan Indonesia dan Vietnam dalam kerjasama Yang telah di lakukan untuk
mencegah masalahillegal fishingmemberikan dampak Positif bagi kedua negara. Dan terbukti dengan
keberhasilan kerjasama antara Mengedepankan partisipasi aktif para nelayan, lebih organik dan
efektif di Samping dari pengawasan oleh pihak aparat di laut. Pemberdayaan nelayan yang Di
maksud adalah dengan cara memfasilitasi penggunaan kapal dengan GT ( Gross Tonnage ) yang
besar dengan teknologi modern, dan kompetensi yang Cukup agar kapal nelayan dapat bisa
menjangkau laut lepas.Adapun MOU kedua yang disepakati tepatnya 27 Oktober 2010 di Ha Noi.
Bunyi dari MOU tersebut yaitu, Memorandum of Understanding between The Government of the
Republic of Indonesia and the Government of the Socialist Republic of Viet Nam on Marie and
Fisheries Cooperation dimana maksud dan Tujuan dari isi MOU tersebut terdapat di bait ke 3 “...The
Parties shall seek close Cooperation to handle problems relating to IUU Fishing which are brought to
the Attention of one Party by each other...”.

7
Upaya MOU yang disebutkan diatas, Merupakan kedekatan kerjasama Indonesia dan Vietnam untuk
menangani Masalah illegal fishing. Dan upaya yang dilakukan oleh Indonesia dengan Vietnam dalam
menangani masalah illegal fishing pada MOU kedua ini adalah Penenggelaman kapal.
Penenggelaman kapal yang telah di lakukan sejak tahun 2003 telah berhasil dan di lakukan oleh TNI
Angkatan Laut dengan Menenggelamkan 4 kapal asing di perairan Indonesia. Sehingga jumlah kapal
Yang telah di tenggelamkan oleh TNI Angkatan Laut berkisar 38 kapal. Dengan Kerjasama Indonesia
dengan Vietnam berupa MOU untuk menangani masalah Illegal fishing berhasil. Kesungguhan
Indonesia dan Vietnam dalam kerjasama Yang telah di lakukan untuk mencegah masalahillegal
fishingmemberikan dampak Positif bagi kedua negara. Dan terbukti dengan keberhasilan kerjasama
antara

B. Saran

Menurut pendapat saya, Sebagai negara yang berdaulat, tentu saja keamanan serta menjaga
potensi Yang dimiliki suatu negara adalah keharusan. Tak terkecuali dengan Indonesia Yang
dikarunia dengan potensi sumber daya alam yang berlimpah, salah satunya Adalah sumber daya
laut. Indonesia memiliki potensi perikanan cukup tinggi bila Dibandingkan dengan negara lain. Tentu
saja dengan besarnya potensi dimiliki Indonesia, itu berbanding lurus dengan besar potensi ancaman
kejahatan di laut Indonesia. Dari hasil analisa peneliti dapat diberikan saran untuk menangani kasus
Illegal fishingyang terjadi di perairan Indonesia, dan yang sangat diutamakan di Dalam kerjasama
bilateral. Saran tersebut berupa:

• Sebelum disepakati suatu perjanjian kerjasama, baiknya antara kedua negara Harus
menimbang untung dan rugi dari kerjasama yang akan di sepakati.

• Setelah perjanjian disepakati, kedua negara harus melakukan pertemuan atau Evaluasi untuk
mengetahui sejauh mana perkembangan dari perjanjian Kerjasama yang telah disepakati kedua
negara.

• Kedua negara harus melakukan suatu kegiatan bersama seperti pencegahan Untuk menangani
kasus illegal fishing. Dan disana akan terlihat keseriusan Serta keadilan dalam kerjasama yang
dilakukan oleh masing-masing negara.

Anda mungkin juga menyukai